Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOFISIKA EKSPLORASI
ACARA IV
“METODE SEISMIK”

Asisten Praktikum / NIM : Asih Sofie Cesaria / H1C017031


Tanggal Praktikum : Kamis, 05 November 2020
Tanggal Penyerahan : Senin, 16 November 2020

Oleh :
Muhammad Abdul Karim
H1C018022

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PURBALINGGA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I

PENDAHULUAN

1. Pengertian Metode Seismik beserta Kekurangan dan Kelebihan


Metoda seismik adalah salah satu metoda eksplorasi yang didasarkan pada
pengukuran respon gelombang seismik (suara) yang dimasukkan ke dalam tanah dan
kemudian direleksikan atau direfraksikan sepanjang perbedaan lapisan tanah atau
batas-batas batuan. Sumber seismik umumnya adalah palu godam (sledgehammer)
yang dihantamkan pada pelat besi di atas tanah, benda bermassa besar yang dijatuhkan
atau ledakan dinamit. Respons yang tertangkap dari tanah diukur dengan sensor yang
disebut geofon, yang mengukur pergerakan bumi.
Keunggulan :
a. Dapat mendeteksi variasi baik lateral maupun kedalaman dalam parameter fisis
yang relevan, yaitu kecepatan seismik.
b. Dapat menghasilkan citra kenampakan struktur di bawah permukaan
c. Dapat digunakan untuk membatasi kenampakan stratigrafi dan beberapa
kenampakan pengendapan.
d. Respon pada penjalaran gelombang seismik bergantung dari densitas batuan dan
konstanta elastisitas lainnya. Sehingga, setiap perubahan konstanta tersebut
(porositas, permeabilitas, kompaksi, dll) pada prinsipnya dapat diketahui dari
metode seismik.
e. Memungkinkan untuk deteksi langsung terhadap keberadaan hidrokarbon

Kekurangan :

a. Banyaknya data yang dikumpulkan dalam sebuah survei akan sangat besar jika
diinginkan data yang baik
b. Perolehan data sangat mahal baik akuisisi dan logistik dibandingkan dengan metode
geofisika lainnya.
c. Reduksi dan prosesing membutuhkan banyak waktu, membutuhkan komputer
mahal dan ahli-ahli yang banyak.
d. Peralatan yang diperlukan dalam akuisisi umumnya lebih mahal dari metode
geofisika lainnya.
e. Deteksi langsung terhadap kontaminan, misalnya pembuangan limbah, tidak dapat
dilakukan.
2. Terdapat dua macam metode dasar seismik yang sering digunakan, yaitu seismik
refraksi dan seismik refleksi.
a. Metoda seismik refraksi mengukur gelombang datang yang dipantulkan sepanjang
formasi geologi di bawah permukaan tanah. Peristiwa refraksi umumnya terjadi
pada muka air tanah dan bagian paling atas formasi bantalan batuan cadas. Grafik
waktu datang gelombang pertama seismik pada masing-masing geofon memberikan
informasi mengenai kedalaman dan lokasi dari horizon-horizon geologi ini.
Informasi ini kemudian digambarkan dalam suatu penampang silang untuk
menunjukkan kedalaman dari muka air tanah dan lapisan pertama dari bantalan
batuan cadas.
Kelebihan :
1) Pengamatan refraksi membutuhkan lokasi sumber dan penerima yang kecil,
sehingga relatif murah dalam pengambilan datanya
2) Prosesing refraksi relatif simpel dilakukan kecuali proses filtering untuk
memperkuat sinyal first berak yang dibaca.
3) Karena pengambilan data dan lokasi yang cukup kecil, maka pengembangan
model untuk interpretasi tidak terlalu sulit dilakukan seperti metode geofisika
lainnya
Kekurangan :
1) Dalam pengukuran yang regional , Seismik refraksi membutuhkan offset yang
lebih lebar.
2) Seismik bias hanya bekerja jika kecepatan gelombang meningkat sebagai fungsi
kedalaman.
3) Seismik bias biasanya diinterpretasikan dalam bentuk lapisan-lapisan. Masing-
masing lapisan memiliki dip dan topografi
4) Seismik bias hanya menggunakan waktu tiba sebagai fungsi jarak (offset)
5) Model yang dibuat didesain untuk menghasilkan waktu jalar teramati.
Gambar 1.1. Metode Seismik Refraksi

b. Metoda seismik refleksi mengukur waktu yang diperlukan suatu impuls suara untuk
melaju dari sumber suara, terpantul oleh batas-batas formasi geologi, dan kembali
ke permukaan tanah pada suatu geophone. Refleksi dari suatu horison geologi mirip
dengan gema pada suatu muka tebing atau jurang.Metoda seismic repleksi banyak
dimanfaatkan untuk keperluan Explorasi perminyakan, penetuan sumber gempa
ataupun mendeteksi struktur lapisan tanah. Seismic refleksi hanya mengamati
gelombang pantul yang datang dari batas-batas formasi geologi. Gelombang pantul
ini dapat dibagi atas beberapa jenis gelombang yakni: Gelombang-P, Gelombang-
S, Gelombang Stoneley, dan Gelombang Love.
Kelebihan :
1) Pengukuran seismik pantul menggunakan offset yang lebih kecil
2) Seismik pantul dapat bekerja bagaimanapun perubahan kecepatan sebagai fungsi
kedalaman
3) Seismik pantul lebih mampu melihat struktur yang lebih kompleks
4) Seismik pantul merekan dan menggunakan semua medan gelombang yang
terekam.
5) Bawah permukaan dapat tergambar secara langsung dari data terukur

Kekurangan :
1) Karena lokasi sumber dan penerima yang cukup lebar untuk memberikan citra
bawah permukaan yang lebih baik, maka biaya akuisisi menjadi lebih mahal.
2) Prosesing seismik refleksi memerluakn komputer yang lebih mahal, dan sistem
data base yang jauh lebih handal.
3) Karena banyaknya data yang direkam, pengetahuan terhadap database harus kuat,
diperlukan juga beberapa asumsi tentang model yang kompleks dan interpretasi
membutuhkan personal yang cukup ahli.

Gambar 1.2. Metode Seismik Refleksi

3. Alat yang digunakan Pada Metode Seismik


a. Seismograph
Seismograph berfungsi untuk mendeteksi, dengan memperkuat, dan merekam
getaran yang terjadi pada bumi

Gambar 1.3. Seismograf


b. Kabel Geophone
Kabel Geophone berfungsi sebagai penghubung antar trace
Gambar 1.4. Kabel Geophone
c. Geophone
Geophone berfungsi sebagai Penerima getaran dari gelombang sumber yang berupa
sinyal analog

Gambar 1.5. Geophone


d. Aki dan Power Supply
Aki berfungsi sebagai media penyimpan dan pensuplai arus listrik. Sedangkan
Power supply sebagai sumber tegangan.

Gambar 1.6. Aki dan Power Supply


e. GPS
Digunakan untuk mengukur posisi titik pengukuran yang meliputi bujur, lintang,
ketinggian dan waktu. Gps ini dalam menentukan posisi suatu titi lokasi
menggunakan bantuan satelit. Penggunaan sinyal satelit karena satelit dapat
menjangkau daerah yang sangat luas dan tidak terganggu oleh gunung, bukit,
lembah dan jurang.
Gambar 1.7. GPS

4. Prosedur Pengambilan Data


a. Akuisisi Data Seismik : semua kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan data
sejak survey pendahuluan dengan survey detail.
1) Mencari informasi literatur mengenai daerah tersebut, diantaranya apakah sudah
pernah dilakukan penelitian dengan metode geofisika tertentu. Agar diperoleh
point survey.
2) Mencari informasi mengenai kondisi/struktur geologi area, misalnya peta
geologi.
3) Tentukan tujuan dari akuisisi
4) Dibuat design survey dengan menyesuaikan kondisi lapangan.design survey
dibuat serapat/seideal mungkin agar didapat data yang diinginkan.
5) Ditentukan konfigurasi yang akan diterapkan di lapangan, serta Source yang akan
digunakan
6) Cek list kelengkapan sebagai berikut :
a) Kalibrasi alat
b) Akomodasi transportasi
c) Job description masing-masing peserta survey
d) Form data akuisisi

b. Pengolahan Data Seismik (processing data seismik) : kegiatan untuk mengolah data
rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk penampang seismik migrasi
c. Interpretasi Data Seismik : kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison,
pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya disajikan
atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui struktur atau model
geologi bawah permukaan.

5. Microseismic dan HSVR


a. Microseismic
Mikroseismik adalah metode geofisika yang memanfaatkan getaran alami dengan
amplitudo rendah. Amplitudo rendah dari tanah tersebut timbul karena peristiwa
alam (angin, gelombang laut) ataupun karena perbuatan manusia (kendaraan atau
orang berjalan), yang dapat menggambarkan kondisi geologi dekat permukaan area
penelituian. Hasil pengukuran dari metode mikroseismik bisa menunjukkan sifat
getaran dalam berbagai jenis lapisan tanah. Paramater yang digunakan ialah
frekuensi natural dan amplifikasi. Dengan dua parameter tersebut bisa terdeteksi
daerah yang rentan terhadap goncangan.

Menurut (Mirzaoglu et al., 2003), Mikroseismik adalah getaran tanah dengan


amplitudo pergeseran sekitar 0,1-1 μm dan amplitudo kecepatan 0,001 cm/s sampai
0,01 cm/s. Mikroseismik dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni
berdasarkan rentang periodenya. Jenis pertama adalah mikroseismik periode
pendek dengan periode kurang dari 1 detik. Jenis kedua adalah mikroseismik
periode panjang dengan periode lebih dari 1 detik. Penentuan panjang periode juga
terpengaruhi dengan targetnya, semakin dalam target maka periode yang digunakan
ialah lebih dari 1 detik.
b. HSVR
Menurut Nakamura (1989), Metode HVSR ditemukan oleh ilmuan Jepang bernama
Nogoshi & Igarashi pada tahun 1971. Dengan metode ini dapat digunakan untuk
mengestimasi frekuensi natural dan amplifikasi geologi setempat dari data
mikroseismik.
Metode HVSR adalah metode membandingkan spektrum komponen horizontal
terhadap komponen vertikal dari gelombang mikroseismik. Metode ini pertama kali
diperkenalkan oleh Nogoshi dan Iragashi yang menyatakan adanya hubungan
antara perbandingan komponen horizontal dan vertikal, yang kemudian
disempurnakan oleh Nakamura yang menyatakan bahwa, “Perbandingan spektrum
H/V sebagai fungsi frekuensi berhubungan erat dengan efek tapak lokal untuk
gelombang S (shear)”. Menurut Konno and Ohmachi (1998), mikroseismik
sebagian besar terdiri atas gelombang permukaan.
Persamaan Matematis HVSR
HVSR adalah metode yang membandingkan spektrum horizontal dan vertikal yang
dapat berfungsi mengetahui karakteristik jenis tanah pada area penelitian melalui
informasi tentang nilai frekuensi natural dan amplifikasi. Salah satu aplikasi metode
ini adalah estimasi tingkat kerentanan tanah terhadap bahaya gempa bumi yang bisa
terjadi kapan saja karena bersifat secara tiba-tiba.
Pada metode HVSR akan diperoleh 3 komponen yang sangat penting. 3 komponen
tersebut ialah komponen horizontal barat timur, horizontal utara selatan dan
komponen vertikal. Ketiga komponen tersebut lalu dibuat menjadi perbandingan 2
komponen. Dengan cara melakukan penggabungan kedua data horizontal (barat
timur dan utara selatan). Penggabungan 2 komponen ini biasanya dilakukan
berdasarkan kaidah Phytagoras dalam fungsi frekuensi. Lalu penggabungan
komponen horizontal dibagi dengan komponen vertikal, seperti ditunjukan pada
persamaan matematis sebagai berikut:
R=√(〖HEW〗^2+〖HNS〗^2 )/V
dengan :
R : spektrum rasio HVSR
HEW : spektrum komponen horisontal barat-timur
HNS : adalah spektrum komponen horisontal utara-selatan
V : adalah spektrum komponen vertikal.
Dengan persamaan matematis di atas maka akan diperoleh spektrum rasio HVSR.
Spektrum itu memiliki panjang rekaman sesuai dengan hasil data lapangannya.
Panjang rekaman akan memuat berbagai informasi spektrum dari berbagai sinyal
yang didapat. Sehingga harus dilakukan pemisahan sinyal. Sinyal yang dipakai
hanya direntang 0,5 Hz hingga 20 Hz. Lebih dari 20 Hz maka dianggap sebagai
noise. Setelah diperoleh sinyal alami bawah permukaan, maka akan dilakukan
perhitungan H/V yang hasilnya adalah frekuensi natural dan amplifikasi, Nilai
frekuensi natural diperoleh dari puncakan pertama pada kurva H/V. Sementara nilai
amplifikasi diperoleh dari perhitungan H/V rata-rata panjang spektrumnya. Dengan
demikian maka frekuensi natural disebut sebagai komponen vertikal dan
amplifikasi disebut komponen horizontal.
Asumsi dari HSVR
Nakamura merumuskan sebuah fungsi transfer HVSR (horizontal to vertikal
spektrum ratio) mikroseismik dengan mengasumsikan hal-hal berikut :
1) Lapisan permukaan yang berupa batuan lunak / soil tersebut merupakan
lapisan horizontal semi tak hingga.
2) Mikroseismik tersusun atas berbagai jenis gelombang.
3) Pada batuan dasar komponen horizontal dan vertikal gerak partikel adalah
sama.
4) Tidak ada penguatan komponen vertikal pada batuan lunak / soil.

