Anda di halaman 1dari 32

Pendahuluan

Konjungtivitis adalah keradangan pada selaput lendir yang mengenai bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.Beberapa tipe
konjungtivitis dan penyebabnya antara lain adalah oleh bakteri, klamidia, virus, riketsia,
penyebab yang berkaitan dengan penyakit sistemik, jamur, parasit, imunologis, sebab kimia
atau iritatif lainnya, penyebab yang tidak diketahui dan sekunder oleh karena dakriosistitis
atau kanalikulitis. Diantara penyebab-penyebab tersebut, yang paling sering diketemukan di
masyarakat adalah konjungtivitis disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis, kebanyakan strain adenovirus
manusia, herpes simplex virus tipe 1 and 2, and dua picornaviruses. Dua agen yang ditularkan
secara seksual yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis and
Neisseria gonorrhoeae. 1

Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri merupakan konjungtivitis yang sering


dijumpai kedua setelah konjungtivitis viral apabila dibandingkan dengan konjungtivitis tipe
lainnya.2Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata
sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya
mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak,
berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya,
selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan
dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis
papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa
kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih,
dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati,
karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Pada kali ini pembahasan akan lebih
menkankan kepada konjungtivitis yang sebabkan oleh alergi, bakteri dan virus.

1
Pembahasan
Konjungtiva
Anatomi
Permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dcngan kulit pada lepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.1
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekal
erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva
bulbaris. 1
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat
berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. (Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal
superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),
konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. 1
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika
semilunaris) terlelak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa
binatang. Struklur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial
kcbagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung clemen
kulit dan membran mukosa. 1

2
Gambar 1: Anatomi konjungtiva.2
Histologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat pcrsambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna
lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. 1
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa
tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada nconatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa
kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang
konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata. 1
Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan
funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause
berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi
atas tarsus atas. 1

Perdarahan, Limfe, & Persarafan

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang
banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tcrsusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus
limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama
1
nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. Supraorbital nerve,
supratrochlear nerve, infratrochlear nerve, infraorbital nerve, lacrimal nerve, long ciliary
nerve merupakan sarah yang mempersarafi konjungtiva.

3
Gambar : Perdarahan konjungtiva. 2

Gambar 3: Persarafan konjungtiva. 4

4
Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah pengertian yang nonspesifik untuk mendeskripsikan inflamasi
pada konjuntiva, dimana penyebabnya bias dari berbagai macam kondisi. Pada umumnya
konjungtivitis disebut red eye atau pink eye. Konjungtivitis memiliki penyebaran yang luas,
menyerang seseorang dengan semua usia, ras, social dan gender. Di United States, prevalensi
pada umut 1-74 tahun adalah 13 dalam 1000. Walaupun tidak terdapat dokumen yang
relianel, konjuntivitis diperkirakan menjadi salah satu penyepab penyakit mata paling umum.
Kebanyakan dari kasus konjuntivitis yang terkait dengan infeksi adalah sporadikdan terkait
dengan wabah endemic. Faktor resiko yang spesifik untuk berkembangnya penyakit
tergantung dari penyebab utamanya. Pasien perlu mengambil jalan intuk membatasi
penyebaran dari konjuntivitis ke individu lain. Diikuti dengan higienitas dan membatasi
kontak langsung dapat mengurangi tranmisi infeksi.5

Klasifikasi Konjungtivitis menurut American Optotric Association adalah:5


1. Konjungtivitis Alergika
a. Keratokonjungtivitis atopic
b. Konjungtivitis alergika simple
c. Konjungtivitis Musiman
d. Konjungtivitis vernal
e. Giant Papillary Conjungtivitis
2. Konjungtivitis Bakterialis
a. Konjungtivitis bakterial hiperakut
b. Konjuntivitis bakterial akut
c. Konjungtivitis bakterial kronik
3. Konjungtivitis Viral
a. Konjungtivitis adenoviral
b. Konjungtivitis hepertika
4. Konjungtivitis Klamidial
5. Bentuk lain konjungtivitis
a. Konjungtivitis terkait lensa kontak
b. Konjungtivits mekanik
c. Konjungtivitis traumatika
d. Konjungtivitis toxic
e. Konjungtivitis neonatal

5
f. Sindrom oculoglandular Parinaud
g. Konjuntivitis Phlyctenular
h. Konjungtivitis sekunder

Gambaran Klinik

Gejala Klinis
Gejala penting konjungtivitis adaah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau
terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotopobia. Sensasi benda asing dan
sensasi tergores atau terbakar sering dihubungakan dengan edema dan hipertrofi papilla yang
biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. 6

Discharge 7
1. Watery terbentuk dari eksudat serosa dan airmata dan biasanya terjadi pada
konjungtivitis alergika atau virus.
2. Mukoid tipikal untuk konjungtivitis alergika kronik dan konjungtivitis sika
3. Mukopurulen tipikal terjadi pada infeksi klamidia atau infeksi bakteri.
4. Purulen sedang terjadi pada konjungtivitis bakteriais akut
5. Purulen berat tipikal untuk infeksi gonokokus

Reaksi konjungiva
1. Hyperemia (Injeksi)
Tanda klinis konjungtivitas akut yang paling menyolok. Kemerahan paling jelas
difornik dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior. warna merah terang mengesankan kongjungtivitis bakteri, dan
tampilan putih susu mengesankan konjungtivitis alergika.6

2. Haemoragik
Sering terjadi oleh karena infeksi virus dan kadang terjadi konjuntivitis bakterial. 6

3. Kemosis (edema konjungtiva).

6
Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik akut
tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau konjungtivitis
meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang,
chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 6

4. Membran dan Pseudomembran


Hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajadnya . Pseudomembran adalah
suatu pengentalan diatas permukaan epitel , yang bila diangkat , epitelnya utuh.
Membrane adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel, yang jika diangkat
meninggalkan permukaan kasar dan berdarah. 6

5. Subkonjungtiva scarring
Terjadi pada trakoma dan tipe lain dari konjuntivitis sikatrik. Scar yang berat
berhubungan dengan hilanganya sel goblets dan aksesoris glandula lakrimalis. 6

6. Folikel
Tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus, semua konjungtivitis
klamidia. Folikel merupakan suatu hyperplasia limfoid local didalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Secara klinis, folikel
dapat dikenali sebagai struktur bulat kelabu atau putih yang avascular. Pada
pemeriksaan slitlamp tampak pembuluh-pembuluh kecil yang muncul pada batas
folikel dan mengitarinya. 6

7. Hipertrofi papil
Reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus
atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang
membentuk substansi papilla mencapai membrane basal epitel, pembuluh ini
bercabang-cabang diatas papilla mirip jeruji diatas payung. Eksudat radang
mengumpul diantara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva.
Pada penyakit-penyakit nekrotik, eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi
atau jaringan ikat. Bila papilanya kecil, tampilan konjuntiva umumnnya licin, seperti
beudru. Konjuntiva dengan papilla merah mengesankan penyakit bakteri atau
klamidia. Pada infiltrasi berat konjuntiva dihasikan papil raksasa. Pada

7
keratokonjuntivitis vernapl, paila ini disebut juga cobble stone karena tampilannya
yang rapat; papilla raksasa beratap rata, polygonal dan berwarna putih kemerahan. Di
tarsus superior, papilla macam ini mengesankan keratokonjungtivitis vernal dan
konjungtivitis papil raksasa dengan sesnsitivitas terhadap lensa kontak; di tasus
inferior mengesankan keratokonjungtivitis atopik. 6

Limadenopati preaurikuler
Adalah tanda penting konjuntivitis. Sebuah KGB preaurikuler tampak jelas pada
sindrom okuloglandular Parinaud dan jarang pada keratokonjuntivitis epidemika. Kadang-
kadang limfadenopati preaurikuler terlihat pada anak-anak dengan infeksi kelenjar meibom. 6

8
Gambar 4: (A)Injeksi(B)Hemaroagik(C)Kemosis(D)Pseudmembran(E)Infiltrasi(F)Subconjuntiva
scarring.7

9
Gambar 5: (A)Conjunctival follicles; (B) histology of a follicle shows two subepithelial germinal
centres with immature lymphocytes centrally and mature cells peripherally; (C) conjunctival
macropapillae; (D) histology of a papilla shows folds of hyperplastic conjunctival epithelium with a
fibrovascular core and subepithelial stromal infiltration with inflammatory cells. 7

Pemeriksaan Konjungtiva

Awali pemeriksaan dengan anamnesis, tanyakan pad apasien keluhan yang dirasakan
pada matanya, riwayat penyakit sebelumnya, obat yang sudah dipakai, sudah berapa lama
sakitnya. Cara memeriksa konjungtiva palpbera yaitu dengan menarik palpebral inferior ke
bawah dan membalikan permukaan dalam palpebera superior keluar (eversi), sehingga
konjungtiva bias terlihat. Palpebral superior bisa bertahan lebih lama dalam keadaan terbalik
karena ada tarsus yang menahan. Keadaan normalnya adalah apabila konjungtiva berwarna
merah muda, tipis, halus, basah danmengkilat. Sedangkan abnormalitas yang tampak bias
berupa warna yang lebih merah, pucat atau anemic. Fornix inferior lebih dangkal daripada
yang superior, karena palpebral inferior tidak sepanjang palpebral superior. Fornix superior
lebih merah karena pembuluh darahnya lebih banyak. Perlu diperhatikan permukaannya:
kasar-halus, basah-tidak, ukuran, eksudat, adanya benda asing. Pemeriksaan konjuntiva bulbi
sebaiknya mengidentifikasikan warna kemerahannya, mengkilat tidaknya, kebasahan da nada
tidaknya pembengkakan. Kemerahan yang terjadi bias menandakan proses radang, iritasi,
pembendungan, perdarahan, mauun hemangioma. Perubahan bentuk yang terjadi bias berupa
flikten, penguikulum, pretigium, simblefaron, presudopterigium dan pterigium artifisialis.8

10
Evaluasi Klinis Radang Konjungtiva

Evaluasi radang konjungtiva mencakup di antaranya mengenai jenis secret, jenis


reaksi konjungtiva, ada tidaknya pseudomembran atau membrane, da nada tidaknya
limfadenopati preaurikuler. Sekret yang ada bias seperti air yaitu berupaeksudat serosa dan
air mata yang disebabkan karena infeksi virus, inflamasi toksis. Sekret juga bias mukoid
yang ditemukan pada konjuntivitis vernalis dan konjungtivitis sika. Secret purulent
ditemukan pada infeksi bakteri akut berat. Secret mukopurulen ditemukan pada infeksi
bakteri ringan dan infeksi klamidia. Secret mukoid dibedakan dengan pemeriksaan sederhana
berikut; kapas dibasahi sedikit lalu diusap ke sekretnya. Apabila sekretnya terserap berarti
purulent , kalau bias memanjang maka berarti sekretnya mukoid.8

Tabel 1: Component History of Patient with Conjungtivitis.7

Konjungtivitis Alergi

11
Konjungtivitis alergi merupakan peradangan konjungtiva akibat alergi atau reaksi
hipersensitivitas yang mungkin segera (Humoral) atau tertunda (seluler). Menurut sensitifitas
terhadap alergen, kponjungtiva sepoluh kali lebih sensitif dibandingkan dengan kulit. 9
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang tinggi.
Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah
mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai
pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset
pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum
onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak
pada dewasa muda.10

Patogenesis

Tipe reaksi immunologi yang didapatkan pada konjungtivitis alergi berupa reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi
sebelumnya berkontak dengan antigen yang spesifik. Imunoglobulin E (IgE) mempunyai
afinitas yang kuat terhadap sel mast, dan cross-link 2 IgE oleh antigen akan menyebabkan
degranulasi sel mast.9
Degranulasi sel mast mengeluarkan mediator-mediator inflamasi di antaranya
histamin, triptase, chymase, heparin, chondroitin sulfat, prostaglandin, thromboxane, and
leukotriene. Mediator-mediator ini bersama dengan faktor-faktor kemotaksis akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan migrasi sel neutrophil dan eosinophil.
Ini merupakan reaksi alergi yang paling sering pada mata.9

Klasifikasi Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi dibagi menjadi beberapa tipe, seperti:


Konjungtivitis alergi simplek

Biasanya ringan, konjungtivitis alergi non-spesifik ditandai dengan gatal, hiperemis dan
respon papiler ringan. Pada dasarnya, gejalanya adalah reaksi urtikaria akut atau subakut.9

Etiologi

12
Hal ini terlihat dalam bentuk:9
1. Konjungtivitis hay fever : biasanya disertai dengan hay fever (rhinitis alergi). Alergen
yang umum diantaranya seerbuk sari, rumput dan bulu binatang.
2. Seasonal allergic conjunctivitis (SAC). SAC merupakan respon terhadap alergen
musiman seperti serbuk sari. Ini adalah hal yang sangat umum.
3. Perennial allergic conjunctivitis (PAC) merupakan respon alergen menahun seperti
debu rumah dan tungau. Hal ini sangat jarang.1

Patologi
Patologikal dari konjungtivitis alergi simplek meliputi reaksi vaskuler, seluler dan reaksi
konjungtiva.9
1. Respon vaskuler ditandai dengan vasodilatasi hebat dan tiba-tiba dan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah yang mengarah ke eksudasi.
2. Respon seluler dalam bentuk infiltrasi dan eksudasi konjungtiva oleh karena eosinofil,
plasma sel dan sel mast memproduksi histamin dan histamine-like substances.
3. Respon konjungtiva terjadi dalam bentuk pembengkakan konjungtiva diikuti oleh
peningkatan pembentukan jaringan ikat dan hiperplasia papiler ringan.

