Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan perairan, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan dan minuman. Pangan menurut UU no. 18 Tahun 2012 pasal 1
dalam Suhaimi (2019).
Pangan yang tersedia haruslah pangan yang aman untuk di konsumsi,
bermutu dan bergizi karena berhubungan dengan pertumbuhan yang erat kaitannya
dengan kecukupan asupan nutrisi dalam tubuh. Pertumbuhan tubuh membutuhkan
nutrisi mikro dan makro. Nutrisi makro adalah zat gizi makro merupakan zat gizi
yang di butuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk
zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak dan protein. Nutrisi mikro adalah zat gizi
yang di butuhkan dalam jumlah kecil atau sedikit tapi ada dalam makanan. Zat gizi
yang termasuk zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. (Atma 2018)
Masalah pangan dan gizi sangat berkaitan erat, karena gizi seseorang sangat
tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsi. Masalah pangan antara lain
menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang
dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat atau kepercayaan
yang terkait dengan tabu makanan. (Suhaimi 2019)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud masalah pangan
2. Apa yang dimaksud gizi mikro
3. Apa yang dimaksud gizi makro
4. Apa saja upaya untuk mengatasi masalah pangan

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan masalah pangan
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud gizi mikro
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud gizi makro
4. Untuk mengetahui apa saja upaya mengatasi masalah pangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masalah Pangan


Masalah pangan adalah keadaan kekurangan, kelebihan, dan atau
ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan,
pangan dan keamanan pangan. (UU RI NO. 18 Tahun 2012)
Masalah pangan dan gizi sangat berkaitan erat, karena gizi seseorang sangat
tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsi. Masalah pangan antara lain
menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang
dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat atau kepercayaan
yang terkait dengan tabu makanan. Sementara permasalahan gizi tidak hanya
terbatas pada kondisi kekurangan gizi, melainkan tercakup pula kondisi kelebihan
gizi (Suhaimi 2019)
Pertumbuhan tubuh membutuhkan nutrisi mikro dan makro. Nutrisi makro
adalah zat gizi makro merupakan zat gizi yang di butuhkan dalam jumlah besar
dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk zat gizi makro adalah karbohidrat,
lemak dan protein. Nutrisi mikro adalah zat gizi yang di butuhkan dalam jumlah
kecil atau sedikit tapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk zat gizi mikro
adalah mineral dan vitamin. (Atma 2018)

B. Masalah Pangan Gizi Mikro


Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit di
dalam tubuh. Jenis zat gizi mikro lebih banyak dan bervariasi dibandingkan dengan
zat gizi makro, seperti zat berbagai macam vitamin serta mineral. Sementara zat gizi
mikro lebih sering ditemukan di berbagai jenis sayur, buah, dan susu. (Siagian
2003)
Tidak hanya dari jumlah kebutuhan saja, masih ada beberapa perbedaan
yang membuat zat gizi makro dan mikro berbeda namun sama-sama dibutuhkan

3
oleh tubuh, yaitu seperti fungsi, sumber makanan yang berbeda, serta cara kerja di
dalam tubuh.
Zat gizi mikro memiliki fungsi untuk mensintesis enzim dan hormon, serta
berperan dalam menjaga semua organ dan indera tubuh berfungsi dengan baik,
seperti vitamin A yang menjaga kesehatan mata, vitamin E menjaga kesehatan kulit,
dan sebagainya. Zat gizi mikro juga berguna untuk menjaga fungsi tubuh dan
pertumbuhan, selain itu cenderung berperan untuk mencegah penyakit. Dalam hal
memproduksi energi ataupun proses metabolisme, zat gizi mikro berperan sebagai
kofaktor, pengikat, serta menjadi alat dari proses tersebut, tidak seperti zat gizi
makro yang menjadi bahan utama dari produksi energi. (Siagian 2003)
Kelebihan zat gizi mikro bisa mengakibatkan seseorang mengalami
keracunan.
1. Kelebihan Vitamin A
Mulut dan kulit kering, sakit kepala, mual, dan nyeri tulang. Jika
mengonsumsi sumber makanan yang mengandung karoten ( provitamin A),
yang terlihat adalah perubahan warna kulit menjadi kekuningan.
2. Kelebihan Kalsium
Menimbulkan batu ginjal dan menyebabkan sembelit.
3. Kelebihan Zat Besi
Sembelit, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan denyut jantung,
dan pingsan. Kondisi ini jarang disebabkan mengonsumsi makanan sumber
zat besi, tapi akibat kelebihan suplemen. (Marista 2018)

