Anda di halaman 1dari 10

Reformasi Administrasi dan Reformasi Birokrasi di Kamboja

Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Reformasi Administrasi


Dosen :

DisusunOleh:
Mochammad Ubaidillah 175030101111007
Rahma Aji Santoso 17503010
Muhammad Iqbal Humam 175030100111044

ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KOTA MALANG
2018
KATAPENGANTAR

PujisyukurpenulispanjatkankehadapanTuhanYangMahaEsakarenaatas
berkatrahmat-Nyamakalahyang berjudul”Reformasi Administrasi dan
Reformasi Birokrasi di Kamboja”dapatdiselesaikan tepat padawaktunya.

Makalahinidisusun untukmemenuhiTugasReformasi Administrasi. Dalam


penyusunan karyatulisilmiah ini, penulis mendapat banyakbantuan, masukan,
bimbingan, dan dukungandariberbagaipihak.Untuk itu,melalui kesempatan
inipenulis menyampaikan terimakasihyangtulus kepada:

1. I Gede Eko Putra Sri Sentanu, selakudosenmatakuliah Reformasi


Administrasiyang telahmemberikan banyakbantuan,masukan, dan
dukungan terkaitpenyusunan karyatulis ilmiah ini.
2. Teman-temanyangtelahmendukungpenyusunanmakalahini sehinggadapat
terselesaikan tepat padawaktunya.

Penulismenyadaribahwamakalahinimasihjauhdarisempurna danperlu
pendalamanlebihlanjut.Olehkarena itu,penulismengharapkankritikdansaran
daripembacayang bersifatkonstruktifdemikesempurnaanmakalahini.Penulis
berharap semogagagasan padamakalahinidapatbermanfaatbagiakademisipada
khususnyadan pembacapadaumumnya.

