Bab Vi
Bab Vi
BAB VI
PEMBAHASAN
usia responden paling muda adalah 26 tahun dan usia responden paling tua adalah
(57%), sedangkan kelompok usia terendah pada rentan ≤ 35 tahun yang berjumlah
16 orang (16%).
terhadap perilaku buang air besar sembarangan. Secara umum proses perubahan
perilaku buang air besar sembarangan menjadi buang air besar di jamban tidak
sebagian besar responden berada pada tingkat pendidikan sedang yaitu pendidikan
menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan baru. Masyarakat dengan
84
SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ... EMA SURYANINGTIAS
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85
Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal untuk
yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan anggapan
2002).
yang mana berhubungan juga dengan lokasi tempat tinggal dan kebiasaan hidup
yaitu sebanyak 6 orang (6%). Sebagian besar keluarga responden terdiri dari ayah,
kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka
semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan, seperti kebutuhan fasilitas buang
air besar. Setiap rumah tangga setidaknya terdapat satu fasilitas jamban sehat
sembarangan.
paling rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan air (water borne
disease), kebersihan diri dan lingkungan. Rumah tangga yang memiliki balita
akan memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah
sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang BAB
di jamban yaitu sebanyak 59 orang (59%). Jumlah paling sedikit pada responden
dengan tingkat pengetahuan yang kurang tentang BAB di jamban yaitu sebanyak
4 orang (4%).
pengetahuan akan lebih langgeng, jika dibandingkan perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.
dan sanitasi jamban sehat. Tindakan yang dilakukan masih BAB di area terbuka.
masyarakat tentang cara BAB tanpa menyadari risiko yang akan terjadi jika
tindakan seseorang, dalam hal ini pengetahuan tentang BAB di jamban akan
sebagian besar responden memiliki tingkat sikap yang cukup tentang BAB di
jamban yaitu sebanyak 70 orang (70%). Responden pada tingkat sikap yang cukup
sudah mampu menerima dan merespon tentang BAB di jamban namun belum
secara maksimal, sehingga perubahan perilaku BAB di area terbuka menjadi BAB
responden dengan tingkat sikap yang baik tentang BAB di jamban yaitu sebanyak
30 responden (30%) dan tidak ada jumlah responden yang menunjukkan tingkat
sikap yang kurang tentang BAB di jamban. Responden pada tingkat sikap yang
baik sudah mampu bertanggung jawab dan sadar akan perilaku hidup bersih dan
dilengkapi dengan jumlah air yang cukup, sabun, penerangan yang kurang dan
lantai yang tidak kedap air. Selain itu masyarakat berpendapat bahwa BAB di
sungai merupakan hal yang wajar tanpa ada larangan. Sebagian masyarakat masih
nasehat/teguran dari masyarakat maupun aparat desa terkait perilaku buang air
besar sembarangan. Jumlah paling sedikit pada responden adalah tidak pernah
atau aparat desa maupun petugas kesehatan. Peran dari kelompok masyarakat
seperti karang taruna, perkumpulan pemuda, PKK, LSM maupun paguyuban seni
pemuda dianggap memiliki pengaruh lebih kuat, cara pikir modern dan mudah
sebagian besar responden merasa tidak pernah ada larangan maupun sanksi yang
diberikan terkait perilaku buang air besar sembarangan yaitu berjumlah 89 orang
(89%). Jumlah paling sedikit pada responden dengan sanksi sosial yang kurang
yaitu berjumlah 11 orang (11%). Adanya larangan maupun sanksi yang diberikan
terkait perilaku buang air besar sembarangan tetapi larangan dan sanksi tersebut
tertulis maupun tidak tertulis. Norma sosial lebih banyak menitik beratkan
fungsinya sebagai peraturan yang disertai sanksi. Norma tersebut pada masyarakat
biasanya dinyatakan dalam bentuk kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat
ataupun hukum adat. Pada awalnya, norma terbentuk secara tidak sengaja, setelah
dalam proses sosial yang relatif lama, muncul berbagai aturan yang kemudian
diakui bersama secara sadar. Secara sosiologis, norma sosial merupakan rangkaian
peraturan umum, baik tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tingkah laku, baik
buruk, pantas atau tidak pantas menurut penilaian sebagian besar masyarakat.
Dalam kehidupan keseharian norma sosial berfungsi sebagai alat kendali terhadap
perilaku masyarakat agar tetap memihak pada peraturan atau kaidah hukum yang
buang air besar sembarangan. Selain itu kurangnya kesadaran menjadi salah satu
sanksinya. Cara ini akan memberikan hasil yang cepat, tetapi perlu dilakukan
orang (78%). Jumlah paling sedikit pada responden yaitu sering mendapatkan
pengertian antara individu yang bertindak sebagai sumber dengan individu yang
Praktik buang air besar di area terbuka adalah salah satu faktor risiko bagi
mencemari sumber air bersih di lingkungan tempat tinggal. Praktik buang air
besar yang tidak aman juga mempengaruhi status kesehatan masyarakat, seperti
sarana penampungan dan pengolahan tinja yang tidak memadai, tempat yang tidak
Buang air besar merupakan bagian yang penting dari ilmu perilaku dan
buang air besar yang tidak sehat seperti BAB di sungai, pekarangan, saluran
irigasi sawah maupun area terbuka lainnya. Tempat ini merupakan tempat yang
tidak layak dan tidak sehat untuk buang air besar karena dapat menimbulkan
pemukiman warga.
sembarangan di area terbuka dan cara BAB seperti ini menjadikan masyarakat
tidak perlu membuat WC atau jamban. Perubahan perilaku BAB ini tidak mudah,
seseorang yang terbiasa BAB di sungai dengan kakinya terendam air dan terasa
nyaman kemudian harus merubah kebiasaan BAB di jamban akan menjadi sesuatu
hal yang tidak mudah. Dibutuhkan waktu cukup lama untuk mengubah perilaku
sembarangan
sebagian besar responden pada kelompok usia 36 – 49 tahun berperilaku buang air
besar sembarangan, yaitu berjumlah 31 orang (54,4%). Selain itu sebagian besar
responden tidak berperilaku buang air besar sembarangan pada kelompok usia 36
– 49 tahun yaitu berjumlah 26 orang (45,6%). Hasil uji statistik pada faktor usia
besar sembarangan.
dan tidak sehat yang seharusnya sudah dapat diketahui dan diajarkan kepada
seseorang sejak bayi dan anak. Masa usia pertengahan (40 – 60 tahun)
bertanggung jawab penuh secara sosial dan sebagai warga negara serta membantu
anak dan remaja belajar menjadi dewasa, sehingga seseorang mengetahui mana
yang benar dan mana yang salah yang akan mewujudkan perilaku yang sehat.
Selain hal tersebut pada usia pertengahan diiringi dengan menurunnya kondisi
fisik dan psikologis, akan tetapi pada beberapa orang terjadi kegagalan
kesehatan yang memburuk dan tingkat kecerdasan yang rendah (Hurlock, 1980).
terhadap perilaku buang air besar sembarangan. Maka secara umum proses
perubahan perilaku buang air besar sembarangan menjadi buang air besar di
jamban tidak diprioritaskan pada kelompok usia tertentu, namun pada seluruh
masyarakat.
besar sembaranagan
semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi baru yang bersifat
bahwa sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan rendah yaitu tidak
(57,4%). Hasil uji statistik pada faktor tingkat pendidikan menunjukkan hubungan
tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang
tinggi akan lebih mengerti dan lebih cepat dalam penerimaan informasi mengenai
(2015), bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku buang air besar
dengan adanya perilaku BAB di jamban sehat yang berarti tingkat kepemilikan
6.4.3 Analisis hubungan status ekonomi terhadap perilaku buang air besar
sembarangan
sebagian besar responden pada status ekonomi dengan penghasilan ≤ UMK (Rp
adalah pedagang, petani, mengurus rumah tangga dan beberapa responden bekerja
yang berbeda. Hasil uji statistik pada faktor status ekonomi menunjukkan
bahwa ada hubungan antara penghasilan keluarga terhadap perilaku buang air
berperilaku buang air besar sembarangan yaitu berjumlah 32 orang (55,2%), selain
itu pada responden dengan jumlah anggota keluarga ≤ 3 orang cenderung tidak
berperilaku buang air besar sembarangan yaitu berjumlah 26 orang (44,8%). Hasil
uji statistik pada faktor jumlah anggota keluarga menunjukkan tidak ada hubungan
fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin besar
pula kapasitas yang dibutuhkan. Dalam satu rumah tangga setidaknya memiliki
kapasitas satu jamban sehat, hal ini merupakan upaya pencegahan anggota
populasi yang paling rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan air
(water borne disease), kebersihan diri dan lingkungan. Rumah tangga yang
memiliki balita akan memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah sanitasi
Ponorogo, 2013).
pengetahuan yang cukup terhadap kesehatan maka hal tersebut tercermin pada
dalam hal penyediaan fasilitas jamban keluarga untuk mencegah perilaku buang
tentang BAB di jamban menunjukkan cenderung tidak berperilaku buang air besar
sembarangan yaitu berjumlah 23 orang (62,2%). Hasil uji statistik pada tingkat
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wea (2011),
jamban yang rendah, yang mana tingkat perilaku buang air besar sembarangan
masih tinggi. Selain itu pada penelitian Pane (2009), menjelaskan bahwa ada
2007).
Sikap merupakan suatu reaksi atau respon terhadap suatu obyek dan sikap
masyarakat berada pada tingkat sikap yang cukup terkait BAB di jamban.
Sedangkan responden pada tingkat sikap yang cukup pula, menunjukkan bahwa
berjumlah 29 orang (41,4%). Tingkat sikap yang cukup dilihat dari adanya
responden yang mampu menerima dan merespon terkait BAB di jamban namun
BAB sembarangan. Hasil uji statistik pada tingkat sikap menunjukkan tidak ada
pengaruhnya terhadap perilaku masyarakat dalam perilaku buang air besar. Sikap
yang positif akan mendorong terwujudnya suatu tindakan dan praktik berupa
unsur raga dan jiwa, unsur fisik dan psikis. Seorang individu adalah perpaduan
antara faktor genotif dan fenotif. Faktor genotif adalah faktor yang dibawa
individu sejak lahir yang disebut faktor keturunan. Seseorang dengan ciri fisik dan
karakter atau sifat yang dibawa sejak lahir maka seseorang tersebut juga memiliki
ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan (Setiadi
et al., 2013).
antara variabel karakteristik individu terhadap variabel perilaku buang air besar
ekonomi ada hubungan secara signifikan dengan perilaku buang air besar
UMK.
jenis pekerjaan seseorang mewakili status sosial. Ekonomi merupakan alat ukur
keluarga.
besar sembarangan
menjadi lebih baik tidak hanya berhasil karena interkasi petugas kesehatan dengan
masyarakat tetapi yang utamanya adalah interaksi sosial antar masyarakat yang
berkaitan dengan perubahan perilaku buang air besar sembarangan menjadi buang
air besar di jamban, yang pada akhirnya akan mempercepat perubahan perilaku
tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Riyadi (2004), bahwa
dari proses interaksi sosial yang ada di masyarakat inilah kemudian lahir nilai
adanya natural leader dan pemicuan yang melibatkan semua unsur masyarakat.
maupun nasehat dari masyarakat dan aparat desa sehingga masih ditemukan
perilaku buang air besar sembarangan yaitu berjumlah 42 orang (53,2%). Selain
itu pada dukungan sosial kurang, terdapat 37 orang (46,8%) tidak berperilaku
buang air besar sembarangan. Hasil uji statistik pada dukungan sosial
menunjukkan tidak ada hubungan secara signifikan dengan perilaku buang air
besar sembarangan.
dukungan untuk berubah perlu diberikan untuk jangka panjang pula. Perubahan
6.5.2 Analisis hubungan sanksi sosial terhadap perilaku buang air besar
sembarangan
karena tidak pernah adanya sanksi sosial di lingkungan tempat tinggal yaitu
berjumlah 48 orang (53,9%). Selain itu tidak pernah adanya sanksi sosial di
berperilaku buang air besar sembarangan. Selain itu tidak ditemukannya slogan
maupun peraturan tertulis tentang larangan BAB sembarangan. Hasil uji statistik
pada tingkat sikap menunjukkan tidak ada hubungan secara signifikan dengan
masyarakat menjadi salah satu faktor kegagalan suatu daerah untuk menjadi
daerah bebas BABS serta didukung kurangnya monitoring pasca pemicuan CLTS.
Selain itu Amalia (2014) juga menjelaskan bahwa tidak adanya aturan tentang
larangan untuk BAB di sungai menjadikan seseorang lebih leluasa dalam melakukan
praktik perilaku BAB di sungai. Adanya kebiasaan sesama tetangga untuk saling
tidak kembali pada tempat dan kebiassan BAB di area terbuka. Kebiasaan ini
dapat dilakukan melalui lisan saat saling sapa di jalan maupun di depan rumah.
Pengawasan informal lebih berkesan baik bagi warga yang diingatkan dan akan
merasa dihormati.
besar sembarangan
jarang dilakukan sehingga pembinaan petugas di rasa kurang dan masih terdapat
orng (44,9%) tidak berperilaku buang air besar sembarangan. Hasil uji statistik
dibandingkan pada dukungan yang baik sebesar 43,8%, dari hasil uji statistik
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas
yang dilakukan bisa mendapat dukungan dari masyarakat. Diperlukan data tentang
kepercayaan, media massa yang tersedia, tokoh masyarakat yang ada dan tempat
(Slamet, 2002).
memberi ceramah. Hal ini mungkin dapat diterima atau berhasil, bila yang
masyarakat dalam taraf tradisional maka ceramah saja tidak cukup sehingga tahap
dalam suatu kegiatan yang membawa mereka kepada kebutuhan tadi. Perubahan
manusia terus berubah karena harus beradaptasi terhadap lingkungan yang selalu
berubah. Perubahan itu dapat berarah kepada yang baik atau sebaliknya, agar
manusia berubah dan menjadi lebih baik dari semula maka harus terjadi suatu
sosial di lingkungan tempat tinggal memiliki akan peluang lebih tinggi untuk
masyarakat yang baik, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan
Green (1980) menganalisis perilaku manusia mulai dari tingkat kesehatan, dimana
kesehatan manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku
(behaviour cases) dan faktor di luar perilaku (non behaviour cases). Faktor
predisposisi, faktor pendukung dan faktor penguat. Dalam hal ini, faktor
dan keyakinan, penghasilan keluarga dan usia, yang mana faktor ini lebih bersifat
dari dalam diri individu. Faktor pemungkin merupakan faktor pendukung yang
terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk sarana dan prasarana. Faktor penguat
perangkat desa.
mendorong sanitasi menjadi isu yang strategis dalam pembangunan. Isu strategis
tetapi juga menjadi isu hangat di dunia internasional, salah satunya yaitu lahirnya
kesepakatan dari berbagai negara di dunia pada tahun 2000 mengenai Millenium
Development Goals (MDGs) yang terdiri dari 8 butir kesepakatan. Salah satu butir
beberapa poin yang mana salah satunya berkaitan dengan sanitasi (Priatno, 2014).
kesehatan, tetapi hasil akhirnya adalah sama yaitu terjadi pencemaran lingkungan
dan terjadi penyakit sebagai akibatnya. Norma masyarakat, seperti buang air besar
di sungai merupakan hal yang dianggap normal atau dapat diterima secara sosial
budaya. Dengan demikian hygiene lingkungan sangat ditentukan oleh norma atau
kebiasaan masyarakat.
signifikan dengan perilaku buang air besar sembarangan. Responden pada status
jenis pekerjaan seseorang mewakili status sosial. Ekonomi merupakan alat ukur
keluarga.