1. Definisi Hipertensi
Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥
140 mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan
tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia >
60 tahun). (Nugroho, 2011, p. 263).
Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas
normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik
lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari
90mmHg (Manurung, 2016, p. 102)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan
darah sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.
2. Etiologi
1. Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama
dengan kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
2. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah
dalam kisaran normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
3. Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan
agen antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan
hipertensi. Begitu juga konsumsi alcohol yang kronis maupun
penyalahgunaanalkohol juga dapat meningkatkan tekanan darah
4. Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan
Pheochromocytoma memiliki hipertensi primer
5. Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid,
terutama aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi,
hipokalemia yang tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun
beberapa pasien memiliki konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi
aldosteronisme primer juga harus dipertimbangkan pada pasien dengan
hipertensi resisten
Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepalakarena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan
hipertensi dan tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah
jantung x resistensi perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah
melalui sistem sirkulasi yang merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang
sering disebut curah jantung (cardiac output) dan tekanan dari arteri perifer atau
sering disebut resistensi perifer.Kedua penentu primer adanya tekanan darah
tersebut masing-masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi faktor-faktor
serial yang sangat kompleks.Berdasarkan rumus tersebut, maka peningkatan
tekanan darah secara logis dapat terjadi karena peningkatan curah jantung dan
atau peningkatan resistensi perifer.Peningkatan curah jantung dapat melalui dua
mekanisme yaitu melalui peningkatan volume cairan (preload) atau melalui
peningkatan kontraktilitas karena rangsangan neural jantung.Meskipun faktor
peningkatan curah jantung terlibat dalam pemulaaan timbulnya hipertensi, namun
temuan-temuan pada penderita hipertensi kronis menunjukkan adanya
hemodinamik yang khas yaitu adanya peningkatan resistensi perifer dengan curah
jantung yang normal.
Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi
secara persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba
pada penelitian-penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi
jaringan ginjal yang berkurang, ketika diberi penambahan volume cairan, maka
tekaanan darah pada awalnya akan naik sebagai konsekuensi tinggi curah jantung,
namun dalam beberapa hari, resistensi perifer akan meningkat dan curah jantung
akan kembali ke nilai basal. Perubahan resistensi perifer tersebut menunjukkan
adanya perubahan property instrinsik dari pembuluh darah yang berfungsi untuk
mengatur aaliran darah yang terkait dengan kebutuhan metabolic dari jaringan
5. Klasifikasi Berat Ringan Hipertensi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 102)
Distolik
No Kategori Sistolik mmHg mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8
Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu
Pengobatan anti hipertensi :
1. Tanda-tanda vital
2. Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan
darah yang dimiliki oleh penderita hipertensi systole diatas 140 mmHg dan
tekanan diastole diatas 90 mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)
1. Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi
atau tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior
tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)
Body system
1. Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan
pada saat berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Temuan fisik meliputi sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara
napas tambahan (ronkhi rales, wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : gerakan dinding abnormal
Palpasi : denyut apical kuat
Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2
mengeras S3 (gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau
insufisiensi katup. (Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital,
episode mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual
(diplopia- pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode
epistaksis (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
deuretik.Temuan fisik fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema,
kongesti vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis,
diaphoresis, atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)
1. Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada
sistem endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat
melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil
yang memiliki hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
1. Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau
papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya
hipertensi (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung,
2016, p. 103)
1. Pemeriksaan penunjang
2. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk
menilai viskositas dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia(Udjianti, 2013, p. 109)
3. Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
4. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau
faal renal
5. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin
6. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus
7. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
8. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi
9. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
10. Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
11. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik)
12. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
13. Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
14. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengidentifikasikan difusi renal atau diabetes
15. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma
16. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin
juga meningkat
17. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi
seperti renal pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia
(BPH)
Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung,
deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung
1. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi
atau disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti :
Hipokoagubilitas, anemia.
BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM
1. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
2. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal
3. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
4. Diagnosa Keperawatan
REPORT THIS AD
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai
berikut :
1. Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh.
1. Penyebab
2. Perubahan irama jantung
3. Perubahan frekuensi jantung
4. Perubahan kontraktilitas
5. Perubahan preload
6. Perubahan afterload
7. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Perilaku emosional
Cemas
Gelisah
Objektif
1. Perubahan preload
Murmur jantung
Berat badan bertambah
Pulmonary arteri wedge pressure (PAWP)
2. Perubahan afterload
Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat/ menurun
Systemic vascular resistence (SVR) meningkat/ menurun
3. Prubahan kontraktilitas
Cardiac index (CI) menurun
Left ventricular strok work index (LVSWI) menurun
Stroke volume index (SVI) menurun
1. Kondisi klinis terkait
2. Gagal jantung kongestif
3. Sindrom koroner akut
4. Stenosis mitral
5. Regurgitasi mitral
6. Stenosis aorta
7. Regurgitasi aorta
8. Stenosis trikuspital
9. Regurgitasi trikuspidal
10. Stenosis pulmonal
11. Regurgitasi pulmonal
12. Aritmia
13. Penyakit jantung bawaan
(SDKI, 2017, pp. 34-35)
1. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat berlangsung kurang dari 3 bulan.
1. Penyebab
2. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, meoplasma)
3. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
4. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
5. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
6. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Definisi
Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari
1. Penyebab
2. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
3. Tirah baring
4. Kelemahan
5. Imobilitas
6. Gaya hidup monoton
7. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
3.Intervensi
1. Penurunan curah jantung
Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa
jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral,
selular, perifer, dan pulmonal); dan status tanda-tanda vital
Criteria hasil
1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN)
dan keratin plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak
mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk
penyakit jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat
dilaporkan
Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan, dan status mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat
badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan
nyeri, faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan
dirumah, meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat
terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back,
relaksasi otot progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau
penghentian obat tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan
vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload
sesuai dengan program medis atau protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer,
sesuai dengan program atau protocol
(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)
1. Nyeri akut
Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).
Criteria hasil
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non
analgesic secara teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung,
atau tekanan darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan
hubungan interpersonal
Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0
sampai 10 (0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic
dan kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri
respon pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (mis,
pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan nama orang yang harus
dihubungi bila mengalami nyeri membandel
2. Intruksikan oasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis,
risiko ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(mis, setiap 4 jam selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu
1. Intoleransi aktivitas
Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas, ketahanan, penghematan energy, tingkat kelelahan, energy
psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri : ASK (dan AKSI)
Criteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan
denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola
dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
obat dan atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa
bantuan (mis, eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang
belum dilaporrkan kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga
dan tempat kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau
benda yang sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan
ketahanan), atau reasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas,
jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa
dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan peralatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan
bantuan perawatan rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan
yang kaya energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DEMENSIA
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan
atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
D. KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian
sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana
mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-
60% penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual :
Ø Stadium I (amnesia)
- Berlangsung 2-4 tahun
- Amnesia menonjol
- Perubahan emosi ringan
- Memori jangka panjang baik
- Keluarga biasanya tidak terganggu
Ø Stadium II (Bingung)
- Berlangsung 2 – 10 tahun
- Episode psikotik
- Agresif
- Salah mengenali keluarga
Ø Stadium III (Akhir)
- Setelah 6 - 12 tahun
- Memori dan intelektual lebih terganggu
- Membisu dan gangguan berjalan
- Inkontinensia urin
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan
setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
3. Menurut perjalanan penyakit :
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.
3) Demensia.
4. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
E. PATOFISIOLOGI
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-
hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses
penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah
hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh
orang-orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat
yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini
dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah
kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan
bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia penderita
demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus
pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh
tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji ddan mengenali gejala demensia.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum
sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit
intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset)
menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami
awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang
mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada
kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil
ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum,
fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara
penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik
menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-
hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan
demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup
atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.
Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat
ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat
pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003
;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi
gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi
gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi
dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan
mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan
tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling
rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini
mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor MMSE
adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80 tahun, dan
median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang
berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.Clinical
Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia dan
sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat
demensia ke dalam beberapa tingkatan. (Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif
pada CDR berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori, orientasi,
pengambilan keputusan, aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi,
perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu
derajat penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa
gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1,
menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat
demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat.
(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001)
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet
seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang
efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif
diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki
orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-
jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan,
akan sangat membantu.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak
cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah
laku curiga, dan tingkah laku agresif.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi
neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,
tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi,
gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
d. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya
daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
f. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
g. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakana. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
keperawatan diharapkan mendukung dengan kepercayaan dan rasa
klien dapat beradaptasi klien. nyaman.
dengan perubahan b. Orientasikan pada b) Menurunkan kecemasan
aktivitas sehari- hari dan lingkungan dan rutinitas dan perasaan terganggu.
lingkungan dengan KH : baru. c) Untuk menentukan
a. mengidentifikasi c. Kaji tingkat stressor persepsi klien tentang
perubahan (penyesuaian diri, kejadian dan tingkat
b. mampu beradaptasi pada perkembangan, peran serangan.
perubahan lingkungan dan keluarga, akibat d) Konsistensi mengurangi
aktivitas kehidupan sehari- perubahan status kebingungan dan
hari kesehatan) meningkatkan rasa
c. cemas dan takut berkurangd. Tentukan jadwal kebersamaan.
d. membuat pernyataan yang aktivitas yang wajar dane) Menurunkan ketegangan,
positif tentang lingkungan masukkan dalam mempertahankan rasa
yang baru. kegiatan rutin. saling percaya, dan
e. Berikan penjelasan dan orientasi.
informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/ peristiwa.
2 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan lingkungana. Mengurangi kecemasan
keperawatan diharapkan yang mendukung dan dan emosional.
klien mampu mengenali hubungan klien-perawat b. Kebisingan merupakan
perubahan dalam berpikir yang terapeutik. sensori berlebihan yang
dengan KH: b. Pertahankan lingkungan meningkatkan gangguan
a. Mampu memperlihatkan yang menyenangkan dan neuron.
kemampuan kognitif untuk tenang. c. Menimbulkan perhatian,
menjalani konsekuensi c. Tatap wajah ketika terutama pada klien
kejadian yang berbicara dengan klien. dengan gangguan
menegangkan terhadap d. Panggil klien dengan perceptual.
emosi dan pikiran tentang namanya. d. Nama adalah bentuk
diri. e. Gunakan suara yang identitas diri dan
b. Mampu mengembangkan agak rendah dan menimbulkan pengenalan
strategi untuk mengatasi berbicara dengan terhadap realita dan klien.
anggapan diri yang perlahan pada klien. e. Meningkatkan
negative. pemahaman. Ucapan
c. Mampu mengenali tingkah tinggi dan keras
laku dan faktor penyebab. menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi
dan respon marah.
3 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan lingkungana. Meningkatkan
keperawatan diharapkan yang suportif dan kenyamanan dan
perubahan persepsi sensori hubungan perawat-klien menurunkan kecemasan
klien dapat berkurang atau yang terapeutik. pada klien.
terkontrol dengan KH: b. Bantu klien untuk b. Meningkatkan koping dan
a. Mengalami penurunan memahami halusinasi. menurunkan halusinasi.
halusinasi. c. Kaji derajat sensori atau c. Keterlibatan otak
b. Mengembangkan strategi gangguan persepsi dan memperlihatkan masalah
psikososial untuk bagaiman hal tersebut yang bersifat asimetris
mengurangi stress. mempengaruhi klien menyebabkan klien
c. Mendemonstrasikan termasuk penurunan kehilangan kemampuan
respons yang sesuai penglihatan atau pada salah satu sisi tubuh.
stimulasi. pendengaran. d. Untuk menurunkan
d. Ajarkan strategi untuk kebutuhan akan halusinasi.
mengurangi stress. e. Piknik menunjukkan
e. Ajak piknik sederhana, realita dan memberikan
jalan-jalan keliling stimulasi sensori yang
rumah sakit. Pantau menurunkan perasaan
aktivitas. curiga dan halusinasi yang
f) disebabkan perasaan
terkekang.
4 Setelah dilakukan tindakana. Jangan menganjurkan a. Irama sirkadian (irama
keperawatan diharapkan klien tidur siang apabila tidur-bangun) yang
tidak terjadi gangguan berakibat efek negative tersinkronisasi disebabkan
pola tidur pada klien terhadap tidur pada oleh tidur siang yang
dengan KH : malam hari. singkat.
a. Memahami faktor b. Evaluasi efek obat klien b. Deragement psikis terjadi
penyebab gangguan pola (steroid, diuretik) yang bila terdapat panggunaan
tidur. mengganggu tidur. kortikosteroid, termasuk
b. Mampu menentukan c. Tentukan kebiasaan dan perubahan mood,
penyebab tidur inadekuat. rutinitas waktu tidur insomnia.
c. Melaporkan dapat malam dengan kebiasaanc. Mengubah pola yang
beristirahat yang cukup. klien(memberi susu sudah terbiasa dari asupan
d. Mampu menciptakan pola hangat). makan klien pada malam
tidur yang adekuat. d. Memberikan lingkungan hari terbukti mengganggu
yang nyaman untuk tidur.
meningkatkan d. Hambatan kortikal pada
tidur(mematikan lampu, formasi reticular akan
ventilasi ruang adekuat, berkurang selama tidur,
suhu yang sesuai, meningkatkan respon
menghindari kebisingan). otomatik, karenanya
e. Buat jadwal tidur secara respon kardiovakular
teratur. Katakan pada terhadap suara meningkat
klien bahwa saat ini selama tidur.
adalah waktu untuk tidur.e. Penguatan bahwa saatnya
tidur dan mempertahankan
kesetabilan lingkungan.
