Anda di halaman 1dari 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN

MEREK NAMA DOMAIN DALAM TINDAKAN


CYBERSQUATTING DI INDONESIA
Oleh:
Ni Komang Lugra Mega Triayuni Dewi
Nyoman A. Martana
Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum
Universitas Udayana
ABSTRAK
Pendaftaran Nama domain memiliki relefansi dengan merek. Dalam
perkembangannya acapkali pihak yang beritikad tidak baik
mendaftarkan merek orang lain sebagai nama domainnya, tindakan
seperti itu dikenal dengan cybersquatting. Tujuan study ini untuk
mengetahui perlindungan bagi pemilik merek yang mereknya
didaftarkan sebagai nama domain oleh pihak lain. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum
normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep. Hasil
study ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pihak
pemilik merek terdaftar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5
Undang-Undang Merek berhak menggunakan mereknya dan memiliki
hak eksklusif atas merek tersebut serta menuntut ganti rugi pada
pihak yang mendaftarkan mereknya sebagai nama domain degan
itikad tidak baik berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Nama Domain, Merek,
Cybersquatting.
ABSTRACT

Registration of domain names has relevance to the brand. In its


development, often parties who have a bad intention to register other
people's brands as their domain names, such actions are known as
cybersquatting. The purpose of this study is to find out the protection of
brand owners whose brands are registered as domain names by other
parties. The method used in this study is a normative legal research


Penulis karya ilmiah yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap
Pendaftaran Merek Nama Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia” ini
merupakan ringkasan di luar skripsi.

Penulis Pertama adalah Ni Komang Lugra Mega Triayuni Dewi, Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: lugramega@gmail.com

Penulis Kedua adalah Nyoman A. Martana, SH.,MH. Dosen Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: nyoman_martana@unud.ac.id

1
method with a legal approach and concept. The results of this study
indicate that legal protection for the owners of registered brands as
stipulated in Article 1 point 5 of the Trademark has the right to use their
brands and have exclusive rights to these brands and demand
compensation from those who register their brands as domain names
with bad intentions Article 23 of the ITE Law.

Keywords: Legal Protection, Domain Names, Brands,


Cybersquatting.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di zaman globalisasi saat ini, kemajuan dan perkembangan


teknologi informasi pada akhirnya dapat merubah hubungan sosial
dalam masyarakat. Hal ini tidak dapat dihindari karena fleksibelitas
dan kemampuan teknologi informasi dan komunikasi dengan cepat
memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Menurut Syamsul
Muarif, teknologi telah mengubah pola kehidupan masyarakat di
berbagai bidang, sehingga secara tidak langsung telah mempengaruhi
munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat.1

Kemajuan di bidang telekomunikasi dan informatika


memberikan pengaruh positif dan negatif bagi kegiatan masyarakat.
Dimana dampak positif dapat dirasakan dalam bidang pendidikan,
politik, hukum, kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain.
Sedangkan dampak negatifnya terletak pada timbulnya berbagai
tindak kejahatan yang terjadi seperti pembajakan, pornografi,
pemalsuan, pencurian kartu kredit, penipuan lewat e-mail,
pembobolan rekening bank, perjudian online, terorisme, dan
sebagainya.

Mengenai tentang kejahatan dibidang teknologi informasi salah


satunya adalah Cybersquatting, yakni tindakan perbuatan yang

1 Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom. (2005). Cyber Law. Aspek

Hukum Teknologi Informasi, Bandung, h. 3.

2
dilakukan oleh salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kerugian
bagi pihak lainnya dengan cara mendaftarkan nama domain oran lain
dan kemudian menjual nama domain tersebut kepada orang tersebut
dengan harga yang lebih tinggi sehingga menimbulkan kerugian bagi
pemilik nama domain aslinya.2 Nama Domain terdiri dari beberapa
karakter untuk menunjuk bidang, yang akan dengan mudah
mengidentifikasi pemegang alamat tersebut atau suatu website.3
Dalam dunia perekonomian para produsen yang khususnya pemilik
hak atas merek memakai nama domainnya yang sama dengan
mereknya.

Perlu diketahui suatu Nama domain pada dasarnya tidak


dibolehkan ada nama domain yang sama. Sehingga hal ini membuat
para pengusaha yang memiliki hak sebagai pemilik hak atas merek
tersebut mau tidak mau untuk secara cepat mendaftarkan nama
domainnya sesuai dengan hak atas mereknya. Namun, hal tersebut
seringkali dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk mencari
keuntungan dari keterlambatan pendaftaran nama domain yang
dilakukan oleh pemilik hak atas mereknya. Tindak kejahatan ini
dapat timbul tidak hanya dikarenakan semakin berkembangnya
teknologi melaikan dikarenakan juga secara yuridis belum adanya
peraturan perundang-undang yang bersifat inti yang mengatur
tentang kejahatan tersebut, dan harus juga melihat dari berbagai
aspek. Misalnya dalam hal pengembangan dan pemanfaatan rule of
law dan internet, juridiksi dan konflik hukum, pengakuan hukum
terhadap dokumen serta tanda tangan eletronik, perlindungan dan
privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten dan cara-cara

2 Hukum Online,
URL:https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl6560/perlindungan-hukum-di-
indoesia-atas-tindakan-cybersquatting-, diakses tanggal 8 Maret 2019.
3 Putri, H. Y. Pengaturan Passing Off Dalam Penggunaan Domain Name

Terkait Dengan Merek. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law
Journal), 5(3), 467-481.

3
penyelesaian sengketa domain.4 Maka dari itu untuk membahas lebih
dalam penulis mengambil judul jurnal yang berjudul “Perlindungan
Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama Domain Dalam
Tindakan Cybersquatting Di Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang masalah yang telah dipaparkan


diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah yakni
Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama
Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui dan


memahami perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek nama
domain dalam tindakan cybersquatting di Indonesia.

II. ISI MAKALAH


2.1 Metode Penulisan

Dalam penulisan jurnal ini penulis memakai metode penelitian


hukum normatif atau yang sering disebut dengan penelitian
kepustakaan karena penelitian ini mengunakan pendekatan yakni
peraturan perundang-undangan atau bahan-bahan hukum yang
lainnya dan konsep.5 Yang dimana bahan hukum penelitian
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka.6

2.2 Hasil Dan Pembahasan

Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama


Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia

4 Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, loc.cit.


5 I Made Pasek Diantha, dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2018, Metode
Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi, Swasta Nulus, Denpasr-Bali, h. 3.
6 Zainal Asikin. (2004). Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 166.

4
Nama domain adalah suatu alamat dalam jaringan internet,
pada jaringan internet tersebut digunakan untuk mempermudah
pengguna dan mengingat nama server yang ingin dikunjungi. Nama
domain ini tidak berfungsi layaknya seperti pemerintahan dimana
tidak adanya suatu kewenangan yang tersentral.7 Pengertian Nama
domain juga telah tercantum dalam penjelasan Pasal 1 angka 20 UU
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun
2008 tentang ITE yang menyebutkan bahwa: “Nama Domain adalah
alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang
bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet”.

Menurut Budi Rahardjo yang berpendapat bahwa dalam


penggunaan nama domain menjadi lebih intensif dan nama domain
menjadi bagian dari identitas seseorang atau entitas bisnis.8 Hal ini
secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa dalam pemakain
nama domain telah menjadi bagian dari perlengkapan komunikasi
yang digunakan oleh kalangan bisnis untuk mengidentifikasikan
dirinya, produknya dan segala aktivitasnya serta berfungsi sebagai
media dalam transaksi bisnis perdagangan.9 Dimana Nama domain
memiliki keterikatan erat dengan merek, keterikatan ini dapat dilihat
dalam dunia bisnis atau perekonomian tepatnya perdagangan,
banyak pelaku bisnis tertentu bagi pemilik hak atas merek yang
dengan sengaja memakai nama domain yang serupa dengan
mereknya. Tujuan digunakannya nama domain yang serupa dengan
mereknya ialah agar mempermudahkan pelanggan guna

7 Edmon Makarim. (2003). Kompilasi hukum telematika. Divisi Buku


Perguruan Tinggi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 287.
8 Budi Rahardjo, 2000, ”Aspek Teknik dari Nama Domain di Internet”,
Makalah disampaikan pada Seminar Domain Name dan Anti Persaingan Curang,
Jakarta, 2 Oktober 2000, h. 2.
9 Makarim, E, loc.cit.

