Isolasi Sosial B. Proses Terjadinya Masalah 1. Definisi Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2009). Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Townsend, 2009). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart & Larai, 2009). 2. Etiologi Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut. Menurut Stuart & Larai (2009) isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah : a. Faktor predisposisi 1) Faktor perkembangan Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yaitu tidak mampu membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang, kurangnya stimulasi kasih sayang, perhatian dan kehangatan ibu (pengasuh) pada waktu masih bayi akan memberikan rasa tidak aman yang menghambat terbentuknya rasa percaya yang mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Pengamatan sosial individu pada masing-masing meninggalkan sejumlah bekas beberapa sikap, sifat, nilai yang khas. Tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari: a) Bayi Tugas perkembangan pokok dari bayi adalah membentuk sikap ketergantungan dan kepercayaan kepada orang lain. Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan kepada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain serta menarik diri. Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya. b) Pra Sekolah Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan keluarga khususnya ibu. Dalam hal ini anak memerlukan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa optimis anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan saling ketergantungan. Kegagalan anak dalam hubungan dengan lingkungan respon keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung, ragu-ragu, menarik diri dalam lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut salah. Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulaimengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya.Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen. c) Anak Sekolah Pada dewasa ini anak mengenal kerjasama, kompetensi, kompromi, teman dan orang dewasa diluar keluarga (guru dan teman) menempatkan sumber pendukung yang penting bagi anak. Orangtua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain. Kegagalan dalam membina hubungan teman, kurangnya dukungan dari guru dan pembatasan dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu menarik diri dari lingkungan. d) Remaja Pada pra remaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti dari pada hubungannya dengan orang tua. Konflikakan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang sering kali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja. Pada usia ini merupakan bagian penting dari perkembangan yang membantu semoga menemukan identitasnya sendiri. Telah dapat menyesuaikan diri, berintegrasi serta menikmati sebuah sosial dalam kelompok sebayanya. Saat-saat orang dimana menunjukkan permusuhan dan pemberontakan yang mungkin akan diikuti saat-saat ketergantungan dimana seseorang mencari lagi penghiburan, rasa aman serta pengertian dan nasehat orang tua. Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas dan rasa percaya diri yang kurang. e) Dewasa muda Pada masa ini individu memperhatikan hubungan saling ketergantungan dengan orang tua dan sebaya, individu belajar mengambil keputusan dengan cara memperhatikan saran dan pendapat orang lain. Seperti memilih pekerjaan dan melangsungkan perkawinan. Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain danmenerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, akan mengakibatkan individu akan menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karier. e) Dewasa tengah Peran menjadi orang tua mempunyai hubungan antara orang lain merupakan sesuatu tempat untuk menguji kemampuan saling ketergantungan, memperoleh perhatian, menggantungkan minat aktivitas pada kehidupan. Kegagalan dengan membina hubungan dengan orang dewasa kini akan mengakibatkan diri (perhatian hanya tertuju pada diri sendiri) produktivitas dan kreativitas berkurang, pemahaman terhadap orang lain kurang. Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak. f) Dewasa lanjut Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan fungsi, kegiatan, pekerjaan, teman hidup, individu tetap meneruskan bimbingan yang sering memberi masukan dengan orang lain. Individu yang mempunyai perkembangan yang baik dan menerima kehilangan dan mengaku bahwa dukungan orang lain membantu. Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaanatau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan. Kegagalan individu pada tahap ini akan mengakibatkan perilaku menarik diri. 2) Faktor genetik Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,didugadapat menyebabkan skizofrenia. 3) Faktor Komunikasi dalam Keluarga Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. 1) Sikap bermusuhan/hostilitas 2) Sikap mengancam,merendahkan dan menjelek-jelekkan anak 3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. 4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegursapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah. 5) Ekspresi emosi yang tinggi 6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat) Pada komunikasi dalam keluarga juga dapat mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak menghargai, tidak mempunyai angota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitas terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini. b. Faktor presipitasi Stresorpresipitasi terjadinyaisolasisosial dapatditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi: 1) Faktor eksternal Stressor sosial budaya: stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya keluarga. Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunans tabilitas keluarga seperti perceraian,berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau di penjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial. 2) Faktor Internal Stresor psikologik: stres terjadi akibat ansietas berkepanjangan disertaiaketerbatasan kemampuan membatasinyaaKecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. 3. Manifestasi Klinis Menurut Townsend (2009) isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: Data subjektif : a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki Data objektif: a. Tampak menyendiri dalam ruangan b. Tidak berkomunikasi, menarik diri c. Tidak melakukan kontak mata d. Tampak sedih, afek datar e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya h. Kurang aktivitas fisik dan verbal i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah: a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan f. Pasien merasa tidak berguna g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup 4. Rentang Respon Menurut Stuart dan Sundeen (1998), respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai mal adaptif.
