Anda di halaman 1dari 7

SISTEM KEUANGAN SYARIAH

KONSEP MEMELIHARA HARTA KEKAYAAN

Memelihara harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan digunakan sesuai dengan syariah, sedang
harta yang dimiliki dan sesuai keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.

ANJURAN BEKERJA DAN BERNIAGA

Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga dan menghindari kegiatan meminta-minta
dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi sebagian perintah Allah SWT seperti infak,
zakat,pergi haji, perang( jihad dan sebagainya).

“..Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”(QS 62:10)

KONSEP KEPEMILIKAN

Harta yang baik memenuhi dua kriteria yaitu diperoleh dengan cara yang benar (Legal and fair) serta
dipergunakan untuk hal yang baik-baik di jalan Allah SWT.

Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada didunia ini (QS 57:2) Sedangkan manusia
adalah wakil (khalifah) Allah dimuka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya. Sudah
seharusnya pihak yang diberi amanah(titipan) pengelolaan harta titipan tersebut disesuaikan dengan
keinginan mutlak atas harta kekayaan yaitu Allah SWT. Untuk itu Allah telah menetapkan ketentuan
syariah sebagai pedoman bagi manusia dalam memperoleh dan membelanjakan/ menggunakan harta
kekayaan tersebut dan di hari akhir nanti manusia akan diminta pertanggungjawabannya.

Jadi menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan
kemanfaatannya selama masih hidup didunia dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal
kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah.

PEROLEHAN HARTA

Memperoleh harta adalah aktivitas ekonomi kategori ibadah muamalah (mengatur hubungan manusia
dengan manusia ). Kaidah Fikih dari muamalah adalah semua halal dan boleh dilakukan kecuali yang
diharamkan / dilarang AL-Quran dan Hadist berikut.

“Dialah (Allah ) yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu “(QS. 2:29)

“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya
(sebagai rahmat) Dari-Nya. Sungguh dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(Kebesaran Allah) bagi orang orang yang berfikir(QS 45:13)
“Yang halal ialah apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan yang haram ialah apa yang diharamkan
Allah dalam kitab-Nya, sedang apa yang didiamkan oleh-Nya berarti dimaafkan (diperkenankan)
untukmu ( HR .At-Tirmidzi & Ibnu Majah).

Dasar Muamalah adalah boleh karena tidak mungkin Allah menciptakan segala sesuatu untuk
menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu diharamkan atau dilarang. Oleh karena ruang
lingkup(bidang) yang dihalalkan jauh lebih luas dari yang dilarang. Secara pasti untuk kebaikan umat
manusia itu sendiri.

Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar dan cara sarana untuk memperolehnya juga benar
sesuai dengan rambu-rambu yang ditetapkan dalam AL-Quran dan As-sunah. Misalnya uang yang
diperoleh untuk mendirikan rumah yatim piatu dari mencuri adalah haram. Walaupun tujuannya benar
untuk membantu anak yatim piatu. Namun cara memperolehnya salah (haram) sehingga tidak
diperbolehkan dalam syariah.

“Barangsiapa mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia menyedekahkannya, maka dia
mendapatkan pahala bahkan mendapatkan dosa”(HR Huzaimah dan Ibnu Hiban disahkan oleh Imam
Hakim).

Islam tidak memisahkan ekonomi dan ilmu Agama sehingga manusia harus merujuk pada ketentuan
syariah dalam beraktivitas ekonomi, termasuk dalam memperoleh harta kekayaan.

“Katakanlah (Muhammad), “Tidak sama yang buruk dan yang baik meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat , agar
kamu beruntung.”(QS 5:100)

Perhitungan untung dan rugi harus berorientasi jangka panjang , yaitu memperoleh kepentingan
akhirat,karena kehidupan sementara di dunia dan kehidupan yang kekal adalah kehidupan akhirat. Kita
akan diminta pertanggungjawaban atas semua yang kita lakukan pada hari akhir dimana tidak ada
seorangpun yang dapat menolong kita.

“Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan Allah , Lalu diberitakannya kepada mereka apa yang telah
mereka kerjakan . Allah menghitungnya (Semua amal perbuatan itu) meskipun mereka telah
melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu (QS.58:6)

PENGGUNAAN DAN PENDISTRIBUSIAN HARTA

Islam mengatur aspek kehidupan ekonomi penuh dengan pertimbangan moral, sebagaimana Firman
Allah berikut ini.

“Dan carilah (pahala )negeri akhirat dengan apa yang telah dia anugerahkan Allah kepadamu, tetapi
janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu , dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi . Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (QS 28:77)
Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan dalam penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan
kebutuhannya di dunia, namun disisi lain juga harus cerdas dalam menggunakan hartanya untuk
mencari pahala akhirat. Ketentuan Syariah dalam penggunaan harta antara lain:

1. Tidak Boros dan tidak kikir


“Wahai anak Cucu Adam ! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki)
masjid,makan dan minumlah , tapi jangan berlebihan . Sungguh , Allah tidak menyukai orang
yang berlebihan “ (QS 7:31).

“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau
terlalu mengulurkannya(sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal (QS 17: 29).
Disini kita dapat melihat Allah SWT mengajarkan kita untuk hidup batas kewajaran , tidak boros/
berlebih-lebihan dan tidak kikir.

2. Memberi Infak dan shadaqah


“Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan Allah.
Lalu diantara kamu ada orang kikir, dan barang siapa yang kikir maka sesungguhnya dia kikir
kepada dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang maha kaya dan kamulah yang membutuhkan
(karunia-Nya) dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar). Dia akan menggantikan (kamu)
dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu(QS 47:38)

“Perumpamaan orang yang menginfak hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi
siapa yang dia kehendaki, Dan Allah berjanji barangsiapa melakukan kebajikan akan
dilipatgandakan pahalanya dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”(QS 2:261)
“Apabila Anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara :
Shadaqah jariyah (Infak dan shadaqah ), Ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang
mendoakan” (HR Muslim).

3. Membayar zakat sesuai ketentuan


“ Ambilah zakat dari mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kami itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa mereka. Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “ (QS 9:103)

Setiap manusia beriman yang memiliki harta melampaui ukuran tertentu, diwajibkan untuk
mengeluarkan sebagian hartanya (zakat) untuk orang yang tidak mampu, sehingga tercipta
keadilan social, rasa kasih sayang dan rasa tolong menolong.

4. Memberi pinjaman tanpa bunga( qardhul hasan )


Memberi pinjaman kepada sesame muslim yang membutuhkan, dengan tidak menambah
jumlah yang harus dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini, bertujuan untuk
mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak memberatkan sehingga dapat
menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal yang produktif dan halal.

5. Meringankan kesulitan orang yang berutang


“Dan jika (orang berutang itu )dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia
memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui “( QS 2:280)

AKAD/KONTRAK / TRANSAKSI

Akad dalam bahasa Arab al-Aqd, jamaknya Al- uqud berarti ikatan atau mengikat (al-rabth).
Menurut hokum Islam Akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul)
yang dibenarkan oleh syariah.

Menurut Abdul Razak Al –Sanhuri dalam Nadhariyatul Aqdi Akad adalah kesepakatan dua belah
pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban
yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan
tersebut (Ghufron Mas’adi 2002)

Akad yang sudah terjadi (disepakati ) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari.

“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji (akad)-mu..”(QS 5:1)

JENIS AKAD

1. Akad Tabarru’ (gratuitous contract) adalah perjanjian transaksi yang tidak ditunjukkan untuk
memperoleh laba (nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah tolong menolong dalam berbuat
kebaikan. (Tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa arab yang artinya kebaikan ).
Ada tiga bentuk akad Tabarru sebagai berikut
a) Meminjamkan Uang
Meminjamkan uang termasuk akad Tabarru karena tidak boleh melebihkan pembayaran
atas pinjaman yang kita berikan, karena setiap kelebihan tanpa ‘Iwad adalah riba. Ada
minimal tiga jenis pinjaman yaitu.
1) Qardh, adalah pinjaman yang diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain
mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu
2) Rahn, adalah pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah
tertentu
3) Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari pihak
lain.
b) Meminjamkan Jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad tabarru’ ada
minimal 3 jenis pinjaman yaitu sebagai berikut .
1) Wakalah : memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini untuk melakukan
sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini maka yang kita lakukan hanya atas
nama orang tersebut
2) Wadi’ah : bentuk turunan akad wakalah dimana pada akad ini telah dirinci/
didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan. Sehingga selama pemberian
jasa tersebut kita juga bertindak sebagai wakil dari pemilik barang.
3) Kafalah : juga merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada akad ini
terjadi atas wakalah bersyarat (contingent wakalah)

C) Memberikan Sesuatu

1) Waqaf, adalah pemberian dan penggunaan pemberian yang dilakukan tersebut untuk
kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak dapat dipindahtangankan.

2) Hibah/shadaqah , adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.

Akad Tabarru’ tidak bisa dipindahkan menjadi akad tijarah, dan tidak juga bisa
digunakan untuk memperoleh laba karena sifatnya yang khas seperti itu.

2. Akad Tijarah (Compensational Contract) adalah akad yang ditunjukkan untuk memperoleh
keuntungan .Dari sisi kepastian hasil yang diperoleh akad ini dibagi menjadi dua sebagai
berikut.
a) Natural Uncertainty Contract: adalah kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran ,
dimana pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka miliki menjadi
satu kemudian menanggung resiko bersama –sama mendapatkan keuntungan.
b) Natural Certainty Contract : adalah kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran,
dimana kedua belah pihak saling mempertukarkan asset yang dimilikinya sehingga
objek pertukarannya ( baik barang/jasa) harus ditetapkan di awal akad dan pasti dengan
jumlah (quantity), mutu(quality), harga (price), dan waktu penyerahan (time delivery )

RUKUN DAN SYARAT AKAD

Rukun dan syarat aka dada tiga, yaitu:

1. Pelaku yaitu pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan yang
menyewakan , karyawan dan majikan , shahibul maal dan mudharib, mitra dengan
mitra dalam musyarakah dan lain sebagainya ).
Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka ,
mukalaf dan yang sehat akalnya.
2. Objek akad ada
3.
4.
5. lah sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu.
Objek jual beli adalah barang dagangan , objek mudharabah dan masyarakat adalah
modal dan kerja, objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan
seterusnya.
6. Ijab Kabul adalah kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling ridha.
Tidak sah suatu transaksi apabila salah satu pihak yang terpaksa melakukannya (QS 4:29)
dan olehnya karenanya akad dapat menjadi batal.

TRANSAKSI YANG DILARANG

Larangan ini dikarenakan beberapa sebab antara lain dapat berbuat maksiat/melakukan
hal yang dilarang Allah adanya unsur penipuan, adanya unsur menzalimi pihak yang
bertransaksi dan sebagainya, Dasar hokum yang dipakai dalam melakukan transaksi bisnis
(QS 4:29)

“Hai orang –orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah membunuh dirimu . Sungguh Allah
Maha Penyayang Kepadamu .”

Jadi setiap transaksi bisnis harus berdasarkan prinsip kerelaan antara dua belah pihak dan
tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi dan jika ingin untung harus
menanggung risiko bersama.

Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah.

1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah
2. Riba
3. Penipuan
4. Perjudian
5. Gharar
6. Ikhtiar
7. Monopoli
8. Bai’an Najsy
9. Suap
10. Taalluq
11. Bai al inah
12. Talaqqi al-rukban

AKTIVITAS BISNIS TERKAIT BARANG DAN JASA YANG DIHARAMKAN ALLAH

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan
hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa
terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak pula melampaui batas,
maka sungguh Allah Maha pengampun, Maha Penyayang”. (QS 16:115)
“Sesugguhnya Allah dan Rasulnya telah mengharamkan memperdagangkan
khamar/minuman keras, bangkai, babi, dan patung” (HR Bukhari Muslim)

“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan


harganya”(HR.Ahmad dan Abu Dawud).

Walaupun ada kesepakatan dan rela sama rela antara pelaku transaksi, namun jika objek
transaksi dilarang oleh Allah maka akad tersebut tidak sah. Maka semua aktivitas bisnis
adalah haram karena tidak memenuhi rukun sahnya suatu akad.

Anda mungkin juga menyukai