ANGKATAN II
DISUSUN OLEH :
1.4 Keluaran
Hasil yang diharapkan dari Kunjungan Lapangan Virtual ini yaitu berupa laporan
kunjungan lapangan yang dikerjakan bersama dalam kelompok. Laporan tersebut
membahas hasil kunjungan lapangan virtual dan diskusi, serta tanya jawab dengan para
Narasumber untuk kemudian diidentifikasi dan dianalisi dalam laporan, serta peserta
diharapkan dapat merekomendasikan usulan penyelesaian dari ruang lingkup
pembahasan tersebut.
1.5 Metodologi
Kunjungan Lapangan dilakukan secara virtual dan daring melalui aplikasi zoom
meeting, dimana peserta berada dalam satu ruang kelompok daring menonton empat
video tentang penyelenggaraan BSPS di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Peserta juga
mengikuti paparan tentang Program BSPS di Jawa Barat TA. 2020 yang disampaikan
oleh Kasi Wilayah II, Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa II, Bapak Tedi
Achmad Bachtiar dan Narasumber lain yaitu Bapak Ir. Rich Dianto, Dipl. Soc. Sci, MM.
Setelah dilakukan Kunjungan Lapangan Virtual, peserta berdiskusi dan melakukan tanya
jawab dengan kedua narasumber tersebut serta menuliskan hasil kunjungan virtualya
dalam sebuah laporan.
3.1 Administrasi
Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam
27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota Bogor,
Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota
Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar serta terdiri dari 626 kecamatan, 641
kelurahan, dan 5.321 desa.
3.2 Fisik
Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5º50’ - 7º50’ Lintang Selatan
dan 104 º48’ - 108º 48’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 35.377,76 Km2 dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut:
Jika diperhatikan menurut jenis kelamin, terlihat bahwa penduduk laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Gambaran ini terlihat
dihampir seluruh Kabupaten/Kota, terkecuali Kabupaten Indramayu (Laki-laki 49,78 %,
perempuan 50,22%). Jumlah penduduk di daerah penyangga Ibukota, yaitu di
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kota Depok sebanyak
11.930.991 Jiwa atau 26% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Dengan begitu dapat
disimpulkan seperempat penduduk Jawa Barat tinggal di daerah penyangga Ibu Kota.
3.4 Ekonomi
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2020 tumbuh sebesar 2,73% lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2019 yang mencapai 4,11% Pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2020 tersebut juga berada di bawah pertumbuhan
ekonomi nasional yang mencapai 2,97%. Tertahannya laju pertumbuhan, terjadi pada
seluruh komponen pengeluaran dan sebagian besar komponen lapangan usaha utama,
kecuali sektor konstruksi yang terpantau stabil.
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat berdasarkan data BPS per Februari 2020
tercatat mengalami perbaikan. Namun demikian, hal ini belum memotret dampak
pandemi COVID-19 pada Maret 2020 yang mengakibatkan melambatnya laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat triwulan I 2020. Perbaikan kesejahteraan
tercermin dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat yang menurun dari
7,73% pada Februari 2019 menjadi 7,69% pada Februari 2020. Perbaikan ini dipengaruhi
oleh naiknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari 65,70% pada Februari 2019
menjadi 65,97% pada Februari 2020, di mana peningkatan terjadi pada TPAK laki-laki
sedangkan TPAK perempuan mengalami penurunan. Sementara itu, kualitas
ketenagakerjaan di Jawa Barat mengalami perbaikan ditandai dengan peningkatan
persentase tenaga kerja khususnya tenaga kerja berpendidikan menengah. Di sisi lain
pangsa tenaga kerja formal meningkat sedangkan pangsa tenaga kerja informal
menurun.
Perekonomian Jawa Barat pada tahun 2020 diperkirakan tumbuh pada kisaran
1,2%-1,6%, lebih rendah dibandingkan tahun 2019, dipengaruhi oleh tekanan eksternal
dan domestik. Perlambatan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh perlambatan pada
seluruh komponen pengeluaran. Dari sisi lapangan usaha, kinerja sektor utama
melambat sejalan dengan menurunnya kondisi perekonomian global sebagai dampak
dari pandemi COVID-19. Meskipun demikian, kinerja sektor informasi dan komunikasi
diperkirakan meningkat signifikan seiring dengan tingginya permintaan untuk
mengakomodasi new life style yang lebih digital seiring adanya kebijakan work from
home dan learn from home selama periode pandemi COVID-19.
2. RTLH
Jumlah RTLH (tidak memenuhi standar minimal atap lantai dinding) yang
teridentifikasi di Jawa Barat mencapai 191.746 unit dengan realisasi
Cakupan pelayanan tahun 2017 93,12%. Terkait isu tersebut., maka kebutuhan
terkait penanganan RTLH diantaranya :
Peningkatan Kualitas Bangunan Rumah
Relokasi (bagi yang tidak sesuai peruntukkan)
3. Permukiman Kumuh
Jumlah permukiman kumuh yang teridentifikasi di Jawa Barat mencapai 619
kawasan dengan luas total 4.474,79 Ha. Terkait isu tersebut., maka kebutuhan
terkait penanganan permukiman kumuh diantaranya yaitu :
Peningkatan Kualitas Bangunan Rumah
Peningkatan Kualitas Infrastruktur Permukiman
Relokasi bagi lokasi permukiman kumuh illegal (squatter)
4. Infrastruktur Permukiman
Cakupan pelayanan infrastruktur belum terpenuhi 100% dan masih
banyak Kabupaten/Kota yang belum terlayani oleh jaringan infrastruktur
permukiman. Realisasi Cakupan pelayanan infrastruktur permukiman pada
tahun 2017 yaitu sebagai berikut :
5. Lahan Perkotaan
Terbatasnya lahan untuk guna lahan permukiman, terutama di perkotaan.
Serta harga lahan yang semakin jauh dari jangkauan Masyarakat Berpenghasil
Rendah. Terkait isu tersebut., maka kebutuhan terkait kebutuhan lahan
perkotaan diantaranya yaitu :
Efisiensi Lahan
Pembangunan perumahan vertikal
1. Keselamatan Bangunan
Keandalan struktur yang kokoh dan memenuhi kaidah serta kualitas bahan
menggunakan bahan bangunan berstandar SNI.
2. Kesehatan Bangunan bagi Penghuni
Pencahayaan dan penghawaan alami dapat masuk serta mengalir baik ke
dalam rumah;
Sanitasi (MCK) yang sehat dan tepelihara serta dapat diakses dengan baik;
Air Bersih yang dapat diakses dengan mudah dan tidak tercemar.
3. Kecukupan Luas Ruang Minimal
Standar ruang gerak minimum mengikuti standar UN Habitat adalah 9
2
m /orang. Kecukupan luas ruang minimal dihitung berdasarkan jumlah penghuni
yang ada di dalamnya, namun rata-rata minimal memenuhi untuk 4 penghuni
orang dewasa.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan BSPS ini adalah meningkatnya dan
terbangunnya rumah secara swadaya dengan memenuhi kriteria rumah layak huni
seperti yang telah disebutkan.
Rumah ketiga yang telah dilakukan Peningkatan Kualitasnya secara umum telah
menunjukkan perbaikan jika dilihat dari aspek keselamatan bangunan (struktur dan
Dinding) sudah baik, namun jika dilihat dari aspek kesehatan (Penghawaan,
Pencahayaan, dan Sanitasi) masih tidak mencukupi, terlihat dari masih
bercampurnya ruang tamu dengan ruang tidur, ruang dapur dengan kamar-
mandi/WC, sehingga perlu penambahan ruang untuk mencukupkan kebutuhan
masing-masing penghuninya.
Saat ini, banyak pelaksanaan program tidak didasarkan pada data. Program
sudah direncanakan kemudian mencari data penerima bantuan. Idealnya
perencanaan berdasarkan data dan permasalahan yang ada lalu direncanakan
program yang dapat menyelesaikan permasalahan dan kendala tersebut. Hal ini
dilakukan agar program yang direncanakan sesuai dengan permasalahan dan
kendala yang ada. Kesesuaian data pada saat pendataan menjadi kunci dalam
program pemberian bantuan.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan secara virtual dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil tinjauan lapangan melalui video di Kabupaten Pandeglang,
terdapat rumah dengan kategori peningkatan kualitas namun disertai dengan
pembongkaran total yang pelaksanaan pekerjaannya setara dengan
pembangunan baru.
2. Terdapat 1 unit rumah yaitu unit rumah 1 yang belum memenuhi kriteria layak
huni baik dari aspek keselamatan maupun Kesehatan karena kualitas penutup
dinding yang belum baik.
3. Terdapat 1 unit rumah yaitu unit rumah 2 berupa peningkatan kualitas yang sudah
dilakukan dan kriteria layak huni dapat dicapai secara optimal akibat aspek
keselamatan, kesehatan, dan kecukupan luas ruang dapat terpenuhi dengan baik.
4. Terdapat 1 unit rumah yaitu unit rumah 3 berupa peningkatan kualitas sudah
dilakukan namun belum optimal akibat aspek keselamatan, kesehatan, dan
kecukupan luas ruang yang belum diterapkan secara maksimal.
5. Permasalahan pelaksanaan PKRS di Kabupaten Pandeglang berada di bagian
verifikasinya. Akan tetapi, permasalahan tersebut dapat dianulir ketika calon
penerima bantuan menyatakan sanggup untuk melakukan swadaya lebih besar
dan sanggup menyelesaikan bantuan PKRS di tahun anggaran berjalan.
6. Permasalahan pelaksanaan BSPS Peningkatan Kualitas difokuskan pada rumah 3
yang mana mencakup kesanggupan swadaya yang minim, pemanfaatan
perpaduan material yang kurang tepat, dan pemanfaatan dinding ekisting yang
tidak optimal akibat pendampingan fasilitator yang tidak berjalan dengan baik.
5.2 Rekomendasi
Rekomendasi tindak lanjut atas permasalahan yang ditemukan pada objek
pengamatan:
1. Balai bersama dengan Tim Fasilitator Lapangan harus mendorong penjagaan
kualitas pembangunan dengan membuat desain rencana dengan memperketat
pemeriksaan gambar rencana oleh KMPROV.
2. Coaching Clinic (pelatihan) kepada tukang dan masyarakat mengenai rumah layak
huni.
3. Pembagian peran antara TFL teknis dan non-teknis dengan meningkatkan
kapasitas TFL dalam pendampingan masyarakat dan peningkatan pengawasan
yang intensif oleh TFL.
4. Menunda/mengganti Calon Penerima Bantuan yang tidak mau mengikuti standar
pelaksanaan perbaikan rumah pada program BSPS.