Anda di halaman 1dari 16

BAB I

DASAR TEORI

1.1 PERTOLONGAN PERTAMA (PPGD)

George J. Anas merumuskan keadaan gawat darurat sebagai”…any injury


or acute medical condition liable to cause death, disability or serious illness if not
immediately intended to”. Dunia kedokteran mengakui empat kondisi kegawat
daruratan, yakni: renjatan (shock), pendarahan (hemorrhage), patah tulang
(fractures), dan kesakitan (pain)

Keadaan gawat darurat bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Kondisi ini
menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisispasi kejadian itu. Bila kita
cermati, kematian-kematian karena henti jantung dan henti nafas selama ini cukup
banyak khususnya pada area Pre Hospital. Manajemen pertolongan keadaan
Gawat Darurat pada area tersebut sampai saat harus diperbaiki. Banyak kematian-
kematian di masyarakat yang mestinya bisa dicegah bila kita punya kepedulian
dan keterampilan terhadap masalah tersebut.

Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian


usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka
menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat (cidera atau sakit
mendadak). Prinsip utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian
pada kondisi gawat darurat. Filosofi PPGD adalah “Time Saving is Living
Saving” yang berarti bahwa seluruh tindakan pada kondisi ini pasien dapat
kehilangan nyawa dalam hitungan menit (henti nafas lama 2 – 3 menit dapat
mengakibatkan kematian).

PPGD atau yang saat ini dikenal sebagai Basic Life Suport (BLS)
merupakan tindakan pertolongan pertama yang harus dilakukan pada pasien yang
mengalami keadaan yang mengancam nyawa ( henti jantung-paru/ cardiac
arrest). Seorang dokter gigi harus mempunyai ketrampilan dan kemampuan dalam
melakukan BLS. Kep. Menkes No. 39 tahun 2007, menjelaskan bahwa salah satu
ruang lingkup kerja dokter gigi adalah memberikan pelayanan darurat (basic

1
emergency care), yang terdiri dari BLS. Kemampuan menanggulangi kegawat
daruratan dengan BLS sangat diperlukan baik di area pre hospital dan intra
hospital.

Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong


harus berhati-hati dan tidak memindahkan korban bila tidak penting untuk
menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau penangannya yang
kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau
fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk memberikan pertolongan
pertama yang baik,penolong harus mampu mengidentifikasi cidera korban atau
sakit mendadak dan menentukan keparahannya.

Untuk mengetahui keparahannya, penolong harus mengikuti pendekatan


sistematis atau yang dikenal sebagai pengkajian korban. Pengkajian korban
bertujuan untuk (1) mendapatkan persetujuan atau inform consent dari korban
(oral consent, implied consent, consent dari polisi, atau pada keadaan darurat
dapat dilakukan tanpa ijin), (2) Mendapatkan kepercayaan dari korban, (3)
Mengidentifikasi masalah korban dan menentukan kebutuhan PPGD, dan (4)
Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna untuk
pemberian layanan kedaruratan medis (LKM).

Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu:

A. Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B


(Breathing), C (Circulation), D (Disability), H (Hemorhagie).

B. Pemeriksaan sekunder. Pemeriksaan sekunder meliputi:

B.1.Wawancara yang terdiri dari: “SAMPLE PAIN” yaitu S =


Symtom (gejala keluhan utama), A = Alergi, M = Medicine (obat-
obatan), P = Pain (Penyakit terdahulu), L = Last Eat (Makan
terakhir), E = Excidance (Peristiwa yang terjadi sebelum
kedaruratan), P = Periode Nyeri (berapa lama), A = Area (di mana), I
= Intensitas, N = Nulitas (apa yang menghentikannya);

2
B.2.Pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
napas, suhu tubuh)

B.3.Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan


Tag (peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang
menarik perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya
tidak dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit.

Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM)


untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran), polisi,
layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang terjadi
dengan menyebut: (a) Jumlah korban, (b) Kesadaran korban, (c) Perkiraan usia
korban, (d) Lokasi kejadian secara lengkap, (e) Nama dan nomor telepon anda
(pelapor).

Panduan Basic Life Support ( Guidelines 2010)

1) Ada pasien tidak sadar, pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi
pasien dan penolong.
2) Periksa kesadaran pasien ( bisa dengan metode AV-PU )
3) Bebaskan Jalan napas pasien (airway)
4) Segera meminta bantuan
5) Periksa jalan napas ( pasien bernapas atau tidak, bisa dengan metode look,
liste,feel )
6) Bila pasien tidak sadar atau tidak bernapas, lakukan pijat jantung ( RJP )
30 kali serta 2 kali napas buatan.

3
Cara melakukan cek kesadaran pada pasien dengan metode AV-PU:

A (alert) : Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V.

V (Verbal) : Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara berbicara


keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan
menggoyang atau menyentuh pasien), jika tidak merespon
lanjut ke poin P.

P (Pain) : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah
tulang dada (sternum) dan juga areal di atas mata (supra
orbital).

U (Unresponsive) : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak bereaksi, maka
pasien berada dalam keadaan unresponsive (tidak sadar).

Menurut AHA (American Heart Association) Guidelines tahun 2005 tindakan


BLS dapat disingkat dengan teknik ABC yaitu airway (membebaskan jalan
napas), breathing (memberikan napas buatan) dan circulation (pijat jantung)
namun pada tahun 2010 teknik ABC diubah menjadi CAB (circulation,
breathing. airway). Tujuan utama tindakan BLS adalah untuk melindungi otak
dari kerusakan yang irreversible akibat hipoksia, karena pendarahan akan berhenti
selama 3-4 menit.

1.2 RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah tindakan penggabungan


penyelematan pernafasan (dari mulut ke mulut) dengan kompresi dada eksternal.
Tujuan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang penting ialah mengusahakan sekuat
tenaga agar ventilasi paru dapat pulih kembali seperti sediakala. RJP bermanfaat
untuk menyelamatkan korban serangan jantung, kasus tenggelam, kekurangan
nafas, tersengat listrik, dan kelebihan obat.

4
RJP dilakukan pada saat jantung dan pernafasan korban telah berhenti
bekerja. Penyelamatan pernafasan digunakan pada saat nadi masih berdenyut
tetapi tidak ada pernafasan. Seorang dokter gigi seharusnya mampu (1) Mengenali
tanda-tanda serangan jantung, (2) Memberikan RJP, dan (3) Menghubungi
Layanan Kedaruratan Medis (LKM).

Tanda-tanda serangan jantung mencakup:

1) Nyeri dada atau rasa tak enak di bagian tengah dada (terutama sebelah
kiri), bisa menyebar ke bahu kiri, lengan kiri atas, leher kiri, rahang, dada
dengan tengah dan perut kiri bagian atas; diikuti perasaan “tertekan”,
“berat” atau “remuk” yang berlangsung selama tak lebih dari beberapa
menit atau berlalu hilang kembali.
2) Sulit bernafas atau sesak nafas.
3) Demam (merasa dingin pada suhu panas).
4) Berkeringat atau “keringat dingin”.
5) Rasa kembung, salah cerna, atau perasaan tersedak (mungkin terasa seperti
“rasa panas dalam lambung”).
6) Mual atau muntah.
7) Detak jantung yang cepat atau tak teratur (palpitasi).
8) Pusing dan pingsan.

RJP dapat digolongkan dalam 3 (tiga) macam cara yaitu pemberian (1) nafas
bantuan, (2) nafas buatan, (3) pijat jantung.

1.2.1 Nafas Bantuan

Nafas bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk


menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal (frekuensi nafas orang
dewasa muda adalah 12-20 kali per menit). Jika frekuensi nafas : 6 kali per menit,
maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan sehingga total nafas
permenitnya menjadi normal (12 kali).

5
1.2.2 Nafas Buatan

Nafas buatan adalah cara melakukan nafas buatan yang sama dengan nafas
bantuan, tetapi nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti nafas.
Diberikan dua kali secara efektif agar dada dapat mengembang.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan RJP


yaitu:

1) Periksa kesadaran orang yang akan diberi bantuan pernafasan,


2) Harus ada tenaga lain yang dapat menolong
3) Posisi penderita
Letakkan penderita dengan muka menghadap ke atas ( posisi terlentang)
pada dasar yang kokoh.Kontrol kepala dan leher ketika akan membalik
penderita, terutama bila terdapat tanda- tanda trauma, fraktur, atau luka-
luka di dalam tubuh yang terdapat memperburuk perawatan selanjutnya.
Apabila penderita mengalami trauma medulla spinalis, pertahankan kepala
penderita pada posisi netral dan gerakkan bersama badan sebagai satu
bagian.
4) Membuat jalan nafas dan menjaga agar tetap terbuka
5) Upayakan agar tidak ada yang menghalangi jalan pernafasan seperti lidah,
cairan lendir, muntah yang mungkin dapat menghalangi gerakan udara
melalui faring, demikian pula ikat pinggang, BH, danan stagan harus di
longgarkan.Bagi penderita yang tenggelam, air yang masuk ke dalam
lambung dan paru harus dikeluarkan.