5
mengidentifikasi suatu website yang mereka gunakan berhubungan
dangan barang yang diingikan oleh konsumen. Walaupun keduanya
memiliki keterkaitan erat, namun tidak dapat dikatakan bahwa
keduanya identik, keduanya memiliki sistem dan syarat-syarat
pendaftaran serta pengakuan eksistensinya secara berbeda. 10

Di Indonesia Nama domain dan merek diatur dalam peraturan


yang tidak sama. Penggunaan Nama domain diatur dalam peraturan
Undang-Undang ITE sedangkan Pada Merek diatur dalam peraturan
UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Perbedaan nama domain dengan merek menurut penulis terdapat
dalam pengertiannya yakni berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Merek,
pada intinya Merek ialah suatu indentitas yang digunakan sebagai
pembeda dari suatu produk dengan produk lainnya yang diproduksi
oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan.
Sedangkan, definisi dari nama domain tercantum dalam Pasal 1
angka 20 Undang-Undang ITE yang telah di paparkan pada
penjelasan sebelumnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
nama domain sebagai alamat dalam suatu internet yang dapat
dipergunakan untuk berkomunikasi lewat internet sedangkan Merek
digunakan untuk membedakan barang dan saja berupa tanda yang
memiliki kemampuan untuk membedakan barang dan jasa dari jenis
produk lainnya.11

Selain perbedaan diatas, terdapat pula perbedaan antara nama


domain dengan merek yakni menggunakan asas yang berbeda. Di
Indonesia merek menganut asas sistem first to file system yang
dikenal dengan proses pendaftaran.12 Pada first to file system ini

10 Ni Ketut Supasti Dharmawan. (2014). Perlindungan Merek Terdaftar Dari


Kejahatan Dunia Maya Melalui Pembatasan Pendaftaran Nama Domain. Jurnal Cita
Hukum, 2(2), h. 205.
11 Rahmi Jened. (2015). Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global

dan Integrasi Ekonomi. Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, h. 60.


12 Ni Ketut Supasti Dharmawan. (2018). Harmonisasi hukum kekayaan

intelektual Indonesia. Swasta Nulus, h. 60.

6
didasarkan pada pendaftaran pertama.13 Asas first to file tercantum
dalam Pasal 3 Undang-Undang Merek yang menyebutkan: “Hak atas
Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar”. Yang dimaksud
adalah melakukan permohonan melalui proses pemeriksaan yang
telah ditentukan, melakukan proses pemeriksaan substantif,
melakukan proses pengumuman dan mendapatkan persetujuan dari
Direktur Jendral agar dapat diterbitakanya seterfikat merek tersebut.
Hal ini menunjukan bahwa hak atas merek merupakan hak eksklusif,
yang perlindungan terhadap hak atas merek yang dilindungi
hanyalah merek yang sudah terdaftar dan merupakan pengakuan
atas pembenaran akan hak atas merek seseorang, dengan dibuktikan
melalui sertifikat pendaftaran merek sehingga dapat memperoleh
perlindungan hukum sesuai tercantum dalam Pasal 1 angka 5 UU
Merek.14 Sedangkan pada nama domain memaki asas first come first
serve. Mengenai asas tersebut tercantum pada penjelasan Pasal 23
ayat (1) UU ITE, yang menyatakan “ Nama Domain berupa alamat
atau jati diri . . . yang perolehannya didasarkan pada prinsip
pendaftaran pertama ( first come firsy serve ). Perlu diketahui dalam
pendaftaran pertama tersebut dalam ketentuan nama domain
dengan merek atau dalam bidang Kekayaan Intelektual berbeda. Hal
ini dikarenakan dalam ketentuan pendaftaran pertama nama domain
tidak diperlukan pemeriksan substantif, sebagaimana dalam
ketentuan pendaftaran pertama merek dan paten yang salah satu
ketentuannya harus melakukan pemeriksaan substantif.15

Nama domain dengan merek merupakan salah satu tujuan


bisnis yang dimana akan saling bersinggungan karena akan

13Tomi Suryo Utomo. (2010). Hak kekayaan intelektual (HKI) di era global:
sebuah kajian kontemporer. Graha ilmu, Yogyakarta, h. 14.
14 Ida Ayu Citra Dewi Kusuma, Perlindungan Hukum Atas Hak Eksklusif

Pemilik Merek Di Indonesia Terhadap Pelanggaran Merek Dalam Bentuk Perjanjian


Lisensi, Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 3.
15 Ahmad M Ramli. (2004). Cyber law & HAKI dalam sistem hukum

Indonesia. Refika Aditama, Bandung, h. 65.

7
timbulnya beraneka macam kepentingan. Akibat meluasnya
penggunaan jaringan internet di bidang perekonomian, dapat
menimbulkan pengaruh terhadap perlindungan merek. Salah satunya
apabila nama domain biasanya digunakan sebagai merek dagang,
nama suatu perusahaan, barang dan jasa tanpa adanya ijin dari
pemilik hak aslinya.16 Menurut pendapat O.K Saidin “Pelanggaran ini
dapat terjadi saat pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan
sebuah perusahaan atau dengan sebuah merek perusahaan ternyata
mendaftarkan nama dari perusahaan yang bersangkutan tersebut
sebagai nama domainnya di jaringan internet tanpa adanya ijin”.17
Sehingga sudah seharusnya jika hak merek yang dimiliki seseorang
dilindungi secara yuridis dari perbuatan-perbuatan yang mengarah
pada pemakaian merek secara salah atau melawan hukum. Tujuan
perlindungan hukum tersebut berfungsi untuk melindungi suatu hak
merek dari tindakan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang
beritikad tidak baik.18

Melihat perkembangan saat ini, nama domain dalam dunia


perekonomian sudah memiliki nilai ekonomis sehingga nama domain
mulai diperdagangkan. Hal ini mengakibatkan munculnya pelaku
yang berniat buruk untuk mendapatkan keuntungan dengan cara
membuat dan mendaftarkan nama domain yang sama dengan nama
seseorang yang terkenal, nama perusahaan, atau barang dan jasa
orang lain yang telah banyak di ketahui oleh masyarakat. Tindakan
kejahatan ini disebut dengan kejahatan siber yakni Cybersquatting.
Menurut Black Law Dictionary yang menyatakan: Cyberquatting is “. .

16 H. OK Saidin . (2003). Aspek hukum hak kekayaan intelektual:(intellectual


property rights). Penerbit Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 523.
17 Ibid.
18 Meliala, J. S. (2015). Perlindungan Nama Domain Dari Tindakan

Pendaftaran Nama Domain Dengan Itikad Buruk Berdasarkan Hukum Positif


Indonesia dan Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy. Kumpulan Jurnal
Mahasiswa Fakultas Hukum, h. 5.

8
. a company’s trademark, and then seeking to profit by silling or
licensing the name to the company that has an interest in being
identified with it”.19 Dari pemaparan diatas Cybersquatting
merupakan tindakan yang di lakukan oleh suatu pihak dengan cara
mendaftarkan nama domain seseorang atau perusahaan orang lain
dengan menjualnya kembali kepada orang atau perusahaan tersebut
dengan harga yang lebih tinggi sehingga orang yang mendaftarkan
nama domain tersebut terlebih dahulu mendapatkan keuntungan dan
bagi pemilik nama domain aslinya akan mengalami kerugian.

Dalam hukum Indonesia nama domain telah diatur dalam


Undang-Undang ITE. Akan tetapi mengenai pengaturan tindakan
kejahatan yang terjadi pada nama domain tidaklah diatur di Undang-
Undang tersebut. Adapun Pasal-Pasal yang mengatur masalah nama
domain dalam Undang-Undang ITE yakni Pasal 23 ayat (1), (2), (3).
Pada Pasal 23 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Nama domain
berupa alamat atau jati diri penyelenggaraan negara, . . . yang
perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftaran pertama ( first
come first serve)”. Kelemahan prinsip pendaftar pertama pada nama
domain ini terletak pada pihak registrar yang tidak melakukan
pegecekan secara kompetensi pada pihak pendaftar. Hal inilah yang
akan menimbulkan sengketa, khususnya pada pendaftaran nama
domain yang berkaitan dengan merek.

Dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang ITE tercantum bahwa


: “Pemilik dan pengguna nama domain harus didasarkan pada itikad
baik, tidak boleh melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat
dan tidak melanggar orang lain”. Maksud dari “melanggar hak orang
lain”, cotohnya memakai nama domain yang sama dengan nama
orang yang telah dikenal banyak orang, nama perusahaan dan nama

19 Hukum Online, loc.cit.

9
sejenisnya yang pada intinya dapat menimbulkan kerugian bagi pihak
lain.

Pada Pasal 23 ayat (3) yang menyebutkan: “Setiap


penyelenggaraan negara, orang, badan usaha, atau masyarakat yang
dirugikan karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh
orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain
yang dimaksud”. Maksud kata "penggunaan Nama Domain secara
tanpa hak" diatas merupakan tindakan mendaftarkan atau memakai
nama domain yang hanya bertujuan menghalangi orang lain untuk
memakai nama domainnya misalnya menggunakan nama dirinya
atau produknya. Pada intinya orang tersebut tidak memiliki hak
untuk mendaftarkan dan menggunakan nama domain tersebut.
Mengenai semua pihak dalam pasal tersebut apabila pihak-pihak
yang telah merasa dirugikan dikarenakan adanya pemakaian nama
domain secara tanpa hak yang di lakukan oleh pihak lain memiliki
hak untuk mengajukan gugatan pembatalan nama domain tersebut.
Kerugian yang dimaksud sini dapat berupa kerugin berupa uang
(materiil) maupun kerugian yang tidak berupa uang (imateriil). Oleh
sebab itu berdasarkan Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang ITE
maka dapat melakukan gugatan pembatalan nama domain apabila
telah merasa dirugikan.

Dalam penyelesaian sengketa penyalahgunaan nama domain


dapat juga diselesaikan menggunakan dasar hukum Undang-Undang
Merek. Contoh kasus di Indonesia mengenai nama domain yang
berkaitan dengan merek yaitu kasus Sony Corp vs Sony AK, dan
kasus Mustika Ratu. Pada faktanya penyelesaian sengketa dalam
nama domain mengacu pada hukum kekayaan Intelektual. Perihal ini
didukung oleh pendapat J. B. Lumenta yang mengemukakan: “dilihat
dari praktek hukumnya konsep hukum merek-lah yang pada
prinsipnya yang dipakai untuk menyelesaikan kasus-kasus nama

10
domain. Karena nama domain dimaksudkan sebagai suatu yang
mudah diingat dan dikenal yang berkaitan dengan pemiliknya. Faktor
ini sama halnya dengan tujuan dan fungsi merek”. 20 Apabila terjadi
sengketa nama domain yang berkaitan dengan merek dapat dituntut
baik secara perdata maupun pidana oleh pihak pemilik merek sesuai
dengan ketentuan Pasal 83, Pasal 100, dan Pasal 101 Undang-
Undang Merek.21

Perlindungan hukum terhadap nama domain yang


berhubungan dengan merek terkait tindakan cybersquatting, yakni
terdapat upaya pemerintah melalui pemberian tanggungjawab kepada
PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia). PANDI disini bertugas
sebagai pembuat dan perancang aturan-aturan terhadap nama
domain yang sesuai dengan ketetentuan yang telah ditetapkan
berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE. Adapun kewenangan
yang dimiliki oleh PANDI yakni berwenang untuk mengelola nama
domain dalam media internet, menyampaikan informasi persyaratan-
persyaratan untuk membuat suatu nama domain. Adapun salah satu
syarat pembuatan nama domain yaitu dalam penamaan suatu nama
domain harus sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku.

Tujuan didirikannya PANDI yanki sebagai menyediakan


registrasi, menyediakan jasa layananan dan sekaligus
mengembangkan jasa pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
berlaku. Selain itu bertujuan untuk melindungi kepentingan para
pengguna nama domain dan para anggota dan memberikan
dukungan yang berupa bimbingan secara teknis kepada para anggota
dalam pengelolan pembuatan nama domain, serta menjalin
kerjasama dengan pemerintah berkenaan dengan membantu saranan
informatika, dan juga melaksanakan hasil putusan yang sudah

20 Aris Ganang, 2012, “Aspek Perlindungan Hukum Nama Domain dan


Merek”, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, Jilid 7,
Nomor 1, April 2012, tanpa tempat terbit, h. 15.
21 Ibid. h. 19.

11
memiliki kekuatan hukum tetap terhadap perselisihan nama domain
yang telah diselesaikan oleh Pemerintah.22

Mengenai proses terkait dengan pencegahan pelanggaran yang


berkaitan dengan nama domain, salah satu upanya PANDI yakni
melaksanakan kebijaka nama domain sesuai dengan ketentuan
dalam Udang-Undang ITE, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informasi Nomor 28/PER/M.KOMINFO/9/2006 serta Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Informasi dan
Transaksi Elektronik (RPP-PITE) yang khusus mengelola nama
domain bagi situs website resmi yang berkaitan dengan
pemerintahan.23

III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia telah memiliki peraturan Perundang-Undangan ITE


yang didalamnya mengatur tentang nama domain. Namun
pengaturan secara substansial tentang kejahatan nama domain
berkaitan dengan merak belum diatur dalam Undang-Undang ITE
tersebut. Akibatnya terjadinya kekosongan norma yang menimbulkan
berbagai persoalan pada pendaftaran nama domain yang beritikat
tidak baik berhubungan dengan merek yang dialami oleh pemilik
nama domain aslinya salah satunya cybersquatting. Mengenai
perlindungan hukum bagi pihak pemilik merek terdaftar sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Merek berhak
menggunakan mereknya dan memiliki hak eksklusif atas merek
tersebut serta menuntut ganti rugi pada pihak yang mendaftarkan

22 PANDI, Berita Acara Penyerahan (BAP) Pengelolaan Domain Indonesia no


BA-43 43/DJAT/MKOMINFO/6/2007, http://pandi.or.id/index.php/tentang-
pandi/sejarah-pandi diakses pada 30 April 2019 pukul 19.00 WITA. Tanpa tempat
terbit.
23 Fazari, S. L. (2014). Perlindungan Nama Domain Merek Terkenal Terhadap

Tindakan Cybersquatting Di Internet Menurut Undang-Undang Nomer 15 tahun


2001 Tentang Merek. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum, 1(1), h. 13.

12
mereknya sebagai nama domain degan itikad tidak baik berdasarkan
Pasal 23 Undang-Undang ITE.

3.2 Saran

Dalam perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek nama


domain dalam tindakan cybersquatting di Indonesia sebaiknya diatur
secara substansial. Peran pemerintah di sini sangat dibutuhkan
dengan cara melakukan perubahan terhadap Undang-Undang ITE
dengan menambahkan norma-norma yang berkaitan dengan
kejahatan nama domain atau membuat Undang-Undang baru yang
khusus berkaitan dengan nama domain yang di dalamnya mengatur
tentang kejahatan nama domain agar dalam penegakkan hukumnya
dapat dilakukan dengan jelas dan adil.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arief Mansur, D. M., & Gultom, E. (2005). Cyber Law. Aspek Hukum
Teknologi Informasi, Bandung.
Asikin, A. (2004). Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dharmawan, N. K. S. (2018). Harmonisasi hukum kekayaan
intelektual Indonesia. Swasta Nulus.
I Made Pasek Diantha, dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2018,
Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi, Swasta
Nulus, Denpasr-Bali.
Jened, R. (2015). Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global
dan Integrasi Ekonomi. Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.
Makarim, E. (2003). Kompilasi hukum telematika. Divisi Buku
Perguruan Tinggi, RajaGrafindo Persada, Jakarta
OK, H. (2003). Aspek hukum hak kekayaan intelektual:(intellectual
property rights). Penerbit Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Ramli, A. M. (2004). Cyber law & HAKI dalam sistem hukum
Indonesia. Refika Aditama, Bandung.
Utomo, T. S. (2010). Hak kekayaan intelektual (HKI) di era global:
sebuah kajian kontemporer. Graha ilmu, Yogyakarta.
JURNAL ILMIAH

13
Aris Ganang, 2012, “Aspek Perlindungan Hukum Nama Domain dan
Merek”, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Palangka Raya, Jilid 7, Nomor 1, April 2012, tanpa tempat
terbit.
Ashari Luthfan Ibnu, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas
Merek Terhadap Nama Domain Yang Sama Menurut Hukum
Positif Di Indonesia, Diponogoro Law Journal, Volume5, Nomor
3, Tahun 2016, tanpa tempat terbit.
Dharma, S. (2014). Perlindungan Merek Terdaftar Dari Kejahatan
Dunia Maya Melalui Pembatasan Pendaftaran Nama Domain.
Jurnal Cita Hukum, 2(2)
Fazari, S. L. (2014). Perlindungan Nama Domain Merek Terkenal
Terhadap Tindakan Cybersquatting Di Internet Menurut
Undang-Undang Nomer 15 tahun 2001 Tentang Merek.
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum, 1(1),
Ferdinand Tommy, “Perlindungan Hukum Atas Hak Merek Pengguna
Nama Domain Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Serta
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen”, Jurnal Fakutas Hukum Universitas Brawijaya,
Tahun 2015, Malang
Ida Ayu Citra Dewi Kusuma, Perlindungan Hukum Atas Hak
Eksklusif Pemilik Merek Di Indonesia Terhadap Pelanggaran
Merek Dalam Bentuk Perjanjian Lisensi, Jurnal Kertha Semaya
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Meliala, J. S. (2015). Perlindungan Nama Domain Dari Tindakan
Pendaftaran Nama Domain Dengan Itikad Buruk Berdasarkan
Hukum Positif Indonesia dan Uniform Domain Name Dispute
Resolution Policy. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas
Hukum.
Putri, H. Y. Pengaturan Passing Off Dalam Penggunaan Domain Name
Terkait Dengan Merek. Jurnal Magister Hukum Udayana
(Udayana Master Law Journal), 5(3).
MAKALAH
Rahardjo Budi, 2000, ”Aspek Teknik dari Nama Domain di Internet”,
Makalah disampaikan pada Seminar Domain Name dan Anti
Persaingan Curang, Jakarta, 2 Oktober 2000
INTERNET
Hukum Online,
URL:https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl6560/perlind
ungan-hukum-di-indoesia-atas-tindakan-cybersquatting-,
diakses tanggal 8 Maret 2019.

14
PANDI, Berita Acara Penyerahan (BAP) Pengelolaan Domain Indonesia
no BA-43 43/DJAT/MKOMINFO/6/2007,
http://pandi.or.id/index.php/tentang-pandi/sejarah-pandi
diakses pada 30 April 2019 pukul 19.00 WITA. Tanpa tempat
terbit.
PERATURAN UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis

15

Anda mungkin juga menyukai