Anda di halaman 1dari 8

KDK1 : Kebutuhan Eliminasi Alvi

A. Definisi Kebutuhan Eliminasi Alvi


Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran,
penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan. Sisa metabolisme
tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang
berasal dari saluran pencernaan melalui anus. (Tarwoto dan Wartonah (2004) , 48). Eliminasi
alvi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang
padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat
melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari.
Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu
minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut
diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang
lebih besar.

B. System Tubuh Yang Berperan dalam Eliminasi Alvi


1. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletah diantara lambung
dan usus besar. Bagian-bagian dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari), jejunum
(usus kosong), ileum (usus penyerapan).

2. Duodenum (usus dua belas jari)


Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang antara 25-38 cm. bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus.

3. Jejunum (usus kosong)


Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas jari dan usus
penyerapan. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong.

4. Ileum (usus penyerapan)


Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ini
memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum dan dilanjutkan
oleh usus  buntu.

5. Usus Besar
Usus besar adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dan feses. Bagian-bagian dari usus besar yaitu; kolon, rektum, dan anus.

6. Kolon
Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
7. Rektum
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
feses sementara.

8. Anus
Anus atau dubur adalah sebuah bukaan dari rektum  ke lingkungan luar tubuh.

C. Proses Defakasi
Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua
pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan sussum tulang
belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur
dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian
sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup
atau mengendur. Selam defekasi berbagai otot lain membantu prose situ, seperti otot dinding
perut, diafragma, dan otot – otot dasar pelvis.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks
defekasi intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari
adanya zat sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian flexus
mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada saat
sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi
parasintetis dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal
cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan
peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat
sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak
direncanakan dan zat makanan lainyang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.

D. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi
1. Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol
defekasi menurun.

2. Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan
yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam
tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.

3. Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena
itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake cairan yang
berkurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan yang
meningkat.

4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi. 

5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau antasida
yang terlalu sering.

6. Kebiasaan atau Gaya Hidup


Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat
bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit 
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit – penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi
lainnya.

8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri pada
kasus hemorrhoid atau episiotomy.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris


Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat
menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

10. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare.

11. Prosedur diagnostic


Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma dahulu
agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.

12. Anestesi dan pembedahan


Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat
menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam.

13. Posisi selama defekasi


Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern
dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak
kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot
pahanya.

E. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Alvi


1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit, yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan
pengeluaran faeces yang sulit’ keras dan mengedan. BAB keras dapat menyebabkan nyeri
rectum. Kondisi ini terjadi karena faces berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap. Frekuensi BAB masing-masing orang berbeda. Jika kurang dari 2 kali BAB setiap
minggu, maka perlu pengkajian. Penyebab:
a. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
b. Klien memproduksi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewan
c. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga
d. Pemakaian laksatif yang berat
e. Obat penenang, opiate, antikolinergik, zat besi yang menyebabkan konstipasi
f. Pada lansia mengalami perlambatan peristaltic
g. Konstipasi juga disebabkan oleh kelainan saluran GI
h. Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon
i. Penyakit organic, seperti hipokalsemia

2. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak berakhir sehingga, tumpukan faces yang keras
di rectum tidak dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan faces sampai pada kolon sigmoid.
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras dan mengendap di rectum dan tidak dapat
dikeluarkan. Impaksi feses diakibatkan doleh konstipasi yang tidak diatasi. Klien yang
mengalami kebingumgan, kelemahan, atau tidak sadar berisiko mengalami impaksi. Apabila
feses diare keluar secara mendadak dan continue dicurigai berisiko impaksi. Kehilangan nafsu
makan (anoreksia), distensi, dank ram abdomen serta nyeri di rectum dapat menyertai kondisi
impaksi.
Penyebab: pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang, pemeriksaan
yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tanda: tidak BAB, anoreksia, kembung/kram, nyeri rectum.
Pengkajian dengan meraba rectum dengan hati-hati, dan harus dengan “standing order” dari
dokter, karena dapat menimbulkan reflek vital (menurunkan denyut nadi) dan perform (terutama
pada orang tua dengan tumor di kolom).

3. Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feces yang tidak berbentuk. Isi intestinal
melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolom merupakanfakta tambahan
yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feces menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. Pada diare, elektrolit dan kulit terganggu,
terutama pada bayi dan orang tua. Kondisi yang menyebabkan diare, antara lain :
a. Stress emosional
b. Infeksi usus
c. Alergi makanan
d. Intoleransi makanan
e. Selang pemberian makanan
f. Obat-obat zat besi dan antibiotic
g. Laksatif (jangka pendek)
h. Perubahan melalui pembedahan gastrektomi
i. Reseksi kolon
4. Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan di mana tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan
jumlahnya banyak.Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spinter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental klien sadar akan kebutuhan Bab tidak sadar secara fisik. Pakaian klien basah,
menyebabkan ia menjadi terisolasi. Kebutuhan dasar klien tergantung pada perawat. Klien
dengan gangguan mental dan sensori tidak sadar ia telah BAB. Perawat harus mengerti dan sabar
meskipun berulang-ulang kali membereskannya. Seperti diare, inkontinensia bias menyebabkan
kerusakan kulit. Jadi perawat harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan
bersih. 60% usila inkontinensi.

5. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distendend, merasa
penuh, nyeri dank ram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Tapi jika
berlebihan yaitu kasus penggunaan penenang anastesi umum, operasi abdominal, dan
immobilisasi gas pendek. Gas menumpuk menyebabkan diafragma terdorong ke atas sehingga
ekspansi paru terganggu.
Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus ada: pemecahan makanan oleh bakteri yang
menghasilkan gas meta pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. dan makanan perhasil gas
seperti bawang dan kembang kol.

6. Hemoroid
Yaitu dilatasi, pembengkakan vena pada dinding rectum (bias internal dan eksternal). Hal ini
terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal dengan mudah jika dinding pembuluh darah
teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa gatal. Kadang-
kadang BAB dilupakan oleh klien, karena selama BAB menimbulkan nyeri. Akibat lanjutannya
adalah konstipasi.

F. Proses Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Alvi


1. Pengkajian.
a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi.
Pengkajian ini antar lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama defekasi. Secara
normal, frekuensi buang air besar, sedangkan  pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang
dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.
b. Keadaan feses, 
c. Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi.
Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet,pola
makan sehari-hari, aktivitas, penggunaan obat, stress, fekasi, diet,pola makan sehari-hari,
aktivitas, penggunaan obat, stress, pembedahan atau penyakit menetap, dn lain-lainnya.
d. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik meliputi keadaa abdomen seperti ada atau tindaknya distensi, simetris atau
tidak, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut, dan tenderess.kemudian , pemeriksaan
rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda imflamasi, seperti perubahan warna, lesi,
fistula, hemorrhoid.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi berhubugan dengan : penurunan respons berdefekasi, defek persyarafan, kelemahan
pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA.
b. Konstipasi kolonik berhubunga dengan : penurunan laju metabolisme akibat hipotiroidime
atau hipertiroidisme.
c. Konstipasi dirasakan berhubungan degan : penilaian salah akibat penyimpangan susunan
syaraf pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif dan kurangnya informasi akibat keyakinan
budaya.
d. Diare berhubugan dengan : peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolisme  stres
psikologis.
e. Ikontinensia usus berhubungan dengan : gagguan sfigter rectal akibat cedera rectum atau
tindakan pembedahan,distensi rectum akibat konstipasi kronis.
f. Kurangnya volume berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare).

3. Perencanaan atau intervesi keperawatan.


Tujuan :
a. Memahami arti eliminasi secara normal.
b. Mempertahankan asupa makanan dan minuman cukup.
c. Membantu latihan secara teratur.
d. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur .
e. Mempertahankan defekasi secara normal.
f. Mencegah gagguan integritas kulit.

Rencana Tindakan :
a. Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi.
b. Kurangi faktor yang  memengaruhi terjadinya masalah seperti :
1) Konstipasi secara umum :
• Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur,misalnya pergi ke kamar mandi satu jam
setelah makan pagidan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.
• Meningkatkan asupan cairan dengan banyak  minum.
• Diet yanag seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.
• Melakukan latihan fisik, misalya melatih otot perut
• Mengatur  posisi yang baik untuk buang air besar,sebaiknya posisi duduk dengan lutut melentur
agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.
• Anjurkan agar tidak memaksakan diri dalam buang besar.
• Berikan obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat supositoria.
• Lakukan enema (huknah).
2) Konstipasi akibat nyeri :
• Tingkatkan asupan cairan.Diet tinggi serat.
• Tingkatkan latihan setiap hari .
• Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.
• Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.
• Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-46 derajat celcius,selama 15menit) jika
nyeri hebat.
• Berikan pelunak feses.Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam
kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan .
3) Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup.
• Beriksn stimulus untuk defekasi, seperti mium kopi atau jus.Bantu pasien untuk menggunakan
pispot bila memungkinkan .
• Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
• Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain-lain.
• Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
4) Inkontinensia Usus.
• Pada waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.
• Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.
• Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang lembab, supaya pasien dan
sprei tidak begitu kotor.
• Pakai laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai .
Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat pengertian perawatan khusus.
5) Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.
6) Pertahankan asupan makanan dan minuman.
7) Bantu defekasi secara manual.
8) Bantu latihan buang air besar, dengan cara :
• Kaji pola eliminasi normal dan cacat waktu ketika inkontinensia terjadi.
• Pilih waktudefekasi untuk mengukur kontrolnya.
• Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah jam sebelum
waktu defekasi ditentukan.
• Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah sebelum waktu defekasi.
• Bantu pasien ke toilet ( program ini kurang efektif jika pasien menggunakan pispot ).
• Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi ( 15-20 menit).
• Intruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah
dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.
• Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defesika.
• Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air anserat yangadekuat.
• Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.

4. Tindakan Keperawatan
a. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap
dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
b. Memberikan Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon
desensen dengan menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk
mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan
sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien yang mengalami
kesulitan buang air besar.
c. Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon
asenden dengan menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus
pada pasien prabedah untuk prosedur diagnostik.
d. Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot
Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi pasien
yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar mandi.
e. Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus
dengan menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus,
sehingga pasien dapat buang air besar.
f. Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien
untuk mengambil atau menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya kemampuan
dalam:
a. Memahami cara eliminasi yang normal.
b. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan dengan
adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan,seperti makan dengan tinggi atau rendah
serat ( tergantung dari tendensi diare atau konstipasi serta mampu minum 2000-3000 ml).
c. Melakukan latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan, berdiri, dan
lain-lain).
d. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien dalam
mengontrol defekasi tanpa bantuan obat atau enema,berpartisipasi dalam program latihan secara
teatur.
e. Mempertahankan nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan defekasi,
tidak terjadi bleeding,tidak terjadi inflamasi, dan lain-lain.
f. Mempertahankan  integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak ada
inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai