Anda di halaman 1dari 6

A.

Asimilasi
Menurut Soerjono Soekanto, asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat
antarindividu atau kelompok-kelompok masyarakat yang meliputi usaha-usaha
untuk mempertinggi kesatuan perilaku, sikap, dan proses mental dengan
memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama. 

Artinya, apabila individu melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia


atau masyarakat maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut.
Secara singkat proses asimilasi adalah peleburan dua kebudayaan menjadi satu
kebudayaan. 

Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena banyak faktor yang
memengaruhi suatu budaya itu dapat melebur menjadi satu kebudayaan. 

Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi, antara lain Proses


asimilasi bisa berlangsung apabila ada faktor-faktor yang mendorong terjadinya
proses tersebut. 

Misalnya, adanya toleransi dan simpati antara kelompok masyarakat.


Beberapa faktor Pendorong terjadinya asimilasi, antara lain sebagai berikut.

1. Adanya perbedaan di antara masing-masing pendukung kebudayaan


sehingga kedua pihak yang terlibat dalam interaksi tersebut mempunyai
kepentingan saling melengkapi unsur kebudayaan masing-masing.
2. Adanya sikap menghargai budaya dan orang asing serta mau mengakui
kelebihan dan kekurangan unsur kebudayaan masingmasing dalam proses
interaksi sosial.
3. Sikap keterbukaan pihak yang berkuasa untuk memberikan akses yang
seluas-luasnya dalam bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
kesejahteraan rakyat bagi kelompok masyarakat pendatang atau minoritas.
4. Adanya perkawinan campuran antara masyarakat setempat dengan
masyarakat pendatang atau asing. Perkawinan campuran dapat terjadi di
antara dua kebudayaan yang berbeda. Misalnya, perkawinan antaretnik atau
antarbangsa.
5. Adanya persamaan unsur-unsur kebudayaan dalam kelompok masyarakat
asing dan penduduk setempat sehingga menyebabkan warga masyarakat
kedua kelompok tersebut merasa lebih dekat satu sama lain.

Adapun faktor-faktor Penghambat terjadinya asimilasi, antara lain sebagai


berikut.

1. Tidak adanya sikap toleransi dan simpati antara masyarakat asing dan
penduduk setempat karena kurangnya pemahaman terhadap kebudayaan
kelompok lain.
2. Perasaan superioritas (lebih unggul) dari individu-individu dari suatu
kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya. Misalnya,
terhambatnya proses integrasi sosial antara pihak penjajah Belanda dan
rakyat Indonesia pada masa penjajahan karena pihak penjajah Belanda
merasa mampu menguasai dan mengalahkan rakyat Indonesia.
3. Terisolasinya suatu kelompok masyarakat sehingga menghambat terjadinya
interaksi sosial budaya dengan kelompok masyarakat lainnya. Kelompok
masyarakat yang terisolir akan mengembangkan pemahaman yang berbeda
terhadap kebudayaan kelompok masyarakat luar yang dianggap asing.
4. Adanya ingroup feeling atau perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada
kelompok sosial atau suatu kebudayaan kelompok tertentu. Misalnya, sulitnya
terjadi asimilasi antara warga keturunan Tionghoa dengan penduduk
setempat karena warga Tionghoa merasa sangat terikat pada budaya dan
ikatan sosial sesama warga Tionghoa di Indonesia.
5. Rasa takut terhadap kebudayaan kelompok masyarakat lain yang dianggap
dapat merusak dan mengurangi kemurnian budaya masyarakat setempat.
Sikap ini timbul di dalam kelompok masyarakat pedalaman yang berusaha
untuk menutup kontak sosial dengan kelompok masyarakat lain. Misalnya,
upaya pembatasan kontak sosial yang dilakukan kelompok masyarakat Baduy
terhadap kelompok masyarakat lainnya.

Proses asimilasi mengenal adanya beberapa fase, antara lain sebagai berikut.

1. Reaksi, yaitu timbulnya gerakan atau perasaan penolakan terhadap asimilasi


dengan penekanan pada faktor psikologis.
2. Acceptance, yaitu asimilasi yang berhasil dari pola tingkah laku dan nilai dari
suatu kebudayaan baru oleh individu atau kelompok.
3. Adaptasi, yaitu kombinasi dari sifat atau perangai asli dan asing, baik di
dalam keseluruhan harmonis maupun dengan tetap mengingat berbagai sikap
yang berbeda.

Contoh :

- pernikahan antara suku Jawa dan Sunda sehingga muncul sebuah


kebudayaan yang baru
- Seni tulisan kaligrafi
- masjid bercorak tionghoa

B. Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi dapat diartikan sebagai suatu proses sosial
yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri. 

Proses akulturasi sudah terjadi sejak zaman dahulu. Migrasi antara kelompok
manusia dengan kebudayaan yang berbeda telah menyebabkan individu dalam
kelompok tersebut mengenal kebudayaan asing. 
Proses akulturasi yang berlangsung dengan baik dapat menghasilkan integrasi
unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Pada
umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima masyarakat, antara
lain sebagai berikut.

1. Unsur kebudayaan tersebut terbukti membawa manfaat besar, seperti radio


transistor yang banyak membawa kegunaan sebagai sumber informasi dan
telepon seluler yang mempermudah komunikasi tanpa terbatas ruang dan
waktu.
2. Unsur kebudayaan kebendaan seperti peralatan yang sangat mudah dipakai
dan banyak dirasakan bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya.
Misalnya, alat tulis-menulis yang banyak digunakan orang Indonesia yang
diambil dari unsur kebudayaan Barat.
3. Unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat
yang menerima unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi dengan biaya
murah dan pengetahuan teknik yang sederhana yang dapat digunakan untuk
melengkapi penggilingan padi.

Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima oleh masyarakat
penerima, antara lain sebagai berikut.

1. Unsur kebudayaan yang menyangkut sistem kepercayaan, seperti ideologi


dan falsafah hidup.
2. Unsur kebudayaan yang dipelajari pada taraf pertama dari proses sosialisasi
seperti konsumsi roti sebagai makanan pokok pengganti nasi. Nasi sebagai
makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia sulit sekali digantikan
dengan makanan pokok yang lain.

Bangsa Indonesia telah mengalami kontak dengan kebudayaan asing, yaitu dengan
kebudayaan Hindu-Buddha pada abad ke-1. 

Dengan budaya Islam abad ke-12 sampai ke-15 dan dengan kebudayaan Barat pada
abad ke-17 sampai ke-20. Dalam kontak dengan kebudayaan asing tersebut lahir
akulturasi budaya Indonesia- Hindu, Indonesia-Islam, dan Indonesia-Barat.

Umumnya, generasi muda merupakan individu yang cepat menerima unsur


kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya, generasi tua
dianggap sebagai golongan yang sulit sekali menerima unsur-unsur baru. 

Hal ini disebabkan karena norma-norma tradisional sudah mendarah daging


sehingga sulit sekali untuk mengubah norma-norma yang sudah meresap dalam
jiwa generasi tua tersebut. 

Sebaliknya, belum menetapnya unsur-unsur atau norma-norma tradisional dalam


jiwa generasi muda mengakibatkan mereka lebih mudah menerima unsur-unsur
baru yang kemungkinan besar dapat mengubah kehidupan mereka.
Pada masyarakat yang terkena proses akulturasi selalu ada kelompok atau individu
yang sukar sekali atau bahkan tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi. 

Perubahan dalam masyarakat dianggap oleh golongan tersebut sebagai keadaan


krisis yang membahayakan keutuhan masyarakat. 

Apabila mereka merupakan golongan yang kuat maka kemungkinan proses


perubahan dapat ditahannya. Sebaliknya, jika mereka berada di pihak yang lemah
maka mereka hanya akan dapat menunjukkan sikap yang tidak puas terhadap
perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya.

Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi dari
unsur kebudayaan asing dengan unsur kebudayaan masyarakat penerima. 

Dengan demikian, unsur-unsur kebudayaan asing tidak dirasakan lagi sebagai hal
yang berasal dari luar, tetapi dianggap sebagai unsur kebudayaan sendiri. Unsur
asing yang diterima tersebut, tentunya terlebih dahulu mengalami proses
pengolahan sehingga bentuknya tidak asli lagi. 

Misalnya, sistem pendidikan di Indonesia sebagian besar diambil dari unsur


kebudayaan Barat yang sudah disesuaikan serta diolah sedemikian rupa sehingga
mengandung unsur kebudayaan sendiri. 

Tidak mustahil timbul kegoncangan kebudayaan (cultural shock) sebagai akibat


masalah yang dijumpai dalam proses akulturasi. 

Kegoncangan terjadi apabila warga masyarakat mengalami disorientasi dan frustasi


sehingga muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dan kenyataan yang disertai
dengan terjadinya perpecahan di dalam masyarakat tersebut.

Contoh akulturasi :

- Nasi Goreng Kebuli Kedai Timteng (makanan hasil dari akulturasi Timur Tengah


dengan Indonesia).