Tindakan resusitasi perlu diperhatikan bilamana (1) denyut nadi arteri


mulai teraba, (2) mulai timbul pernafasan spontan, dan (3) secara bertahap
kesadaran penderita pulih kembali.

Tindakan resusitasi perlu dihentikan bilamana tindakan RJP efektif telah


berlangsung 30 menit tetapi kriteria-kriteria berikut masih dijumpai yaitu: (1)
ketidaksadaran menetap, (2) tidak timbul pernafasan spontan, (3) denyut nadi
tidak teraba, (4) pupil berdilatasi dan menetap, atau (5) denyut nadi karotis telah
teraba.

6
Penghentian resusitasi dilakukan mengingat pernafasan yang telah terhenti
selama 30 menit biasanya menunjukkan kematian serebral, atau pasien sudah
menunjukkan tanda- tanda kematian (kaku mayat) sehingga resusitasi selanjutnya
dipandang tidak berguna lagi.faktor lain yang mungkin dapat merupakan
keputusan untuk menghentikan RJP adalah kondisi penolong yang telah lelah dan
sudah tidak kuat lagi ;bantuan sudah datang, atau perjanjian tertulis dengan pasien
dan keluarganya untuk tidak melakukan resusitas.

1.2.3 Pijat Jantung

Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa”jantung untuk memompa


darah ke seluruh tubuh.Pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis
tidak teraba.Pijat jantung umumnya dikombinasi dengan nafas buatan.

1.2.4 Prosedur Standar RJP

1) Bebaskan atau longgarkan pakaian korban di daerah dada (buka


kancing baju bagian atas agar dada terlihat),
2) Posisikan diri disebelah korban, usahakan posisi kaki yag mendekati
kepala sejajar dengan bahu pasien,
3) Cek apakah ada tanda- tanda berikut :
a) Luka- luka dari bagian bahu ke atas (supra clavicula)
b) Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (terjatuh dari
sepeda motor),
c) Berdasarkan saksi pasien mengalami cidera di tulang belakang
bagian leher, tanda-tanda tersebut adalah tanda- tanda
kemungkinan terjadinya cidera pada tulang belakang bagian leher
atau cervical. Cidera pada bagian ini sangat berbahaya karena di
sini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia
(nafas dan denyut jantung),
d) Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah pernafasan
dari mulut ke mulut,
e) Jika tanda- tanda tersebut, maka beralih ke bagian atas, jepit
kepala pasien dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak

7
bergerak lagi (imobilitas) dan lakukanlah Jaw Thrust.Gerakan
ini dilakukan untuk menghindari adanya cidera lebih lanjut pada
tulang belakang bagian leher pasien.
4) Sambil melakukan (1) dan (2) di atas, kemudian dilakukan
pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan Breathing (pernafasan)
pasien.Metode pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen,
dan Feet;
a) Look :
Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernafas), apakah
gerakan tersebut simetris/tidak.
b) Listen: Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah
ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada
hambatan sebagian).
c) Feel: Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari
korban

Jenis- jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :

a) Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan


jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka
lakukan pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka
mulut ( menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang
digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah.Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut di tenggorokan korban ( misal : gigi palsu dll ).Pindahkan
benda tersebut.
b) Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan disebabkan oleh cairan (misal : darah), maka lakukanlah cross-
finger, lalu lakukan finger- sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 2 jari
yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari
cairan- cairan).
c) Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap

8
lakukan manuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.Jika suara
nafas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan nafas, maka
dapat dilakukan :
1) Black Blow, sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan
telapak tangan daerah diantara tulang scapula di punggung.Catatan:
Black-blow tidak dilakukan untuk dewasa karena dikawatirkan
menjadi sumbatan lengkap/penuh.
2) Heimlich Manuver, adalah suatu cara mengeluarkan benda asing
yang menumbat laring secara total atau benda asing berukuran besar
yang terletak di hipofaring. Prinsip mekanisme Heimlich Manuver
adalah dengan memberikan tekanan pada paru-paru. Pada Heimlich
Manuver lakukan tekanan kedalam dan ke atas rongga perut sehingga
diafragma terorong ke atas. Tenaga dorongan ini akan mendesak udara
dalam paru-paru keluar. Heimlich Manuver dapat dilakukan baik pada
anak-anak maupun orang dewasa.
3) Chest Trust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti posisi memeluk dari belakang dengan orang
coba berdiri kemudian mendorong tangan ke arah dalam atas.
a) Letakkan sisi ibu jari pada kepalan tangan tengah tulang dada,
tidak pada prosesus xifoideus
b) Genggam kepalan tangan tadi dengan tangan lainnya dan lakukan
dorongan ke belakang secara cepat
c) Ulangi dorongan sampai sumbatan keluar.
d) Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari
korban
5) Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi
pernafasan pasien itu dalam 1 menit (pernafasan normal adalah 12-20
kali per menit)
6) Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap
melakukan Look,Listen, dan Feel
7) Jika frekuensi nafas < 12 kali per menit, berikan nafas bantuan

9
8) Jika pasien tidak memiliki denyut nadi dan mengalami henti nafas,
lakukan pijat jantung diikuti napas buatan ( 30 kali pijat jnatung disela
2 kali tiupan napas)
9) Lakukanlah pengecekan nadi a. Karotis yang terletak di leher ( cek
dengan 2 jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakkan jari ke
samping, jangan sampai terhambat oleh otot leher (sterno-cleido-
mastoideus), rasakan denyut nadi karotis selama 5 detik
10) Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah pijat jantung, di ikuti
dengan nafas buatan, ulangi sampai 6 kali siklus pijat jantung nafas
buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung.
11) Cek lagi nadi karotis (dengan metode di atas) selama 5 detik, jika
teraba lakukan Look,Listen,Feel lagi. Jika tidak teraba ulangi poinn
nomor 10; atau dihentikan
12) Setelah berhasil mengamankan kondisi di atas periksalah tanda-tanda
shock pada pasien .
a. Denyut nadi > 100 kali per menit
b. Telapak tangan basah, dingin dan pucat
c. Capillary Refill Time (CRT) > 2 detik (CRT dapat diperiksa
dengan cara menekan ujung kuku pasien dengan kuku
pemeriksaan selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu
yang dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi

13) Jika pasien Shock lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan
mengangkat kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi
darah akan lebih banyak ke jantung. Pertahankan posisi Shock sampai
bantuan datang atau tanda tanda Shock berkurang

14) Jika ada perdarahan pasien, hentikan perdarahan dengan cara menekan
atau membebat luka (Membebat jangan terlalu erat karena dapat
mengakibatkan jaringan yang dibebat mati )

15) Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien
dengan Look, Listen dan Feel Karena pasien sewaktu-waktu dapat
memburuk secara tiba-tiba.

10
1.3 Perlindungan Diri Bagi Penolong

1. Pastikan tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan


penolong dan pasien
2. Minimalisasi kontak langsung dengan pasien untuk mencegah penularan
penyakit
3. Selalu memperhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian
pertolongan pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika
dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri

11
BAB II

PEMBAHASAN

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan
pengetahuan tenang BLS ?
Mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan pengetahuan tentang
BLS ( Basic Life Support ) karena keadaan kegawat daruratan dapat terjadi
kapas saja, dimana saja dan pada siapa saja serta sesuai dengan
kep.Menkes No. 39 tahun 2007, yang menjelaskan bahwa salah satu ruang
lingkup dokter gigi adalah memberikan pelayanan darurat (basic
emergency care) yang terdiri atas BLS. Kemampuan ini sangat diperlukan
baik di area pre hospital maupun intra hospital. Selain itu, jika mahasiswa
fakultas kedokteran gigi telah berhasil lulus dari pendidikan dokter gigi
(klinik) ataupun telah menjadi dokter gigi, ketika menghadapi pasien yang
tiba-tiba tidak sadarkan diri ataupun dalam kondisi gawat darurat ia dapat
langsung memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan jiwa
pasien, sebelum akhirnya diberikan perawatan yang sesuai dengan keadaan
korban. Sebagai orang yang paham tentang medis mahasiswa fakultas
kedokteran gigi dibandingkan masyarakat awam, ketika menemui korban
dalam kondisi gawat darurat tanpa terduga dapat langsung memberikan
pertolongan pertama dan mencegah kematian korban.
2. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda
tertelan?
Ketika gigi tiruan pasien tertelan hal pertama yang harus dilakukan adalah
membawa pasien ke tempat yang datar dan aman bagi pasien dan
penolong. Kemudian periksa jalan napas pasien dengan metode look,
listen, feel jika ternyata ada yang mengganggu jalan napas pasien yaitu
gigi palsunya yang tertelan maka segera membersihkan jalan napas dengan
mengambil gigi palsu pasien dengan metode cross finger untuk membuka
mulut menggunakan 2 jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang

12
digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah kebawah. Kemudian mengambil gigi palsu yang
menyangkut. Setelah diambil gigi palsunya, namun pasien tidak sadar
maka harus minta bantuan orang lain dan melakukan pijat jantung ( RJP )
30 kali disela dengan napas buatan 2 kali.
3. Apa gunaya metode back blow di bidang kedokteran gigi?
Metode back blow manuever dibidang kedokteran gigi dilakukan jika
mendapati seorang pasien mendadak yang mengalami hambatan napas
total akibat tersedak atau tertelan benda asing sehingga menyumbat jalan
nafas.
4. Apa gunanya metode Heimleich Manuever di bidang kedokteran gigi ?
Heimlich manuever dilakukan jika metode back-blow manuever tidak
berhasil mengeluarkan benda asing yang tertelan. Metode heimlich
manuever dan back blow manuever pada dasarnya memiliki fungsi yang
sama, namun bagian yang ditekan pada metode Heimlich manuever ialah
ulu hati, sehingga dilakukan jika benda yang tertelan sudah mencapai
perut.
5. Apa gunanya metode Chest Thrust di bidang kedokteran gigi ?
Sama seperti back-blow manuever dan Heimlich manuever, chest thrust
manuever juga mempunyai fungsi mengeluarkan benda asing yang
menyumbat jalan napas dan biasanya dipadukan dengan back-blow untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
6. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai pasien anda mengalami
pingsan setelah dilakukan anastesi ? Jelaskan !
Jika dijumpai pasien mengalami pingsan setelah dilakukan anastesi maka
harus dilakukan pengecekan kesadaran pasien dengan metode AV-PU:
A (alert) : Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V.
V (Verbal) : Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara
berbicara keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan
menggoyang atau menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke poin
P.

13
P (Pain) : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang
paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal di atas mata (supra orbital).
U (Unresponsive) : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak
bereaksi, maka pasien berada dalam keadaan unresponsive (tidak sadar).
Kemudian melakukan langkah :
1. Pembebasan jalan napas
Jalan napas pasien harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir
atau darah. Membuka jalan napas dapat dilakukan dengan mengangkat
dagu kedepan dengan metode head lilt-chin lift/ jaw thrust ( lebih
aman ), apabila terjadi muntah, posisi pasien dimiringkan.
2. Call for help
Hal ini adalah mencari pertolongan yang sesungguhnya
3. Memeriksa pernapasan pasien dengan metode look, listen dan feel :
- Lihat apakah ada aktivitas pernapasan pada pasien ( look )
- Dengar apakah ada suara pernapasan pada pasien ( listen )
- Rasakan napas pasien dengan mengunakan 2 jari ditempelkan
dihidung
4. Apabila terjadi henti napas maka harus diberikan pijat jantung
sebanyak 30 kali dengan sela 2 kali napas buatan.

14
BAB III

KESIMPULAN

Pengetahuan tentang PPGD (Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat)


dan RJP (Resusitasi Jantung dan Paru) bagi mahasiswa kedokteran gigi sangat
penting untuk diketahui sehingga dapat menghadapi pasien yang tiba-tiba tidak
sadarkan diri atau dalam kondisi gawat darurat baik ketika telah menjadi dokter
gigi maupun masih berstatus mahasiswa.

Pertolongan black blow maneuver dilakukan bila pasien tersedak benda


padat. Black blow maneuver digunakan untuk membebaskan jalan napas saat
terjadi henti napas pada pasien bayi atau anak-anak.
Heimlich maneuver dilakukan jika perawatan dengan metode black blow
maneuver tidak berhasil. Metode black blow maneuver dan metode Heimlich
maneuver sebenarnya memiliki fungsi yang sama, perbedaannya metode Heimlich
maneuver dilakukan penekanan pada ulu hati dan dilakukan apabila benda padat
sudah tertelan sudah sampai pada abdomen pasien bayi, anak-anak, dan orang
dewasa untuk korban sadar dan tidak sadar.
Metode chest thrust memiliki fungsi yang sama dengan metode heimlich
maneuver, perbedaannya bagian yang ditekan pada metode chest thrust adalah
dada atau tulang rusuk.
Jika menjumpai pasien dianastesi kemudian tidak sadarkan diri berikan
PPDG dengan langkah awal pengkajian korban yang meliputi pernafasan dan
peredaran darahnya. Hal lain yang perlu diperiksa yaitu pupil mata dan denyut
nadi pada artericarotis. Apabila korban tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran,
maka segera dilakukan nafas buatan dan meminta orang lain untuk menghubungi
Layanan Kedaruratan Medis (LKM).

15
16

Anda mungkin juga menyukai