Respon Adaptif Respon maladaptif
Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri
Otonomi Dependensi Ketergantungn Bekerjasama Curiga Manipulasi Interdependent Curiga a. Respon Adaptif Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah : 1) Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjai di lingkungan sosialnya. 2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. 3) Bekerjasama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain. 4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. b. Respon Maladaptif Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial yang termasuk respon maladaptif adalah : 1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. 2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain. 3) Manipulasi, seseorang yang menggangu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam 4) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain. 5. Jenis-jenis menarik diri a. Menarik diri autistic Suatu keadaan pasien mengalami ketidakmampuan untuk mengatakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya secara wajar dan hidup. b. Menarik diri regresif Suatu keadaan pasien yang sedikit mengalami kemunduran ke masa perkembangan yang lebuh dini dapat bermanifestasi dalam bentuk prilaku, sikap yang tidak berdaya. c. Menarik diri katatonik Suatu keadaan pasien yang sedikit atau sama sekali tidak menghiraukan sekelilingnya, pasien menyadari segala sesuatu yang terjadi disekitarnya, tetapi dia tidak memberi reaksi pada saat itu. 6. Proses Terjadinya Masalah Proses terjadinya isolasi sosial sebagai berikut : a. Pattern of Parenting (pola asuh keluarga) Misalnya pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki, contohnya akibat kegagalan KB, hamil diluar nikah, jenis kelamin yang tidak diinginkan, bentuk fisik kurang meyakinkan menyebabkan kelurga mengelurkan komentar- komentar negative, merendahkan dan menyalahkan anak. b. Inefective Coping (koping individu yang efektif) Misalnya saat individu mengalami kegagalan menyalahkan orang lain, ketidak berdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan dan menarik diri dari lingkunan, terlalu tingginya self ideal dan tidak mampu menerima realita dengan rasa syukur. c. Lock Develipment Task (gangguan tugas perkembangan) Misalnya kegagalan menjalani hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas, bekerja, bergaul, sekolah, menyebabkan ketergantungan pada orang tua, rendahnya ketahanan terhadap berbagai kegagalan. d. Stressor Internal Misalnya, stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas terjadi akibat berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaan atau orang yang dicintai. C. Pohon Masalah Efek Risiko gangguan sensori persepsi: halusinasi
Core Problem Gangguan interaksi sosial: isolasi
sosial
Etiologi Gangguan konsep diri: harga diri rendah
1. Masalah keperawatan a. Gangguan interaksi sosial : Isolasi sosial b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah c. Risiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi 2. Data yang perlu dikaji a. Isolasi Sosial 1) Data Subyektif Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban singkat ya atau tidak. 2) Data Obyektif Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan banyak diam. b. Resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi 1) Data Subjektif a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata. b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata. c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus. d) Klien merasa makan sesuatu. e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya. f) Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar. g) Klien ingin memukul/ melempar barang-barang. 2) Data Objektif a) Klien berbicara dan tertawa sendiri. b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu. c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu. d) Disorientasi. c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah 1) Data subyektif Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. 2) Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup. D. Rencana Tindakan Keperawatan a. Pasien Sp1 P 1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial 2) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain. 3) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain. 4) Mengajarkan pasien berkenalan dengan satu orang 5) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan hariannya. Sp2 P 1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2) Memberi kesempatan pada pasien cara berkenalan dengan satu orang 3) Membantu pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Sp3 P 1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2) Memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih 3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. b. Keluarga Sp1 K 1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasoien beserta proses terjadinya. 3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial. Sp2 K 1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial. 2) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial. Sp 3 K 1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning). 2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang. DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart, G., & Larai. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing 9 th ed. Missouri: Mosby, inc.
Townsend, M. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in Evidance
Based Practice (6 th ed). Philadelphia: F. A Davis.
Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &