Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mirdha Triyani Andi Amir

NIM : 2008501035

1. Kerifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh
dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi dalam mengatur
kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai yang
profane (biasa). Di samping itu kearifan lokal dapat didekati dari nilai-nilai yang berkembang di
dalamnya seperti nilai religius, nilai etis, estetis, intelektual atau bahkan nilai lain seperti
ekonomi, teknologi dan lainnya. Maka kekayaan kearifan lokal menjadi lahan yang cukup subur
untuk digali.
Peranan agama tidak bisa dipandang sebelah mata dalam hubungan sosial, kebudayaan,
maupun peradaban. Agama menempati tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
khususnya Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang religius. Kenyataan pluralitas agama
di Indonesia menunjukkan adanya dinamisasi sekaligus problematic yang dihadapi bangsa
Indonesia untuk hidup berdampingan dalam kebersamaannya. Baik secara teoritis maupun
faktual masalah ini bukanlah persolan sederhana yang hanya dapat diselesaikan dalam peta
konsep teoritis dan sloganitas kerukunan umat beragama.
Sikap inklusif dalam arti menerima dan  menyadari kehadiran agama lain dalam kehidupan
bersama dan bernegara tidak menjadikan pemeluk-pemeluk agama kehilangan jati diri,
eksistensi dan penganutnya. Apabila hal itu disadari masing-masing pihak sebagai kenyataan dan
keniscayaan pluralitas, maka problematika substansial antar pemeluk agama telah selesai. Oleh
karenanya inklusifitas justeru menjadi jaminan terhadap keharmonisan masing-masing agama
untuk tetap eksis dalam satu kesatuan pluralitas. Sebaliknya sikap eksklusif dalam arti menutup
diri terhadap kenyataan pluralitas dan mengedapankan idealitas serta egois sepihak, justeru
menimbulkan ketidakseimbangan dan disharmonitas antar pemeluk agama-agama. Eksklusifitas
tersebut merupakan langkah mundur peradaban manusia sekaligus pengingkaran pluralitas yang
merupakan sunnatullah.

2. Kearifan lokal di Ambon ada yang disebut Pela, yaitu suatu tatanan kebersamaan mirip dengan
gotong royong di Jawa. Pela ini bisa menembus batasan agama, marga, ataupun suku. Ketika
Pela ini terkait dengan mata pencarian, maka bila suatu kelompok nelayan akan melaut, mereka
akan mengajak anggota satu Pelanya untuk bahu-membahu menghasilkan ikan yang lebih
banyak daripada jika menangkap sendiri. Kearifan local ini sangat mencerminkan nilai – nilai
Pancasila seperti nilai kemanusiaan dan persatuan.

3. Sebagai mahasiswa kita akan bertemu dan dikelilingi oleh orang – orang yang terdiri
dari berbagai suku, ras, budaya, dan agama dari seluruh penjuru Indonesia. Kehidupan
kampus yang beragam membutuhkan nilai toleransi antar mahasiswa yang cukup tinggi.
Kita sebagai mahasiswa harus bias menghormati perbedaan-perbedaan yang ada di
antara mahasiswa-mahasiswa yang lain. Rasa menghormati antar mahasiswa dapat
menimbulkan keharmonisan dalam kehidupan kampus dan menjaga keberlangsungan
pembangunan dalam kehidupan kampus.

4. Gotong royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas dari bangsa
Indonesia dari jaman dahulu kala hingga saat ini. Rasa kebersamaan ini muncul karena adanya
sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan beban yang sedang
dipikul. Hanya di Indonesia kita dapat menemukan sikap gotong royong ini karena di negara lain
masyarakatnya cenderung acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Ini merupakan sikap
positif yang harus selalu dijaga dan dilestarikan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
kokoh dan kuat disegala hal karena didasari oleh sikap saling bahu membahu antara satu
dengan yang lain.
Namun ketika kita melihat budaya gotong royong pada zaman sekarang, betapa mirisnya
karena budaya tersebut telah memudar tergilas arus globalisasi. Banyak budaya-budaya baru
yang masuk seperti modernisasi dan lain sebagainya, seperti yang kita ketahui masyarakat
cenderung lebih individualis, konsumtif dan kapatalis sehingga rasa kebersamaan, kekeluargaan
dan senasib sepenanggungan dirasa tidak lagi penting. 
Alasan lain yang membuat masyarakat Indonesia sudah mulai melupakan nilai-nilai luhur
dari budaya gotong royong adalah sifat-sifat seperti malas, dimana sifat malas ini membuat
mereka enggan untuk melakukan kegiatan bersama-sama seperti kerja bakti dan sebagainya. 
Ketika hal seperti ini terus terjadi maka akan memiliki dampak yang buruk terhadap
masyarakat khususnya generasi muda. Karena generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan
budaya seperti ini maka mereka juga akan hidup dengan cara yang salah pula.
Oleh sebab itu perlu kesadaran diri dari berbagai pihak untuk senantiasa menumbuhkan
semangat bergotong-royong agar terwujud kehidupan bangsa yang lebih baterah pada
kerukunan dengan saling bahu-membahu dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

5. Pengembangan karakter pancasilais seperti tanggung jawab terjadi saat dimana sikap dan
perilaku seseorang yang melaksanakan tugas dan kewajibanya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.

6. Pemilhan ketua RW/RT di lingkungan perumahan didasarkan pada prinsip prinsip musyawah
yaitu Setiap peserta musyawarah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
mengeluarkan pendapat, setiap keputusan, baik sebagai hasil mufakat maupun berdasarkan
suara terbanyak harus diterima dan dilaksanakan dan, apabila cara musyawarah untuk mufakat
tidak dapat dicapai dan telah diupayakan berkali-kali maka dapat digunakan cara lain yaitu
dengan pengambilan suara terbanyak.

7. Pengertian Hakikat nilai-nilai sila pancasila sebagai sistem filsafat adalah sebagai berikut:
 Sila pertama (Ketuhanan yang Maha Esa) : Keyakinan bahwa mempercayai adanya
Tuhan sebagai prisip utama yang menjadi landasan adanya tanggung jawab.
 Sila kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab) : Sifat kodrat lahiriah dari manusia,
bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup secara individu. Menjunjung
tinggi asas kemanusiaan dan tata karma sesuai kepribadian bangsa Indonesia
 Sila ketiga (Persatuan Indonesia) : Semangat kebangsaan, rasa cinta tanah air yang
tertanam di hati masyarakat Indonesia demi menjaga persatuan bangsa Indonesia.
 Sila keempat (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan) : Keputusan yang diambil ketika menemui suatu
permasalahan melalui musyawarah mufakat yang disepakati dan dijalankan semua
anggota. Bukan mengambil pendapat mayoritas dan mengesampingkan pendapat
minoritas. Menghargai semua usul yang ada dan mengambil keputusan sebagai jalan
terbaik atas permasalahan yang ada.
 Sila kelima (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) : Menjung tinggi keadilan
dalam berbagai aspek demi menegakkan hukum tanpa memandang bulu.

Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan
dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan
masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan
warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap
Pancasila bisa diminimalisir.

Anda mungkin juga menyukai