Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERPAJAKAN

Disusun oleh :
Andi Muhammad Al- Ayyubi (1867142006)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak
dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam
mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran dan rasa tanggung jawab, Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan barang.
Pajak yang dipungut berdasarkan ketentuan UUD dan aturan pelaksanaannya tanpa jasa timbal
balik dari Negara. Pajak yang digunakan untuk biaya rumah tangga yaitu pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang ekonomi. Namun dalam membayar
pajak masih banyak Wajib Pajak yang salah penyetoran, misalnya lebih bayar (LB) atau kurang
bayar (KB) maka Wajib Pajak yang telah mempunyai NPWP perlu diberikan  Surat
pemberitahuan ( SPT ) dan perlu diberi himbauan.
Dewasa ini, banyak dikalangan masyarakat kita yang belum mengetahui persis apa itu SPT.
Hal ini dimungkinkan karena latar belakang pendidikan masyarakat yang masih rendah,
sehingga tidak banyak dari mereka yang tidak tahu apa itu SPT. Jadi dengan adanya penulisan
makalah ini, semoga menjadi pedoman bagi masyarakat untuk mengetahui SPT dan
memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat yang belum memahami SPT.
Kita Sebagai pemilik usaha atau bisnis sebagai subjek Wajib Pajak (WP) tentunya
berkewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Namun, selain berkewajiban untuk
membayar pajak, Anda juga memiliki kewajiban untuk melaporkan pajak yang sudah Anda
bayar. Instrumen yang digunakan untuk pelaporan pajak usaha Anda adalah Surat
Pemberitahuan atau biasa disingkat SPT.
Banyak masyarakat awam bahkan pelaku bisnis belum memahami apa Surat Pemberitahuan
jenis-jenis, fungsi dan bagaimana prosedur penyampaian atau pelaporannya. Sebagai informasi
tambahan, kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan diatur oleh Undang-Undang. Undang-
undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Jadi, jika Anda lalai dalam melaporkan Surat Pemberitahuan, Anda akan
mendapatkan sanksi administratif atau denda yang besarannya ditentukan sesuai dengan jenis
Surat Pemberitahuan yang tidak Anda laporkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1
1. apa yang dimaksud SPT

2. apa perbedaan Spt Tahunan dan Spt Masa

3.apa Saja Sanksi bagi yang tidak maupun terlambat Melapor

4. apa yang dimaksud dengan E-SPT

5. apa pendapat kita dan mencari asumsi mengenai Materai 10.000

C. TUJUAN
1. Dapat Mengetahui tentang SPT
2. Mengetahui perbedaan Spt Tahunan dan Spt Masa
3. Mengetahui Sanksi apa saja yang di berikan bila seseorang terlambat ataupun tidak melapor
4.dapat mengetahui apa yang dimaksud dngan E-Spt
5. dapat mengetahui mengenai fakta tentang Materai 10.000

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ke
Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar.
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah laporan pajak yang disampaikan kepada pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan mengenai SPT diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Dalam
undang-undang tersebut ditegaskan, pemerintah mengharuskan seluruh wajib pajak untuk
melaporkan SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nah, dalam ketentuan tersebut, secara
garis besar kita dapat menyimpulkan fungsi dari SPT adalah:

2
 Melaporkan pelunasan atau pembayaran pajak yang sudah dilakukan, baik secara
personal maupun melalui pemotongan penghasilan dari perusahaan dalam jangka waktu
satu tahun.
 Melaporkan harta benda yang dimiliki di luar penghasilan tetap dari pekerjaan utama.
 Melaporkan penghasilan lainnya yang termasuk ke dalam kategori objek pajak maupun
bukan objek pajak.

B. Perbedaan SPT Tahunan dan SPT Masa

a) Surat Pemberitahuan Masa

Surat Pemberitahuan Masa adalah formulir yang digunakan untuk pelaporan pajak dalam
kurun waktu tertentu (biasanya bulanan).  Surat Pemberitahuan Masa tersebut digunakan oleh
WP untuk melaporkan tiap sembilan jenis pajak berikut ini:

PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 25, PPh Final (Pasal 4 Ayat 2)

PPh pasal 15, PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PPN Bagi Pemungut, PPnBM (Pajak
Penjualan atas Barang Mewah).

Masing-masing dari kesembilan Surat Pemberitahuan Masa tersebut tentunya memiliki


format yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tarif dan objek pajak dari
masing-masing jenis pajak yang dikenakan.

Mengacu pada peraturan yang dimuat dalam laman web Dirjen Pajak, terdapat tanggal batas
waktu pembayaran/penyetoran pajak dan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa.
Jika tanggal jatuh tempo pelaporan pajak berada di hari libur atau tanggal merah, Anda dapat
melaporkan Surat Pemberitahuan pada hari kerja berikutnya. Berikut batas waktu penyetoran
dan pelaporan masing-masing jenis pajak dan Surat Pemberitahuan Masanya:

 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25

Pada PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP OP dan Badan, maka batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas
waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Untuk
PPh Pasal 25 (angsuran pajak) bagi WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), batas waktu pembayaran/penyetoran
pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir. Sedangkan batas waktu pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22

3
Bagi PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM oleh Bea Cukai, maka batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut. Sedangkan untuk batas
waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu
berikutnya (melapor secara mingguan).

PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak


pada hari yang sama saat penyerahan barang dan untuk batas waktu pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.

Untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah
sebelum delivery order dibayar.

PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak pada
tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan
Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPN Dan PPnBM

Bagi PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan
SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak
adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-
nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.

Bagi PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk
batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.

b) Surat Pemberitahuan Tahunan

Surat Pemberitahuan Tahunan adalah instrumen yang memiliki fungsi yang serupa dengan
SPT Masa. Namun perbedaannya, SPT Tahunan wajib dilaporkan setiap tahun, atau pada
akhir tahun pajak.

 Jenis Formulir SPT Tahunan

Pertama, Formulir SPT 1770 S. Formulir SPT jenis 1770 S adalah jenis SPT Tahunan khusus
untuk pribadi yang memiliki penghasilan tahunan lebih dari Rp60 juta.  Ada pun formulir
jenis 1770 S ini digunakan untuk pegawai yang bekerja di dua atau lebih perusahaan dalam
kurun waktu satu tahun. Artinya, meski penghasilan bruto sang pegawai di bawah Rp60 juta
per tahun, pegawai yang bekerja di lebih dari dua perusahaan tetap melapor pajak dengan

4
menggunakan formulir jenis ini. Formulir 1770 S terdiri dari dua lampiran yang harus diisi
oleh wajib pajak dengan benar. Data-data yang harus diisikan seperti bukti potong, anggota
keluarga, harga, data penghasilan, dan lain sebagainya.

Kedua, Formulir SPT  1770 SS. Formulir SPT 1770 SS adalah jenis SPT Tahunan untuk
perseorangan atau wajib pajak dengan penghasilan tahunan kurang dari atau sama dengan
Rp60 juta. Perbedaannya dengan formulir 1770 S, formulir jenis ini ditujukan untuk
karyawan yang hanya bekerja pada satu perusahaan atau instansi dan sudah bekerja minimal
satu tahun. Penggunaan formulir ini juga mencakup penghasilan tambahan diperoleh bukan
dari pekerjaan sampingan, melainkan dari bunga koperasi atau bunga bank. Pengisian
formulir cukup sederhana, yaitu dengan memindahkan semua data yang sudah tertulis pada
formulir 1712 A1 atau A2.

Ketiga, Formulir SPT Jenis 1770, yaitu formulir yang digunakan oleh wajib pajak
perseorangan dengan status pekerjaan sebagai pemilik bisnis atau pekerja yang memiliki
keahlian tertentu dan tidak ada ikatan kerja. Contoh penggunaan formulir 1770 yaitu untuk
profesi dokter, konsultan, penulis, atau notaris. Selain itu, penggunaan formulir ini juga
ditujukan untuk perseorangan yang bekerja di lebih dari satu perusahaan atau instansi dengan
PPh final, penghasilan dari dalam negeri (royalti, bunga, penghasilan dari perbedaan kurs
mata uang), dan penghasilan yang diperoleh dari luar negeri

C. Sanksi Bagi yang Terlambat atau Tidak melapor SPT

Laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dibuka hingga 31 Maret 2020. Wajib pajak
(WP) diimbau untuk membayar pada periode tersebut. Penyampaian Laporan SPT Tahunan PPh
dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni secara langsung, pos atau jas ekspedisi, DJP online
(e-filing) dan menggunakan Application Service Provider (ASP). Wajib pajak yang terlambat
melaporkan SPT Tahunan akan dikenai denda. Berdasarkan pasal 7 ayat 1 UU KUP, terdapat
perbedaan besaran denda bagi setiap wajib pajak. Berdasarkan KUP, SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) akan dikenai denda sebesar Rp500 ribu per masa pajak. Denda bagi
SPT Masa lainnya akan dikenai Rp100 ribu per masa pajak. Keterlambatan pelaporan untuk SPT
Tahunan PPh WP Badan akan dikenai denda Rp1.000.000 dan bagi SPT Tahunan PPh WP OP,
akan didenda Rp100.000.

Sementara, wajib pajak juga akan di kenai sanksi kenaikan jika tidak menyampaikan SPT
atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, yang dilakukan karena kealpaan dan pertama kali.
Berdasarkan UU KUP 2007 Pasal 13A, Anda akan dikenai 200 persen dari jumlah pajak yang
kurang dibayar yang diterapkan melalui penerbitan SKPKB. Sedangkan berdasarkan UU KUP
2007 Pasal 38 ayat 1, Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT makan
akan dikenai sanksi pidana. Sanksi pidana yakni kurungan paling sedikit 3 bulan atau paling

5
lama 1 tahun atau denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayardan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Bagi Anda yang terlambat melaporkan SPT, bisa cek link berikut cara dan langkah
melaporkan SPT. Selanjutnya, pembetulan SPT masa dalam 2 tahun akan dikenai sanksi 2 persen
per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibaya, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran. Hal itu berdasarkan UU KUP 2007 Pasal 8 Ayat 2a. Sementara
menurut UU KUP 2007 Pasal 13 Ayat 5, sanksi bagi Penerbitan SPT setelah 5 tahun yakni 48
persen dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar. Selain denda, ada juga sanksi kenaikan
besaran pajak bagi Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT setelah lewat 2 tahun sebelum
terbitnya SKP. Berdasarkan UU KUP 2007 Pasal 8 ayat 5, sanksinya yakni 50 persen dari PPh
yang tidak/kurang dibayar dalam setahun.

D. E-Spt
Dalam pelaporan surat pemberitahuan (SPT), Ditjen Pajak (DJP) memberikan beragam opsi
saluran penyampaian SPT. Adapun untuk penyampaian laporan secara daring, DJP mengenalkan
setidaknya tiga saluran pelaporan, yaitu melalui e-filing, e-form, dan e-SPT.

Aplikasi e-SPT atau disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat


Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan
dalam menyampaikan SPT.
Kelebihan aplikasi e-SPT adalah sebagai berikut:
 Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk
media CD/disket
 Data perpajakan terorganisir dengan baik
 Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan
sistematis
 Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer

6
 Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak
 Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan
menggunakan sistem komputer.
 Menghindari pemborosan penggunaan kertas

E. Fakta Materai 10.000

Pemerintah tahun depan bakal mulai menerapkan aturan baru terkait bea meterai. Pasalnya,
revisi dari aturan mengenai bea metera, yakni Undang-undang Bea Meterai telah disahkan
DPR RI. Tarif baru meterai Rp 10.000 bakal mulai berlaku pada 1 Januari 2021 mendatang.
Adapun saat ini, ada dua jenis tarif meterai, yakni Rp 3.000 dan Rp 6.000. Dalam aturan
yang baru, terdapat 12 bab dan 32 pasal dari yang semula sebanyak 10 bab dan 26 pasal. Di
dalam UU yang baru akan mengakomodasi mengenai dokumen digital, tak hanya dokumen
fisik dalam bentuk kertas. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan
UU tentang Bea Meterai diperlukan lantaran saat ini aturan mengenai pajak atas dokumen
masih berlandaskan pada UU Nomor 13 tahun 1985. Dengan demikian, usia beleid tersebut
sudah mencapai 35 tahun. "Sementara itu situasi dan kondisi yang ada dan terjadi di
masyarakat dalam dekade telah berubah, baik ekonomi, hukum, sosial, dan teknologi
infromasi," jelas Sri Mulyani.

Berikut beberapa fakta mengenai bea materai baru :


1. Masa transisi
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, pada tahun 2021 mendatang otoritas fiskal
masih memberlakukan masa transisi untuk menghabiskan stok meterai nominal lama. "Jadi 2020
masih meggunakan Undang-undang Bea Meterai yang lama, transisi seperti diceritakan
sebenarnya untuk menghabiskan stok meterai. Yang belum terpakai, kita beri ruang," jelas Suryo
dalam taklimat media secara virtual di Jakarta, Rabu (30/9/2020). Suryo menjelaskan, tarif yang
berlaku saat ini, yakni Rp 3.000 dan Rp 6.000 sudah berusia 20 tahun. Tarif tersebut sudah
mengalami kenaikan enam kali lipat dari tarif awal, yakni Rp 500 dan Rp 1000 sebagaimana
yang dibolehkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. "Itu
kira-kira urgensi kenapa perlu mengubah Undang-undang Bea Meterai, yang pertama dokumen
sudah berubah, termasuk elektronik, kedua tarif bea meterai sudah 20 tahun tidak naik, ini jadi
urgensi, dasar alasan pada waktu mengusulkan mengubah bea meterai," jelas Suryo. Direktur
Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar menyebut, masyarakat bisa menggunakan kedua materai
yang ada baik Rp 3.000 dan Rp 6.000 di masa transisi pada 2021 mendatang. Minimal nilai
meterai yang digunakan dalam dokumen adalah sebesar Rp 9.000. "Dengan cara memateraikan
dalam dokumen minimal nominal Rp 9.000. Jadi bisa dipasang Rp 6.000 dan Rp 3.000 atau Rp

7
6.000 dan Rp 6.000. Minimal Rp 9.000. Sampai dengan satu tahun ke depan. Ini masa
transisinya," jelas dia.

2. Lebih murah dibanding negara lain


Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di
Indonesia relatif lebih sederhana dan ringan dibandingkan negara lain.Bahkan tarif bea meterai
di Korea Selatan bahkan bisa mencapai antara 100.000 hingga 350.000 won.
"Itu kalau dirupiahkan sekitar Rp 130.000 sampai Rp 4,5 juta. Di kita hanya Rp 10.000. Kalau
dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," kata dia.

3. Seperti bayar pulsa


Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi menjelaskan pembayaran
kewajiban pajak dokumen secara digital memiliki sistem seperti membayar pulsa. Nantinya ada
code generator yang dibuat sistem dan didistribusikan melalui sistem saluran atau channeling. Di
dalam sistem saluran tersebut nantinya dibuat sebuah akun e-wallet yang berisi total nilai meterai
yang dibayar. Hingga saat ini, ada empat sistem saluran yang sedang dikembangkan oleh DJP. Yang
pertama, pembayaran meterai elektronik atau e-meterai menggunakan semua saluran elektronik
yang memuat dokumen elektronik. "Dokumen elektronik otomatis akan ditera berdasarkan dokumen
yang dibuat berdasarkan kriteria (yang telah ditentukan)," jelas Iwan. Sistem yang lain adalah
pemeteraian dokumen fisik, tetapi secara elektronik. Dengan wallet yang sama, dokumen fisik bisa
dimasukkan ke sistem dan ditera meterai elektronik "Ketiga sistem upload. Upload ke 1 portal
tertentu, lalu di-print lagi sudah ada meterai elektronik," jelas Iwan. Yang terakhir, DJP sedang
mengembangkan sistem meterai tempel, tetapi bisa dicetak oleh merchant dengan sistem tertentu
dan kertas tertentu. Cara pembayarannya dengan e-wallet yang sebelumnya sudah dijelaskan.

Anda mungkin juga menyukai