Anda di halaman 1dari 2

Menurut UU No 28 tahun 2009 pasal 1 menjelaskan bahwa pajak rokok adalah pungutan atas

cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Pemungutan pajak rokok ini memiliki tujuan untuk
melindungi masyarakat akan bahaya rokok. Jadi dengan dikenakannya pajak rokok diharapkan
masyarakat sadar akan bahaya rokok dan mulai mengurangi mengkonsumsi rokok.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak rokok disamping mempunyai
fungsi budgeter untuk memasukan uang ke kas daerah, mempunyai fungsi reguler yaitu untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan akibat rokok dan mencegah dan
memberantas peredaran rokok ilegal. Hal ini dilakukan dengan mengalokasikan dana minimal 50
% dari dana bagi hasil pajak rokok yang diterima daerah harus dipergunakan untuk pelayanan
kesehatan dan penegakan hukum. Fungsi reguler, pelayanan kesehatan masyarakat dari bahaya
merokok, antara lain memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga
kesehatan masyarakat.Penerimaan Pajak Rokok dialokasikan untuk mendanai bidang pelayanan
kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan
kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan
memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya
merokok), dan sebagainya.Fungsi reguler pajak rokok untuk penegakan hukum dilakukan dengan
penggunaan dana untuk pemberantasan rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan
merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penggunaan pajak rokok untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat oleh provinsi/ kabupaten/kota dilakukan dengan
berpedoman pada petunjuk teknis yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No 40 Tahun
2016 tentang petunjuk tekhnis pengunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan
masyarakat. Disamping itu Pemerintah daerah (pemerintah provinsi /pemerintah kota) dalam
menggunakan dana pelayanan kesehatan dan penegakan hukum harus sesuai dengan UU PDRD,
Peraturan Menteri keuangan Nomor 102/PMK.07/2015 .

Menurut UU No 17 tahun 2006 menjelaskan bea cukai terdiri dari 2 kata yaitu bea dan cukai.
Bea artinya pungutan terhadap barang ekspor atau impor dan kata cukai berarti pemungutan
suatu barang spesifik yang memiliki karakter maupun ciri khas yang diputuskan dalam UU. Jadi
bea cukai adalah tindakan pungutan pemerintah terhadap barang impor atau ekspor dan juga
barang yang memiliki karakteristik khusus.
Sedangkan cukai rokok adalah pungutan terhadap rokok sebagai upaya pemerintah dalam
pengendalian harga jual rokok dan produk tembakau lainnya seperti sigaret, cerutu serta rokok
daun. Cukai rokok dipungut dan berlaku pada saat pembelian. Hal ini diatur dalam UU No 11
tahun 1995 tentang cukai dengan perubahan yang mengacu pada UU No 39 tahun 2007. Aturan
ini kemudian diteruskan dengan UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah
(PDRD).
Tarif pajak rokok menurut UU No 28 tahun 2009 adalah sebesar 10% dari cukai rokok.
Sedangkan tarif cukai rokok yang ditetapkan pemerintah per 1 Januari 2019 adalah sebesar 57%.
Hal ini diatur dalam Peraturan Mentri Keuangan.
Jika harga sebatang rokok adalah Rp 590,00, (termasuk golongan 1) dengan demikian atas
sebungkus rokok ini akan dikenai cukai dengan cara mengalikan tarif cukai dengan jumlah
batang rokok. Dengan demikian, cukai yang akan dipungut adalah Rp590 x 16 batang = Rp
9.440

Lalu, atas sebungkus rokok ini akan dikenai pajak rokok. Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 (PDRD), besaran pajak rokok yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan harga jual eceran. Dengan demikian, besaran pajak rokok yang
dipungut adalah 10%x 590 =Rp 59. Maka besaran pungutan PDRP dalam sebungkus rokok
adalah 16 batang x 59 = Rp 944

 Tarif PPn tahun 2021 adalah 12,5%. Persentase tarif PPn itu diambil dari HJE (Harga Jual
Eceran). Adapun HJE ini ditentukan oleh pemerintah dalam PMK. Untuk tahun 2021 jika kita
mengambil contoh SKM golongan 1, maka HJE terendahnya adalah Rp 1.700.

Tarif PPN sebesar 12,5% dari HJE terendah SKM golongan 1 sebesar Rp 1.700 hasilnya adalah
sekitar Rp 212,5 Jika kita hitung besaran PPN dalam sebungkus rokok, maka Rp 212,5 dikalikan
saja 16 maka (212,5 x 16) hasilnya adalah Rp 3.400

Setelah cukai, PDRD, dan PPn diketahui besarannya, maka kita total besaran keseluruhan 3
komponen pajak tersebut.

Maka sebatang rokok : Cukai (Rp 944) + PDRD (Rp 59) + PPN (Rp 212,5) hasilnya adalah Rp
1.215,5. Jika HJE terendah SKM golongan 1 adalah Rp 1.700, maka dalam sebatang rokok,
perokok telah menyetorkan kepada negara sekitar 65-75%.

Sumber referensi
https://bolehmerokok.com/2021/01/rumus-menghitung-harga-rokok-pasca-kenaikan-tarif-cukai-
2021/
https://komunitaskretek.or.id/ragam/2018/04/ragam-jumlah-batang-dalam-sebungkus-rokok/
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/tarif-cukai-perhitungan-pajak-rokok/#:~:text=Untuk
%20menghitung%20Pajak%20Rokok%2C%20Anda,%3D%20Rp1.000%2C00.
https://news.ddtc.co.id/sri-mulyani-tarif-cukai-rokok-2021-naik-125-ini-perinciannya-
26199#:~:text=JAKARTA%2C%20DDTCNews%20%2D%20Menteri%20Keuangan
%20Sri,rata%20sebesar%2012%2C5%25.
file:///C:/Users/ASUS%20TUF/Downloads/19273-54781-1-PB%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai