Anda di halaman 1dari 20

PELATIHAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN TINGKAT I

ANGKATAN II

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN


RUMAH SWADAYA PROVINSI JAWA BARAT

DISUSUN OLEH :

1. Firdha Ruqmana, S.T (03)


2. Mohammad Abdullah, S.T (09)
3. Rani Monica Sembiring, S.T (12)
4. Sadli Soleman, S.T (19)
5. Suci Orian Sari, S.T (23)

BALAI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PUPR WILAYAH I MEDAN


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................. 1

BAB I – PENDAHULUAN ................................................................................................ 2

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 2

1.2 Tujuan dan Sasaran ......................................................................................................... 2

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ........................................................................................... 2

1.4 Keluaran .......................................................................................................................... 3

1.5 Metodologi ...................................................................................................................... 3

BAB II – TINJAUAN TEORITIS DAN KEBIJAKAN .............................................................. 4

2.1 Tinjauan Teori ................................................................................................................. 4

2.2 Tinjauan Kebijakan .......................................................................................................... 4

BAB III – KONDISI WILAYAH STUDI ............................................................................... 6

3.1 Administrasi .................................................................................................................... 6

3.2 Fisik .................................................................................................................................. 6

3.3 Sosial Budaya .................................................................................................................. 7

3.4 Ekonomi .......................................................................................................................... 8

BAB IV – MANAJEMEN PENYELENGGARAN PERUMAHAN ............................................. 9

4.1 Pengolahan Data/Informasi ............................................................................................ 9

4.2 Hasil Analisis .................................................................................................................... 12

BAB V – KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................. 18

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 18

5.2 Rekomendasi ................................................................................................................... 18

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya merupakan salah satu bentuk bantuan


Pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendorong dan
meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam peningkatan kualitas rumah dan
pembangunan baru rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitasnya. Hal ini sesuai
dengan amanat Undang- Undang Dasar Tahun 1945, pasal 28 H, yang berisi “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan”

Untuk dapat memahami penerapan pelaksanaan kebijakan dan program tersebut,


Diklat Penyelengaraan Perumahan melakukan kunjungan lapangan terhadap
permasalahan di Dirktorat Jenderal Perumahan. Pembangunan Rumah Swadaya di Kota
Cimahi Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu contoh peningkatan kualitas hunian
yang mendapat bantuan stimulan senilai 17,5 Juta Rupiah yang dilaksanakan pada
Tahun Anggaran 2020. Harapannya melalui kunjungan lapangan ini, peserta dapat
melatih kemampuan mengidentifikasi dan penyelesaian permasalahan yang dapat
diterapkan pada penyelenggaraan Rumah Swadaya di kemudian hari.

1.2 Tujuan dan Sasaran


Kunjungan Lapangan Virtual ini dilaksanakan agar peserta pelatihan dapat
memahami penyelenggaraan kegiatan pemberian Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, melalui kunjungan lapangan virtual,
peserta pelatihan dapat menganalisis permasalahan dan merekomendasikan solusi
sebagai tindak lanjut penyelesaian dari permasalahan yang umumnya ditemukan ketika
penyelenggaraan BSPS di Indonesia. Kegiatan ini ditujukan kepada peserta pelatihan
yang seluruhnya berasal dari Direktorat Jenderal Perumahan dan brasal dari unit kerja
yang berbeda-beda.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan


Pembahasan yang akan dianalisis pada laporan ini, yaitu poin-poin penting terkait
penyelenggaraan BSPS di Provinsi Jawa Barat sebagai hasil dari kunjungan lapangan
virtual.
a. Posisi Rumah Swadaya dalam Renstra Kementerian PUPR 2020-2024, karena saat
ini rumah swadaya tidak signifikan berada dalam Draft Renstra Kementerian PUPR
2020-2024.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
2
b. Kondisi di lapangan dimana banyak terjadi rumah yang mendapat bantuan berupa
PKRS (Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya), namun nyatanya berjalan sebagai
PBRS (Pembangunan Baru Rumah Swadaya).
c. Penyelenggaraan rumah swadaya menggunakan penyelesaian dari kacamata besar
yang membutuhkan kolaborasi beberapa Unit Organisasi, Kerjasama antar-
stakeholder, dan peluang menggunakan beberapa sumber dana selain APBN/APBD.
d. Pendampingan yang dilakukan oleh TFL (Tenaga Fasiilitator Lapangan) masih
memiliki kompetensi yang belum seragam terutama ada TFL yang tidak
berlatarbelakang teknik, sehingga diperlukan penyeragaman kompetensi TFL.

1.4 Keluaran
Hasil yang diharapkan dari Kunjungan Lapangan Virtual ini yaitu berupa laporan
kunjungan lapangan yang dikerjakan bersama dalam kelompok. Laporan tersebut
membahas hasil kunjungan lapangan virtual dan diskusi, serta tanya jawab dengan para
Narasumber untuk kemudian diidentifikasi dan dianalisi dalam laporan, serta peserta
diharapkan dapat merekomendasikan usulan penyelesaian dari ruang lingkup
pembahasan tersebut.

1.5 Metodologi
Kunjungan Lapangan dilakukan secara virtual dan daring melalui aplikasi zoom
meeting, dimana peserta berada dalam satu ruang kelompok daring menonton empat
video tentang penyelenggaraan BSPS di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Peserta juga
mengikuti paparan tentang Program BSPS di Jawa Barat TA. 2020 yang disampaikan
oleh Kasi Wilayah II, Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa II, Bapak Tedi
Achmad Bachtiar dan Narasumber lain yaitu Bapak Ir. Rich Dianto, Dipl. Soc. Sci, MM.
Setelah dilakukan Kunjungan Lapangan Virtual, peserta berdiskusi dan melakukan tanya
jawab dengan kedua narasumber tersebut serta menuliskan hasil kunjungan virtualya
dalam sebuah laporan.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN KEBIJAKAN

2.1 Tinjauan Teori


Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar primer bagi masyarakat. Kebutuhan
akan rumah terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini
memicu gap antara permintaan dan kebutuhan perumahan. Maka dari itu diperlukan
peran pemerintah dalam upaya penyediaan perumahan terutama bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memiliki keterbatasan daya beli.

Bantuan stimulan merupakan sesuatu yang menjadi pendorong bagi peningkatan


keinginan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan perumahan. Intervensi
pemerintah dengan memfasilitasi masyarakat melalui bantuan stimulan bagi
pembangunan perumahan akan menggerakan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
rumah menjadi layak huni. Bantuan stimulan berperan sebagai alat yang akan
mengurangi beban Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk membangun
rumah dan mengurangi beban pemerintah dalam penyediaan perumahan bagi
masyarakat.

2.2 Tinjauan Kebijakan


Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H Ayat 1
yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan", pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
memastikan setiap orang menghuni rumah yang layak dan terjangkau.

Mengacu pada Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman, bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan
memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang
berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat. Pada Pasal 54 Ayat (3) menyebutkan
bahwa salah satu kemudahan atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah dengan stimulan rumah swadaya.
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah bantuan Pemerintah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah untuk mendorong dan meningkatkan keswadayaan.

Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dijelaskan secara rinci didalam


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2018
tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sebagai pedoman bagi pemerintah dan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
4
masyarakat dalam penyelenggaraan BSPS. Peraturan ini juga bertujuan agar
penyelenggaraan BSPS dapat dilaksanakan dengan tertib, efisien, ekonomis, efektif,
transparan dan akuntabel. Dalam pemberlakuannya, Peraturan Menteri ini dilengkapi
dengan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang
tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Nomor
07/SE/Dr/2018.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
5
BAB III
KONDISI WILAYAH STUDI

3.1 Administrasi
Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam
27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota Bogor,
Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota
Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar serta terdiri dari 626 kecamatan, 641
kelurahan, dan 5.321 desa.

3.2 Fisik
Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5º50’ - 7º50’ Lintang Selatan
dan 104 º48’ - 108º 48’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 35.377,76 Km2 dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara, dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta


 Sebelah Timur, dengan Provinsi Jawa Tengah
 Sebelah Selatan, dengan Samudra Indonesia
 Sebelah Barat, dengan Provinsi Banten.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
6
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks
dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan serta dataran rendah
di wilayah utara. Memiliki kawasan hutan dengan fungsi hutan konservasi, hutan
lindung dan hutan produksi yang proporsinya mencapai 22,10% dari luas Jawa Barat;
curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/th dengan tingkat intensitas hujan tinggi;
memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan debit air permukaan 81 milyar
m3/tahun dan air tanah 150 juta m3/th.

3.3 Sosial Budaya


Provinsi Jawa Barat dengan luas 35.377,76 Km2 menurut Data SIAK Provinsi Jawa
Barat didiami penduduk sebanyak 46.497.175 Juta Jiwa. Penduduk ini tersebar di 26
Kabupaten/Kota, 625 Kecamatan dan 5.899 Desa/Kelurahan. Jumlah penduduk terbesar
terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 4.966.621 Jiwa (11,03 %), sedangkan penduduk
terkecil terdapat di Kota Banjar yaitu sebanyak 192.903 Jiwa (0,43 %).

Jika diperhatikan menurut jenis kelamin, terlihat bahwa penduduk laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Gambaran ini terlihat
dihampir seluruh Kabupaten/Kota, terkecuali Kabupaten Indramayu (Laki-laki 49,78 %,
perempuan 50,22%). Jumlah penduduk di daerah penyangga Ibukota, yaitu di
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kota Depok sebanyak
11.930.991 Jiwa atau 26% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Dengan begitu dapat
disimpulkan seperempat penduduk Jawa Barat tinggal di daerah penyangga Ibu Kota.

Sedangkan jumlah penduduk yang tinggal di Bandung Raya (Kabupaten Bandung,


Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi) sebanyak 8.670.501 Jiwa
atau 18% dari total penduduk Jawa Barat, artinya hampir seperlima penduduk Jawa
Barat tinggal di Bandung Raya/Ibu Kota Provinsi. Kalau di jumlahkan penduduk yang
tinggal di penyangga Ibu Kota dan Bandung Raya, maka didapat jumlah penduduk di
kedua daerah tersebut sebanyak 20.601.492 Jiwa atau 44% dari total jumlah penduduk
Jawa Barat. Terlihat bahwa hampir separuh penduduk Jawa Barat tinggal di kedua
daerah tersebut.

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.


Karena letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir seluruh suku
bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah
Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa
yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak mendiami
daerah bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta. Selain itu juga banyak terdapat
suku-suku yang berasal dari pendatang seperti Minang dan Batak. Sementara itu Orang
Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
7
Mayoritas penduduk di Jawa Barat memeluk agama Islam (97%). Selain itu provinsi
Jawa Barat memiliki bandar-bandar yang menerapkan syariat Islam, seperti Cianjur,
Kabupaten Tasik Malaya, serta Kota Tasikmalaya diperlakukan kepada sebagian besar
warganya yang menganut agama Islam. Agama Kristian banyak pula terdapat di Jawa
Barat, terutama dianut oleh Orang Tionghoa dan sebagian Orang Batak. Agama
minoritas lainnya yang terdapat di Provinsi Jawa Barat adalah Buddha, Hindu dan
Konfusianisme.

3.4 Ekonomi
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2020 tumbuh sebesar 2,73% lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2019 yang mencapai 4,11% Pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2020 tersebut juga berada di bawah pertumbuhan
ekonomi nasional yang mencapai 2,97%. Tertahannya laju pertumbuhan, terjadi pada
seluruh komponen pengeluaran dan sebagian besar komponen lapangan usaha utama,
kecuali sektor konstruksi yang terpantau stabil.

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat berdasarkan data BPS per Februari 2020
tercatat mengalami perbaikan. Namun demikian, hal ini belum memotret dampak
pandemi COVID-19 pada Maret 2020 yang mengakibatkan melambatnya laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat triwulan I 2020. Perbaikan kesejahteraan
tercermin dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat yang menurun dari
7,73% pada Februari 2019 menjadi 7,69% pada Februari 2020. Perbaikan ini dipengaruhi
oleh naiknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari 65,70% pada Februari 2019
menjadi 65,97% pada Februari 2020, di mana peningkatan terjadi pada TPAK laki-laki
sedangkan TPAK perempuan mengalami penurunan. Sementara itu, kualitas
ketenagakerjaan di Jawa Barat mengalami perbaikan ditandai dengan peningkatan
persentase tenaga kerja khususnya tenaga kerja berpendidikan menengah. Di sisi lain
pangsa tenaga kerja formal meningkat sedangkan pangsa tenaga kerja informal
menurun.

Perekonomian Jawa Barat pada tahun 2020 diperkirakan tumbuh pada kisaran
1,2%-1,6%, lebih rendah dibandingkan tahun 2019, dipengaruhi oleh tekanan eksternal
dan domestik. Perlambatan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh perlambatan pada
seluruh komponen pengeluaran. Dari sisi lapangan usaha, kinerja sektor utama
melambat sejalan dengan menurunnya kondisi perekonomian global sebagai dampak
dari pandemi COVID-19. Meskipun demikian, kinerja sektor informasi dan komunikasi
diperkirakan meningkat signifikan seiring dengan tingginya permintaan untuk
mengakomodasi new life style yang lebih digital seiring adanya kebijakan work from
home dan learn from home selama periode pandemi COVID-19.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
8
BAB IV
MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

4.1 Pengolahan Data/Informasi


A. Isu Strategis Perumahan dan Permukiman di Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan hasil kajian, terdapat 5 (lima) poin isu strategis yang teridentifikasi
terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman, yaitu sebagai berikut :
1. Backlog
Backlog Provinsi Jawa Barat yang teridentifikasi berdasarkan data
Susenas mencapai 1.225.737 unit, dengan rata-rata 8,51% dari jumlah KK
per kota/kabupaten. Terkait isu tersebut, maka kebutuhan terkait penanganan
backlog diantaranya yaitu :
 Penyediaan Rumah
 Peningkatan Daya Beli Masyarakat
 Dukungan Pemerintah dalam memberi kemudahan pembangunan rumah
bagi MBR.

2. RTLH
Jumlah RTLH (tidak memenuhi standar minimal atap lantai dinding) yang
teridentifikasi di Jawa Barat mencapai 191.746 unit dengan realisasi
Cakupan pelayanan tahun 2017 93,12%. Terkait isu tersebut., maka kebutuhan
terkait penanganan RTLH diantaranya :
 Peningkatan Kualitas Bangunan Rumah
 Relokasi (bagi yang tidak sesuai peruntukkan)

3. Permukiman Kumuh
Jumlah permukiman kumuh yang teridentifikasi di Jawa Barat mencapai 619
kawasan dengan luas total 4.474,79 Ha. Terkait isu tersebut., maka kebutuhan
terkait penanganan permukiman kumuh diantaranya yaitu :
 Peningkatan Kualitas Bangunan Rumah
 Peningkatan Kualitas Infrastruktur Permukiman
 Relokasi bagi lokasi permukiman kumuh illegal (squatter)

4. Infrastruktur Permukiman
Cakupan pelayanan infrastruktur belum terpenuhi 100% dan masih
banyak Kabupaten/Kota yang belum terlayani oleh jaringan infrastruktur
permukiman. Realisasi Cakupan pelayanan infrastruktur permukiman pada
tahun 2017 yaitu sebagai berikut :

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
9
 Air bersih: 73,17%
 Air limbah: 67,01%
 Persampahan: 67,11%
 Drainase: 10 kota/kab terjadi ganangan

5. Lahan Perkotaan
Terbatasnya lahan untuk guna lahan permukiman, terutama di perkotaan.
Serta harga lahan yang semakin jauh dari jangkauan Masyarakat Berpenghasil
Rendah. Terkait isu tersebut., maka kebutuhan terkait kebutuhan lahan
perkotaan diantaranya yaitu :
 Efisiensi Lahan
 Pembangunan perumahan vertikal

B. Permasalahan Pembangunan Perumahan di Jawa Barat


Permasalahan dan isu strategis diperoleh dari hasil analisis terhadap kondisi
eksisting kawasan perumahan dan permukiman di Provinsi Jawa Barat, serta dari
hasil masukan SKPD antara lain:
1. Harga rumah tidak terjangkau bagi kelompok MBR dan di bawah MBR;
2. Persoalan penyediaan tanah untuk rumah MBR: keterbatasan dan mahalnya
harga lahan, pembangunan rumah bagi MBR yang sesuai dengan batas harga
pemerintah berlokasi jauh dari perkotaan dan tempat kerja, dan belum ada
intervensi pemerintah untuk penyediaan tanah bagi pembangunan perumahan
dan mengendalikan harga lahan;
3. Tahapan perizinan pembangunan PKP tidak transparan dan akuntabel;
4. Pelayanan PSU yang tidak memenuhi standar, berpotensi menimbulkan
penurunan kualitas lingkungan permukiman;
5. Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomi untuk meningkatkan kualitas
rumahnya sehingga masih ada masyarakat yang tinggal di Rumah tidak layak
huni (RTLH);
6. Dukungan PSU yang terbatas karena belum menjadi aset pemerintah
dikarenakan pengembang belum menyerahkan asetnya yang disebabkan
prasyarat untuk serah terima belum terpenuhi;
7. Pembangunan perumahan belum sejalan dengan rencana pembangunan
perkotaan yang tercantum dalam RTRW/RDTR karena dalam beberapa kasus
belum ada dokumennya.

Untuk menyelesaikan permasalahan perumahan khususnya terhadap


ketidakmampuan masyarakat secara ekonomi untuk meningkatkan kualitas
rumahnya sehingga masih ada masyarakat yang tinggal di Rumah tidak layak huni
(RTLH) adalah dengan konsep Pemberdayaan. Yakni upaya untuk memberikan daya
(empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat untuk

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
10
membangun keberdayaannya yang bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif
solusi untuk meningkatan kehidupannya menjadi lebih baik.

Salah satu bentuk pembangunan perumahan dengan konsep pemberdayaan


adalah dengan penyaluran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yakni
Bantuan Pemerintah bagi MBR untuk mendorong dan meningkatkan keswadayaan
dalam peningkatan kualitas rumah dan pembangunan baru rumah beserta PSU. Jika
dilihat dari jenisnya maka BSPS dibagi menjadi 2 jenis, yakni Pembangunan Baru
Rumah Swadaya (PBRS) dan Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya (PKRS), sedangkan
dilihat dari bentuknya bantuan BSPS dapat diberikan dalam bentuk Uang dan Barang.

Tahapan Penyelenggaraan BSPS


Secara garis besar, tahapan penyelenggaraan BSPS terdiri dari proses
pengusulan, persiapan, pelaksanaan dan pengembangan. RIncian tahapannya
sebagaimana tertera ada bagan di bawah ini.

Kriteria Administrasi Penerima BSPS


Dari sisi subjek, penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Warga negara Indonesia dan sudah berkeluarga;


2. Memiliki atau menguasai tanah
3. Belum memiliki rumah atau memiliki dan menempati rumah satu-satunya
dengan kondisi tidak layak huni;
4. Belum pernah memperoleh BSPS atau program bantuan sejenis dari Pemerintah;

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
11
5. Berpenghasilan paling banyak sebesar Upah Minimum Kabupaten/Kota; dan
6. Bersedia berswadaya dan membentuk Kelompok Penerima Bantuan.

Kriteria Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)


Suatu rumah dapat dikatakan tidak layak huni jika tidak memenuhi standar
aspek minimal rumah layak huni, yaitu sebagai berikut:

1. Keselamatan Bangunan
Keandalan struktur yang kokoh dan memenuhi kaidah serta kualitas bahan
menggunakan bahan bangunan berstandar SNI.
2. Kesehatan Bangunan bagi Penghuni
 Pencahayaan dan penghawaan alami dapat masuk serta mengalir baik ke
dalam rumah;
 Sanitasi (MCK) yang sehat dan tepelihara serta dapat diakses dengan baik;
 Air Bersih yang dapat diakses dengan mudah dan tidak tercemar.
3. Kecukupan Luas Ruang Minimal
Standar ruang gerak minimum mengikuti standar UN Habitat adalah 9
2
m /orang. Kecukupan luas ruang minimal dihitung berdasarkan jumlah penghuni
yang ada di dalamnya, namun rata-rata minimal memenuhi untuk 4 penghuni
orang dewasa.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan BSPS ini adalah meningkatnya dan
terbangunnya rumah secara swadaya dengan memenuhi kriteria rumah layak huni
seperti yang telah disebutkan.

4.2 Hasil Analisis


A. Hasil Pengamatan terhadap Rumah BSPS di Video
Hasil Pengamatan Terhadap Rumah 1
Rumah pertama yang telah dilakukan Peningkatan Kualitasnya secara umum
telah menunjukan perbaikan, namun dilihat dari aspek keselamatan bangunan
(struktur dan Dinding) masih menggunakan Struktur Kayu dengan dinding sebagian
masih menggunakan Tripleks dan anyaman bambu, sehingga diprediksi tidak akan
bertahan lama untuk ketahanan bangunan tersebut.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
12
Hasil Pengamatan Terhadap Rumah 2

Rumah Kedua yang dilakukan peningkatan kualitasnya sudah sangat baik


kondisinya, baik dari aspek keselamatan bangunan, aspek kesehatan, maupun aspek
kecukupan ruangnya.

Hasil pengamatan terhadap Rumah 3

Rumah ketiga yang telah dilakukan Peningkatan Kualitasnya secara umum telah
menunjukkan perbaikan jika dilihat dari aspek keselamatan bangunan (struktur dan
Dinding) sudah baik, namun jika dilihat dari aspek kesehatan (Penghawaan,
Pencahayaan, dan Sanitasi) masih tidak mencukupi, terlihat dari masih
bercampurnya ruang tamu dengan ruang tidur, ruang dapur dengan kamar-
mandi/WC, sehingga perlu penambahan ruang untuk mencukupkan kebutuhan
masing-masing penghuninya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
13
B. Pembahasan Ruang Lingkup
Berdasarkan diskusi dan Tanya jawab selama kunjungan lapangan virtual,
diperoleh empat poin yang harus dibahas lebih lanjut, berikut adalah
pembahasannya.

1. Posisi Rumah Swadaya dalam Renstra Kementerian PUPR 2020-2024, karena


saat ini rumah swadaya tidak signifikan berada dalam Renstra Kementerian
PUPR.

Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat dijabarkan beberapa isu strategis. Beberapa isu bidang
perumahan diantaranya terdapat 45,90% rumah tangga di Indonesia yang
menempati rumah tidak layak huni. Selain itu pemerintah memiliki keterbatasan
kapasitas pembiayaan/pendanaan dan belum optimalnya pemanfaatan creative
financing untuk mengurangi financial gap dalam penyediaan perumahan,
terutama untuk kelompok MBR.

Menjawab isu-isu yang ada, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)


menjadi salah satu upaya dalam mewujudkan target RPJM bidang perumahan
2020 - 2024 yaitu meningkatkan jumlah rumah tangga yang menghuni rumah
layak huni. Dengan adanya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang
merupakan program pendorong masyarakat untuk meningkatkan kualitas rumah
secara swadaya. Dengan pembiayaan/pendanaan yang terbatas, jumlah rumah
layak huni tetap dapat terus ditingkatkan. Pada dasarnya masyarakat memilki
kemampuan untuk meningkatkan kualitas rumah menjadi layak huni.
Masyarakat membutuhkan pendorong untuk meningkatkan potensi
keswadayaan dalam pembangunan perumahan.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
14
Dijelaskan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR 5 (lima)
sasaran strategis Kementerian PUPR. Salah satunya sasaran strategis ketiga (SS-
3), yakni meningkatnya penyediaan akses perumahan dan infrastruktur
permukiman yang layak, aman dan terjangkau, dengan indikator kinerja
pemenuhan rumah layak huni. Bantuan perumahan swadaya bisa menjadi salah
satu cara dalam pencapaian indikator kinerja tersebut.

2. Kondisi di lapangan dimana banyak terjadi rumah yang mendapat bantuan


berupa PKRS (Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya), namun nyatanya berjalan
sebagai PBRS (Pembangunan Baru Rumah Swadaya).

Keadaan nyata di lapangan dimana bantuan PKRS menjadi PBRS dapat


disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya terdapat penambahan swadaya
masyarakat yang muncul setelah proses verifikasi selesai. Sehingga tidak terdata
diawal. Hal yang perlu diperhatikan dalam permasalahan ini adalah mengenai
sosialisasi dan pendekatan TFL untuk menggali potensi dan kemampuan
masyarakat dalam berswadaya sehingga keswadayaan ini muncul pada saat
verifikasi awal. Hal lain yang mungkin menjadi penyebab PKRS menjadi PBRS
adalah kurang lengkap dan jelas verifikasi data untuk diajukan pada usulan
Penerima Bantuan. PB dengan keadaan rumah harus dibangun kembali
mendapatkan PKRS yang tidak sesuai dengan kebutuhan rumahnya.

Saat ini, banyak pelaksanaan program tidak didasarkan pada data. Program
sudah direncanakan kemudian mencari data penerima bantuan. Idealnya
perencanaan berdasarkan data dan permasalahan yang ada lalu direncanakan
program yang dapat menyelesaikan permasalahan dan kendala tersebut. Hal ini
dilakukan agar program yang direncanakan sesuai dengan permasalahan dan
kendala yang ada. Kesesuaian data pada saat pendataan menjadi kunci dalam
program pemberian bantuan.

3. Penyelenggaraan rumah swadaya menggunakan penyelesaian dari kacamata


besar yang membutuhkan kolaborasi beberapa Unit Organisasi, Kerjasama
antar-stakeholder, dan peluang menggunakan beberapa sumber dana selain
APBN/APBD.

Dalam menyelaraskan pembangunan rumah swadaya yang didukung


dengan lingkungan yang sehat, dibutuhkan peran dari lintas Direktorat Jenderal
dalam lingkungan PUPR dan Kementerian lain serta Pemerintah Daerah dalam
pemenuhan kualitas lingkungan yang juga layak. Adapun keterlibatan tersebut
dilakukan dengan:

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
15
a) Penanganan Permukiman Kumuh berbasis kawasan
Penanganan permukiman kumuh dapat dilakukan mulai dari lingkungan
binaan kecil masyarakat dalam satu kawasan tertentu yang dalam satu
kawasan tersebut dapat dilaksanakan program KOTAKU (Kota Tanpa
Kumuh) dan BSPS. Ditjen Cipta Karya dapat melaksanakan dukungan dari sisi
perbaikan lingkungan permukiman dan penanganan kumuh untuk
membangun lingkungan yang sehat dan layak.

Ditjen Perumahan dapat melaksanakan dukungan dari sisi penyediaan


rumah layak huni yang seluruhnya dilakukan dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Dinas PKP bersama perangkat kelurahan atau desa juga dapat
turut andil dalam penanganan dengan membentuk kelompok-kelompok
masyarakat yang menjadi penggerak pemberantasan kumuh.

b) Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Sosialisasi PHBS dapat dilakukan bersama dengan Kementerian Kesehatan
melalui Dinas Kesehatan untuk membentuk kebiasaan sehat masyarakat
agar pola hidup masyarakat tidak kembali ke kebiasaan buruk yang
berdampak pada permukiman secara luas.

c) Keterlibatan aktif masyarakat


Terdapat beberapa cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penanganan kumuh dan mengubah kebiasaan buruk yang menyebabkan
dampak buruk pada lingkungan. Beberapa diantaranya adalah membentuk
kelompok masyarakat yang diberikan Pendidikan dasar terkait keandalan
bangunan rumah (rumah yang aman secara struktur dan nyaman serta
sehat secara penataan ruang) dan membentuk kelompok pekerja konstruksi
di daerah setempat untuk diberikan pelatihan dan pengetahuan akan
konstruksi.
Keterlibatan lainnya yaitu membentuk kelompok masyarakat yang khusus
bertugas mengelola persampahan dan kelompok masyarakat yang mendaur
ulang sampah tersebut untuk komersial yang hasil penjualannya dapat
digunakan untuk mendukung swadaya masyarakat untuk membangun
lingkungannya. Untuk melakukan ini, perlu ada keterlibatan pemerintah
daerah sebagai penggerak masyarakat, Ditjen Bina Konstruksi dalam
pelatihan bagi pekerja konstruksi, dan tenaga fasilitator sebagai
pendamping rumah swadaya.

4. Pendampingan yang dilakukan oleh TFL (Tenaga Fasiilitator Lapangan) masih


memiliki kompetensi yang belum seragam terutama ada TFL yang tidak
berlatarbelakang teknik, sehingga diperlukan penyeragaman kompetensi TFL.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
16
Tenaga Pendamping Masyarakat/Fasilitator merupakan tim yang dibentuk
dari tenaga profesional pemberdayaan lokal yang menjadi penggerak
pendamping pelaksanaan kegiatan ditingkat kelompok masyarakat
(memfalisitasi proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan
evaluasi). Kemampuan Tenaga Fasilitator Lapangan yang sebagian besar tidak
berlatarbelakang pendidikan Teknik, kompetensi pemberdayaan dipaksakan
harus menguasai teknik pembangunan rumah, hal ini menimbulkan beberapa
kendala, antara lain :

 Bangunan belum memenuhi standar karena tukang mempunyai


pengetahuan lokal yang belum sesuai dengan peraturan dan tukang tidak
terampil,
 Penerima Bantuan belum menerima pemahaman mengenai struktur rumah
yang disyaratkan dalam Program BSPS
 Kualitas material masih belum sesuai dengan standar

Maka solusi yang hendak diambil :

a) Membuat desain rencana dibantu TFL dan memperketat pemeriksaan


gambar rencana oleh KMPROV,
b) Coaching clinic kepada tukang/sosialisasi mengenai rumah layak huni,
c) Pengawasan yang lebih intesif oleh TFL,
d) Mengoptimalkan TFL memberikan pemahaman kepada CPB,
e) Menunda/mengganti Calon Penerima Bantuan yang tidak mau mengikuti
standar pelaksanaan perbaikan rumah pada program BSPS,
f) Meningkatkan kapasitas Fasilitator sebagai pendamping penerima bantuan
terutama dalam kemampuan teknis,
g) Fasiltator memberikan standar material kepada toko yang ditunjuk Pokmas,
h) Fasilitator melaksanakan pemeriksaan kualitas material yang akan di kirim.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
17
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan secara virtual dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil tinjauan lapangan melalui video di Kabupaten Pandeglang,
terdapat rumah dengan kategori peningkatan kualitas namun disertai dengan
pembongkaran total yang pelaksanaan pekerjaannya setara dengan
pembangunan baru.
2. Terdapat 1 unit rumah yaitu unit rumah 1 yang belum memenuhi kriteria layak
huni baik dari aspek keselamatan maupun Kesehatan karena kualitas penutup
dinding yang belum baik.
3. Terdapat 1 unit rumah yaitu unit rumah 2 berupa peningkatan kualitas yang sudah
dilakukan dan kriteria layak huni dapat dicapai secara optimal akibat aspek
keselamatan, kesehatan, dan kecukupan luas ruang dapat terpenuhi dengan baik.
4. Terdapat 1 unit rumah yaitu unit rumah 3 berupa peningkatan kualitas sudah
dilakukan namun belum optimal akibat aspek keselamatan, kesehatan, dan
kecukupan luas ruang yang belum diterapkan secara maksimal.
5. Permasalahan pelaksanaan PKRS di Kabupaten Pandeglang berada di bagian
verifikasinya. Akan tetapi, permasalahan tersebut dapat dianulir ketika calon
penerima bantuan menyatakan sanggup untuk melakukan swadaya lebih besar
dan sanggup menyelesaikan bantuan PKRS di tahun anggaran berjalan.
6. Permasalahan pelaksanaan BSPS Peningkatan Kualitas difokuskan pada rumah 3
yang mana mencakup kesanggupan swadaya yang minim, pemanfaatan
perpaduan material yang kurang tepat, dan pemanfaatan dinding ekisting yang
tidak optimal akibat pendampingan fasilitator yang tidak berjalan dengan baik.

5.2 Rekomendasi
Rekomendasi tindak lanjut atas permasalahan yang ditemukan pada objek
pengamatan:
1. Balai bersama dengan Tim Fasilitator Lapangan harus mendorong penjagaan
kualitas pembangunan dengan membuat desain rencana dengan memperketat
pemeriksaan gambar rencana oleh KMPROV.
2. Coaching Clinic (pelatihan) kepada tukang dan masyarakat mengenai rumah layak
huni.
3. Pembagian peran antara TFL teknis dan non-teknis dengan meningkatkan
kapasitas TFL dalam pendampingan masyarakat dan peningkatan pengawasan
yang intensif oleh TFL.
4. Menunda/mengganti Calon Penerima Bantuan yang tidak mau mengikuti standar
pelaksanaan perbaikan rumah pada program BSPS.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
18
5. Memberikan pemahaman melalui sosialisasi mengenai pentingnya membangun
rumah layak huni bagi masyarakat, sehingga masyarakat berinisiatif untuk
membangun rumah yang layak namun tetap terjangkau secara swadaya.
6. Kerjasama atau kolaborasi dengan unit organisasi lain atau stakeholder lainnya,
demi tercapai target rumah yang layak huni dan siap huni serta mendapatkan
sumber dana lainnya.
7. Membentuk kebiasaan menabung material melalui pelaksanaan kegiataan
masyarakat dan atau secara perseorangan untuk kemudian dapat dipergunakan
sebagai biaya swadaya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pelatihan Penyelenggaraan Perumahan Tingkat I – Kelompok 3
19

Anda mungkin juga menyukai