Anda di halaman 1dari 14

HALUSINASI

I. Halusinasi
a. Definisi
Halusinasi adalah suatu keadaan ketika seseorang merasakan adanya stimulus
yang sebenarnya tidak ada stimulus apapun dari manapun, baik itu stimulus
pendengaran, penglihatan, penciuman maupun perabaan (Yosep,2011)
Gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan kasus yang paling banyak
terjadi pada klien dengan gangguan jiwa. Dan akibat yang ditimbulkan oleh
gangguan tersebut dapat berakibat fatal karena berisiko tinggi untuk merugikan dan
merusak diri pasien sendiri, orang lain disekitarnya dan juga lingkungan
(Purba,dkk, 2010)
Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi yang
tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsanga dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada.
Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
suatu keadaan dimana seseorang merasakan adanya suatu rangasangan yang
sebetulnya tidak ada. Rangsangan tersebut dapat berupa suara, rasa, bau, objek atau
suatu benda, ataupun rangsang sentuhan.
b. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala jika seseorang mengalami halusinasi menurut (Yosep, 2011)
diantaranya:
1) Halusinasi pendengaran
Data subyektif :
 Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
 Mendengar suara atau bunyi
 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
 Mendengar seseorang yang sudah meninggal
 Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau yang
membahayakan
Data obyektif :
 Mengarahkan telinga pada sumber suara
 Bicara atau tertawa sendiri
 Marah marah tanpa sebab
 Menutup telinga mulut komat kamit
 Ada gerakan tangan
2) Halusinasi penglihatan
Data subyektif :
 Melihat orang yang sudah meninggal
 Melihat makhluk tertentu
 Melihat bayangan
 Melihat sesuatu yang menakutkan
 Melihat cahaya yang sanat terang

Data obyektif :

 Tatapan mata pada tempat tertentu


 Menunjuk kea rah tertentu
 Ketakutan pda objek yang dilihat
3) Halusinasi penciuman
Data subyektif :
 Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau masakan,
dan parfum yan menyengat
 Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu

Data obyektif :

 Ekspresi wajah seperti sedang mencium


 Adanya gerakan cuping hidung
 Mengarahkan hidung pada tempat tertentu
4) Halusinasi peraba
Data subyektif :
 Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
 Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
 Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
 Merasakan sangat panas, atau dingin
 Merasakan tersengat aliran litrik

Data obyektif :

 Mengusap dan menggaruk kulit


 Meraba permukaan kulit
 Menggerak gerakan badanya
 Memegangi terus area tertentu
5) Halusinasi pengecap
Data subyektif :
 Merasakan seperti sedang makan sesuatu
 Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya

Data obyektif :

 Seperti mengecap sesuatu


 Mulutnya seperti mengunyah
 Meludah atau muntah
c. Tingkatan

Level Karakteristik Halusinasi Perilaku Pasien


Tahap 1 • Mengalami ansietas • Tersenyum/tertawa
Memberikan rasa Nyman kesepian, rasa bersalah, sendiri.
Tingkat ansietas sedang dan ketakutan. • Menggerakkan bibir tanpa
Secara umum halusinasi • Mencoba berfokus pada suara.
merupakan suatu pikiran yang dapat • Penggerakan mata yang
kesenangan menghilangkan ansietas. cepat.
 Pikiran dan pengalaman • Respons verbal yang
sensori masih ada dalam lambat.
kontrol kesadaran (jika  Diam dan berkonsentrasi.
kecemasan dikontrol).
Tahap 2 • Pengalaman sensori • Peningkatan sistem saraf
Menyalahkan. Tingkat menakutkan. otak, tanda-tanda
kecemasan berat secara • Mulai merasa ansietas, seperti
umum halusinasi kehilangan kontrol. peningkatan denyut
menyebabkan rasa • Merasa dilecehkan oleh jantung, pernapasan, dan
antipati. pengalaman sensori tekanan darah.
tersebut. • Rentang perhatian
• Menarik diri dari orang menyempit.
lain. • Konsentrasi dengan
pengalaman sensori.
NON PSIKOTIK • Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dari realita.
Tahap 3 • Pasien menyerah dan • Perintah halusinasi
Mengontrol tingkat menerima pengalaman ditaati.
kecemasan berat sensorinya. • Sulit berhubungan
pengalaman sensori tidak • Isi halusinasi menjadi dengan orang lain.
dapat ditolak lagi. atraktif. • Rentang perhatian hanya
• Kesepian bila beberapa detik atau
pengalaman sensori menit.
berakhir. • Gejala fisika ansietas
berat berkeringat,
PSIKOTIK tremor, dan tidak mampu
mengikuti perintah.
Tahap 4 • Pengalaman sensori • Perilaku panik.
Menguasai tingkat menjadi ancaman. • Potensial tinggi untuk
kecemasan panik secara • Halusinasi dapat bunuh diri atau
umum diatur dan berlangsung selama membunuh.
dipengaruhi oleh waham. beberapa jam atau hari • Tindakan kekerasan
(jika tidak diinvensi). agitasi, menarik diri, atau
katatonia.
PSIKOTIK • Tidak mampu berespons
terhadap perintah yang
kompleks.
• Tidak mampu berespons
terhadap lebih dari satu
orang.

d. Klasifikasi
1) Halusinasi pendengaran
2) Halusinasi penciuman
3) Halusinasi penglihatan
4) Halusinasi peraba
5) Halusinasi perasa

e. Rentang Respon
Halusinasi adalah gangguan dari persepsi semsori. Olehkarena itu rentang respon
yang digunakannya adalah rentang respon neurobiology. Rentang respon
neurobiology yang paling adaptif yaitu adanya suatu pikiran yang logis sehingga
terjadi hubungan social yang harmonis. Sedangkan rentang respon yang paling
maladaptive yaitu adanya halusinasi, waham dan isolasi social. Berikut adalah
rentang respon neurobiology.

Adaptif Maladaptiv
e

 Kadang proses  Gangguan proses


 Pikiran logis piker tidak berpikir atau
 Persepsi akurat terganggu waham
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan  Emosi tidak  Kesukaran
pengalaman stabil proses emosi
 Perilaku cocok  Perilaku tidak  Perilaku tidak
 Hubungan social biasa terorganisasi
harmonis  Menarik diri  Isolasi sosial

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2015) Meliputi :

1) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima akal.
2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatau peristiwa
secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah di alami.
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan denagn moral.
5) Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan orang
lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.

Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2015) meliputi :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan


walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan
kedekatan.
4) Ketiak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan
gerakan yang di timbulkan.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu karna
orang lain menyatakan sikap yang negativ dan mengancam.

f. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi.

Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual


dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan
atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas,
serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.
5) Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi
jika kedua orang tua skizofrenia.

g. Factor Presipitasi
1) Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
2) Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
h. Mekanisme Koping
1) Regresi
Berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas, yang menyisahkan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari
2) Proyeksi
Sebagai upaya untuk menjelaskan keancuan persepsi
3) Menarik diri
II. Proses terjadinya masalah

Halusinasi berkembang melalui empat fase, menurut Direja (2011), yaitu


sebagai berikut :
1. Fase pertama
Disebut juga sebagai fase comforting yaitu fase yang
menyenangkan.Pada tahap ini msuk dalam golongan nonpsikkotik.
Karateristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai menggerakan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karateristik:
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas.nklien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap
mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sitem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa.Termsuk dalam gangguan psikotik. Karateristik: bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.
Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat. Karateristik: halusinasinya
berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan
secara nayat dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidk mampu berespons lebih dari satu
orang.

III. Data focus pengkajian


Data focus pengkajian pada pasien halusinasi adalah pada status mental : persepsi. Kaji
apakah terdapat tanda dan gejala adanya halusinasi atau tidak. Jika halusinasi sudah
jelas, minta klien menjelaskan isi halusiansi, frekuensi gejala yang tampak pada saat
klien berhalusinasi. Masalah keperawatan ditulis sesuai data

IV. Masalah Keperawatan


Gangguan persepsi sensori halusinasi

V. Analisa Data

Data Masalah
DS : Halusinasi pendengaran
 Klien mengatakan mendengar
sesuatu yang menyuruhnya untuk
tidak berbicara
 Klien mengatakan suara it uterus ia
dengar sepanjang hari
DO :
 Mengarahkan telinga pada sumber
suara
 Klien Nampak diam

VI. Diagnose Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
VII. Rencana Tindakan

Diagnose Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Gangguan Pasien mampu : Setelah ….x pertemuan, pasien SP I Pasien tidak mengetahui apa yang
persepsi - Mengenali dapat menyebutkan : -Bantu pasien mengenal halusinasi dialaminya saat ini, jadi perawat
sensori : halusinasi yang - Isi, waktu, frekuensi, (isi, waktu terjadinya, frekuensi, membantu pasien mengenalkan tentang
halusinasi dialaminya situasi pencetus, perasaan situasi pencetus, perasaan saat apa yang sedang dialami sehingga pasien
- Mengontrol - Mampu terjadi halusinasi) mengerti dengan keadaannya. Cara yang
halusinasinya memperagakan cara dalam - Latih mengontrol halusinasi diajarkan perawat ialah dengan
- Mengikuti mengontrol halusinasi dengan cara menghardik menghardik suara – suara itu cepat hilang
program pengobatan Tahapan tindakannya meliputi :
- Jelaskan cara menghardik
halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien
memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini,
beri penguatan perilaku
pasien
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Gangguan Setelah ….x pertemuan, pasien SP 2 Klien mampu memperhatikan
persepsi mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) perkembangannya dengan orang lain
sensori : - Menyebutkan kegiatan - Latih berbicara / bercakap sehingga menghilangkan
halusinasi yang sudah dilakukan dengan orang lain saat halusinasi halusinasinya dan untuk
- Memperagakan cara muncul
pendokumentasian
bercakap-cakap dengan - Masukkan dalam jadwal kegiatan
orang lain pasien

Gangguan Setelah ….x pertemuan pasien SP 3 Kegiatan yang lalu dapt memperlihatkan
persepsi mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 perkembangan pasien, memaksimalkan
sensori : - Menyebutkan kegiatan dan 2) aktivitas dapat meringankan gejala
halusinasi yang sudah dilakukan dan - Latih kegiatan agar halusinasi halusinasi dan menbantu pasien agar tidak
- Membuat jadwal tidak muncul terjadi halusinasi yang berlanjut
kegiatan sehari-hari dan Tahapannya :
mampu memperagakannya. - Jelaskan pentingnya
aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
- Latih pasien melakukan
aktivitas
- Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih
(dari bangun pagi sampai
tidur malam)
Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang
(+)
Gangguan Setelah ….x pertemuan, pasien SP 4 Kegiatan yang lalu dapat memperlihatkan
persepsi mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu perkembangan pasien. Mengkaji tingkat
sensori : - Menyebutkan kegiatan (SP1,2&3) kesadaran pasien, mendorong agar pasien
halusinasi yang sudah dilakukan - Tanyakan program pengobatan mau minum obat yang telah diresepkan
- Menyebutkan manfaat - Jelaskan pentingnya penggunaan dan menjelaskan sesuatu akan membuat
dari program pengobatan obat pada gangguan jiwa pasien lebih percaya terbuka, mendorong
- Jelaskan akibat bila tidak pasien mampu meminum obat dan
digunakan sesuai program menjalankan sehari – hari, pasien mampu
- Jelaskan akibat bila putus obat meminum obat sendiri tanpa ditemani
- Jelaskan cara mendapatkan obat/ perawat dan untuk pendokumentasian
berobat
- Jelaskan pengobatan (5B)
- Latih pasien minum obat
- Masukkan dalam jadwal harian
pasien
Gangguan Keluarga mampu : Setelah ….x pertemuan SP 1 Mengkaji masalah yang dihadapi
persepsi Merawat pasien di rumah keluarga mampu menjelaskan - Identifikasi masalah keluarga keluarga dalam merawat pasien
sensori : dan menjadi sistem tentang halusinasi dalam merawat pasien halusinasi, dapat memberikan
halusinasi pendukung yang efektif - Jelaskan tentang halusinasi : pemahaman pada keluarga tentang
untuk pasien - Pengertian halusinasi
halusinasi sehingga keluarga mampu
- Jenis halusinasi yang dialami
pasien
menghadapi pasien saat terjadi
- Tanda dan gejala halusinasi halusinasi
- Cara merawat pasien
halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian
obat & pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa dijangkau
- Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga,
jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Gangguan Setelah ….x pertemuan SP 2 Mengkaji kemampuan keluarga dalam
persepsi keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga merawat pasien, latihan akan
sensori : - Menyelesaikan (SP 1) membiasakan diri meningkatkan
halusinasi kegiatan yang sudah - Latih keluarga merawat pasien kemampuan keluarga dalam merawat
dilakukan - RTL keluarga / jadwal keluarga
pasien
- Memperagakan cara untuk merawat pasien
merawat pasien

Gangguan Setelah ….x pertemuan SP 3 Meningkatkan kemampuan keluarga


persepsi keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga merawat pasien secara mandiri
sensori : - Menyebutkan kegiatan (SP 2)
halusinasi yang sudah dilakukan - Latih keluarga merawat pasien
- Memperagakan cara - RTL keluarga / jadwal keluarga
merawat pasien serta untuk merawat pasien
mampu membuat RTL
Gangguan Setelah ….x pertemuan SP 4 Mengkaji sejauh mana kemajuan
persepsi keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga kemampuan keluarga dan pasien
sensori : - Menyebutkan kegiatan - Evaluasi kemampuan pasien dalam mengatasi halusinasi
halusinasi yang sudah dilakukan - RTL Keluarga :
- Melaksanakan Follow - Follow Up
Up rujukan - Rujukan
Daftar Pustaka

Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Direja, Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Kusumawati, F. & Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku AJar Kesehatan Keperawatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai