Anda di halaman 1dari 2

Akhir Zaman itu Nggatheli

Kalau bahas soal akhir zaman, jadi teringat masa masa kecil saya di SD franchise salah satu ormas
terbesar di Indonesia. Saat itu setelah melaksanakan tugas piket di sore hari , ada papan besar yang
judulnya saja cukup membuat bulu kuduk “ereksi”.

Tengok kanan dan kiri. Rupanya regu piket hari itu selain saya telah menuju alamnya masing masing.
Terbukti dengnan dentuman bola plastik yang melebur teriakan. Sudah kepalang tanggung, nyemplung
aja sekalian.

Ternyata pilihan saya kurang tepat. Seorang anak SD sendirian di sore hari membaca ilustrasi yang
apokaliptik. Papan itu judulnya tanda tanda hari kiamat, lengkap dengan ilustrasi yang mendukung
kengerian saya. Api, binatang yang bisa bicara, mata satu, imam mahdi, musnahnya teknologi, hingga
khilafah masuk ke akal anak SD udik yang sendirian. Ditambah, ilustrasi yang menagitasi jika akhir zaman
benar benar dekat.

Imajinasi seorang SD yang kerap membaca manga Yu-Gi-Oh, dan melahap film kartun minggu dibilang
nyeleneh. Justru terbayang rangkaian seru huru hara akhir zaman yang menegangkan layaknya film
kartun dan manga.

Keseruan itu tidak bertahan lama… Suatu saat, saya mendapatkan pelajaran hadis. Intinya, hadist itu
memang benar adanya dan segala hal yang diucapkan kanjeng Nabi bukan omong kosong.

Kalau itu hanya cerita seru, kenapa nongol hadis disana. Masa iya kanjeng Nabi Muhammad ngarang?
Otomatis otak seorang anak SD kebingungan. Esoknya, ketakutan dan mulai bertanya tanya pada diri
sendiri.Hingga berujung ke fatalism.

Bukan soal dajjal atau binatang yang bisa bicara. Namun, soalnya musnahnya teknologi. Sialnya juga,
buku yang seolah menjadi syarah kiamat telah terbaca. Menurut buku yang untung saja kulupakan
judulnya, akan ada badai nuklir dari matahari yang akan menghancurkan teknologi.

Lebih sialnya lagi, ada koran nasional yang katanya akan datang badai matahari di tahun 2012 yang
dapat mengganggu teknologi. Pergolakan tadi akhirnya terhapus oleh beratnya soal ujian matematika,
kenakalan khas remaja dan tantangan hidup lain.

Bagaimana bila pikiran fatalis tadi terus diemban? Tentu saya bisa saja menjadi masuk penjara karena
mengajarkan aliran sesat bercorak fatalis agamis. Wong ulama yang sholehnya dan ilmunya jutaan kali
lebih pro dari saya berpendapat lain dari yang saya pahami pas SD.

Beruntung sekali, atas izin Allah kesesatan belum memeluk saya dengan sangat erat. Justru kedunguan
masa lalu menjadi inspirasi tulisan ini.

Seharusnya bagi seorang muslim yang hidup di zaman nggatheli, kita harus kritis dalam menyikapi
informasi. Bukan menelan bulat-bulat macam kekeyi makan cilok. Potong dan pilah, mana yang layak
ditelan, difoto dan atau dibuang.

Kiamat memang terjadi, tapi gak mungkin mak jegagig kiamat. Urutan peristiwanya lama dan runtut.
Bukan seperti premis yang ada di film Hollywood,
Bisa jadi kita akan mati sebelum nonton si jancuk Dajjal atau sholehnya Imam Mahdi.

Ketiga, prioritas dalam bergerak. Brengseknya dunia gak bisa didiamkan, bukan malah didoakan semoga
cepat kiamat. Kalau orang Islam mikirnya fatalis, buat apa ada mujaddid dan mujtahid dalam waktu
tertentu? Masalah harusnya dihadapi, bukan dijauhi dan langsung berdoa segera kiamat.

Khalifah itu menjaga serta merawat bumi sesuai syariat-Nya. Bukan membiarkan bumi semakin hancur
dengan alasan sudah akhir zaman, atau nungguin Imam Mahdi.

Untuk apa ilmuwan muslim rela jempalitan melakukan riset nuklir dan teknologi terkini lainnya jika
bukan karena status manusia sebagai Khalifah fil ‘Ard?

Keempat, khilafah. Udah jelas kalau symbol persatuan umat Islam sedunia ini sudah hancur pada 1924
dan di akhir zaman akan ada lagi dengan Imam Mahdi yang menjadi Khalifah. Tapi gak ada dalil yang
nyebut Imam Mahdi jadi khalifah pertama. Jadi, masa gamau jadi bagian dari kelompok yang mendirikan
Khilafah?

Akhir zaman itu memang banyak huru hara dan sangat nggatheli kalau disikapi dengan jadi fatalis yang
gak ada gunanya. Mending berguna sedikit lah…

Anda mungkin juga menyukai