Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta:
EGC). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Aesculapius.).
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. (Sjaifoellah
Noer, 1997 hlm 435)
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman
gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut
bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan
dilepaskan ke aliran darah.  (Darmowandowo, 2006)
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.(FKUI,
2000)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer,
1998 ) ( Patriani, 2008)

B. Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 0 selama 15-20
menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien
menderita Typhoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinik demam thypoid :
Keluhan:
     Nyeri kepala (frontal) 100%
        Kurang enak di perut 50%
       Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
       Berak-berak 50%
        Muntah 50%
Gejala:
        Demam 100%
        Nyeri tekan perut 75%
        Bronkitis 75%
       Toksik 60%
       Letargik 60%
       Lidah tifus (“kotor”) 40%

(Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten,
suhu tubuh berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering
pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue,
lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi,
kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa
dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih
singkat

D. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa
dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel
epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung
dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Peran endotoksin dalam patogenesis demam Typhoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1.    Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2.    Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.    Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a.    Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
b.    Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c.    Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.

d.    Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
e.    Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita Typhoid
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman
Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal
4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H
> 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu
merupakan diagnosa pasti demam Typhoid bila hasilnya positif, namun
demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan Typhoid,
karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak
mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit
demam Typhoid, maka diagnosis klinis demam Typhoid diklasifikasikan atas:
1.   Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam Typhoid belum lengkap. Diagnosis
ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2.     Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap,
serta didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam
Typhoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3.     Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan
biakan atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan
titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O>
1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007. Buku Ajar
Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

G. Penatalaksanaan
1.   Medis
a.    Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1)    Klorampenicol
2)    Amoxicilin
3)    Kotrimoxasol
4)    Ceftriaxon
5)    Cefixim
b.    Antipiretik (Menurunkan panas) :
1)    Paracetamol
   2. Keperawatan
a.    Observasi dan pengobatan
b.    Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang
lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perforasi usus.
c.    Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
d.    Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan
dekubitus.
e.    Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.

f.     Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II.
Jakarta: EGC).

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a.         Pengkajian
1)        Identitas klien
Meliputi   nama,   umur,   jenis   kelamin,   alamat,   pekerjaan,   suku/
bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosa medik
2)        Keluhan utama
Keluhan  utama  demam thypoid adalah panas  atau demam yang  tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3)        Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi   ke
dalam tubuh.
4)        Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5)        Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6)        Pola-pola fungsi kesehatan
a)         Pola nutrisi dan metabolisme
Klien   akan   mengalami   penurunan   nafsu   makan   karena  
mual   dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit
bahkan tidak makan sama sekali.
b)        Pola eliminasi
Klien dapat mengalami  konstipasi   oleh   karena   tirah baring
lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecokelatan. Klien   dengan  
demam   thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar dan   merasa   haus,   sehingga   dapat  
meningkatkan   kebutuhan   cairan tubuh.
c)         Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d)        Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e)         Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakit anaknya.
f)         Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pada klien.
b.        Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C
muka kemerahan. Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

2. Diagnosa Keperawatan
1)   Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2)   Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake
cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3)   Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau infeksi

3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah dilakukan 1. Pantau suhu tubuh 1. Mengetahui suhu
tindakan pasien setiap 4 jam tubuh klien
keperawatan 2. Kolaborasi pemberian 2. Menurunkan
diharapkan suhu antipiretik sesuai demam.
tubuh pasien dapat anjuran 3. Meningkatkan
turun, kriteria: 3. Turunkan panas kenyaman,
-   Suhu tubuh stabil dengan melepaskan menurunkan
36- selimut atau temperatur suhu
37℃ menanggalkan pakian tubuh
-    Tanda-tanda vital yang terlalu tebal, beri 4. Perubahan tingkat
dalam rentang kompres pada aksila kesadaran dapat
normal dan liatan paha. merupakan akibat
4. Observasi adanya dari hipoksia
konfusi disorientasi jaringan
5.    Berikan cairan IV 5. Menghindari
sesuai yang dianjurkan. kehilangan air
natrium klorida dan
kalium yang
berlebihan.
2 Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada pasien 1. Agar   pasien  
tindakan tentag pentingnya dapat  
keperawatan cairan mengetahui  
diharapkan 2. Monitor dan catat tentang  
kebutuhan cairan intake dan output pentingnya  
terpenuhi, kriteria cairan cairan   dan  
-   - Tidak mual 3. Kaji tanda dan gejala dapat   memenuhi
-       - Tidak demam dehidrasi hypovolemik, kebutuhan cairan.
-       - Suhu tubuh dalam riwayat muntah, 2. Untuk mengetahui
batas normal kehausan dan turgor keseimbangan
kulit intake da output
4. Berikan cairan peroral cairan
pada klien sesuai 3. Hipotensi,
kebutuhan takikardia, demam
5. Anjurkan kepada orang dapat
tua klien untuk menunjukkan
mempertahankan respon terhadap
asupan cairan secara dan atau efek dari
dekuat kehilangan caira
6. Kolaborasi pemberian 4. Cairan peroral
cairan intravena akan membantu
memenuhi
kebutuhan caira
5. Asupan cairan
secara adekuat
sangat diperlukan
untuk menambah
volume cairan
tubuh
6. Pemberian
intravena sangat
penting bagi klien
untuk memenuhi
kebutuhan cairan
yang hilang
3 Setelah dilakukan 1. Lakukan pegkajian 1. Respon nyeri
tindakan nyeri secara sangat individual
keperawatan pasien komprehensi sehingga
menunjukkan tingkat penangananya pun
kenyamanan 2. Observasi  reaksi berbeda untuk
meningkat, kriteria: nonverbal dari masing-masing
-   -  Pasien dapat ketidaknyamanan. individu.
melaporkan 3. Kontrol faktor 2. Menngetahui
nyeri berkurang lingkungan yang tingkat kenyamanan
-  Frekuensi nyeri mempengaruhi nyeri
-    - Tanda-tanda vital seperti suhu ruangan, 3. Lingkungan yang
dalam pencahayaan, nyaman dapat
batas normal kebisingan. membantu klien
4. Ajarkan teknik non untuk mereduksi
farmakologis nyeri.
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi 4. Pengalihan nyeri
nyeri. dengan relaksasi
5. Berikan analgetik dan distraksi dapat
untuk mengurangi mengurangi nyeri
nyeri. yang sedang timbul.

5. Pemberian
analgetik yang tepat
dapat membantu
klien untuk
beradaptasi dan
mengatasi nyeri.

4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

5. Evaluasi Keperawatan
a) Tidak mual
b) Tidak demam
c) Suhu tubuh dalam batas normal
d) Tidak terjadi kekurangan volume cairan
e) Pasien dapat melaporkan nyeri
f) nyeri berkurang
g) Tanda-tanda vital dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Susilo. (2011). Pengobatan Demam Typhoid. Yogyakarta: Nuha


Medika

Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Simanjuntak, C. H. (2009). Demam Typhoid, Epidemiologi dan Perkembangan


Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Jakarta. Nuha

Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Soedarmo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI

Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai