DISUSUN OLEH :
DYNISYA CHANTIKA (18071087)
HILDA NURULITA (18071098)
RENI WAHYUNING TIAS (18071103)
TARAN SUCITA NUR FADILA (18071282)
WANDA PUTRI PANGESTU (18071063)
Teori tindak tutur (speech act) – teori yang menyatakan bahwa makna sebuah
percakapan tidak terbatas pada makna kata-kata. Kata-kata dapat menambah
makna baru bergantung pada situasi dan bagaimana kata-kata digunakan. Bahasa
sebagai alat komunikasi adalah sebuah tindakan lebih dari sekedar berbagi
informasi.
Teori interaksi simbolik – teori atau perspektif yang memiliki pengaruh dalam
sosiologi yang mengenalkan berbagai tindakan manusia yang dipandu oleh
bagaimana mereka menilai berbagai hal yang pada akhirnya dipengaruhi oleh
masyarakat mereka.
Teori sistem – sebuah studi lintas disiplin tentang berbagai fenomena organisasi.
C. Asumsi-asumsi
Dalam teori manajemen koordinasi makna terdapat beberapa konsep dasar yang
harus dipahami, yaitu manajemen, koordinasi, dan makna. Masing-masing konsep
dapat membantu menjelaskan bagaimana realitas sosial diciptakan melalui
percakapan.
1. Manajemen
Jenis-jenis interaksi sosial yang kita lakukan dengan orang lain dipandu atau
dibatasi oleh berbagai aturan. Para interaktan harus memahami realitas sosial dan
kemudian memasukkan peraturan saat mereka memutuskan bagaimana bertindak
dalam situasi yang diberikan. Dari penggunaan aturan, masing-masing individu
mengatur dan mengkoordinasikan makna dalam percakapan. Teori manajemen
koordinasi makna memandang percakapan sebagai serangkaian kejadian yang
saling terhubung dimana masing-masing individu mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh orang lain.
2. Koordinasi
Koordinasi merujuk pada tingkatan dimana setiap orang melihat bahwa tindakan
mereka telah disesuaikan menjadi beberapa urutan atau pola tindakan yang dapat
saling dimengerti. Jika dalam interaksi setiap orang dapat menyadari apa yang
mitra mereka katakan maka dapat dikatakan bahwa percakapan yang terjadi
berubah menjadi koordinasi.
Konsep koordinasi berkaitan dengan kenyataaan bahwa tindakan kita tidak berdiri
sendiri berkaitan dengan komunikasi. Kata-kata atau tindakan yang kita gunakan
selama percakapan bersama-sama memproduksi pola-pola yang dikenal sebagai
kisah kehidupan. Pola-pola ini mempengaruhi perilaku yang digunakan selama
interaksi sebagai jalan untuk melakukan kolaborasi. Jika sebuah interaksi gagal
untuk mencapai koordinasi atau mencapai koordinasi secara sebagian, maka jalan
keluar yang mungkin adalah bergerak ke tingkatan makna yang lain.
3. Makna
Kita telah pahami bersama bahwa makna dibentuk melalui proses interaksi sosial.
Dalam teori manajemen koordinasi makna, dijelaskan bahwa orang mengatur
makna secara hierarkis. Adapun hierarki pengaturan makna, yaitu :
Isi
Dalam teori ini, maksud dari isi adalah terkait dengan data mentah dan
informasi yang dikatakan selama komunikasi. Maknanya, isi adalah kata-
kata yang digunakan untuk berkomunikasi. Tetapi perlu diketahui bahwa
isi sendiri tidaklah cukup untuk membentuk makna dalam komunikasi.
“aku mencintai kamu” menyiratkan informasi mengenai reaksi A ke B
Tindak tutur
Dalam mendiskusikan level makna yang kedua ini, Pearce (1994)
mendeskripsikan tindak tutur (speech act) sebagai ”tindakan-tindakan yang
kita lakukan dengan cara berbicara, misalnya: bertanya, memberikan
pujian, atau mengancam. Tindak tutur bukanlah benda; tindak tutur adalah
konfigurasi dari logika makna dan tindakan dari percakapan, dan
konfigurasi ini dibangun bersama. Oleh karena itu, kita harus menyadari
bahwa dua orang saling menciptakan makna dari tindak tutur. “ Aku
mencintai kamu” fase ini menyampaikan lebih dari sekadar sebuah
pernyataan.
Episode
Untuk menginterpretasikan tindak tutur, Pearce dan Cronen (1980)
membahas episode atau rutinitas komunikasi yang dimiliki awal,
pertengahan, dan akhir yang jelas. Dapat dikatakan bahwa episode
mendeskripsikan konteks di mana orang bertindak. Pada level ini, kita
mulai melihat pengaruh dari konteks terhadap makna. Dalam percakapan
yang koheren dibutuhkan sutau tingkat penandaan (punctuation) yang
terkoordinasi. Pearce (1976) berpendapat bahwa episode merupakan hal
yang tidak pasti karena para aktor dalam situasi sosial sering kali
mendapati diri mereka berada dalam episode-episode yang benar-benar
beragam. Ia juga melihat bahwa episode-episode sebenarnya didasarkan
oleh budaya, dimana orang-orang membawa harapan, yang dipengaruhi
oleh kebudayaan mereka, akan bagaimana suatu episode harus
dilaksanakan.
Hubungan
Dimana dua orang menyadari potensi dan batasan mereka sebagai mitra
dalam sebuah hubungan. Hubungan dapat dikatakan seperti kontrak,
dimana terdapat tuntunan dalam berperilaku. Para teoritikus menggunakan
istilah keterlibatan untuk menggambarkan batasan dimana orang
mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari suatu sistem.
Identitas
Teori ini berpendapat bahwa identitas kita terus diciptakan melalui proses
komunikasi, dan pada gilirannya citra diri kita menjadi konteks bagaimana
kita mengelola makna.
Life Scripts (Naskah Kehidupan)
Kelompok-kelompok episode masa lalu atau masa kini yang menciptakan
suatu sistem makna yang dapat dikelola bersama dengan orang lain. Skrip
kehidupan bisa juga dikatakan sebagai pola episode, dalam skrip
kehidupan ini, sejarah hubungan dan interaksi setiap individu akan
mempengaruhi aturan dan pola interaksi. Skrip kehidupan dapat dikatakan
memiliki kesamaan dengan otobiografi masing-masing individu.
Budaya
Pearce dan Cronen (1980) menyatakan bahwa manusia mengidentifikasi
diri mereka dengan kelompok tertentu dalam kebudayaan tertentu.
4. Aturan
Teori ini menyangkut maksud dan tindakan, dalam hal ini maksud dan aturan
dibentuk oleh aturan. Ada dua jenis aturan. Aturan pertama Constructive rules
adalah aturan untuk makna yang digunakan oleh pelaku komunikasi untuk
menfsirkan atau memahami sebuah peristiwa atau pesan. Aturan kedua regulative,
aturan untuk tindakan yang digunakan untuk menenukan bagaimana cara
menanggapi dan berperilakuan.
E. Esensi Teori
Para pengguna teori ini menyebut diri mereka sebagai social constructionist
karena mereka berpegang pada asumsi bahwa lingkungan atau dunia sosial itu
bukanlah sesuatu yang ditemukan begitu saja melainkan sesuatu yang diciptakan,
dibangun, atau dikonstruksi. Asumsi tersebut mengawali bahasan teori ini, yaitu
bahwa persons-in-conversation co-construct their own social realities and are
simultaneously shaped by the worlds they created.
Beberapa prinsipnya :
2. The way people communicate is often more important than the content of what
they say. Cara seseorang berkomunikasi sering lebih penting dari pada isi
pembicaraannya. Mood dan cara seseorang berkomunikasi memainkan peran yang
besar dalam proses konstruksi sosial. Terkait dengan hal ini, bahasa disebut
Pearce sebagai salah satu alat yang paling powerful yang pernah ditemukan dalam
penciptaan dunia sosial. Dengan menggunakan bahasa orang saling menyebut
orang lain sebagai rasis, gila, buas dan sebagainya. Dengan bahasa pula orang bisa
memilih untuk menyebut sebuah peristiwa sebagai sebuah tindak kejahatan atau
hanya sebagai sebuah insiden, sakit jiwa daripada gila, dan sebagainya.
Contoh kasus :
Pada siang hari yang terik A membeli ice cream, saat A menikmati ice creamnya
tiba-tiba B datang. Si A langsung menawarkan ice creamnya kepada B, responnya
B pun mencicipi satu sendok ice cream si A. Tidak berselang lama C datang, hal
yang sama dilakukan oleh A menawarkan ice creamnya. Namun, respon yang
diterima C berbeda, C malah mengambil 1 cup ice cream milik A.
Daftar Pustaka
https://pakarkomunikasi.com/teori-manajemen-koordinasi-makna
Little, Stephen W & Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi, edisi 9. Jakarta:
Salemba Humanika