6. Macam-Macam Gelombang Seismik


a. Gelombang Badan / Body Wave
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastik dan arah
perambatannya keseluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak partikel pada
media dan arah penjalarannya gelombang dapat dibedakan menjadi gelombang P
dan gelombang S.
Gelombang P disebut dengan gelombang kompresi/gelombang longitudinal.
Gelombang ini memiliki kecepatan rambat paling besar dibandingkan dengan
gelombang seismik yang lain, dapat merambat melalui medium padat, cair dan gas.
Persamaan dari kecepatan gelombang P adalah sebagai berikut :

𝜆 + 2𝜇
Vp = √
𝑝

Keterangan :
𝜆 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑙𝑎𝑚𝑒
𝜇 = 𝑟𝑖𝑔𝑖𝑑𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑝 = 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

Gambar 1.8. Gelombang P


Gelombang S disebut juga gelombang shear/ gelombang transversal. Gelombang
ini memiliki cepat rambat yang lebih lambat bila dibandingkan dengan gelombang
P dan hanya dapat merambat pada medium padat saja. Gelombang S tegak lurus
terhadap arah rambatnya. Persamaan dari kecepatan Gelombang S adalah sebagai
berikut :

𝜇
Vs = √
𝑝

Gambar 1.9. Gelombang S


b. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan merupakan salah satu gelombang seismik selain gelombang
badan. Gelombang ini ada pada batas permukaan medium. Berdasarkan pada sifat
gerakan partikel media elastik, gelombang permukaan merupakan gelombang yang
kompleks dengan frekuensi yang rendah dan amplitudo yang besar, yang menjalar
akibat adanya efek free survace dimana terdapat perbedaan sifat elastik (Susilawati,
2008). Jenis dari gelombang permukaan ada dua yaitu gelombang Reyleigh dan
gelombang Love.
Gelombang Reyleigh merupakan gelombang permukaan yang Orbit gerakannya
elips tegak lurus dengan permukaan dan arah penjalarannya. Gelombang jenis ini
adalah gelombang permukaan yang terjadi akibat adanya interferensi antara
gelombang tekan dengan gelombang geser secara konstruktif.
Persamaan dari kecepatan gelombang Reyleigh adalah sebagai berikut :
VR = 0,92√Vs
Gambar 2.0. Gelombang Reyleight
Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam bentuk
gelombang transversal yang merupakan gelombang S horizontal yang
penjalarannya paralel dengan permukaannya (Gadallah and Fisher, 2009).

Gambar 2.1. Gelombang Love


7. Langkah-Langkah Picking Data Seismik
a. Menentukan interval
b. Menarik garis interpretasi pada interpretation window
c. Garis yang didapat bisa digeser dan disesuaikan. Semakin kecil interval, makin
akurat namun akan membutuhkan banyak data
d. Pada picking patahan/fault dan horizon kita lakukan hingga sudah tidak
ditemukan lagi suatu kemenerusan
e. Interpretasi fasies seismic
f. Interpretasi struktur geologi

8. Macam-Macam Internal Reflection Patterns


Gambar 2.2. Internal Reflection Patterns
Terdapat 3 macam Internal Reflection Patterns, yaitu adanya Progradational, Simple,
dan Complex.

a. Progradational

Gambar 2.3. Internal Reflection Patterns Progradational


1) Sigmoid: Tekstur ini dapat terbentuk dengan suplai sediment yang cukup,
kenaikan muka laut relatif cepat, rejim pengendapan energy rendah, seperti
slope, umumnya sediment butir halus.
2) Oblique tangential: suplai sediment yang cukup sampai besar, muka laut
yang konstan seperti delta, sediment butir kasar pada delta plain, channel
dan bars.
3) Oblique parallel: oblique tangensial varian, sediment terpilah lebih baik.
4) Complex: lidah delta dengan energi tinggi dengan slope terprogradasi
dalam energi rendah.
5) Shingled: terbentuk pada zona dangkal dengan energi rendah.
6) Hummocky: terbentuk pada daerah dangkal tipikal antar delta dengan
energi sedang.

b. Simple

Gambar 2.3. Internal Reflection Patterns Simple


1) Parallel: disebabkan oleh pengendapan sedimen dengan rate yang seragam
(uniform rate), atau pada paparan (shelf) dengan subsiden yang uniform
atau sedimentasi pada stable basin plain.
2) Subparallel: terbentuk pada zona pengisian, atau pada situasi yang
terganggu oleh arus laut.
3) Subparallel between parallel: terbentuk pada lingkungan tektonik yang
stabil, atau mungkin fluvial plain dengan endapan berbutir sedang.
4) Wavy parallel: terbentuk akibat lipatan kompresi dari lapisan parallel
diatas permukaan detachment atau diapir atau sheet drape dengan endapan
berbutir halus.
5) Divergent: terbentuk akibat permukaan yang miring secara progresif
selama proses sedimentasi.
6) Chaotic: pengendapan dengan energi tinggi (mounding, cut and fill
channel) atau deformasi seteah proses sedimentasi (sesar, gerakan
overpressure shale, dll.)
7) Reflection free: batuan beku, kubah garam, interior reef tunggal.
8) Local chaotic: slump (biasanya laut dalam) yang diakibatkan oleh
gempabumi atau ketidakstabilan gravitasi, pengendapan terjadi dengan
cepat.
c. Complex

Gambar 2.3. Internal Reflection Patterns Complex


1) Fan Complex: penampang lateral dari kipas (fan) yang dekat dengan
sumber sediment
2) Volcanic Mound: margin konvergen pada tahap awal; pusat aktivitas
rifting pada rift basin
3) Compound Fan Complex: superposisi dari berbagai kipas.
4) Migrating wave: diakibatkan oleh arus laut, laut dalam.

9. Resume Paper Metode Seismik


Resume Paper yang berjudul “Aplikasi Metode Seismik Refraksi Untuk Lintasan
Terowongan. Studi Kasus Wilayah ‘SMBR’.”. Paper ini menjelaskan tentang
rekayasa bawah permukaan untuk mengetahui geologi struktur dengan menggunakan
metode geofisika merupakan salah satu cara yang efektif karena bersifat tidak
merusak. Metode seismik refraksi dapat menjadi salah satu solusi untuk menentukan
stiffness. Konsep dasar metode seismik refraksi adalah perbedaan elastic properties
pada batuan dan lapisan tanah. Kelebihan dari metode seismik refraksi adalah dapat
mendeteksi lapisan dangkal.
Daerah penelitian melewati 3 buah formasi geologi yang berbeda diantaranya :
a. Tob adalah formasi brani dimana formasi ini didominasi oleh batuan sedimen.
Pada formasi ini terdapat konglomerat dengan warna cokelat keunguan, berukuran
kerikil (4-64mm) sampai kerakal (64-256 mm). dengan aneka fragemen berupa
andesit, batu gamping, batu sabak dan argilit, granit, kuarsit, kadang-kadang
“arkosic gritsand” yang berbutir kasar, terpilah buruk, menyudut-membundar
tanggung, padat, keras sampai dapat diremas dan umumnya tidak berlapis.
b. Qal merupakan jenis alluvium sungai yang terdiri dari batu lempung, batu pasir,
kerikil bongkahan batu beku dan kuarsit. Pada peta formasi ini ditunjukkan
dengan warna putih.
c. PCkq merupakan anggota bawah formasi Kuantan dimana pada formasi ini
terdapat Kuarsit, batupasir kuarsa dengan sisipan filit, batu sabak, serpih, batuan
gunung api, tuf klorit, konglomerat dan rijang.