Gambaran klinis
Gejala. termasuk intensitas gatal dan rasa terbakar pada mata disertai mata berair dan
fotopobia ringan
Tanda. a). Hiperemis dan kemosis yang memberi kesan bengkak pada konjungtiva. b).
Konjungtiva menunjukan reaksi papiler ringan. c). Edema kelopak.9

Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan:9
- Gejala dan tanda yang khas
- Flora normal yang ada di konjungtiva
- Ditemukannya eosinofil yang tinggi pada sekret mata.

13
Penatalaksanaan
a. Non-medikamentosa
Penatalaksanaan non-medikamentosa ditujukan pada eleminasi dan menghindari
sumber allergen. Kompres dingin bisa diberikan untuk membantu mengatasi gatal-
gatal.9
b. Medikamentosa

Local
-
topical antihistamin
-
mast-cell stabilizer seperti cromolyn sodium
-
topical vasokonstriktor seperti adrenalin, efedrin dan nafazoline.
-
air mata artificial guna untuk dilusi dan irrigasi allergen dan mediator
inflamasi di permukaan ocular.9

Sistemik : antihistamin oral
c. Imunoterapi : hiposensitisasi dengan pemberian injeksi ekstrak allergen1

Keratokonjungtivitis vernal

Keratokonjungtivitis vernal adalah inflamasi konjungtiva yang rekuren, bilateral,


interstitial dan self-limiting. Pada Keratokonjungtivitis vernal terjadi perubahan-perubahan
akibat dari reaksi alergi musiman.

Etiologi

Hal ini berhubungan dengan reaksi hipersentifitas terhadap beberapa alergen eksogen
seperti serbuk sari. Keratokonjungtivitis vernal dianggap sebagai kelainan atopik pada
banyak kasus, dimana mekanisme IgE-mediated memainkan peranan penting. Pasien
biasanya mempunyai riwayat pribadi atau riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atopik
seperti hay fever, asma, atau eksim dan pada darah tepi menunjukan kadar eosinofil dan
kadar serum IgE yang meningkat.9
Faktor predisposisi:
1. Umur 4-20 tahun, lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan.
2. Musim. Paling sering pada musim panas sehingga diberi nama “catarrch
musim panas” atau “konjungtivitis musim kemarau”.

14
3. Iklim. Paling sering pada iklim tropis, kurang pada iklim hangat dan sangat
jarang pada iklim yang dingin.9

Patologi
1. Epitel konjungtiva mengalami hiperplasia dan menekan jaringan subepitel.
2. Lapisan adenoid menunjukan infiltrasi seluler yang disebabkan karena eosinofil,
plasma sel, limfosit dan histiosit.
3. Lapisan fibrosa mengalami proliferasi dan megalami degernerasi hialin.
4. Pembuluh konjungtiva mengalami proliferasi, peningkatan permeabilitas dan terjadi
vasodilatasi.9
Semua perubahan patologis ini menyebabkan pembentukan beberapa papila di konjungtiva
tarsal atas.

Gambaran klinis
Gejala
Catarrch musim panas ditandai dengan rasa terbakar dan sensai gatal yang biasanya
dapat dikurangi dan dihindari saat pasien berada di udara yang hangat dan lembab. Rasa gatal
lebih ditandai dengan perubahan pada palpebra. Gejala lain yang berhubungan dengan
penyakit ini meliputi fotopobia ringan, mata berair, palpebra berselaput dan terasa berat.9

Tanda
Keratokonjungtivitis vernaldapat ditandai berdasarkan:

Pada tipe palpebral, terdapat papil-papil besar/raksasa yg tersusun sepertt batu
bata (cobble stones appearance). Cobble stones menonjol, tebal dan kasar
karena serbukan limfosit, plasma, eosinofil dan akumulasi kolagen & fibrosa.
Hal ini dapat menggesek kornea sehingga timbul ulkus kornea.

Pada tipe bulbar/limbal terlihat penebalan sekeliling limbus karena massa
putih keabuan. Kadang-kadang ada bintik-bintik putih (Horner-Trantas dots),
yang terdiri dari sebukan sel limfosit, eosinofil, sel plasma, basofil serta
proliferasi jaringan kolagen dan fibrosa yang semakin bertambah.9

Campuran antara tipe palpebral dan tipe bulbar
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri dan menghilang sendiri setelah 5-10 tahun.

15
Gambar 6:Palpebra pada keratokonjungtivitis vernal.7

Gambar 7: Bulbar pada keratokonjungtivitis vernal.7

Penatalaksanaan9
a. Terapi lokalis

Steroid topical – penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal,
tetapi harus hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid
dimulai dengan pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan
dengan terapi maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang
sering dipakai adalah fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan
dexamethasone. Fluorometholon dan medrysone adalah paling aman antara
semua steroid tersebut.

Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%

Antihistamin topical

Acetyl cysteine 0,5%

Siklosporin topical 1%

b. Terapi sistemik;

Anti histamine oral untuk mengurangi gatal

Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive

16
c. Terapi lain

Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal
atau dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.

Kaca mata gelap untuk fotofobia

Kompres dingin dapat meringankan gejala

Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin 10

Keratokonjungtivitis Atopik
Keratokonjungtivitis atopik adalah inflamasi konjungtiva bilateral dan juga kelopak mata
yang berhubungan erat dengan dermatitis atopi. Kebanakan pasien adalah dewasa muda yang
memiliki riwayat atopik. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini kurang aktif saat
pasien telah berusia 50 tahun.9

Gejala klinis9
 Gatal, nyeri dan sensasi kering
 Sekret yang mukoid
 Fotopobia atau pandangan yang kabur.
Tanda
 Terdapat papil-papil halus pada palpebra dan eritematous
 Konjungtiva tarsal seperti putih susu. Terdapat papil halus, kemerahan dan
jaringan parut.
 Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan penyakit setelah
eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang. Timbul keartitis perifer superfisial
yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat terjadi seluruh kornea
kabur, vaskularisasi dan ketajaman penglihatan menurun.
Perjalanan penyakit. Sperti pada dermatitis, keratokonjungtivitis atopik berulangkali
mengalami eksaserbasi dan remisi. Sama seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
kurang aktif pada dekase kelima.

Penatalaksanaan
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat
kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200mg) ternyata
bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan

17
iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat,
mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.11
Konjungtivitis Giant Papillarry
Merupakan inflamasi konjungtiva dengan penampakan papil yang sangat besar.

Etiologi
Merupakan respon alergi (hipersentifitas tipe lambat) yang kaya basofil dengan
komponen IgE humoral, biasanya disebabkan karena pemakaian lensa kontak atau mata
buatan dari plastik.9

Gambaran klinis9
Gejala
Seperti gatal, berserabut, membaik dengan penggantian prostesis mata plastik dengan kaca
dan memakai kaca mata bukan lensa.
Tanda
Hipertrofi papiler (1mm) pada konjungtiva tarsal atas, mirip seperti pada keratokonjungtivitis
vernal yang hiperemi.

Gambar 8: Konjungtivitis Giant Papillarry.7

Penatalaksanaan
Pada konjungtivitis giant papillary tatalaksana yang paling baik adalah menghindari
kontak dengan iritan. Jika memakai lensa kontak, dinasehatkan agar mengganti dengan
memakai kaca mata. Jika tetap menggunakan lensa kontak, perawatan lensa kontak yang baik
seperti desinfeksi dan pembersihan dengan cairan yang tepat dan jangan memakai melewati
waktunya. Dapat juga diberikan disodium cromoglyn sebagai terapi simptomatik. 9

18
Prognosis dan Komplikasi
Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus
dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius jika tidak ditangani dengan cepat dan benar.
Pada umumnya konjungtivitis tidak menimbulkan komplikasi melainkan efek terhadap
kualitas hidup penderita. Iritasi pada mata menyebabkan penderita susah untuk keluar rumah
pada waktu tertentu. Konjungtivitis juga dapat mengganggu konsentrasi sewaktu bekerja
ataupun di sekolah.10,11
Pada konjungtivitis giant papillary, iritasi kronis akan menyebabkan keratitis yaitu
inflamasi pada kornea dan dapat menyebabkan kebutaan permanen karena terjadi ulserasi
pada permukaan kornea. Pada keratokonjungtivitis vernal juga dapat menyebabkan keratitis
jika tidak ditatalaksana.11

Konjungtivitis Bakterialis

Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata
dan iritasi mata. 6

Etiologi dan Faktor Resiko


Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli,
sedangkan bentuk kronik termasuk blefarokonjungtivitis, staphhylococcus aureus, Moraxella
lacunata, paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis. Jenis jarang ( akut, subakut, kronik ) streptococci,
Moraxella caterrhaiis, Coliform, Proteus, Corynebacterium diphteriae, Mycobacterium
tuberculosis.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada
orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.6

19
Penyebabnya banyak diantaranya:6
1. Hiperakut (purulen)
 Neisseria gonorrhoeae
 Neisseria meningitidis
2. Akut (mukopurulen)
 Pneumococcus (Streptococcus pneumoniae) (iklim sedang)
 Haemophilus aegyptius (Koch-Weeks bacillus) (iklim tropik)
3. Subakut
 Haemophilus influenzae (iklim sedang)
4. Menahun, termasuk blefarokonjungtivitis
 Staphylococcus aureus
 Moraxella lacunata (diplobacillus dari Morax-Axenfeld)
 Streptococcus
 Moraxella catarrhalis
 Proteus
 Corynebacterium diptheriae
 Mycobacterium tuberculosis

Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran
dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang
merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotik.6
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal
dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.11

20
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan
sering dijumpai edema pada kelopak mata. 11
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri
namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, kan
oleh sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata
yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.12

Konjungtivitis Bakterial Hiperakut


Onset yang cepat dari perbanyakan discharge, hiperemis konjungtiva yang berat,
kemosis dan edema kelopak. Konjuntivitis mungkin unilateral atau bilateral, diperberat
dengan nyeri, nyeri pada bola mata dan limfadenopati preaurikular.5

Gambar 9: Konjungtivitis bakterial hiperakut.13

Konjungtivitis Bakterial Akut


Onset akut dari discharge unilateral, iritasi, hyperemia konjungtiva difus. Konjuntiva
tarsal biasanya terdapat respon papilari. Mukopurulen/purulent adalah yang paling sering
dalam konjuntivitis bacterial akut; limadenopati preaurikuler biasanya tidak ditemukan. Mata
yang lain biasanya terkena dalam 48 jam. Pada anak-anak 6 bulan- 3 tahun disertai warna
kebiruan dan bengkak pada periorbital dicurigai terjadi progresivitas menjadi selulitis orbital
oleh Haemophilus influenza. Infeksi ini diikuti dengan demam dan ISPA, dapat memburuk
menjadi septicemia, meningitis metastatic, artritis septik atau endoftamitis.5

21
Gambar 10: Konjungtivitis bakterial akut.

Konjungtivitis Bakterial Kronik


Variasi dari gejala yang non spesifik dan temuan klinis. Pasien mengalamis iritasi
kronik yaitu lebih dari 4 minggu, sensai benda asing dan hiperemis yang tidak begitu jelas.
Reaksi folikel dan papiler dapat terjadi dan mukoid discharge dapat terjadi. Konjungtivitis
kronik sering disertasi hiperemis kelopak dan krusta pada kelopak yang terdapat pada pagi
hari.5

Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja
penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada
pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan
riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit,
riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan
obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit,
riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak.

Pemeriksaan laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dengan


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan gram atau
giemsa. Pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Kerokan
konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan
diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran.11

Penatalaksaan

22
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis
harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva.11

Tabel 2: Antimikroba yang Sering Digunakan dan Spectrum Aktivitasnya.5

Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi
dapat berlangsung 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis
stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap
menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi
kornea dan endoftalmitia). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi

23
meningokokus ke dalam darah dan meningen, hasil akhir konjungtivitis meningokokus
adalah septikemia dan meningitis. Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat
sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan..11

Konjungtivitis Viral

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada


peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan agen
infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.14
Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab konjungtivitis.Adenoviral
merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis
adenovirus antara lain demam faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika.
Infeksi mata primer oleh karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan
biasanya menimbulkan konjungtivitis folikuler.Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV
tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis terutama pada neonatus.
Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster (VZV), pikornavirus
(enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum kontagiosum, vaccinia), serta Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis
hemoragika akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah
dan hemoragik.Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang
terjadi akibat shedding partikel virus dari lesi kedalam sakus konjungtiva.Infeksi oleh virus
Vaccinia saat ini sudah jarang ditemukan seiring dengan menurunnya insiden infeksi
smallpox.Infeksi HIV pada pasien AIDS pada umumnya menyebabkan abnormalitas pada
segmen posterior, namun infeksi pada segmen anterior juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis
yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama daripada individu lain yang
immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada periode terinfeksi virus
sistemik seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles, mumps,
Newcastle) atau Rubella.15

Etiologi
Adenovirus merupakan virus paling sering menyebabkan konjungtivitis. Konjungtivitis
demam faringokonjungtiva disebabkan adenovirus tipe 3, 4, dan 7. Sedangkan

24
keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37.3,5 Adenovirus
mudah menular. Transmisi biasanya melalui sekret yang dihasilkan mata yang terinfeksi.
Keratokonjungtivitis epidemi memiliki gejala klinis berupa konjungtivitis folikular, sekret
cair, hiperemis, kemosis, pembesaran kelenjar getah bening preaurikel, dan terkadang
terbentuk membran atau pseudomembran. Infeksi virus biasanya akut dan bersifat self-
limiting. Infeksi adenovirus biasanya membaik sekitar 14 hari setelah muncul gejala klinis.11
Keterlibatan kornea kadang terjadi sehingga penurunan visus dapat ditemukan pada
penderita. Konjungtivitis demam faringokonjungtiva lebih sering terjadi pada anak-anak
daripada orang dewasa. Gejala berupa konjungtiva hiperemis, demam, faringitis, pembesaran
kelenjar getah bening preaurikular, sekret cair, fotofobia, pseudomembran, kelopak mata
bengkak. Masa inkubasi sekitar dua minggu. Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul
sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan
kecacatan.

Koanjungtivitis Akut
Demam Faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7.
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 -400C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan
pada mukosa faring. Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral.mata merah dan berair
mata sering terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di
daerah subepitel.Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom
yang ditemukan pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala
utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis).6,8

Keratokonjungtivitis Epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19, 29,
dan 37.Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu mata
kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah.Gejala awal
berupa nyeri sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia,
keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat.Fase akut ditandai dengan edema palpebra,
kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan perdarahan
konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran ataupun membran sejati yang
dapat meninggalkan parut datar ataupun symblepharon.Konjungtivitis berlangsung selama 3-

25
4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa disertai parut.6,8
Gambar 11: Keratokonjungtivitis epidemika.16
Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan luar

biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret mukoid, dan
fotofobia.Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh
herpes mata.Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi
eptelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang
bercabang banyak (dendritik).Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat juga
pseudomembranosa.Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra,
disertai edema berat pada palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang
khas untuk konjungtivitis HSV.6,8

Konjungtivitis Hemoragika Akut


Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan kadang-
kadang oleh virus coxsakie tpe A24.Yang khas pada konjungtivitis tipe ini adalah masa
inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).Gejala dan
tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timbul
kemosis.Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh
bintik-bintik perdarahan.Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke
bawah.Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva,
dan keratitis epithelia.Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala

26
demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang
melalui media sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.6,8

Gambar 12: Konjungtivitis hemoragika akut.17


Diagnosis
Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting
dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien
akanmengeluhkan gejala-gala yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah). Pasien
juga dapat mengeluhkan mata berair dan gatal. Keluhan mata merah biasanya menetap dan
tidak bertambah merah setelahnya. Dari pemeriksaan fisik bisa terdapat riwayat demam. Pada
mata dapat ditemukan injeksi konjungtiva, palpebra hiperemis, sekret serous terutama di
daerah forniks, dan dapat dijumpai folikel. Sebagian dari pasien akan mengalami
pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Sistem
limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular.
Nodus limfatikus yangmembengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai
tanda diagnostik dari konjungtivitis viral.
Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian
depan mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian
bawah kelopak mata pada konjungtiva. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk
konjungtivitis viral adalah kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan
pada infeksi yang menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva
yang atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan
sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan.Pada konjungtivitis virus ditemukan sel
mononuklear dan limfosit.Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan memaparkan
organism penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit

27
itu.Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan.Polymerase chain
reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan
dilakukan pada fase akut.8

Diagnosa Banding Konjungtivitis


Setelah melihat pembahasan diatas mengenai konjungtivitis alergi, virus dan bakteri
kita mengetahui gambaran klinis yang khas dari masing-masing penyebab. Berikut bisa
dillihat dalam tabel 3 perbedaan antara etiologi konjungtivitis. Seperti yang dijelaskan pada
pertama kali, konjungtivitis sering kali disebut mata merah. Penyakit mata merah juga
tentunya bukan hanya dimiliki oleh konjungtivitis. Berikut pada tabel 4 diagnosa banding
mata merah,

Tabel 3 : Perbedaan Masing-Masing Etiologi Konjungtivitis.


11
Temuan klinis dan Viral Bakteri Klamida Alergika
sitogi
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata beair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudatif Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenophaty Sering Jarang Hanya sering Minimal
periarikular pada
konjungtivitis
inklusi

Pada kerokan dan Monosit Bakteri , PMN PMN,sel Eosinofil


eksudaf yg dipulas ngplasma,
badan inklusi
Disertai sakit Sesekali Sesekali Tak pernah Tidak ada
tenggorokan dan

28
demam

Tabel 4 : Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan Subjektif dan
Obyektif.11
Gejala Glaukoma Uveitis Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi
subyektif akut akut
dan
obyektif
Penurunan +++ +/++ +++ - - -
Visus
Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
Fotofobia + +++ +++ - - -
Halo ++ - - - - -
Eksudat - - -/++ +++ ++ +
Gatal - - - - - ++
Demam - - - - -/++ -
Injeksi + ++ +++ - - -
siliar
Injeksi ++ ++ ++ +++ ++ +
konjungtiva
Kekeruhan +++ - +/++ - - -
kornea
Kelainan Midriasis Miosis Normal/ N N N
pupil nonrekatif iregular miosis

29
Kedalaman Dangkal N N N N N
COA
Tekanan Tinggi Rendah N N N N
intraokular
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar - - - - + -
preaurikular

Penutup

Kita telah melihat pembahasan mengenai konjungtivitis diatas mulai dari definisi
sampai penatalaksanaan. Konjungtivitis merupakan penyebab penyakit mata paling sering
yang bisa dialami oleh setiap orang. Konjungtivitis juga disebabkan oleh bermacam-macam
agen seperti bakteri, virus dan alergi itu sendiri. Diperlukan pengkajian pasien yang baik
seperti anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menegakan diagnosa konjungtivitis yang nantinya
akan berpengaruh pada hasil pengbatan itu sendiri.

Daftar Pustaka

1. Riordan P. Eyes anatomy and embryology. In: Vaughan & Asburry’s General
Opthalmology. 18th edition. McGraw-Hill Companies. USA: 2013. P5-6
2. Gambar 1:Anatomi konjungtiva. Diunduh dari:
http://media.mansmed.com/data/media/4/conjunctiva_01_anatomy.jpg
3. Gambar 2 : Perdarahan konjuntiva. Diunduh dari:
http://www.eophtha.com/eophtha/anatomy/Conjunctiva/Bloodsupply%20%20%20of
%20conjunctiva.PNG
4. Gambar 3: Persarafan konjungtiva. Diunduh dari:
http://www.nysora.com/files/2013/local-regiona-anesthesia-for-eye-surgery/2.jpg

30
5. Quinn CJ, Mathews DE, Noyes rf, Oliver GE, Thimons JJ. Care of the patient with
conjungtivitis. American Optometric Association. Available in:
http://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-11.pdf
6. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P, Whitcher
JP (editors). Vaughan & Asburry’s General Opthalmology. 18th edition. McGraw-
Hill Companies. USA: 2013. p108-112
7. Nischal K, Pearson A. Conjungtivitis. In: Jack Kanski Brad Bowling Clinical
Ophtalmology.7th edition. Elsevier.USA:2011.p132-50.
8. SU Suharjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Ed. 2. Fakultas kedokteran Universitas
Gadjah Mada. 2012.h.37-40.
9. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Comprehensive Ophtalmology.
Edisi ke-empat. New Delhi: New Age; h51-88.
10. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. Medscape Reference. 2012.
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104
11. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit
Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
12. Shock JP & Richard AH. Lensa. Dalam : Oftamologi Umum (General Opthalmology).
Edisi 14. Alih bahasa : Jan Tambajong & Brahm UP. Jakarta, Widya Medika: 1995;
103-105
13. Gambar 9: Konjungtivitis bakterialis hiperakut. Diunduh dari:
http://www.aafp.org/afp/2010/0115/p137.html
14. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2014. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall
15. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2014. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall
16. Gambar 11: Konjungtivitis epidemika. Diunduh dari:
https://de.wikipedia.org/wiki/Keratoconjunctivitis_epidemica
17. Gambar 12: Konjungtivitis heamoragika akut. Diunduh dari:
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/cb/Acute_hemorrhagic_conjuncti
vitis.jpg

31
32

Anda mungkin juga menyukai