DASAR TEORI
1|Page
4. Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna
untuk pemberian layanan kedaruratan medis (LKM).
Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu :
a. Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation), serta D (Disability) dan H (Hemorhagie).
b. Pemeriksaan skunder. Pemeriksaan sekunder meliputi:
1. Wawancara yang terdiri dari : “SAMPLE PAIN” yaitu S = Symtom/gejala
(keluhan utama, A = Alergi, M = Medicine (Obat-obatan), P = Pain
(Penyakit terdahulu), L = Last Eat (Makan terakhir), E = Exidance
(Peristiwa yang terjadi sebelum kedaruratan), P = Periode nyeri (Berapa
Lama), A = Area (dimana), I = Intensitas, N = Nulitas (apa yang
menghentikannya)
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
3. Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan Tag
(peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang menarik
perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya tidak
dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit.
Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM)
untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran), polisi
layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang terjadi
dengan menyebut jumlah korban, kesadaran korban, perkiraan usia dan jenis
kelamin, lokasi kejadian secara lengkap, nama dan nomor telepon Anda/pelapor.
Cara melakukan cek kesadaran pada pasien dengan metode AV-PU :
a. A (Alert) :Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V
b. V (Verbal) :Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara berbicara
keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan
menggoyang atau menyentuh pasien),jika tidak merespon lanjut ke P,
c. P (Pain) :Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling
mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal kuku),
selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum)
dan juga areal diatas mata (supra orbital).
2|Page
d. U (Unresponsive) :Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak
bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive ( tidak sadar).
1.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Tujuan RJP yang penting adalah mengusahakan sekuat tenaga agar ventilasi
paru dapat pulih kembali seperti sediakala. RJP bermanfaat untuk menyelamatkan
korban serangan jantung, kasus tenggelam, kekurangan nafas, tersengat listrik,
dan kelebihan obat. RJP dilakukan pada saat jantung dan pernafasan korban telah
berhenti bekerja. Penyelamatan pernafasan digunakan pada saat nadi masih
berdenyut tetapi tidak ada perNafasan. Seorang dokter gigi seharusnya mampu (1)
Mengenali tanda-tanda serangan jantung, (2) Memberikan RJP, dan (3)
Menghubungi Layanan Kedaruratan Medis (LKM).
3|Page
4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat,
tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis
obat, kelainan susunan saraf pusat.
5. Gagal ginjal, karena hiperkalemia
Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya,
walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat
berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil
kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran
darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik.
Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 %
kerusakan otak irreversibel. Tanda-tanda henti jantung :
RJP dapat digolongkan dalam 3 macam cara yaitu pemberian (1) nafas bantuan
(2) nafas buatan (3) pijat jantung.
Nafas bantuan adalah Nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan
frekuensi Nafas pasien yang dibawah normal (frekuensi Nafas orang dewasa
muda adalah 12-20 kali per menit). Prinsipnya adalah memberikan dua kali
ventilasi sebelum kompresi dan memberikan dua kali ventilasi per 10 detik setelah
kompresi. Terdiri dari dua tahap :
a. Memastikan korban/pasien tidak berNafas. Dengan cara melihat pergerakan
naik turunnya dada, mendengar bunyi Nafas dan merasakan hembusan Nafas
4|Page
korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut
dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan Nafas tetap
terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
b. Memberikan bantuan Nafas. Jika korban/pasien tidak berNafas, bantuan Nafas
dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma
(lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan
Nafas sebanyak dua kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan
adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000
ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Cara
memberikan bantuan perNafasan, antara lain:
Mulut ke mulut
Bantuan perNafasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif
untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan
hembusan Nafas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil Nafas dalam
terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut
korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan Nafas dan
juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan
jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara
yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml(10 ml/kg). Volume
udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami
luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus
menutup mulut korban/pasien.
Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
perNafasan maka harus dilakukan ventilasidari mulut ke stoma.
5|Page
(2). Nafas Buatan
Nafas buatan adalah cara melakukan Nafas buatan yang sama dengan Nafas
bantuan, tetapi Nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti Nafas.
Diberikan dua kali efektif (dada mengembang ). Beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan tindakan RJP yaitu:
o Periksa kesadaran orang yang akan diberi bantuan pernafasan
o Harus ada tenaga lain yang dapat menolong
o Posisi penderita
o Letakkan penderita dengan muka menghadap ke atas ( posisi terlentang) pada dasar
yang kokoh. Kontrol kepala dan leher ketika akan membalik penderita,
terutama bila terdapat tanda- tanda trauma, fraktur, atau luka- luka di dalam
tubuh yang terdapat memperburuk perawatan selanjutnya. Apabila penderita
mengalami trauma medulla spinalis, pertahankan kepala penderita pada posisi
netral dan gerakkan bersama badan sebagai satu bagian. Membuat jalan nafas
dan menjaga agar tetap terbuka Upayakan agar tidak ada yang menghalangi jalan
pernafasan seperti lidah, cairan lendir, muntah yang mungkin dapat menghalangi
gerakan udara melalui faring, demikian pula ikat pinggang, BH, danan stagan
harus di longgarkan. Bagi penderita yang tenggelam, air yang masuk ke dalam
lambung dan paru harus dikeluarkan.
Tindakan resusitasi perlu diperhatikan bilamana denyut nadi arteri mulai
teraba, mulai timbul pernafasan spontan, dan secara bertahap kesadaran penderita
pulih kembali. Tindakan resusitasi perlu dihentikan bilamana tindakan RJP
efektif telah berlangsung 30 menit tetapi kriteria- kriteria berikut masih
dijumpaiyaitu:
1) Ketidaksadaran menetap
2) Korban sadar kembali (dapat berNafas dan denyut nadi teraba kembali)
3) Tidak timbul pernafasan spontan
4) Denyut nadi tidak teraba
5) Pupil berdilatasi dan menetap
6) Atau denyut nadi karotis telah teraba.
7) Digantikan oleh penolong terlatih atau layanan kedaruratan medis
6|Page
8) Penolong kehabisan tenaga untuk melanjutkan RJP
9) Keadaan menjadi tidak aman (Asih,1996)
7|Page
dadadibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap
kalimelakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakanuntuk
melepaskan kompresi harus sama dengan pada saatmelakukan kompresi.
(50% Duty Cycle).
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan ataumerubah posisi
tangan pada saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian Nafas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik
= 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas),dilakukan baik oleh 1 atau 2
penolong. Dari tindakan kompres iyang benar hanya akan mencapai
tekanan sistolik 60 – 80mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan
curah jantung (cardiac output ) hanya 25% dari curah jantung normal.
8|Page
BAB II
HASIL PERCOBAAN
Pertanyaan
Jawaban
9|Page
jalannya pernafasan. Apabila metode ini digunakan pada orang dewasa
bisasanya dapat mengakibatkan pembengkakan pada saluran pernafasan
4. Untuk membebaskan jalan nafas pasien dan menangani kemungkinan
tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan gigi pada orang dewasa.
Metode ini dapat digunakan pada segala usia dan jenis kelamin.
5. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan
kesehatan pada ibu hamil dengan cara memposisikan tangan serta mendorong
tangan ke arah dalam atas.
6. Melakukan tindakan pertolongan pertama gawat darurat diawali dengan
pengkajian primer ABC-DH = Airway,Breathng,circulation,disability dan
Hemoraghie kemudian dilanjutkan pemeriksaan sekunder wawancara
SAMPLE PAIN, pemriksaan tanda vital dan pemeriksaan tubuh secara
keseluruhan dari kepala hingga kaki.
10 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
1. Bantuan hidup dasar / BHD adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga
jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan
tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya
sambil menunggu pengobatan lanjutan. Tahapan bantuan hidup dasar meliputi :
Setelah jalan Nafas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasanya
pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan Nafas.
Pembebasan jalan Nafas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala
11 | P a g e
topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang
Bawah).
b. Breathing (Pernafasan)
Metode pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen, dan Feel.
1. Look : Melihat apakah ada gerakan dada atau gerakan bernafas dan amati
apakah gerakan tersebut simetris atau tidak
2. Listen : Mendengarkan apakah ada suara nafas normal dan apakah ada
suara nafas abnormal yang bisa timbul karena hambatan sebgaian jalan nafas.
Jenis-jenis suara tersebut antara lain :
Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka
lakukan pengecekan langsung dengan cross finger untuk membuka mulut.
Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan ,misalnya darah . Maka dilakukan tindakan cross
finger lalu finger sweep untuk menyapu rongga mulut dengan kain dari
cairan-cairan
Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena
pembengkakan atau edema pada trakea , untuk pertolongan pertama tetap
lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.
3. Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari
korban.
12 | P a g e
langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk
pernafasan dan sirkulasi buatan.
Cara Pelaksanaan KJL:
KJL dapat dikerjakan oleh satu orang atau dengan dua orang penolong dan
masing-masing memiliki urutan tata kerja sendiri-sendiri. Adapun urutan tata
kerja KJL dijelaskan sebagai berikut:
I. Penolong Satu Orang
Menurut Richard H. S. (1979: 421-425), The Committe on Trauma: American
College of Surgeons (Yayasan Essentia Medica, 1983: 26), Hendrotomo (1986:
506- 507), dan Youngson dialihbahasakan Hadyana (1997: 9-11) pelaksanaan
KJL untuk penolong satu orang dapat dikerjakan dengan cara korban harus dalam
posisi horisontal dan diletakkan di atas lantai atau permukaan yang rata dan keras,
meninggikan ekstremitas bawah karena tindakan meninggikan ekstremitas bawah
dapat memperbesar venous return dan isi semenit jantung, penolong
menempatkan dirinya di samping korban, dan menentukan lokasi ujung processus
xiphoideus. Pangkal telapak tangan diletakkan tiga jari di atasnya pada sumbu
memanjang sternum. Tangan yang lain diletakkan di atas tangan yang pertama,
lalu bahu si penolong harus berada langsung di atas sternum korban. Dengan bahu
dan lengan yang lurus, penekanan dilakukan vertikal ke bawah sehingga sternum
terdesak masuk ke dalam 1 ½ - 2 inci (± 3 ½ sampai 5 cm) pada orang dewasa.
Lakukan kompresi dada selama 12-15 kali kemudian mengambil posisi untuk
pemberian pernafasan buatan (ventilasi) secara mouth to mouth selama 2 kali,
sehingga kegiatan tersebut dikerjakan dengan perbandingan 12-15 kali kompresi
dan 2 kali ventilasi (15 x 2).
Kompresi harus dikerjakan secara lancar, teratur dan tidak terputus-putus.
Rileksasi segera terjadi setelah penekanan, tetapi pangkal telapak tangan si
penolong harus tetap berada pada sternum. Penekanan jangan sampai “memantul”
(harus mantap) dan pada puncak tekanan perlu dipertahankan beberapa waktu (0,5
– 1 detik) kemudian dilepaskan kembali keposisi semula. Kecepatan kompresi
dada sekitar 80 kali/menit dan paling sedikit 60 kali/menit, sedangkan untuk
ventilasi 2 kali dalam waktu 5 detik. Kecepatan ini diperlukan untuk
13 | P a g e
mempertahankan kecepatan kompresi jantung sebesar 60 kali dalam semenit dan
melakukan 2 kali perNafasan buatan. Jadi perbandingannya 15 : 2. Kecepatan
yang benar dapat dipertahankan oleh penolong tunggal dengan menghitung “one
and two, and three” sampai fifteen. Pertahankan kepala tetap dalam posisi
ekstensi, kalau perlu bahu ditinggikan untuk mempertahankan posisi tersebut.
Pemberian kompresi dan ventilasi dilakukan secara bergantian dengan waktu yang
tepat, cepat dan efektif.
II. Penolong Dua Orang
Kedua penolong berada pada sisi korban, penolong I melakukan ventilasi,
sedangkan penolong II melakukan kompresi dada. Kecepatan KJL untuk 2 orang
penolong adalah 60 /menit, dan ventilasi dilakukan setelah kompresi dada yang
kelima, yaitu dengan perbandingan 5 : 1. Untuk mempertahankan kecepatan yang
benar, penolong yang melakukan kompresi dada korban harus menghitung keras-
keras, “one-one thousand”, “two-one thousand”, sampai “five-one thousand”,
karena cara menghitung seperti ini dapat mempertahankan frekuensi KJL yang
tepat. Pergantian tugas antara kedua penolong sangatlah penting karena tindakan
KJL yang dilakukan dengan benar merupakan pekerjaan yang berat. Pertukaran
ini dilakukan dengan berpindahnya penolong yang mengerjakan perNafasan
buatan ke samping korban segera setelah pengembangan paru-paru. Ke dua belah
tangannya disiapkan di udara dekat tangan si penolong yang berada pada dada
korban. Biasanya setelah penekanan ke tiga atau ke empat, penolong satunya
menyelesaikan urutan tindakan ini.
1. Penting, misalnya :
Adrenalin
Natrium bikarbonat
14 | P a g e
Sulfat Atropin
Lidokain
2. Berguna, misalnya :
Isoproterenol
Propanolol
Kortikosteroid. (5)
Natrium bikarbonat
15 | P a g e
i. Tidak teraba denyut : 0
ii. Ada denyut tetapi sulit teraba : +1,
iii. Denyut normal teraba dengan mudah dan tidak mudah hilang : +2
iv. Denyut kuat, mudah teraba seakan- akan memantul terhadap ujung jari serta
tidak mudah hilang : + 3
Pada saat praktikum denyut arteri karotis teraba dengan mudah dan tidak mudah
hilang jadi denyut nadi orang coba adalah normal.
1. Percobaan dilakukan 2 orang coba yang jenis kelaminnya sama dan sehat,
(upayakan dapat melakukan dengan baik, hingga dapat dietahui udara yang
masuk dapt dirasakan).
3. Salah satu tangan penolong diletakkan dibawah leher penderita dan angkat
sedikit ke atas,sedang tangan yang lain diletakkan diatas dahi dan jari-jari tangan
menutup lubang hidung.Dorong dahi kebawah posisi kepala ekstensi, otot rahang
bawah teregang dan rongga mulut terbuka.Pertahankan posisi kepala seperti ini
sampai pertolongan selesai.
6. Hembuskan nafas satu kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada
pasien mengembang).
7. Tiup udara kedalam paru-paru kurang lebih 2 kali volume tidal, sementara itu,
tangan ke bagian lambung. Pastikan tidak ada kebocoran udara yang ditiupkan
melalui hidung atau sela mulut penderita.
16 | P a g e
Tabel pengamatan pernafasan :
Pada saat percobaan didapatkan ciri-ciri pernafasan orang coba seperti pada tabel
pernafasan adekuat sehingga dapat disimpulkan pernafasan orang coba normal.
C. Manuever Heimlich
Manuever Heimlich (The Committe on Trauma: American College of Surgeon
(Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metoda yang paling efektif
untuk mengatasi obstruksi saluran perNafasan atas akibat makanan atau benda
asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glotis. Korban tidak dapat
berbicara atau berNafas, menjadi panik dan sering berlari dari kamar. Korban
menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian.
Pada kondisi tersebut di atas, manuever ini dapat dilaksanakan dengan posisi
penolong berdiri atau berbaring. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Penolong Berdiri: Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk
pinggang korban dengan kedua belah tangan, kepalan salah satu tangan
digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong menghadap
abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut ditekankan
dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan
tersebut tidak boleh “memantul”, dan pada waktu di puncak tekanan perlu
diberi waktu untuk menahan 0,5 - 1 detik dan setelah itu tekanan dilepas,
perbuatan ini harus diulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara
17 | P a g e
mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada,
meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing
keluar dari dalam saluran perNafasan.
b. Penolong berlutut: Korban berbaring telentang dan penolong berlutut
melangkahi panggul korban. Penolong menumpukkan kedua belah tangannya
dan meletakkan pangkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban
dalam posisi yang kemudian melaksanakan prosedur yang sama seperti pada
posisi berdiri.
D. Black Blow Maneuver Dan Chest Thrust Maneuver
Black blow maneuver dan chest thrust maneuver dilakukan untuk menghilangkan
obstruksi di jalan Nafas atas yang disebabkan oleh benda asing & yg ditandai oleh
beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:
1. Secara mendadak tidak dapat berbicara.
2. Tanda-tanda umum tercekik—rasa leher tercengkeram
3. Bunyi berisik selama inspirasi.
4. Penggunaan otot asesoris selama berNafas dan peningkatan kesulitan berNafas.
5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk.
6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7. Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau
wizing.
18 | P a g e
e. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
19 | P a g e
1. Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih
rendah dari pada badannya.
2. Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.
3. Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan
tumit tangan anda.
4. Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas
paha.
5. Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda
pada sternum dampingi dengan jari manis.
6. Lakukan chest thrust dengan cepat.
7. Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.
8. Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan Nafas dan buang benda asing jika ia
terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara “membuta” pada bayi dan anak,
karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan Nafas.
Perhatian :
20 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode
henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri
atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup
lanjut / BHL Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil
menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-
obatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi dilakukan pada : infark jantung
“kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”, serangan Adams-Stokes, Hipoksia
akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal,
serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang untuk hidup. Resusitasi
tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu yang tak dapat
disembuhkan.
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya
pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk
itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.
21 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
22 | P a g e