Dampak dari kekurangan zat mikro adalah ketidakmampuan belajar secara


baik, penurunan prokduktivitas, kesakitan dan kematian. Kekurangan zat gizi mikro
esensial mengakibatkan ketidakmampuan belajar dengan baik, keterlambatan
mental, kesehatan yang buruk, kapasitas kerja yang rendah, kebutaan, dan kematian
yang prematur. Sedangkan kekurangan zat gizi mikro, dapat menyebabkan
gangguan seperti:

4
1. Kekurangan vitamin A, menyebabkan masalah pada penglihatan
Defisiensi vitamin A telah lama dikenal sebagai penyakit terkait gizi
yang serius, tetapi sejauhmana populasi telah terkena dan implikasinya bagi
kesehatan dan kelangsungan hidup baru disadari belakangan. Penelitian
dasar secara menyakinkan memperlihatkan efek biologis dari defisiensi
vitamin A. Defisiensi vitamin A awalnya merupakan ancaman yang tidak
kelihatan, yang apabila tidak ditangani dapat merampas penglihatan
seseorang (anak-anak). Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi
bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita akan apa yang
disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia. Apabila penderitaan
terns berlanjut conjangtiva dan cornea mata menjadi kuning) kemudian
muncul bercorak pada cornea dan selanjutnya berakibat pada kebutaan yang
permanen. Kekurangan vitamin A juga meningkatkan resiko terkena
penyakit yang lazim pada anak-anak, misainya campak, infeksi saluran
pernafasan, dan penyakit diare.

2. Kekurangan zat besi


Defisiensi Zat Gizi Besi (Anemi Besi) Anemi Besi adalah penyakit
kekurangan zat besi yang paling lazim di dunia mencangkup setengah dari
semua jenis penyakit anemia. Menurut WHO, lebih dari 2 milyar penduduk
dunia beresiko anemia besi atan menderita berbagai bentuk anemia besi.
Hampir setengah dari populasi wanita dan anak-anak di negara berkembang
menderita anemia. Anak-anak penderita anemia besi menderita gangguan
perkembangan fisik dan mental. Wanita hamil dan bayi yang menderita
anemia besi akan mengalami pengurangan yang nyata akam kemampuannya
melawan infeksi. Anemia Besi pada dewasa menyebabkan kelelahan dan
berdampak pada rendahnya kapasitas produktivitas kerja. Lebih jauh lagi,
defisiensi besi (dalam hal simpanan zat besi dalam tubuh) dapat terjadi tanpa
anemia klinis. Penyebab utama anemia besi adalah bioavailasilitas yang

5
rendah dari zat-zat besi dari pangan yang berbasis sereal dan polongan-
polongan yang selanjutnya buruknya penyerapan zat gizi besi dari makanan.

3. Kekurangan iodium
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) mungkin merupakan
penyakit yang terkait dengan gizi yang pertama dikenal manusia. Efek dari
kekurangan iodium dalam bentuk goitre dan kekerdilan serta penanganannya
lewat zat gizi (dietary treatment). Kelenjar tiroid memerlukan iodium untuk
menghasilkan hormon, akan membesar pada penderita kekurangan iodium
akan mengakibatkan goitre (pembengkakan gondok). Kelainan ini dikenal
sebagai tanda-tanda kekurangan iodium. Goitre, bagaimanapun hanya salah
satuindikasi, dan ada banyak defisien yang mungkin telah terjadi (mulai)
sebelum kelahiran. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita kekurangan
iodium, jika mereka hidup, akan kerdil dengan umur harapan hidup (UHH)
yang rendah, retardasi fisik dan mental, dan tuli atan bisu atan kejang,
tergantung kepada derajat kekurangannya. Kekurangan iodium adalah
penyebab yang paling umum dari penyakit retardasi mental.

4. Kekurangan thiamin
Gangguan akibat kekurangan Thiamin adalah penyakit beri-beri.
Beri-beri adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh kekurangan
vitamin B1 atau tiamin. Vitamin B1 ini berfungsi sebagai koenzim
pembentukan glukosa untuk menghasilkan energi dan menjaga fungsi tubuh.
Sederhananya, vitamin ini berperan penting dalam proses produksi energi.
Jika asupan vitamin B1 dalam tubuh tidak memadai, maka tubuh akan
mudah lelah dan berisiko mengembangkan beri-beri.. Penyakit ini terdiri
dari dua jenis, yaitu beri-beri basah dan beri-beri kering. Beri-beri basah
memengaruhi jantung dan sistem sirkulasi tubuh, sedangkan beri-beri kering
yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kerusakan saraf dan
kelumpuhan otot.

6
5. Kekurangan Kalsium
Zat yang satu ini terdapat di dalam susu. Kalsium memang kerap
menjadi “kandungan andalan” produk susu. Berperan sebagai pembentuk
tulang, dan menjaga kesehatannya. Saat kekurangan asupan kalsium,
seseorang akan lebih rentan mengalami penyakit osteoporosis.

6. Kekurangan Klorida
Mineral klorida berperan sebagai elektrolit dan membantu produksi
asam lambung. Saat tubuh kekurangan asupan klorida, risiko gangguan
pertumbuhan, pusing, merasa lemah, hingga kram jadi lebih rentan terjadi.

7. Kekurangan Magnesium
Kekurangan mineral yang satu ini dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner diabetes tipe 2, hingga gangguan fungsi otot dan
saraf. Pasalnya, magnesium berperan sebagai zat pembentuk darah merah
yang mengikat oksigen dan hemoglobin. Mineral juga berperan sebagai
kofaktor enzim, fungsi otot, dan saraf.

8. Kekurangan Kalium
Kalium menjadi salah satu jenis mineral yang cukup dibutuhkan
tubuh. Zat ini dibutuhkan sebagai pembentuk aktivitas otot jantung, regulasi
osmosis, fungsi otot dan saraf, kofaktor enzim, dan sebagai metabolisme
energi. Kurang mendapatkan asupan ini bisa memicu terjadinya diare,
muntah, lemah otot, serta turunnya tekanan darah. (Marista 2018)

C. Masalah Pangan Gizi Makro


Zat gizi makro adalah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
yang lebih besar. Tidak hanya dari jumlah kebutuhan saja, masih ada beberapa
perbedaan yang membuat zat gizi makro dan mikro berbeda namun sama-sama
dibutuhkan oleh tubuh, yaitu seperti fungsi, sumber makanan yang berbeda, serta

7
cara kerja di dalam tubuh. Zat gizi makro sebagai bahan utama, dan zat gizi mikro
sebagai sarananya. (Siagian 2003)
Zat gizi makro adalah zat kimia yang diperlukan dalam pertumbuhan,
perkembangan, serta untuk menjalankan fungsi tubuh yang normal. Makronutrien
atau zat gizi makro, berperan besar dalam membentuk energi tubuh dan seluruh
proses metabolisme. Yang termasuk dengan zat gizi makro adalah protein,
karbohidrat, lemak, serat, dan air. Untuk sumber makanan zat gizi makro dapat
ditemukan di berbagai macam makanan pokok, sumber protein hewani dan nabati.
(Mita 2017)
Fungsi dari zat gizi makro adalah:
1. Membangun otot
2. Membangun dan memperbaiki jaringan yang rusak
3. Menjadi sumber energi utama (karbohidrat) dan cadangan energi (lemak)
4. Mengatur dan menjaga suhu tubuh tetap normal
5. Menjaga jumlah sel di dalam tubuh
6. Berperan dalam sistem kekebalan tubuh serta fertilisasi
7. Berperan dalam membuat hormon dan enzim
Kekurangan zat gizi makro dapat menyebabkan seseorang mengalami
kwashiorkor, marasmus, dan kekurangan energi dan protein. Hal ini tentu saja
menyebabkan fungsi tubuh secara keseluruhan terganggu.
1. Kekurangan Protein
Kekurangan protein menyebabkan Kwashiorkor, kondisi ini ditandai
dengan pembengkakan di bagian bawah kulit (edema), akibat terlalu
banyaknya cairan dalam jaringan tubuh. Pembengkakan dapat terjadi pada
seluruh bagian tubuh dan umumnya dimulai di kaki. Bengkak biasanya
diiringi sejumlah kondisi berikut:
a. Rambut yang kering, jarang, dan rapuh, bahkan dapat berubah warna
menjadi putih atau kuning kemerahan seperti rambut jagung.
b. Ruam atau dermatitis
c. Mudah marah.

8
d. Kelelahan dan mengantuk.
e. Gangguan tumbuh kembang.
f. Perut membesar.
g. Infeksi yang terjadi terus menerus, akibat lemahnya kekebalan tubuh.
h. Kuku pecah dan rapuh.
i. Berubahnya pigmen kulit.
j. Penurunan massa otot.
k. Diare
l. Berat dan tinggi badan tidak bertambah.

Pada kasus yang lebih parah, pengidap kwashiorkor juga dapat mengalami
syok karena dehidrasi berat. Kondisi ini perlu segera mendapat penanganan medis
oleh dokter di rumah sakit. (Adrian 2018)

2. Kekurangan Energi dan Protein


Jika kwashiorkor adalah malnutrisi karena kekurangan protein meski
asupan energinya cukup, maka marasmus adalah kekurangan asupan energi
atau kalori dari semua bentuk makronutrien, mencakup karbohidrat, lemak,
dan protein. Kondisi ini paling banyak ditemukan pada anak berusia di
bawah 2 tahun. Ciri-ciri fisik penderita marasmus:
a. Kekurangan berat badan
b. Kehilangan banyak massa otot dan jaringan lemak.
c. Pertumbuhan terhambat.
d. Kulit kering dan rambut rapuh.
e. Terlihat lebih tua dari usianya.
f. Tidak berenergi dan tampak tidak bersemangat atau lesu.
g. Wajah menjadi bulat seperti orang tua.
h. Diare kronis.

9
Selain itu, penderita marasmus rentan mengalami infeksi akut seperti infeksi
saluran pernapasan dan gastroenteritis, serta infeksi kronis seperti tuberkulosis.
Selain kwashiorkor dan marasmus, terdapat jenis ketiga keadaan malnutrisi energi
protein berat, yaitu campuran marasmus-kwashiorkor. Keadaan ini mempunyai
gejala campuran dari kedua kondisi tersebut. (Adrian 2018)

Zat gizi makro di butuhkan dalam jumlah yang besar maka kelebihan dan
gizi makro lebih sering terjadi dibandingkan zat gizi mikro. Masalah yang terjadi
jika seseorang mengalami kelebihan zat gizi makro adalah obesitas, diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, stroke, serangan jantung, dan berbagai penyakit
metabolik lainnya. .(Mita 2017)

D. Upaya Mengatasi Masalah Pangan


Upaya untuk mengatasi masalah pangan dan gizi:
1. Pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan
2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyuluhan di bidang pangan
3. Menyebarluaskan pengetahuan di bidang pangan dan gizi
4. Menunjang kegiatan penelitian di bidang pangan
5. Mengarahkan peran serta asosiasi dan organisasi profesi di bidang pangan.
Untuk mengatasi kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro, pemerintah
menerapkan program “Intervensi Gizi”. Intervensi gizi merupakan suatu kegiatan
terencana dengan tujuan memperbaiki gizi dari suatu group populasi yang spesifik.
Intervensi gizi itu sendiri terdiri dari beberapa program antara lain, Program
Produksi Pertanian, Makanan Formulasi, Infrastruktur pemasaran, subsidi harga
pangan, dosis tinggi, pemberian makanan tambahan, pendidikan gizi, program
terpadu dan fortifikasi makanan. (Helmyati 2018)
Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizimikro
adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status
mikronutrien pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya (bagian dari upaya)
untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari perbaikan praktek-praktek pertanian

10
yang baik (good agricultural practices), perbaikan pengolahan dan penyimpangan
pangan (good manufacturing practices), dan memperbaiki pendidikan konsumen
untuk mengadopsi praktek-praktek penyediaan pangan yang baik. (Helmyati 2018)
Tujuan utama Fortifikasi Makanan adalah untuk meningkatkan status gizi
populasi. Fortifikasi dapat pula diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut:
1. Perbaikan dan Pencegahan defisiensi zat-zat gizi Mikro dari pangan (untuk
memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).
2. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang
signifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama
pengolahan.
3. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang
digunakan sebagai sumber pangan bergizi misalnya susu formula bayi.
4. Untuk menjamin ekuivalensi gizi dari produk pangan olahan yang
menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai
pengganti mentega .

Industri pangan atau makanan memegang peranan kunci dalam setiap


program fortifikasi di setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem
kesehatan masyarakat. Beberapa aspek program fortifikasi pangan, bagaimanapun,
seperti penentuan prevalensi kekurangan, pemilihan intervensi yang tepat,
penghitungan taraf asupan makanan (zat gizi), konsumsi pangan pembawa sehari-
hari dan fortifikan yang akan ditambahkan, dan juga teknologinya (pengembangan
teknologi), harus dievaluasi oleh otoritas ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat dan pertanian, dan yang lainnya. Macam –macam fortifikasi pangan:
1. Fortifikasi Yodium
Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversiber
itu sebabnya, penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan
yang tumbuh di daerah dengan tipe tanah dengan menggunakan pangan yang
sama tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh individu ataupun

11
komunitas.Diantara strategi-strategi untuk penghampusan GAKI,
pendekatan jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium.
Kebutuhan iodium untuk setiap kelompok umur berbeda-beda.
Kebutuhan iodium untuk anakanak adalah 40-120 μg/hari, orang dewasa 150
μg/hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui ditambah masing-masing
25 μg/hari dan 150 μg/hari. Pembuatan beras beriodium sangat sederhana
karena tidak perlu menggunakan peralatan khusus. Dengan penambahan alat
pengkabut fortifikan iodium pada komponen alat penyosoh akan diperoleh
hasil beras giling yang mengandung iodium. Fortifikan yang digunakan
adalah iodat 1 ppm. Larutan fortifikan dikabutkan dengan bantuan tekanan
udara 40 psi yang berasal dari kompresor, sehingga terjadi kabut fortifikan
iodium. Debet fortifikan yang digunakan 4-5 l/jam tergantung pada
kekeringan beras yang di fortifikasi (DEPTAN,2008) .
2. Fortifikasi Besi
Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan
anemi gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti
merupakan strategi termurah untuk memulai, mempertahankan,
mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin
pendekatanjangka panjang (Cook and Reuser, 1983).
Fortifikasi Zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran
pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh
konsumen dan pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi.
Penetapan target penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan
defisie zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi
masalah anemi besi (Ballot, 1989).
Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan zat besi
sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan. Terdapat beberapa
iortifikan yang umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti besi sulfat
besi glukonat, besi laktat, besi ammonium sulfat, dan lain-lain. (Siagian,
2003).

12
Fortifikasi zat besi pada mie kering yang dibuat dari campuran
tepung terigu dan tepung singkong.
3. Fortifikasi Vitamin A
Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting
untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan menjembatani
jurang antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya. Fortifikasi dengan
vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan
vitamin A. Kebanyakan vitamin yang diproduksi secara komersial (secara
kimia) identik dengan vitamin yang terdapat secara alami dalam bahan
makanan. Vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A) biasanya
tersedia dalam bentuk larutan minyak (oil solution), emulsi atau kering,
keadaan yang stabil yang dapat disatukan/digabungkan dengan campuran
multivitamin-mineral atau secara langsung ditambahkan ke pangan. Bentuk
komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A asetat dan
vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol atau karoten (sebagai
beta-karoten dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial untuk
ditambahkan ke pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan minyak,
garam, the, sereal, dan monosodium glutamat (MSG) telah (dapat)
difortifikasi oleh vitamin A. (Siagian, 2003)

Pada dasarnya fortifikasi terdiri dari tiga jenis, yaitu fortifikasi sukarela,
fortifikasi wajib dan fortifikasi khusus. Fortifikasi sukarela oleh industri pangan
kemasaan untuk meningkatkan nilai tambah bahan pangan. Fortifikasi wajib yang
bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi masayarakat, khususnya
masyarakat miskin. Fortifikasi Khusus yang sasarannya kelompok masyarakat
tertentu, seperti anak-anak, balita atau anak sekolah.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Masalah pangan adalah keadaan kekurangan, kelebihan, dan atau
ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan, pangan dan keamanan pangan.
2. Nutrisi makro adalah zat gizi makro merupakan zat gizi yang di butuhkan
dalam jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk zat gizi
makro adalah karbohidrat, lemak dan protein.
3. Nutrisi mikro adalah zat gizi yang di butuhkan dalam jumlah kecil atau
sedikit tapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk zat gizi mikro
adalah mineral dan vitamin.
4. Untuk mengatasi kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro, pemerintah
menerapkan program “Intervensi Gizi”. Intervensi gizi merupakan suatu
kegiatan terencana dengan tujuan memperbaiki gizi dari suatu group
populasi yang spesifik. Intervensi gizi itu sendiri terdiri dari beberapa
program antara lain, Program Produksi Pertanian, Makanan Formulasi,
Infrastruktur pemasaran, subsidi harga pangan, dosis tinggi, pemberian
makanan tambahan, pendidikan gizi, program terpadu dan fortifikasi
makanan.
B. Saran
1. Segala hal jika kurang atau lebih menyebabkan ketidakseimbangan,
sebaiknya dalam konsumsi pangan juga jangan berlebih atau kurang.
2. Penambahan senyawa kimia ke dalam bahan pangan sebaiknya sesuai
dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan efek samping pada diri
konsumen apabila mengkonsumsinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

15
MASALAH PANGAN
(GIZI MIKRO DAN MAKRO)

Disusun Oleh

Kelompok 3 ( Tiga )
ANTONIA TIA S 195059062
LISA NURUL HIKMAH 195059026
SINTA 1950590

16

Anda mungkin juga menyukai