Desain akuisisi seismik refraksi pada penelitian ini memiliki panjang lintasan 1800 m.
Dengan tail 600 m disamping kiri dan kanan lintasan. Fungsi dari tail adalah untuk
menghilangkan blank area bawah permukaan di posisi geophone pertama. Terdapat
berbagai macam konfigurasi untuk akuisisi data ada bentuk split spread, push end,
pull end dan custom. Pada penelitian ini digunakan metode asymmetric split spread.
Istilah asymmetric digunakan karena jarak antar CMP (Common Mid Point) tidak
seimbang seperti pada gambar 1. Metode asymmetric lebih efektif dilakukan untuk
survei seismik refraksi karena yang bergerak lebih dominan adalah shot point.

Gambar 2.4. Symmetrical Split Spread Asymmetrical Split Spread


Data - data seismik yang diperoleh diidentifikasikan posisi setiap geophone dan
posisi sumber seismiknya dengan cara mengedit ataupun membuat geometri,
sehingga dapat dikenali oleh komputer sebagai satu kesatuan database. Proses
editing geometri dapat dilakukan di lapangan (pada saat survei dilakukan) dan di
evaluasi kembali sebelum diproses. Pada lintasan 2D selain data koordinat Easting
dan Northing perlu juga diketahui kondisi ketinggian masing masing geophone
karena dalam processing faktor topografi mempengaruhi nilai inversi

Gambar 2.5. Susunan konfigurasi pemasangan geophone


Berdasarkan hasil inversi seismik refraksi pada lintasan SMBR seperti
ditunjukkan pada gambar 9 diperoleh nilai velocity layer yang bervariasi. Lapisan
pertama terindikasi sebagai soil atau tanah residual dengan nilai velocity 300-900
m/s dengan kedalaman berkisar pada 10 – 15 m. Pada gambar 9 lapisan residual
ditunjukkan oleh warna hitam dan biru gelap. Pada lapisan kedua terindikasi
sebagai sandstone dengan rentang nilai velocity 1800 – 3100 m/s (Barton, 2007).
Dan pada lapisan ketiga terdapat lapisan siltstone dengan rentang 2400- 4400 m/s.
Keberadaan zona anomali ditandai dengan penurunan nilai velocity yang drastis,
hal ini bisa diindikasikan pengaruh patahan, rekahan, ataupun kontak batuan. Pada
daerah anomali yang ditunjukkan pada gambar 8 harus diperhatikan secara khusus
dikarenakan nilai velocity yang rendah merupakan tanda bahwa batuan tersebut
termasuk batuan yang lunak.
Berdasarkan analisa dan pengolahan data seismik refraksi diketahui bahwa daerah
penelitian didominasi oleh lapisan batuan dengan velocity yang sangat tinggi.
Pada lokasi tertentu terdapat penurunan velocity yang diindikasikan sebagai
patahan sehingga pada saat pembangunan terowongan perlu dilakukan perkuatan
terowongan. Untuk mengetahui jenis perkuatan yang sesuai diperlukan adanya
informasi tambahan mengenai kecepatan geser (Vs) batuan sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan metode MASW (Multichannel Analysis Surface
Waves), serta untuk mengetahui adanya deformasi atau kontak batuan saat
dilangsungkan konstruksi terowongan perlu
BAB II
TUJUAN PRAKTIKUM
BAB II

TUJUAN PRAKTIKUM

Adapun tujuan dari praktikum Geofisika Eksplorasi acara Metode Seismik adalah
sebagai berikut :

1. Praktikan dapat mengetahui perbedaan dari metode seismic refraksi dan seismic
refleksi
2. Praktikan dapat mengetahui cara membuat peta kerentanan gempa menggunakan
aplikasi surfer
3. Praktikan dapat mengetahui cara mengganti symbol plot saat membuat peta post pada
aplikasi surfer
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
BAB III

HASIL PRAKTIKUM

• Daftar Tugas
1. Data Excel “Seismik”
2. Peta A0 (Amplifikasi)
3. Peta F0 (Frekuensi)
4. Peta Kg (Kerentanan Gempa)
5. Peta Depth
6. Peta PGA
7. Peta Thickness
8. Picking Horizon dan Struktur Penampang Seismik
1. Data Seismik
Latitude Longitude Thickness
525986 9208807 4,80
526002 9209823 23,25
526490 9209819 8,20
526484 9208831 18,02
525490 9209346 12,85
527494 9209853 71,83
527508 9209378 18,36
526956 9209286 13,69
527015 9209868 65,99
524472 9209332 14,87
524430 9208826 19,82
523988 9209324 35,05
524989 9209350 15,54
524936 9208847 5,69
524597 9208353 7,34
524999 9210354 7,99
525058 9209867 28,79
525539 9209840 14,81
524497 9209834 17,49
523974 9209864 53,92
525489 9210337 29,84
524001 9208318 4,38
523994 9208841 4,82
524986 9208347 5,58
523967 9210339 30,33
524473 9210352 10,07
525980 9208349 27,40
526559 9208299 14,05
527024 9208293 8,99
525922 9210333 22,63
526470 9210234 8,08
526968 9210337 18,67
527491 9210320 29,16
526048 9209325 9,18
526509 9209309 10,37
526995 9208844 7,73
527524 9208817 20,67
525492 9208842 7,44
527494 9208319 7,29
525494 9208353 10,20
2. Peta A0 (Amplifikasi)
3. Peta F0 (Frekuensi)
4. Peta Kg (Kerentanan Gempa)
5. Peta Depth
6. Peta PGA
7. Peta Thickness
8. Picking Horizon dan Struktur Penampang Seismik

Struc. 1
Keterangan :
Warna biru : Horizon A
Warna hijau : Horizon B
Warna kuning : Horizon C
Warna pink : Horizon D
Warna merah : Struktur sesar naik
Struc 2
Keterangan :
Warna biru : Horizon A
Warna hijau : Horizon B
Warna kuning : Horizon C
Warna pink : Horizon D
Warna merah : Struktur sesar turun
Struc 3
Keterangan :
Warna biru : Horizon A
Warna hijau : Horizon B
Warna kuning : Horizon C
Warna pink : Horizon D
Warna merah : Struktur sesar naik
Struc 4
Keterangan :
Warna biru : Horizon A
Warna hijau : Horizon B
Warna kuning : Horizon C
Warna merah : Struktur sesar naik
Struc 5
Keterangan :
Warna biru : Horizon A
Warna hijau : Horizon B
Warna kuning : Horizon C
Warna merah : Struktur sesar turun
Strat 1
Keterangan :
Warna hijau : Horizon A
Warna biru : Horizon B
Warna kuning : Horizon C
Strat 2
Keterangan :
Warna hijau : Horizon A
Warna kuning : Horizon B
Warna biru : Horizon C
Warna merah : Struktur sesar turun
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB IV

PEMBAHASAN

• Video rekaman pembuatan Peta di Surfer (Link Youtube)


https://youtu.be/99AjaGHz4fcs

• Interpretasi Tiap Penampang seismic


1. Struc 1
Pada struct 1 terdapat 4 horizon, dimana horizon A ditandai dengan warna biru, horizon
B ditandai dengan warna hijau, horizon C ditandai dengan warna kuning, horizon D
ditandai dengan warna pink, dan untuk warna merah menunjukkan adanya sesar naik.
Horizon tersebut ditarik berdasarkan dengan melihat kenampakan garis dan
kemenerusan dari tiap horizonnya. Pada penampang tersebut terlihat bahwa horizon-
horizon tersebut mengalami ketidakmenerusan atau mengalami offset. Terlihat zona
tidak teratur pada penampang seismic
yang dapat diinterpretasikan sebagai zona hancuran atau breksiasi. Pada penampang
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa terdapat aktivitas struktur sesar naik karena
hanging wall berada di atas foot wall.
2. Struc 2
Pada Struc 2 terlihat bahwa pada bagian hanging wall yang di sebelah kiri terjadi
penurunan terhadap footwall yang di sebelah kanan, sehingga dapat diinterpretasikan
pada data seismic tersebut bahwa terdapat aktivitas struktur berupa sesar turun yang
ditandai dengan warna merah.
3. Struc 3
Pada struct 3 terlihat bahwa adanya lapisan-lapisan yang tegas, tebal dan memiliki
kemenerusan. Terdapat 4 horizon, yaitu horizon A ditandai dengan warna biru, horizon
B ditandai dengan warna hijau, horizon C ditandai dengan warna kuning, dan horizon
D ditandai dengan warna pink. Pada lapisan horizon tersebut terdapat kenampakan
lengkungan pada tiap horizon dan juga terlihat adanya perpindahan kemenerusan suatu
horizon atau terjadi offset. Dari data seismic tersebut dapat diinterpretasikan adanya
suatu lipatan kecil yang kemudian mengalami patahan dengan hanging wall (bagian kiri
dekat sumbu lipatan) berada di atas foot wall (bagian kanan), sehingga dapat
diinterpretasikan pula bahwa dari data seismic tersebut terdapat juga aktivitas sesar
berupa sesar naik yang ditandai dengan warna merah.
4. Struc 4
Pada struct 4 terdapat 3 horizon, yaitu horizon A yang ditandai dengan warna biru,
horizon B yang ditandai dengan warna hijau, dan horizon C yang ditandai dengan warna
kuning. Pada penampang seismic tersebut terlihat adanya kenampakan
ketidakmenerusan pada tiap horizon atau terjadi offset. Dimana bagian hanging wall
naik terhadap foot wall, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pada penampang
seismic tersebut terdapat aktivitas struktur berupa sesar-sesar naik.
5. Struc 5
Pada struct 5 terdapat 3 horizon, yaitu horizon A yang ditandai dengan warna biru,
horizon B yang ditandai dengan warna hijau, dan horizon C yang ditandai dengan warna
kuning. Pada penampang seismic
tersebut terlihat adanya ketidakmenerusan dari tiap horizon atau mengalami offset.
Dimana bagian hanging wall turun terhadap foot wall, sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa pada penampang tersebut terdapat aktivitas struktur berupa sesar turun yang
ditandai dengan warna merah.
6. Strat 1
Pada strat 1 terlihat lapisan-lapisan yang ditunjukkan oleh garis yang tegas dan
menerus. Terdapat 3 horizon dari penampang seismic tersebut, dimana horizon A
ditandai dengan warna hijau, horizon B ditandai dengan warna biru, dan horizon C
ditandai dengan warna kuning. Dari ketiga horizon tersebut terdapat kemenerusan, yang
mana hal tersebut dikarenakan tidak ada pengaruh dari struktur yang dapat
menyebabkan horizon/lapisan tersebut menjadi offset.
7. Strat 2
Pada strat 2 terdapat 3 horizon, dimana horizon A ditandai dengan warna hijau, horizon
B ditandai dengan warna kuning, dan horizon C ditandi dengan warna biru. Pada
horizon A dan horizon C memiliki kemenerusan yang mana hal tersebut dikarenakan
tidak ada pengaruh dari struktur yang dapat menyebabkan horizon/lapisan tersebut
menjadi offset. Namun pada horizon C terdapat ketidakmenerusan atau offset yang
disebabkan oleh struktur berupa sesar turun karena terlihat bagian hanging wall turun
terhadap foot wall. Sesar turun ditandai dengan warna merah.
BAB V
KESIMPULAN
BAB V

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum Geofisika Eksplorasi acara Metode Geolistrik


adalah sebagai berikut :

