Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Punggung Bawah Miogenik

2.1.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri

adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari

adanya kerusakan jaringan, baik yang bersifat aktual maupun potensial, atau yang

digambarkan oleh kerusakan itu.

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya kerusakan pada

jaringan. Nyeri secara alamiah memberikan sinyal dan respon kepada tubuh untuk

berhenti melakukan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi tubuh dan cara ini

bertujuan untuk memproteksi tubuh dari kerusakan jaringan yang berlanjut

(Dharmady, 2004).

2.1.2 Klasifikasi Nyeri

Berdasarkan lama waktu terjadinya nyeri dibedakan menjadi dua, yaitu

nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang bersifat normal dan

terjadi akibat dari adanya lesi atau kerusakan pada jaringan. Nyeri dapat dikatakan

bersifat akut apabila waktu terjadinya kurang dari 6 bulan. Nyeri kronis adalah

nyeri yang terjadi dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis bersifat

memanjang, berlarut-larut, dan lama sesudah penyakit awal yang menimbulkan

nyeri tersebut sembuh (Moeliono, 2008).

6
7

2.1.3 Mekanisme Nyeri

Nyeri terjadi akibat dari adanya rangsangan pada tubuh yang melewati

ambang rangsang tertentu. Rangsangan ini kemudian terdeteksi oleh ujung-ujung

saraf bebas nosiseptor. Proses rangsangan tersebut akan dibawa dalam bentuk

impuls saraf melalui serabut A delta yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang

bersifat cepat dan tajam, serta serabut tipe C yang bertanggung jawab atas nyeri

yang bersifat tumpul (Moeliono, 2008).

Berdasarkan mekanisme terjadinya nyeri dibedakan menjadi dua, yaitu

nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang terjadi

akibat dari adanya kerusakan pada jaringan yang mengakibatkan dilepaskannya

bahan kimiawi seperti histamin dan bradikinin yang bertanggung jawab terhadap

proses timbulnya reaksi inflamasi. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang berasal

dari kerusakan jaringan saraf akibat dari adanya suatu penyakit atau trauma.

Disebut nyeri neuropatik perifer apabila nyeri tersebut disebabkan oleh lesi pada

saraf tepi dan disebut nyeri sentral apabila disebabkan oleh lesi pada otak, batang

otak, atau medula spinalis (Moeliono, 2008).

2.1.4 Definisi Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri yang terjadi di daerah

punggung bawah yang disebabkan oleh adanya gangguan pada unsur

muskuloskeletal. Nyeri punggung bawah miogenik terjadi akibat dari adanya

kerusakan jaringan pada daerah dermis, pembuluh darah, fascia, otot, tendon,

kartilago, tulang, ligamen, meniskus, dan bursa (Paliyama, 2003).


8

Nyeri punggung bawah miogenik berhubungan dengan strain pada otot-

otot punggung bawah, tendon, dan ligamen yang dapat timbul apabila melakukan

aktivitas sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk dan berdiri dalam waktu

yang lama atau mengangkat beban berat dengan cara yang tidak ergonomis. Nyeri

yang terjadi pada nyeri punggung bawah miogenik bersifat tumpul, intensitas

nyeri bervariasi, dan sering kali menjadi kronik. Nyeri punggung bawah miogenik

dapat terlokalisir atau dapat meluas ke sekitar glutea. Nyeri tidak disertai dengan

adanya hipertensi, paresthesia, maupun defisit neurologis (Magee, 2013).

Gangguan yang terjadi pada nyeri punggung bawah miogenik adalah

adanya nyeri tekan pada regio lumbal dan terdapat spasme pada otot-otot

punggung bawah sehingga terjadi penurunan stabilitas pada otot abdominal dan

paravertebral yang dapat memicu terjadinya keterbatasan gerak. Penurunan

mobilitas lumbal terjadi akibat adanya nyeri dan spasme otot sehingga dapat

mengganggu aktivitas fungsional sehari-hari (Meliana dan Pinzon, 2004).

2.1.5 Etiologi Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Ditinjau dari aspek biomekaniknya, nyeri punggung bawah miogenik

dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

1. Faktor Statik atau Postural

Faktor statik atau postural berhubungan dengan sikap atau postur

tubuh yang mempengaruhi sudut lumbosacral. Normalnya titik pusat

gravitasi pada posisi anatomis terletak pada garis median 2,5 cm di depan

korpus vertebra S1-S2. Apabila posisi tubuh dalam keadaaan yang salah

dapat menyebabkan pergeseran titik pusat gravitasi. Hal ini menyebabkan


9

tubuh akan menggunakan tenaga ekstra untuk tetap mempertahankan atau

mengembalikan posisi ke tempat semula. Keadaan ini apabila terjadi

secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan

kelelahan otot (Santoso, 2001).

Peningkatan sudut lumbosacral dan pergeseran titik pusat berat

badan dapat menimbulkan peregangan pada ligamen dan terjadi kontraksi

otot-otot paravertebral untuk mempertahankan postur tubuh yang normal.

Akibatnya, akan terjadi sprain pada ligamen maupun strain pada otot

punggung bawah yang dapat menimbulkan nyeri (Santoso, 2001).

2. Faktor Dinamik atau Kinetik

Faktor dinamik atau kinetik disebabkan oleh adanya beban

abnormal pada struktur jaringan (otot/ligamen) di area punggung bawah

saat melakukan gerakan. Beban mekanis tersebut melebihi kapasitas

fisiologis dan toleransi otot maupun ligamen di daerah punggung bawah.

Menurut Harsono (2007), nyeri punggung bawah miogenik

disebabkan oleh kontraksi otot, spasme otot, defisiensi otot, dan otot yang

hipersensitif.

a. Kontraksi otot bertujuan untuk mengurangi beban pada ligamen, bila

otot berkontraksi dalam waktu yang lama maka dapat menimbulkan

kelelahan pada otot sehingga ligamen yang kurang elastis menerima

beban yang lebih berat. Rasa nyeri timbul akibat dari adanya iskemik

ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada perlengketan

miofascial terhadap tulang, dan regangan pada kapsul sendi.


10

b. Spasme otot memberi gejala yang khas yaitu dengan adanya kontraksi

otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan dapat

memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.

c. Defisiensi otot disebabkan oleh kurangnya latihan akibat dari adanya

mekanisme kerja otot yang berlebihan, efek tirah baring lama, atau

akibat efek immobilisasi.

d. Otot yang hipersensitif dapat memicu timbulnya trigger point dan

apabila dirangsang dapat menimbulkan nyeri yang hebat dan menjalar.

2.1.6 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Pada nyeri miogenik aktivasi nosiseptor pada umumnya disebabkan oleh

adanya rangsangan mekanik, yaitu akibat dari penggunaan otot yang melebihi

kapasitas fungsionalnya (Bernard, 2003). Kerja otot secara berlebihan dapat

terjadi pada saat tubuh dalam posisi statik atau posisi yang salah dalam waktu

lama. Hal ini menyebabkan otot-otot di daerah punggung akan berkontraksi secara

berlebihan untuk mempertahankan postur tubuh yang normal (Sidharta, 1994).

Kerja otot secara berlebihan akan menimbulkan iskemia atau inflamasi

pada jaringan sehingga terjadi peningkatan berbagai mediator inflamasi, seperti

histamin, bradikinin, serotonin, dan prostaglandin (Meliana dan Pinzon, 2004).

Mediator inflamasi tersebut akan mensensitisasi nosiseptor yang ada di dalam

otot, akibatnya otot akan lebih sensitif. Setiap gerakan pada otot akan

menimbulkan nyeri dan menambah spasme otot. Adanya spasme otot akan

menimbulkan ketidakseimbangan antara otot abdominal dan paravertebral

sehingga memicu terjadinya keterbatasan gerak (Hills, 2006).


11

2.1.7 Tanda dan Gejala Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Tanda dan gejala dari nyeri punggung bawah miogenik adalah adanya

nyeri otot atau yang dikenal sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang bersifat

tidak wajar serta tidak sesuai dengan distribusi saraf dan menimbulkan reaksi

nyeri yang berlebih. Nyeri miogenik yang khas ditandai dengan adanya nyeri

tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger point), adanya keterbatan gerak

(loss of range of motion), dan adanya spasme pada otot punggung bawah

(Soedomo, 2002).

2.2 Anatomi Biomekanik Vertebra Lumba

2.2.1 Anatomi Vertebra Lumbal

Vertebra lumbal adalah daerah antara L1 sampai L5 dan L5-S1 pada

vertebra serta terdiri atas 5 ruas tulang dengan 5 pasang facet joints. Vertebra

lumbal merupakan regio pada vertebra yang menerima stress mekanikal paling

besar dan merupakan regio yang paling besar menerima berat atau beban tubuh.

Ciri-ciri vertebra lumbal antara lain:

1) Korpus besar dan berbentuk ginjal.

2) Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.

3) Lamina tebal.

4) Foramina vertebra berbentuk segitiga.

5) Processus transversus panjang dan langsing.

6) Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah ke

belakang.
12

7) Facies articularis superior menghadap ke medial dan facies articularis

inferior menghadap ke lateral (Johannes, 2010).

Gambar 2.1. Vertebra Lumbal


(Sumber : Pearson Education, 2006)

2.2.2 Biomekanik Vertebra Lumbal

Susunan anatomi dan fungsi pada regio lumbal terbagi dalam 5 bagian

sebagai berikut :

1. Thoracolumbal junction

Thoracolumbal junction adalah daerah perbatasan fungsi dari lumbal

dengan spine, di mana Th12 arah superior facet geraknya terbatas,

sedangkan arah inferior facet di bidang sagital gerakan utamanya flexion-

extension luas. Pada gerak lumbar spine memaksa Th12 hingga Th10 untuk

mengikutinya.

2. Lumbar spine

Vertebra lumbal bentuknya lebih tebal dan besar serta membentuk kurva

lordosis pada puncak L3 dan beban tubuh yang diterima sangat besar

dalam bentuk kompresi maupun gerakan. Facet, diskus, ligamen, otot, dan

korpus sangat menentukan stabilitas serta gerakan lumbar spine.


13

Permukaan facet joints cenderung dalam posisi bidang sagital sehingga

pada regio lumbal dominan menghasilkan gerakan flexion-exstension.

3. Lumbosacral joint

Vertebra lumbal L5-S1 adalah daerah yang menerima kompresi yang

paling berat sepanjang vertebra. Vertebra lumbal mempunyai gerak yang

luas, sementara sakrum bersifat rigid (kaku). Hal ini menyebabkan berat

badan paling besar diterima oleh regio lumbal dan yang menerima beban

gerakan tersebut adalah lumbosacral joint.

4. Diskus intervertebralis.

Diskus intervertebralis berada diantara dua korpus yang merupakan

fibrocartilago compleks yang membentuk articulasio antara korpus

vertebra atau sering dikenal dengan symphisis joint. Diskus juga dapat

memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri atas 2

komponen yaitu :

a. Nukleus pulposus : mengandung 90% air dan merupakan substansia

gelatinosa yang berbentuk jelly transparan. Nukleus pulposus memiliki

kandungan cairan yang sangat tinggi dan berfungsi untuk

mentransmisikan sebagian gaya ke annulus serta berfungsi sebagai

shock absorber. Nukleus pulposus tidak memiliki pembuluh darah dan

saraf.

b. Annulus fibrosus : merupakan struktur yang lebih sensitif pada

gerakan rotasi daripada beban kompresi karena annulus fibrosus

tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan kolagen serta letak


14

o
serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30 satu sama

lainnya. Orientasi serabutnya juga memberikan kekuatan tension

ketika vertebra mengalami beban kompresi, twisting, atau

pembengkokan sehingga membantu mengendalikan gerakan vertebra

yang beragam.

5. Facet joints : dibentuk oleh processus articularis inferior dari vertebra

atas dan processus articularis superior dari vertebra bawah. Sekitar 30%

beban kompresi pada spine terutama pada saat spine hyperexstension

ditopang juga oleh sendi facet (Netter dkk., 2001).

Gambar 2.2 Anatomi Lumbal


(Sumber : Kishner, 2014)

Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamen-ligamen yang

berada di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal :

1. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen

longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada

saat gerakan ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat.
15

2. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan sebagai

stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung

serabut saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki

sirkulasi darah.

3. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin

lebih banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen

lainnya di vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol

gerakan fleksi lumbal.

4. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang

berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal

merupakan ligamen yang berfungsi untuk mengontrol gerakan lateral

fleksi pada daerah lumbal kearah kontralateral (Anshar dan Sudaryanto,

2011).

Gambar 2.3 Ligamen Vertebra Lumbal


(Sumber : Kishner, 2014)

Selain ligamen, otot juga ikut berperan dalam mempertahankan vertebra

lumbal agar dapat tegak. Berikut adalah sistem otot yang ada pada vertebra

lumbal.
16

Otot-otot yang memperkuat gerakan lumbal adalah :

1. Otot erector spine, merupakan kelompok otot yang luas dan letaknya

berada di dalam facia lumbodorsal. Kelompok otot erector spine bertugas

sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak dan

merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal. Otot erector

spine terdiri atas : m.tranverso spinalis, m.longissimus, m.iliocostalis,

m.spinalis, dan m.paravertebral.

2. Otot abdominal, merupakan kelompok otot ekstrinsik yang dapat

memperkuat dan membentuk dinding abdominal. Otot abdominal berperan

dalam mendatarkan kurva lumbal dan berperan sebagai fleksor trunk.

Kelompok otot abdominal terdiri dari m.rectus abdominis, m.obliqus

external, m.obliqus internal, dan m.transversalis abdominis.

3. Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinsik yang berperan pada

saat gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal. Kelompok otot ini terdiri dari

m.quadratus lumborum dan m.psoas (Rinta, 2013).

2.3 Sepatu Hak

2.3.1 Pengertian Sepatu Hak

Sepatu hak adalah sepatu yang memiliki bagian tumit lebih tinggi

dibandingkan dengan seluruh telapak kaki. Semua sepatu yang didisain dengan

bagian tumit atau hak lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah telapak

kaki atau ujung jari kaki maka sepatu tersebut dikategorikan sebagai sepatu hak.

Sepatu yang dirancang memiliki sole tinggi, tetapi pada bagian tumit rata dengan
17

seluruh permukaan telapak kaki maka sepatu tersebut tidak dimasukkan ke dalam

jenis sepatu hak (Suwarni, 2014).

2.3.2 Kategori dan Jenis Sepatu Hak

Beragamnya ukuran tinggi hak sepatu membuat sepatu hak dibagi dalam

beberapa subkategori, antara lain : low heels, medium heels, dan high heels.

Sepatu yang memiliki hak berukuran di atas 8,9 cm dapat dikategorikan sebagai

high heels, untuk ukuran tinggi hak sepatu di bawah 6,4 cm dikategorikan sebagai

low heels, sedangkan untuk tinggi hak sepatu dengan ukuran antara 6,4-8,9 cm

dapat dikategorikan sebagai medium heels (Suwarni, 2014).

Sepatu hak kategori low heels dan medium heel sebagian besar merupakan

sepatu berjenis kitten heels, sedangkan sepatu hak kategori high heels pada

umumnya adalah sepatu berjenis stiletto. Sepatu kitten heels adalah jenis sepatu

dengan ukuran hak yang tidak terlalu tinggi dan merupakan jenis sepatu yang

aman digunakan sehari-hari (Purnamasari, 2014).

Gambar 2.4 Model Sepatu Kitten Heels


(Sumber : Themify, 2014)

Stiletto adalah jenis sepatu hak kategori high heels yang sering dianggap

menyempurnakan penampilan seorang perempuan. Efek kaki yang terlihat jenjang

saat menggunakan sepatu stiletto membuat wanita terlihat lebih atraktif dan

sensual. Hal ini akan menambah rasa percaya diri seseorang saat memakainya.
18

Gambar 2.5 Model Sepatu Stiletto


(Sumber : Purnamasari, 2015)

2.4 Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri Punggung

Bawah Miogenik

Wanita sangat tertarik menggunakan sepatu hak karena dapat menunjang

penampilan mereka. Akan tetapi, tinggi hak sepatu yang digunakan oleh wanita

dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal bagi penggunanya. Semakin tinggi

hak sepatu yang digunakan maka akan mempengaruhi postur tubuh terutama

tulang belakang bagian lumbal.

Saat menggunakan sepatu hak, tubuh akan berusaha untuk tetap menjaga

keseimbangan dengan cara mempertahankan posisi tubuh dalam keadaan tegak.

Hal ini akan memaksa tulang belakang, khususnya vertebra lumbal untuk

memposisikan tubuh lebih hyperexstensi sehingga meningkatkan lordosis lumbal.

Keadaan ini menyebabkan otot-otot yang berada di punggung bawah terutama

otot erector spine, yaitu otot yang berperan sebagai stabilisator vertebra lumbal

saat tubuh dalam keadaan tegak dan merupakan penggerak utama pada gerakan

ekstensi lumbal dalam keadaan tegang.


19

Gambar 2.6 Posisi Tubuh Ketika Memakai Sepatu Hak


(Sumber : Erik, 2012)

Semakin tinggi hak sepatu yang digunakan maka akan semakin besar pula

kontraksi otot-otot pada vertebra lumbal terutama otot erector spine. Kontraksi

otot yang terus-menerus dalam waktu yang lama akan memicu terjadinya

peningkatan ketegangan serabut otot sehingga timbul stress mekanis pada

jaringan injury. Hal ini akan menimbulkan iskemia dan inflamasi pada jaringan

sehingga terjadi peningkatan berbagai mediator inflamasi. Mediator inflamasi

tersebut akan mensensitisasi nosiseptor yang ada di dalam otot. Semakin sering

dan semakin kuat nosiseptor tersebut terstimulasi maka akan semakin kuat reflek

ketegangan. Stimulasi tersebut akan memicu timbulnya keluhan nyeri punggung

bawah miogenik.

Anda mungkin juga menyukai