DISUSUN OLEH :
Fatimah Azzahra Alhabsyi
2016730037
DOKTER PEMBIMBING :
dr. Umie Faizah, Sp. KJ
2.1 Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan lepas muatan listrik di otak yang menyebabkan
penderita memiliki kecenderungan kejang-kejang secara berulang. Kejang adalah
gejala utama epilepsi. Penggolongan psikosis yang berkait dengan epilepsy
menjadi psikotik preiktal, iktal, postiktal dan interiktal sangat berguna secara
klinis tetapi tidak dapat membedakan secara jelas patofisiologi dari masing-
masing kondisi tersebut.
Secara umum perubahan perilaku yang berkaitan dengan epilepsy
diklasifikasikan menurut hubungannya dengan masa terjadinya kejang, sebagai
berikut:
1. Berhubungan dengan kejang:
- Peri ictal (termasuk aura dan prodromal)
- Per ictal (berhubungan dengan peningkatan kejang dan clusters)
- Forced normalization (berhubungan dengan hilangnya tanda-tanda
kejang)
- Post ictal (terjadinya penurunan kesadaran setelah kejang disertai EEG
yang kacau)
Perhatian terhaap psikosis post-ictal telah membuka peluang penting dalam usaha
memelajari timbulnya gejala psikosis pada penderita epilepsy. Psikosis adalah
gangguan psikiatrik spesifik yang paling jelas kaitannya dengan epilepsy.
Lifelong prevalence dari seluruh gangguan psikotik pada pasien epilepsy berkisar
antara 7 – 12%. Pada pengamatan 100 anak dengan kejang kompleks parsial
dalam periode lebih dari 30 tahun, dari 87 yang masih hidup sampai dewasa dan
tidak menderita retardasi mental, 9 (10%) mengalami gangguan psikotik.
Penelitian lobektomi temporal yaitu pengangkatan fokus epilepsinya, terjadi
psikosis pada 7 – 8% kasus, bahkan jauh setelah kejang – kejang berhenti. Hal ini
memerlihatkan bahw risiko terjadinya psikotik pada pasien epilepsy dua kali atau
lebih dibandingkan populasi umum, khususnya pasien yang fokus epilepsinya di
mediabasal lobus temporalis. Penelitian tentang lateralisasi fokus epilepsy
menduga adanya hubungan antara fokus di sisi kiri berkaitan dengan psikosis.
Perbedaan antara sindrom ictal dan interictal tidak selalu jelas. Pada beberapa
pasien terjadi keadaan psikotik post-ictal dalam waktu yang cukup lama dengan
kesadaran baik. Forced normalization yaitu kondisi pada pasien epilepsy
ditemukan gejala psikiatrik saat kejangnya terkontrol. Ini diduga terkait dengan
kejang yang kemungkinan interictal. Awalnya hanya dihubungkan dengan gejala
psikotik saja tetapi ternyata juga mencakup berbagai perubahan perilaku.
Pada gangguan kepribadian interictal dapat dijumpai gambaran sbb:
1. Hiperreligiosity; filosofis dan preokupasi mistik
2. Terdapat gangguan fungsi seksual (hiper atau hiposeksual)
3. Hipergrafia (kecenderungan menulis berlebihan dan kompulsif)
4. Iritabel
5. Viscocity (kelengketan pikiran, bradyphrenia)
Kebanyakan pasien dengan epilepsy memiliki prognosis yang baik bila kejang
dapat dikontrol dengan antikonvulsan. Sebgaian besar pasien tidak mengalami
gangguan psikiatrik dan hanya terjadi bila mengalami kejang-kejang yang tidak
terkontrol dalam jangka Panjang / bertahun-tehun. Untuk yang mengalami
masalah perilaku, obat anti konvulsan atau operasi mungkin dapat mengatasi
beberapa gejala seperti agitas, tetapi mungkin tidak dapat mencegah munculnya
gejala lain seperti psikosis dan perilaku suicidal.
Dalam pengobatan pasien epilepsy dengan gangguan psikiatrik, hal pertama yang
perlu dilakukan adalah mengatasi epilepsinya dengan obat antikonvulsan, seperti
carbamazepine, asam valproate, gabapentin dan lamotrigine. Hal ke dua yang
perlu diperhatikan adalah obat-obat antipsikotik yang menurunkan ambang
kejang. Ini biasanya tidak jadi masalah tapi kadang-kadang bermakna secara klinis
pada pasien epilepsy yang tidak terkontrol. Hal ke tiga yang perlu disadari adalah
potensi terjadinya interaksi antara antikonvulsan dan antipsikotik. Biasnaya obat
antikonvulsan meningkatkan metabolisme antipsikotik dengan akibat penurunana
efek terapinya. Sebaliknya, penghentian obat antikonvulsan dapat mencetuskan
peningkatam pada konsentrasi antipsikotik. Awal pemberian antipsikotik
mengakibatkan inhibisi kompetitif dari metabolisme inhibisi kompetitif dari
metabolisme antikonvulsan yang berakibat elevasi kadar antikonvulsan dan dapat
menjadi toksik. Obat-obat antikonvulsan yang baru memiliki potensi interaksi
yang lebih kecil. Gabapentin, lamotrigine, vigabatrin dan tiagabine relatif bebas
dari enzim yang menginduksi atau menginhibisi.
Terapi lain dengan cara operasi mendapatkan bahwa lebih dari 80% penderita
epilepsy yang menjalani operasi temporolobektomi mengalami penurunan
frekuensi kejang dan 50% nya bebas kejang selamanya. Pasien epilepsi dengan
psikosis mungkin akan terus menjadi psikosis, perubahan kepribadian, dan
perilaku siusidal bahkan lama setelah lobektomi. Pasien dengan gejala psikotik
sebelum operasi berisiko tinggi menjadi psikosis pasca operasi dan hasil akhir
yang buruk.
Penggunaan kombinasi yang mengakibatkan interaksi antara antikonvulsan
dengan antipsikotik penting diperhatikan. Beberapa obat-obat antipsikotik yang
berefek menurunkan ambang kejang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tinggi Clozapine
Khlorpromazine
Thiothixene
Rendah Flufenazine
Haloperidol
Loxapine
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-3.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.