Malang,16 September 2019

Penulis
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kamboja secara resmi bernama Kerajaan Kamboja, sebuah negara di Asia Tenggara dengan
luas totalnya adalah 181.035 km 2. Jumlah populasi Kamboja lebih dari 14,8 juta jiwa. Agama resmi
yang ada di Kamboja adalah Buddha dengan pemeluk sekitar 95% dari total penduduk Kamboja.
Ibukota dan kota terbesar Kamboja adalah Phnom Penh. Bentuk negara Kamboja adalah monarki
konstitusional demokratik. Berdasarkan konstitusi 1993, Kamboja adalah negara kerajaan yang
menganut sistem demokrasi liberal, pluralisme dan ekonomi pasar. Raja Kamboja menjabat Kepala
Negara, tetapi tidak memberikan perintah. Pemerintahan yang menguasai dan yang memberi perintah
dipimpin oleh Perdana Menteri dan dibantu oleh para menteri yang tergabung dalam Dewan Menteri.
Jika dilihat dari sistem pemerintahan yang ada di Kamboja, sistem pers yang digunakan adalah sistem
pers Otoriter, karena yang menjadi Kepala Negaranya adalah seorang Raja meskipun pemerintahan
Kamboja dipimpin oleh Perdana Menteri. Dalam sistem pemerintahan Kamboja Sistem Demokrasi
Liberal, semua kekuasaan berada ditangan Perdana Menteri. Maka sudah pasti media dikuasai dan
juga mendapatkan pengawasan dari parlemen tertinggi tersebut. Keadaan perekonomian di Kamboja,
pendapatan per kapita terus meningkat tetapi termasuk rendah dibandingkan negara lain di sekitarnya.
Masyarakat Kamboja kebanyakan bergantung kepada pertanian dan beberapa sektor lainnya.
Agrikultur masih menjadi andalan utama kehidupan ekonomi masyarakat, terutama bagi masyarakat
desa. Kamboja termasuk salah satu Negara terkorup di dunia. Melihat dari pendapatan per kapita itu,
Negara Kamboja dikhawatirkan belum siap menghadapi AEC (Asean Economy Community) di tahun
2015. Meskipun pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara anggota Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) ke 21 yang berlangsung di Phnom Penh, Kamboja sejak 16
November lalu membulatkan tekad sepuluh negara anggota untuk menuju Masyarakat Ekonomi
ASEAN (ASEAN Economic Council/AEC) tahun 2015.
Kamboja merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara dan juga sekaligus
merupakan anggota dari ASEAN. Kamboja merupakan salah satu negara paling miskin di asia dan
sangat tergantung pada bantuan luar negeri yang diberikan oleh negara ataupun aktor non negara.
Dalam waktu dua dekade, Kamboja mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam ekonominya.
Bantuan baik dalam bentuk bantuan bilateral, multirateral maupun privat (NGO), membantu negara
Kamboja untuk melanjutkan proses pembangunannya. (Chanboreth dan Hach, 2008: 3). Dalam
meningkatkan dan mendorong efektivitas bantuan yang diterimanya dan memperkuat kepemilikan
dan kepemimpinan atas agenda pembangunan nasional, Royal Government of Cambodia (RGC)/
Pemerintah Kamboja mengambil setidaknya dua hal utama. Petama, dengan melakukan Declaration
on Harmonizatiotion and Alignment yang ditandatangai oleh RGC dan 12 mitra pembanguna pada
Desember 2004. Kedua, adalah Declaration on Enhancing Aid Effectiveness yang ditandatngani oleh
RGC dan 14 partner pada Oktober 2006 . Deklarasi kedua ini juga sekaligus meberikan
perkembangan terbaru dalam Deklarasi Paris untuk efektivitas bantuan dalam konteks Kamboja. Hasil
dari Deklarasi kedua Salah satunya adalah dengan membuat NSDP  (National Strategic Development
Plan) 2006-2010. NSDP merupakan bagian dari pemerintah yang berusaha untuk
mengoperasionalkan visi politik pemerintah. Dengan NSDP, pemerintah berusaha membuka semua
kesempatan untuk menentukan langkah-langkah penting dalam pembuatan strategi dan rencana dalam
jangka panjang, termasuk framework pembangunan nasional Kamboja. Framework pembangunan
nasional ini juga memperhatikan kemitraan dengan partner-partner pembangunan lainnya. NSDP
selanjutnya melakukan perbaikan dalam koordinasi pengelolaan bantuan, baik dalam hal struktur
maupun instrumennya.
Dalam hal perbaikan struktur, RGC melalui NSDP membuat Government Donor Technical
Working Group, atau biasa disebut TWGs. TWGs bekerja dalam bidang tertentu sesuai dengan porsi
dan keahliannya. TWGs bertujuan untuk memperkuat hubungan kerjasama RGC dengan partner dari
luar dan memfasilitasi koordinasi strategi dan program pembangunan di wilayah Kamboja. Setiap
TWGs dipimpin oleh representatif dari kementrian pemerintaha Kamboja. Untuk memperkuat
komunikasi di antara TWGs dengan donor, maka terdapat satu atau dua orang perwakilan negara
donor di setiap TWGs. Selanjutnya RGC melalui NSDP juga membuat Government Donor
Coordination Comitee (GDCC) sebagai superbody untuk menkoordinasi TWGs dibawahnya 
Di lain sisi, NSDP membuat National Operational Guidelines dan Strategic Framework for
Development Corporation Mangement 2006-2010 yang didesain untuk menyediakan framework dan
instrumen kebijakan dalam mengelola dan mengatur bantuan Luar Negri yang diterima oleh
pemerintah Kamboja. Untuk itu, pemerintah Kamboja secara spesifik membuat
kebijakan Harmonization, Alignment and Results (H-A-R) action plan 2006-2010. H-A-R bertujuan
untuk memprioritaskan kegiatan bantuan luar negeri, membagi responsibility dan menyediakan basis
data untuk melihat perkembangan dan efektivitas dalam implementasi kegiatan yang behubungan
dengan bantuan luar negeri.
Berdasarkan serangkai pemaparan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih
mendalam terkait Reformasi Administrasi di negara Kamboja, sehingga tergagaslah ide untuk
menuliskan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum reformasi administrasi di negara Kamboja?
2. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi reformasi administrasi di Kamboja?
3. Bagaimana strategi reformasi administrasi yang proporsional untuk Kamboja?

1.3 Tujuan
4. Untuk mengetahui gambaran umum reformasi administrasi di negara Kamboja
5. Untuk Mengetahui faktor yang mempengaruhi reformasi administrasi di Kamboja
6. Untuk memerkitrakan strategi reformasi administrasi yang cocok diterapkan di
Kamboja
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pemerintahan di Kamboja
Berdasarkan konstitusi 1993, Kamboja adalah negara kerajaan. Raja di Kamboja
hanya berfungsi sebagai kepala negara sedangkan segala urusan pemerintahan diatur oleh
perdana menteri. Dengan begitu media dalam negeri Kamboja diatur dengan ketat oleh
pemerintah. Sistem politik Kamboja telah mengalami perjalanan yang panjang sejak
kemerdekaannya pada tahun 1953 dan diwarnai dengan berbagai kerusuhan dan konflik.
Dalam melakukan pendekatan terhadap struktur sistem politik, penting untuk
mengetahui aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politiknya. Struktur sistem politik di
Kamboja terbagi menjadi enam kelompok, antara lain:
a. Kelompok Kepentingan, yang berpengaruh antara lain Cambodian Freedom Fighters
(CFF), Partnership for Transparency Fund (PTF) sebuah organisasi antikorupsi,
Students Movement for Democracy dan The Committee for Free and Fair Elections or
Comfrel. Cambodian Freedom Fighters (CFF) merupakan kelompok yang mendapat
dukungan dari Amerika Serikat. Banyak sumber yang menyebut CFF sebagai
kelompok teroris karena aksinya dalam penggulingan pemerintah yang berkuasa. Pada
akhirnya, pemerintah Kamboja berhasil menangkap pemimpin-pemimpin CFF.
b. Partai Politik. Pada tahun 2013, Kamboja baru saja menyelenggarakan pemilihan
umum. Terdapat dua partai yang bersaing yaitu Cambodian People’s Party (CPP) dan
Cambodia National Rescue Party (CNRP). Selain itu, terdapat beberapa partai politik
lain namun tidak sedominan CPP dan CNRP, seperti National United Front for an
Independent, Neutral, Peaceful, and Cooperative Cambodia (FUNCINPEC) dan
Nationalist Party (NP) (CIA, 2014b). Sejak tahun 1998, CPP terus menerus
memenangkan pemilu. Beberapa sumber melansir bahwa CPP menggunakan
kekerasan dan intimidasi dalam arena pemilihan umum seperti mencegah pemilih
untuk mendukung oposisi. Selain itu, CPP diduga menerapkan politik uang dan
material.
c. Badan Legislatif, terdiri atas Senat dan Dewan Nasional. Senat terdiri dari 61 orang
dan Dewan Nasional terdiri dari 123 orang (CIA, 2014b).
d. Badan Eksekutif, dipimpin oleh seorang presiden dan perdana menteri. Presiden
berperan sebagai kepala negara sedangkan pemerintahannya dijalankan oleh perdana
menteri. Raja berhak mengumumkan amnesti, dan berhak membubarkan Majelis
Nasional berdasarkan usul Perdana Menteri dan setelah mendapat persetujuan Ketua
Majelis Nasional (CRI, 2006).
e. Takhta kerajaan tidak dapat diwariskan sehingga Raja dapat menjabat seumur
hidup. Namun jika Raja tersebut meninggal, maka penggantinya akan diambil dari
keturunan Raja tersebut.
f. Birokrasi, yang cukup sering mendapatkan perhatian dari dunia terlebih setelah
diberikannya peringkat negara yang rakyatnya paling banyak menyuap di kawasan
Asia Pasifik (Maradona, 2010). Lembaga-lembaga seperti polisi, pengadilan, DPR,
lembaga pemerintah dan media tidak luput dari aksi suap ini. Oleh karena itu,
permasalahan korupsi menjadi masalah utama dari struktur sistem politik Kamboja.
g. Badan Peradilan, terdiri atas Supreme Court dan Constitutional Court. Supreme
Court terdiri dari 5 orang hakim, sementara Constitutional Court terdiri dari 9 anggota
hakim (CIA, 2014b).
Jika dilihat berdasarkan fungsinya, sistem pemerintahan di Kamboja yang terdiri dari
sosialisasi politik, rekruitmen, serta komunikasi politik tidak berjalan dengan cukup baik.
Terlihat dari partisipasi masyarakat dalam pemilu yang semakin menurun dari tahun ke
tahun.

2.2 Reformasi Administrasi


Menurut Zauhar (2012) reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana
untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi serta sikap dan perilaku birokrat guna
meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dror (dalam Zauhar 2012) berpendapat bahwa
reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan bersama. Dror
mengklasifikasikan tujuan reformasi ke dalam enam kelompok, tiga bersifat intra-
administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal, dan tiga lagi
berkenaan dengan peran masyarakat didalam sistem administrasi. Tiga tujuan internal
reformasi administrasi yang dimaksud meliputi:
a. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui
penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan
organisasi metode yang lain.
b. Penghapusan kelemahan atau penyakit adminsitrasi seperti korupsi, pilih kasih dan
sistem taman dalam sistem politik dan lain-lain.
c. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui
sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan
lain-lain.
Sedangkan tiga tujuan lain yang berkaitan dengan peran masyarakat dalam sistem
administrasi masyarakat adalah:
a. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
b. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti
misalnya meningktakan otonomi profesional dan sistem administrasi dan
meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.
c. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui
relokasi pusat-pusat kekuasaan (sentralisasi versus desentralisasi, demokratisasi dan
lain-lain.
Adapun tujuan dilakukannya Reformasi Administrasi, menurut Hahn Been Lee
(dalam Zauhar, 2012) yaitu sebagai berikut:
a. Penyempurnaan tatanan
b. Penyempurnaan metode
c. Penyempurnaan unjuk kerja
Karena masing-masing tujuan mempunyai ciri yang berbeda satu sama lain, maka tipe
reformasi yang dilakukannya harus berbeda pula. Untuk mencapai penyempurnaan tatanan
jelas diperlukan tipe reformasi yang berbeda apabila tujuan yang ingin dicapai adalah
penyempurnaan metode ataupun penyempurnaan unjuk kerja.
2.3 Reformasi Birokrasi
Negara berkembang yang masih memerlukan adanya proses pembangunan multi –
dimensional seperti Kamboja sudah selakyanya memiliki sistem tata pemerintahan yang baik.
Namun pada kenyataannya, sistem tata pemerintahan Kamboja. Namn pada kenyataanya hal
tersebut kiranya masih menjadi konsep yang belum terealisasi secara utuh di negara ini, Hal
ini dikarenakan, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI)
pada tahun 2018, Indeks Persepsi Korupsi/Corruption Perception Index (CPI) Kamboja
memilik skor 20. Dengan skor tersebut, Kamboja menempati posisi 161 dari 180 negara yang
diukur. Di kawasan ASEAN, skor Kamboja berada jauh di bawah Indonesia dan negara
negara ASEAN lain (www.ti.or.id). Index CPI senilai 20, tersebut menunjukkan bahwa
korupsi masih merupakan bahaya besar bagi Kamboja. Maka dari itu dibutuhkan akan adanya
sebuah upaya untuk merubah ataupun memperbarui tatanan pemerintahan ini yang dalam
perkembangannya kemudian disebut reformasi birokrasi.
Secara etimologis reformasi terambil dari bahasa asing reformation (Inggris) atau
Reformatie yang berasal dari kata dasar reform yang diartikan sebagai membentuk kembali
(Frinces 2008:21). Sedangkan definisi dari birokrasi sendiri mengalami metamorfosa seiring
berkembangnya zaman dan bergesernya peradaban. Konsepsi dari birokrasi pertama kali
dicetuskan oleh Max Weber di abad 19. Weber mendefinisikan birokrasi sebagai a clean
defined hierarchy where office holders have very specific functions and apply universalistic
rules in a spirit of formalistic impersonality (Weber dalam Frinces 2008:32). Dari definisi
Weber, aspek yang patut digarisbawahi adalah formalistic dan impersonality. Dapat dicermati
bahwa Weber dalam teorinya lebih mengutamakan kepatuhan dari para individu komponen
birokrasi terhadap pertaturan dan tata cara yang berlaku serta lebih mengedepankan
kesadaran rasio dari pada pendekatan afeksi dalam mekanisme kerjanya. Sedangkan, Budiono
dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia memberikan 3 makna berbeda pada kosa kata
birokrasi sebagai 1). Pemerintah yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih
rakyat; 2). Cara pemerintah yang dikuasai oleh kaum pegawai negeri; dan 3). Cara kerja atau
aturan kerja yang terlampau lambat serta menurut aturan yang berliku-liku. Ketiga definisi
tersebut memiliki inherensi dalam satu aspek makna, namun yang terdengar paling mencolok
dalam konteks perubahan makna adalah definisi ketiga. Definisi ketiga dinilai sebagai
pengertian yang dapat merefleksikan keadan pemerintahan di Indonesia beserta sistem dan
mekanisme kerja yang berada di dalamnya yang di gadang gadang sebagai konstruksi
birokrasi
Mahyati (2015:357) mendefinisikan reformasi birokrasi sebagai upaya mendasar
untuk melakukan perubahan pada sistem dan struktur birokrasi. Sistem dalam konteks ini
adalah unsur unsur dalam birokrasi yang saling terkait dan mempengaruhi. Sedangkan
struktur adalah serangkaian tatanan yang teratur di dalam birokrasi itu sendiri. Perubahan
yang dinaungi oleh reformasi birokrasi meliputi sumber daya manusia, sarana prasarana,
organisasi maupun lingkungannya. Oleh karena itu, reformasi birokrasi mengikat terhadap
sistem dan struktur yang ada dalam birokrasi untuk melakukan berbagai perubahan secara
komprehensif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan menuju tatanan yang lebih baik.

BAB III
Pembahasan
B. Faktor yang Mempengaruhi Reformasi Administrasi Di Kamboja
Sebagai negara yang menganut sistem monarki konstitusional demokratis serta
dengan haluan demokrasi liberal, Kamboja kerap kali dilanda instabilitas politik. Hal ini
dikarenakan begitu banyaknya stake-holder yang ikut andil dalam memperngaruhi tatanan
pemerintahan di negara tersebut baik dari kalangan suprastruktur politik, seperti dewan
kementerian (Eksekutif), dewan nasional (Legislatif, maupun dari infrastruktur seperti
kelompok kepentingan dan partai politik. Adanya banyak stake-holder dan diterapkannya
sistem demokrasi liberal ini juga melahirkan berbagai bahaya laten, salah satunya adalah
menjamrnya budaya Korupsi Kolusi dan Nepotisme di negara ini. Korupsi kolusi dan
nepotisme ini telah telah menjangkiti tata pemerintahan di Kamboja, hal ini dibuktikan
dengan data dari Transparency International tentang Corruption Perception Index (CPI) dari
Kamboja yang memiliki skor 20. Dengan nilai indeks persepsi korupsi tersebut Kamboja
berada di peringkat 161 dari 180 negara yang diukur, dalam artian Kamboja menjadi negar
dengan tingkat korupsi paling nomor 20 di dunia. Sedangkan dikawasan ASEAN sendiri,
Kamboja memiliki indeks CPI paling rendah.
Berangkat dari fakta tersebut, kamboja berupaya menggalakan reformasi administrasi secara
menyeluruh pada tatanan pemerintahannya. Reformasi ini dilakukan melalui penyusunan  National
Operational Guidelines dan Strategic Framework for Development Corporation Mangement 2006-
2010 yang didesain untuk menyediakan framework dan instrumen kebijakan dalam mengelola dan
mengatur bantuan Luar Negrei yang diterima oleh pemerintah Kamboja. Untuk itu, pemerintah
Kamboja secara spesifik membuat kebijakan Harmonization, Alignment and Results (H-A-R) action
plan 2006-2010. H-A-R bertujuan untuk memprioritaskan kegiatan bantuan luar negeri, membagi
responsibility dan menyediakan basis data untuk melihat perkembangan dan efektivitas dalam
implementasi kegiatan yang berhubungan dengan bantuan negeri.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan pada bagian pembahasan, maka dapat
disimpulkan beberapa poin dari kajian ini yaitu antara lain:
1. Sebagai salah satu negara ASEAN dengan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi,
kamboja berupaya melakukan penataan ulang sistem tata pemerintahan, yang pada
perkembangannya disebut Administration Reform. Zauhar (2012) mendefinisikan
Administration Reform sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah
struktur dan prosedur birokrasi serta sikap dan perilaku birokrat guna meningkatkan
efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Kamboja mengusung konsep H-A-
R(Harmonization, Alignment and Results) Action Plan yang bertujuan untuk
memprioritaskan kegiatan bantuan luar negeri, membagi responsibility dan
menyediakan basis data untuk melihat perkembangan dan efektivitas dalam
implementasi kegiatan yang berhubungan dengan bantuan negeri.
2. Jika dilihat berdasarkan fungsinya, sistem pemerintahan di Kamboja yang terdiri dari
sosialisasi politik, rekruitmen, serta komunikasi politik, tata kelola pembangunan
tidak berjalan dengan cukup baik. Terlihat dari partisipasi masyarakat dalam pemilu
yang semakin menurun dari tahun ke tahun serta dari adanya indikasi tingginya
tingkat korupsi yang terjadi. Hal hal tersbutlah yang kemudian menjadi faktor
mendasar yang mendorong terjadinya upaya reformasi administrasi di Kamboja

Daftar Pustaka
Chanboreth, Ek dan Soch hach. Desember 2008. Aid Efectiveness in Cambodia. Brookings:
Wolfenshon Center for Development.,
http://www.brookings.edu/~/media/research/files/papers/2008/12/cambodia%20aid
%20chanboreth/12_cambodia_aid_chanboreth.pdf diakses pada tanggal 19 September
2019.
Frinces, Heflin. 2008. Manajemen Reformasi Birokrasi. Yogyakarta: Mida Pustaka
Hayat. 2016. Peneguhan Reformasi Birokrasi melalui Penilaian Kinerja Pelayanan Publik.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 20 No. 2.
Mahayati, dkk. 2014. Model Reformasi Birokrasi di Kabupaten Tanah Bambu. Jurnal
Borneo Administrator. Vol. 10 No. 3.
Zauhar, Soesilo. 2012. Reformasi Birokrasi: Konsep, Dimensi Dan Srategi. Jakarta: Bumi
Aksara

Anda mungkin juga menyukai