1. Metode seismic refraksi merekam gelombang yang membengkokkan bumi (refraksi)


sebelum kembali ke permukaan untuk direkam. Data yang dikumpulkan tidak banyak
dan harus dianalisis secara luas. Sedangkan Seismik refraksi membutuhkan lebih
banyak rekaman array daripada seismik refleksi. Tetapi seismik refleksi, meskipun
menghasilkan gambar superior dari permukaan bawah, melakukan pekerjaan yang jauh
lebih buruk untuk mengidentifikasi kecepatan dan kedalaman sebenarnya.
2. Siapkan data metode seismic dalam bentuk excel, lalu buka aplikasi surfer klik grid lalu
data lalu klik excel data seismic, pilih yang kg lalu pilih tempat penyimpanan file dan
beri nama kg. Klik map lalu new lalu pilih contour map, pili setelah itu klik peta lalu
klik levels ganti fill colour menjadi gravity 2, lalu centang pada fill contours, color
scale, dan show label. Setelah itu klik map lalu new lalu pilih post map lalu klik data
excel tadi, setelah itu beri layout nama pada peta tersebut. Lalu klik file pilih export
save di file yang diinginkan lalu beri nama peta kg dan pilih type yang png maka jadilah
peta kerentanan gempa tersebut
3. Pada saat selesai membuat peta post diatas peta kontur klik general pada bagian kiri,
setelah itu klik logo kotak + kecil pada marker properties lalu klik symbol ganti menjadi
titik agar lebih terlihat jelas dan ubah menjadi warna yang mudah dilihat.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2016. Metode Seismik. Surakarta.
http://103.23.224.151/konsultanGeo/index.php/2016/08/15/metode-seismik/. (diakses
pada 02 november 2020, pukul 13.05)
Juanita, Retno. 2011. Gelombang Seismik. Solo.
https://juanita.blog.uns.ac.id/files/2011/01/gelombang-seismik1.pdf. (diakses pada 02
november 2020, pukul 13.46)
Marenda, Putra. 2020. Penjelasan Lengkap Mikroseismik HVSR, Fungsi dan Penerapannya.
Sleman. https://memora.id/2020/03/03/penjelasan-lengkap-mikroseismik-hvsr-fungsi-
dan-penerapannya/. (diakses pada 02 november 2020, pukul 13.21)
Novita, Vani. 2014. Metode Seismik Refraksi. Malang.
https://blog.ub.ac.id/vanino/2014/01/30/metode-seismik-refraksi/ (diakses pada 02
november 2020, pukul 13.13)
Rotimi, Oluwatosin. 2014. Classification of internal reflection patterns of seismic data.
Nigeria. https://www.researchgate.net/figure/Classification-of-internal-reflection-
patterns-of-seismic-data-after-Mitchum-et-al_fig3_274092385. (diakses pada 04
november 2020, pukul 19.11)
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Jurnal Geosaintek, Vol. 4 / 2 2018. 29-34. p-ISSN: 2460-9072, e-ISSN: 2502-3659
Artikel diterima 31 Juni 2018, Revisi 16 Agustus 2018. Online 31Agustus 2018
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v4i1 29
APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK LINTASAN
TEROWONGAN. STUDI KASUS WILAYAH
“SMBR”
Moch Lutfi Zakaria1, Dwa Desa Warnana1, Amien Widodo1, dan Nefrizal2
1Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan
Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2PT. Elnusa Tbk
e-mail: lutfizakaria25@gmail.com
Abstrak. Metode seismik refraksi telah banyak digunakan untuk rekayasa bawah
permukaan dalam
mengidentifikasi struktur dan stratigrafi dengan memanfaatkan perbedaan elastic
properties pada
batuan. Pada penelitian seismik refraksi diterapkan untuk analisa bawah
permukaan dalam penentuan
jalur terowongan. Terowongan yang direncanakan melewati perbukitan di wilayah
SMBR sangat penuh
dengan resiko geologi seperti adanya struktur dan zona weathering layer. Panjang
lintasan akuisisi ini
sepanjang 1800 m dengan 38 titik tembak. Dari hasil pengolahan data diperoleh 3
buah lapisan, Lapisan
pertama adalah soil atau tanah residual dengan rentang velocity 300-1200 m/s,
pada lapisan kedua
terdapat sandstone dengan rentang nilai velocity 1800 – 3100 m/s dan pada
lapisan ketiga terdapat
lapisan siltstone dengan rentang 2400-4400 m/s. Selain itu terdapat struktur
berupa patahan pada meter
ke -1105. Berdasarkan data bor sampai kedalaman 50 m dominan terdapat
sandstone sehingga sering
terjadi lose. Dengan mengetahui kondisi bawah permukaan diharapkan proses
konstruksi menjadi lebih
efektif dan menurunkan risiko kecelakaan kerja.
Kata Kunci: Seismik Refraksi, Terowongan, Velocity Layer
Abstract. Seismic refraction methods have been widely used to analyze some of
the elastic properties of
rocks. In this study, improvements were made to the subsurface analysis in
determining the tunnel path.
The tunnel that is separated in the hills in the area of SMBR is very complete with
geological risks as well
as zone structure and weathering layers. The length of this line is 1800 m long
with 38 shoot points. From
the data processing obtained 3 layers, the first layer is the ground or residual soil
with a velocity of
around 300-1200 m / s, in the second layer there is sandstone with an average
velocity range 1800 - 3100
m / s and on the layer of soil there is a layer siltstone with range 2400-4400 m /
sec. In addition there is a
fracture structure on 1105. Based on borehole data with a depth of 50 m dominant
there is sandstone,
often a loss. By knowing the subsurface condition is expected to make the
construction process more
effective and reduce the risk of work accident.
Keywords: Refraction Seismic, Tunnel, Velocity Layer
PENDAHULUAN
Rekayasa bawah permukaan untuk mengetahui
geologi struktur dengan menggunakan metode
geofisika merupakan salah satu cara yang efektif
karena bersifat tidak merusak. Metode geofisika
yang dulu digunakan oleh ahli geologi untuk
mendapatkan sumber daya alam sekarang telah
berkembang secara luas dan banyak digunakan
untuk analisa geoteknik dalam pencegahan
bencana alam dan perlindungan lingkungan. Selain
digunakan untuk mengetahui lapisan bawah
permukaan penggunaan lainnya adalah untuk
menentukan karakteristik fisik-mekanis batuan
seperti determinasi kekakuan (stiffness) lapisan
bawah tanah (Menzies dkk., 2000). Determinasi
nilai stiffness diperlukan pada pekerjaan konstruksi
untuk mencegah lapisan bawah tanah atau massa
batuan mengalami displacement.
Metode seismik refraksi dapat menjadi salah
satu solusi untuk menentukan stiffness (Jurić-
Kaćunić dkk., 2011). Konsep dasar metode seismik
refraksi adalah perbedaan elastic properties pada
batuan dan lapisan tanah. Kelebihan dari metode
seismik refraksi adalah dapat mendeteksi lapisan
dangkal. Metode ini dapat menganalisis ketebalan
lapisan penutup dan lapisan yang renggang,
mengklasifikasi batuan yang ada di sekitar
terowongan dan mengetahui zona rekahan(Haihong
dan Wei-wei, 2016).
Daerah penelitian melewati 3 buah formasi
geologi yang berbeda diantaranya :
Jurnal Geosaintek, Vol. 4 / 2 2018. 29-34. p-ISSN: 2460-9072, e-ISSN: 2502-3659
Artikel diterima 31 Juni 2018, Revisi 16 Agustus 2018. Online 31Agustus 2018
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v4i1 30
Tob adalah formasi brani dimana formasi ini
didominasi oleh batuan sedimen. Pada formasi ini
terdapat konglomerat dengan warna cokelat
keunguan, berukuran kerikil (4-64mm) sampai
kerakal (64-256 mm). dengan aneka fragemen
berupa andesit, batu gamping, batu sabak dan
argilit, granit, kuarsit, kadang-kadang “arkosic
gritsand” yang berbutir kasar, terpilah buruk,
menyudut-membundar tanggung, padat, keras
sampai dapat diremas dan umumnya tidak berlapis.
Umur formasi ini diperkirakan sama dengan
Formasi Sangkarewang dengan hubungan antar
formasi berupa hubungan menjemari, dengan
umur yaitu Paleosen hingga Eosen.
Qal merupakan jenis alluvium sungai yang
terdiri dari batu lempung, batu pasir, kerikil
bongkahan batu beku dan kuarsit. Pada peta
formasi ini ditunjukkan dengan warna putih.
PCkq merupakan anggota bawah formasi
Kuantan dimana pada formasi ini terdapat Kuarsit,
batupasir kwarsa dengan sisipan filit, batu sabak,
serpih, batuan gunung api, tuf klorit, konglomerat
dan rijang.
Terdapat 2 buah batuan berbeda yakni batuan
sedimen pada formasi Brani (Tob), Alluvium dan
batuan metamorf (PCKq). Pada formasi Tob dan
PCKq terjadi ketidak selarasan karena terjadi
perubahan umur yang lama. PCKq berumur
Permian Karbon dan Tob berumur Tersier.
Berdasarkan jenisnya ini termasuk dalam
nonconformity karena adanya lapisan batuan
sedimen yang menumpang pada batuan metamorf.
Proses terbentuknya ketika ada batuan sedimen
dengan batuan metamorf. Suatu saat proses
sedimentasi berhenti untuk waktu yang lama
sehingga perlapisan tersebut tererosi sampai
tersingkap batuan metamorf. Kemudian proses
sedimentasi berjalan lagi sehingga dihasilkan
metamorf dengan bagian atas tampak tererosi dan
ditumpangi suatu lapisan batuan sedimen.
METODOLOGI
Desain akuisisi seismik refraksi pada penelitian
ini memiliki panjang lintasan 1800 m. Dengan tail
600 m disamping kiri dan kanan lintasan. Fungsi
dari tail adalah untuk menghilangkan blank area
bawah permukaan di posisi geophone pertama.
Terdapat berbagai macam konfigurasi untuk
akuisisi data ada bentuk split spread, push end, pull
end dan custom. Pada penelitian ini digunakan
metode asymmetric split spread. Istilah asymmetric
digunakan karena jarak antar CMP (Common Mid
Point) tidak seimbang seperti pada gambar 1.
Metode asymmetric lebih efektif dilakukan untuk
survei seismik refraksi karena yang bergerak lebih
dominan adalah shot point.
Symmetrical Split Spread Asymmetrical Split Spread
SHOT POINT
GEOPHONE
Gambar 1 Perbedaan antara symmetrical split spread
dan asymmetrical split spread. Garis hitam menunjukkan
arah penjalaran sinar gelombang. (dok. penulis)
Untuk memudahkan penomoran digunakan
labelling dengan trace number. Labelling pada
setiap trace dimulai dari angka 1000, misal untuk
trace ke 1 berarti dimulai dari 1001. Hal ini untuk
memberikan kemudahan apabila diperlukan
tambahan trace sebelum trace ke 0. Sehingga trace
tersebut tidak memiliki nilai negatif. Setiap trace
mewakili 1 buah geophone. Jarak antar setiap trace
adalah 10 m dan jarak titik tembak (shot point)
berjarak setiap 5 buah trace. Pada gambar 2 trace
geophone disimbolkan dengan bendera biru dan
untuk SP disimbolkan dengan bendera merah.
Geophone yang sudah terpasang disambungkan
dengan WRU. Fungsi dari WRU untuk
mentransmisikan data yang diperoleh dari
geophone. Dalam setiap lintasan terdapat satu
buah LIU yang menerima data dari WRU. Dari LIU
data akan terkumpul dalam Labo.
Data - data seismik yang diperoleh
diidentifikasikan posisi setiap geophone dan posisi
sumber seismiknya dengan cara mengedit ataupun
membuat geometri, sehingga dapat dikenali oleh
komputer sebagai satu kesatuan database. Proses
Jurnal Geosaintek, Vol. 4 / 2 2018. 29-34. p-ISSN: 2460-9072, e-ISSN: 2502-3659
Artikel diterima 31 Juni 2018, Revisi 16 Agustus 2018. Online 31Agustus 2018
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v4i1 31
editing geometri dapat dilakukan di lapangan (pada
saat survei dilakukan) dan di evaluasi kembali
sebelum diproses. Pada lintasan 2D selain data
koordinat Easting dan Northing perlu juga diketahui
kondisi ketinggian masing masing geophone karena
dalam processing faktor topografi mempengaruhi
nilai inversi
WRU
GEOPHONE
SHOT POINT
TRACE
NUMBER
Gambar 2. Susunan konfigurasi pemasangan geophone
selama akuisisi data. Geophone yang digunakan adalah
single geophone (dok. penulis)
Gambar 3. Topografi daerah SMBR yang ekstrim akan
mempengaruhi hasil inversi
Data sinyal yang diperoleh dari lapangan tidak
selalu jernih sehingga diperlukan proses
pengolahan sinyal pada saat processing. Filtering
berguna untuk menghilangkan noise yang
menutupi sinyal seperti adanya aktivitas disekitar
geophone ataupun noise yang disebabkan
malfungsi dari alat (Nurdiyanto dkk., 2011).
Terdapat 4 jenis filtering yang dapat digunakan
pada pengolahan data sinyal antara lain low-pass
filtering, high-pass filtering, band-pass filtering dan
band reject-filtering. Penggunaan filtering
disesuaikan dengan kondisi data, tapi yang paling
umum digunakan adalah band-pass filtering. Proses
filtering dengan menggunakan metode
bandpass akan meloloskan sinyal yang berada di
dalam ‘trapesium’ bandpass.
Gambar 3. Topografi daerah SMBR yang ekstrim akan
mempengaruhi hasil inversi
Gambar4. Data seismik sebelum difilter
Gambar 5. Data seismik setelah difilter. Kotak berwarna
merah menunjukkan perbedaan yang jelas antara data
sebelum dan sesudah difilter
Jurnal Geosaintek, Vol. 4 / 2 2018. 29-34. p-ISSN: 2460-9072, e-ISSN: 2502-3659
Artikel diterima 31 Juni 2018, Revisi 16 Agustus 2018. Online 31Agustus 2018
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v4i1 32
Inversi adalah proses curve fitting antara data
observasi dengan data kalkulasi. Pada seismik
refraksi data yang berupa wiggle dilakukan picking
untuk memperoleh travel time. Dari proses
tersebut diperoleh nilai dalam bentuk ms. Dengan
menggunakan Persamaan inversi bisa didapatkan
nilai velocity dari setiap layer. Metode inversi yang
bisa dipakai ada beberapa macam diantaranya
Smoothness Constrained, Occam, Marquadt,
Focused dan Block. Pada penelitian ini metode yang
digunakan adalah Smoothness Constrained. Metode
inversi smoothness Constrained menggunakan
prinsip least square inversion dengan
menambahkan operator penghalus atau
smoothing. Hasil dari algoritma ini menghasilkan
citra yang halus tanpa batas tegas dan distribusi
parameter yang stabil. Matriks Persamaan dari
jenis inversi ini adalah sebagai berikut :
(ATWTWA + ΜcTC)Δm = ATWTΔf
Dimana A = Matriks Jacobian;
C = Operator smoothing;
W = Matriks yang berisi eror relative
terhadap data observasi;
m = Parameter section;
T = Parameter regulasi
f = Discrepancy vector (Perbedaan vektor)
antara data kalkulasi dan observasi.
Berdasarkan Persamaan tersebut dapat diketahui
bahwa kontras model tidak diminimalisir selama
proses inversi. Dengan algoritma ini memungkinkan
untuk menerima nilai misfit yang minimum. Pada
kebanyakan kasus metode ini digunakan untuk
langkah awal interpretasi (Zond, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil inversi seismik refraksi pada
lintasan SMBR seperti ditunjukkan pada gambar 9
diperoleh nilai velocity layer yang bervariasi.
Lapisan pertama terindikasi sebagai soil atau tanah
residual dengan nilai velocity 300-900 m/s dengan
kedalaman berkisar pada 10 – 15 m. Pada gambar 9
lapisan residual ditunjukkan oleh warna hitam dan
biru gelap. Pada lapisan kedua terindikasi sebagai
sandstone dengan rentang nilai velocity 1800 –
3100 m/s (Barton, 2007). Dan pada lapisan ketiga
terdapat lapisan siltstone dengan rentang 2400-
4400 m/s. Keberadaan zona anomali ditandai
dengan penurunan nilai velocity yang drastis, hal ini
bisa diindikasikan pengaruh patahan, rekahan,
ataupun kontak batuan. Pada daerah anomali yang
ditunjukkan pada gambar 8 harus diperhatikan
secara khusus dikarenakan nilai velocity yang
rendah merupakan tanda bahwa batuan tersebut
termasuk batuan yang lunak.
Pada penelitian ini selain menggunakan metode
seismik refraksi untuk menunjang interpretasi
dilakukan bor geoteknik dengan kedalaman 50
meter. Untuk pengeboran titik pertama dilakukan
pada trace ke-1006. Pengeboran pada titik BH1
diperoleh beberapa lapisan. Lapisan pertama
adalah soil dengan kedalaman 0-2 m. Lapisan kedua
adalah silt dengan gravel pada kedalaman 2 sampai
11 m. Lapisan ketiga berupa sandstone pada
kedalaman 11 – 37 m. Lalu terdapat lapisan
lempung pada kedalaman 37 - 42 m dan sisanya
sandstone pada kedalaman 42 – 50 m. Pada titik ini
lapisan soil terkorelasi dengan nilai velocity
dibawah 1000 m/s. Pada lapisan kedua atau silt
memiliki velocity yang lebih rendah yakni sekitar
1200 – 1400 m/s. Hal ini bisa disebabkan karena
adanya weathering zone. Lapisan ketiga terdapat
sandstone yang telah terkorelasi dengan nilai
velocity 1800 – 2800 m/s. Pada lapisan keempat
terdapat batuan lempung yang mana dari data
seismik tidak terbaca, hal ini karena clay memiliki
nilai velocity lebih rendah dibandingkan dengan
sandstone yang ada di atasnya, kasus seperti ini
dalam metode seismik refraksi disebut dengan zona
low velocity layer.
Jurnal Geosaintek, Vol. 4 / 2 2018. 29-34. p-ISSN: 2460-9072, e-ISSN: 2502-3659
Artikel diterima 31 Juni 2018, Revisi 16 Agustus 2018. Online 31Agustus 2018
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v4i1 33
Gambar 6. Penampang hasil
SIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pengolahan data
seismik refraksi diketahui bahwa daerah penelitian
didominasi oleh lapisan batuan dengan velocity
yang sangat tinggi. Pada lokasi tertentu terdapat
penurunan velocity yang diindikasikan sebagai
patahan sehingga pada saat pembangunan
terowongan perlu dilakukan perkuatan
terowongan. Untuk mengetahui jenis perkuatan
yang sesuai diperlukan adanya informasi tambahan
mengenai kecepatan geser (Vs) batuan sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut dengan metode
MASW (Multichannel Analysis Surface Waves),
serta untuk mengetahui adanya deformasi atau
kontak batuan saat dilangsungkan konstruksi
terowongan perlu dilakukan TSP (Tunnel Seismic
Prediction).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada PT Elnusa Tbk, selaku perusahaan
yang bersedia memberikan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian serta arahan dan
bimbingan yang diberikan selama mengerjakan
penelitian ini, Yang kedua penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada HAGI (Himpunan
Ahli Geofisika) yang memberikan dukungan
finansial selama penulis berada di lokasi penelitian.
Dan yang terakhir untuk dosen di Departemen
Teknik Geofisika yang senantiasa memberikan
bimibingan selama proses pengerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Barton, N. (2007), Rock quality, seismic velocity,
attenuation and anisotropy, CRC press.
Hai-hong, D. dan Wei-wei, J. (2016), Application of
Geophysical Methods in Tunnel Exploration,.
Jurić-Kaćunić, D., Arapov, I. dan Kovačević, M.S. (2011),
"New approach to the determination of stiffness of
carbonate rocks in Croatian karst", Gra\d jevinar,
Vol.63, No.02., hal. 177–185.
Menzies, B.K., Saxena, K.R. dan Sharma, V.M. (2000),
"Near-surface site characterisation by ground
stiffness profiling using surface wave geophysics",
dalam Instrumentation in Geotechnical Engineering,
Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd, hal. 43–71.
Nurdiyanto, B., Hartanto, E., Ngadmanto, D., Sunardi, B.
dan Susilanto, P. (2011), "PENENTUAN TINGKAT
KEKERASAN BATUAN MENGGUNAKAN METODE
Jurnal Geosaintek, Vol. 4 / 2 2018. 29-34. p-ISSN: 2460-9072, e-ISSN: 2502-3659
Artikel diterima 31 Juni 2018, Revisi 16 Agustus 2018. Online 31Agustus 2018
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v4i1 34
SEISMIK REFRAKSI", Jurnal Meteorologi dan
Geofisika, Vol.12, No.3. Diambil dari
http://202.90.199.54/jmg/index.php/jmg/article/vie
w/03.
Zond (2016), "Inversion", dalam Program of two
dimensional seismic data processing and
interpretation (surface, borehole and marine
variations) Module: correlation method of
refracted waves – layered medium, MASW,
amplitude inversion, anisotropy, Zond Geophysical
Softtware, hal. 60–63.
------------------------------
.

Anda mungkin juga menyukai