Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS IKTERUS NEONATORUM

Disusun oleh :
PITRA SHASA ANGGITA
P07220219108

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES KALTIM
PRODI PENDIDIKAN NERS
TAHUN 2021/2022
I. KONSEP TEORI IKTERUS NEONATORUM
A. DEFINISI
Ikterus adalah gejala kuning pada sclera kulit dan mata akibat
bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya
bilirubin serum kurang dari 0,5 mg%. Ikterus nyata secara klinis jika
kadar bilirubin meningkat diatas 2mg%. (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada
bayi baru lahir, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera
karena terjadinya hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia bayi baru lahir
merupakan fenomena biologis akibat tingginya produksi dan rendahnya
ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Banyak bayi baru
lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram atau usia
gestasi

B. KLASIFIKASI
(Vidya dan Jaya, 2016), membagi ikterus menjadi 2 :
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah,
dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah
minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari keduadan ketiga.
Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin
yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10mg/dl, dan dapat hilang
pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karnabayi kekurangan protein Y,
dan enzim glukoronil transferase
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timbul segera dalam 24 jam
pertama, dan terus bertambah 5mg/dl setiap harinya, kadar bilirubin
untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur,
kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis
sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal inidisebabkan
karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan penyakit sepsis.
Derajat Ikterus pada neonates menurut Kramer :

C. ETIOLOGI
Penyebab icterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi icterus
neonatorum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. (Nurarif dan Kusuma, 2015).

D. MANIFESTASI KLINIS
Pengamatan dan penelitian RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap
hiperbillirubinemia jika :
1. Ikterus terjadi 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang
bulan dan 12,5 mg% pada neonates cukup bulan
4. Icterus yang disertai proses hemolysis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis)
5. Icterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
a. Berat lahir < 2000 gram
b. Masa gestasi < 36 minggu
c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipoglikemia, hiperkarbia
g. Hiperosmolalitas darah (Nurarif dan Kusuma, 2015)
E. PATHWAY

Ikterus Neonatorum

Meningkatnya inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah Suplai bilirubin
lain, defisiensi enzim G-6_PD, melebihi tampungan Hepar tidak mampu
piruvat kinase, perdarahan hepar melakukan konjugasi
tertutup dan sepsis

Icterus pada sclera leher dan Peningkatan bilirubin


Ikterik Neonatus
badan, peningkatan bilirubin di dalam darah
(D. 0024)
indirect >12 mg/dl

Gangguan Integritas Kulit (D. 0129) Indikasi fototerapi

Gangguan suhu Sinar dengan


Hipertermi (D. 0130) tubuh intensitas tinggi
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
1. Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
2. Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen
dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin
untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
3. Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau
kadarbilirubin indirek lebih dari 20 mg%.

Pelaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :


1. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar
ultraviolet ringan yaitu dari jam 7.00 – 9.00 pagi. Karena bilirubin
fisiologis jenis ini tidak larut dalam air.
2. Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat.
Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan
akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan. (Vidya dan Jaya, 2016)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG, radiologi
2. Kadar bilirubin serum (total)
3. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
4. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
5. Pada icterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji
urin terhadap galaktosemia
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

H. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik :
1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BAYI
IKTERUS NEONATORUM
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Diri
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, nomer
registrasi, tanggal masuk RS, dan diagnose medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, hubungan, alamat, agama,
dan pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl
dan sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami
kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan
tangisan melengking.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rhatau golongan
darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit menurun pada keluarga seperti hipertensi, DM
dll.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b. Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihat pergerakan dada yang abnormal.
c. Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
d. Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
e. Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala
dan leher termasuk ke grade satu, dst.
f. Neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai
jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan
penurunan kesadaran.
4. Pola Fungsi Kesehatan
Meliputi pola persepsi, pola nutrisi dan metabolic, pola eliminasi, pola
tidur, pola toleransi dan koping stress, pola seksual dan reproduksi,
pola kepercayaan.
5. Program Therapy
Berbagai terapi yang diberikan untuk mempercepat proses
penyembuhan seperti perawatan dengan fototerapi
6. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai pemeriksaan laboratorium untuk mendukung tindakan medis
seperti pemeriksaan bilirubin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterus neonatus b.d penurunan berat badan abnormal (D.0024)
2. Hipertermi b.d efek fototerapi (D.0130)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil In


1. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen N
Definisi - Porsi makanan yang dihabiskan Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk meningkat - Identifikasi
memenuhi kebutuhan metabolisme - Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi
DS : meningkat - Identifikasi
- Cepat kenyang setelah makan - Kekuatan otot menelan - Identifikasi
- Kram/nyeri abdomen meningkat - Identifikasi
- Nafsu makan menurun - Berat badan membaik nasogastrik
DO : - IMT membaik - Monitor asu
- Berat badan menurun minimal - Monitor ber
10% di bawah rentang ideal - Monitor has
- Bising usus hiperaktif
- Otot menelan lemah Terapeutik
- Membrane mukosa pucat - Fasilitasi me
- Sariawan - Sajikan mak
sesuai
- Berikan ma
konstipasi
- Hentikan p
nasogastric,
Edukasi
- Anjurkan po
- Ajarkan diet
Kolaborasi
- Kolaborasi p
- Kolaborasi
jumlah ka
dibutuhkan,
2. Hipotermia (D.0131) Termoregulasi (L.14134) Manajemen H
Definisi - Menggigil menurun Observasi
Suhu tubuh berada dibawah rentang - Pucat menurun - Monitor suh
normal tubuh - Hipoksia menurun - Identifikasi
DS : - Suhu tubuh membaik - Monitor tan
Tidak ada - Suhu kulit membaik Terapeutik
DO : - Sediakan lin
- Kulit teraba dingin - Ganti pakaia
- Menggigil - Lakukan pen
- Suhu tubuh di bawah nilai - Lakukan pen
normal - Lakukan pen
Edukasi
- Anjurkan m
3. Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Manajemen Ja
(D.0005) - Tekanan ekspirasi meningkat Observasi
Definisi - Tekanan inspirasi meningkat - Monitor pol
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang - Dyspnea menurun - Monitor bun
tidak memberikan ventilasi adekuat - Penggunaan otot bantu napas - Monitor spu
DS : menurun Terapeutik
- Dispnea - Pemanjangan fase ekspirasi - Pertahankan
- Ortopnea menurun head-tilt dan
DO : - Ortopnea menurun - Posisikan se
- Penggunaan otot bantu - Pernapasan cuping hidung - Berikan min
pernapasan menurun - Lakukan fis
- Fase ekspirasi memanjang - Lakukan pe
- Pola napas abnormal detik
- Pernapasan cuping hidung - Berikan oks
- Tekanan ekspirasi menurun - Berikan oks
- Tekanan inspirasi menurun Edukasi
- Anjurkan as
kontraindika
- Ajarkan tekn
Kolaborasi
- Kolaborasi
ekspektoran
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana tindakan yang telah disusun, dimana tindakan keperawatan memenuhi
klien sehingga tujuan keperawatan dapat tercapai dengan baik. Hal ini
terlaksana karena adanya kerjasama yang baik dan partisipasi klien, keluarga
dan keperawatan suatu tim medis lainnya.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.(Hidayat,2011)
tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemapuan klien dalam mencapai
tujuan.hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan
1. Mengakhiri tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan)
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta

PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta

PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta

Maryunani, A. 2013a. Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Jakarta:Trans Info Media.

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC,

Nelson. 2010. Patofisiologi Berat Badan Lahir Rendah.Jakarta: EGC.

Atikah, Vidya dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita
dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media

Nurarif, A. H dan Kusuma, Hardi. 2015. NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Anda mungkin juga menyukai