- Baju bodo (akulturasi budaya Islam, warisan Bugis)

- patung Budha berlanggam Gandara di kota Bangun

- penanggalan India yang diadopsi oleh Indonesia


C.Amalgamasi
Amalgamasi adalah istilah kuno sekarang sebagian besar untuk perkawinan dan antar
pembiakan dari etnik yang berbeda atau ras. Di dunia berbahasa Inggris, istilah ini
digunakan dalam abad kedua puluh. Di Amerika Serikat, sebagian diganti setelah 1863
dengan istilah perkawinan antara suku atau bangsa. Sementara itu, istilah amalgamasi
bisa mengacu pada antar pembiakan yang berbeda putih maupun etnis non-putih, istilah
perkawinan antara suku atau bangsa dimaksud antar pembiakan khusus untuk kulit putih
dan non-putih, terutama Afrika-Amerika

Faktor Amalgamasi yaitu Adanya keinginan untuk membentuk suatu


kebudayaan baru dengan menjalin interaksi yang kuat antar 2 budaya yang
berbeda dan berkeinginan membuat keturunan dengan interaksi tersebut.
Contoh amalgamasi :
Dalam kehidupan sosial, contoh amalgamasi yang paling mudah dan sederhana yang bisa
diobservasi adalah fenomena pernikahan campuran, baik secara etnis atau ras, dan kepercayaan.
Misal, pernikahan etnis Jawa dengan Sunda yang berada dalam satu pulau Jawa, namun pernikahan
antar dua etnis yang berbeda ini akan melahirkan sesuatu yang baru, karena memiliki ciri khas
masing-masing dalam kebudayaannya.

Selain antar etnis, pernikahan campuran beda agama atau kepercayaan juga memiliki cara-cara ritual
yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Dalam proses pernikahan beda kepercayaan ini, terjadi kesepakatan bersama antar keluarga yang
tentunya tanpa merugikan semua pihak. Walaupun ini masih jarang terjadi, tetapi tidak menutup
kemungkinan akan melahirkan sesuatu yang baru pula dalam kehidupan sosial.

Dampak Terjadinya Amalgamasi


Seperti fenomena-fenomena sosial yang lainnya, amalgamasi juga memiliki dampak dari
kemunculannya antara lain sebagai berikut:

Dampak Positif
Dampaj postif yang diadapatkan dari amalgamasi, antara lain;

Lahirnya Inovasi Budaya


Munculnya inovasi budaya ini lahir lewat amalgamasi pernikahan campuran antar ras atau etnik yang
melahirkan keturunan atau generasi dan budaya baru sebab adanya percampuran ras dan budaya
yang berbeda jadi satu. Selengkapnya, baca; 

Penekan Konflik
Contoh konflik sosial yang rentan muncul dalam kehidupan masyarakat ternyata ini bisa ditekan lewat
amalgamasi. Oleh karena itu, amalgamasi sebagai solusi upaya menekan beragam konflik yang
muncul di suatu lingkungan masyarakat melalui percampuran atau pembauran dua budaya yang
berbeda itu.
Bertukar Kehidupan
Setiap etnis tentu mempunyai kehidupan yang berbeda antar satu dengan yang lainnya, baik dalam
segi kehidupan, kepercayaan, adat istiadat, dan lain sebagainya yang menciptakan pengalaman
berbeda juga. Adanya pernikahan campuran tentu menghasilkan semacam penggabungan atau
pertukaran.

Dampak Negatif
Dampak negatif dari amalgamasi ini, antara lain;

Dominasi Salah Satu Budaya


Dalam amalgamasi, tentu ada dampak negatif, yakni dominasi salah satu budaya. Dominasi salah
satu budaya dalam amalgamasi ini tentunya akan mengarah pada kemunculan konflik yang
disebabkan karena dominasi tersebut. Misal mendoktrin dengan kebudayaan aslinya karena muncul
nurani menjaga keaslian budayanya.

Persebaran Penduduk Tidak Sebanding


Adanya sesuatu yang ingin diteruskan oleh pelaku dalam proses amalgamasi, yakni pelaku terdahulu
akan mengusahakan kerabat disekitarnya untuk melakukan percampuran pernikahan persis seperti
yang ia lakukan dengan sesama etnis pasangannya. Inilah yang menyebabkan persebaran penduduk
tidak sebanding di antar daerah.

Memudarnya Budaya Asli


Dalam pernikahan campuran, pasti akan terpengaruh dengan budaya pasangannya apalagi jika
tinggal di daerah pasangan beda etnis dan intens dengan kebudayaan lain tersebut. Hal ini akan
menyebabkan secara bertahap memudarkan ciri budaya aslinya dari salah satu pasangannya.

Anda mungkin juga menyukai