5 Setelah diberikan tindakana. Identifikasi kesulitan a. Memahami penyebab
keperawatan diharapkan dalam berpakaian/ yang mempengaruhi
klien dapat merawat perawatan diri, seperti: intervensi. Masalah dapat
dirinya sesuai dengan keterbatasan gerak fisik, diminimalkan dengan
kemampuannya dengan apatis/ depresi, menyesuaikan atau
KH : penurunan kognitif memerlukan konsultasi
a. Mampu melakukan seperti apraksia. dari ahli lain.
aktivitas perawatan diri b. Identifikasi kebutuhan b. Seiring perkembangan
sesuai dengan tingkat kebersihan diri dan penyakit, kebutuhan
kemampuan. berikan bantuan sesuai kebersihan dasar mungkin
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dengan dilupakan.
dan menggunakan sumber perawatan rambut/kuku/ c. Kehilangan sensori dan
pribadi/ komunitas yang kulit, bersihkan kaca penurunan fungsi bahasa
dapat memberikan mata, dan gosok gigi. menyebabkan klien
bantuan. c. Perhatikan adanya tanda- mengungkapkan
tanda nonverbal yang kebutuhan perawatan diri
fisiologis. dengan cara nonverbal,
d. Beri banyak waktu untuk seperti terengah-engah,
melakukan tugas. ingin berkemih dengan
e. Bantu mengenakan memegang dirinya.
pakaian yang rapi dan d. Pekerjaan yang tadinya
indah. mudah sekarang menjadi
terhambat karena
penurunan motorik dan
perubahan kognitif.
e. Meningkatkan
kepercayaan untuk hidup.
6 Setelah dilakukan tindakana. Kaji derajat gangguan a. Mengidentifikasi risiko di
keperawatan diharapkan kemampuan, tingkah lingkungan dan
Risiko cedera tidak terjadi laku impulsive dan mempertinggi kesadaran
dengan KH : penurunan persepsi perawat akan bahaya.
a. Meningkatkan tingkat visual. Bantu keluarga Klien dengan tingkah laku
aktivitas. mengidentifikasi risiko impulsi berisiko trauma
b. Dapat beradaptasi dengan terjadinya bahaya yang karena kurang mampu
lingkungan untuk mungkin timbul. mengendalikan perilaku.
mengurangi risiko trauma/b. Hilangkan sumber Penurunan persepsi visual
cedera. bahaya lingkungan. berisiko terjatuh.
c. Tidak mengalami cedera. c. Alihkan perhatian saat b. Klien dengan gangguan
perilaku teragitasi/ kognitif, gangguan
berbahaya, memenjat persepsi adalah awal
pagar tempat tidur. terjadi trauma akibat tidak
d. Kaji efek samping obat, bertanggung jawab
tanda keracunan (tanda terhadap kebutuhan
ekstrapiramidal, keamanan dasar.
hipotensi ortostatik, c. Mempertahankan
gangguan penglihatan, keamanan dengan
gangguan menghindari konfrontasi
gastrointestinal). yang meningkatkan risiko
e. Hindari penggunaan terjadinya trauma.
restrain terus-menerus. d. Klien yang tidak dapat
Berikan kesempatan melaporkan tanda/gejala
keluarga tinggal bersama obat dapat menimbulkan
klien selama periode kadar toksisitas pada
agitasi akut. lansia. Ukuran dosis/
penggantian obat
diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
e. Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium
tulang).
7 Setelah dilakukan tindakana. Beri dukungan untuk a. Motivasi terjadi saat klien
keperawatan diharapkan penurunan berat badan. mengidentifikasi
klien mendapat nutrisi b. Awasi berat badan setiap kebutuhan berarti.
yang seimbang dengan minggu. b. Memberikan umpan balik/
KH: c. Kaji pengetahuan penghargaan.
a. Mengubah pola asuhan keluarga/ klien mengenaic. Identifikasi kebutuhan
yang benar kebutuhan makanan. membantu perencanaan
b. Mendapat diet nutrisi d. Usahakan/ beri bantuan pendidikan.
yang seimbang. dalam memilih menu. d. Klien tidak mampu
c. Mendapat kembali berat e. Beri Privasi saat menentukan pilihan
badan yang sesuai. kebiasaan makan kebutuhan nutrisi.
menjadi masalah. e. Ketidakmampuan
F menerima dan hambatan
sosial dari kebiasaan
makan berkembang seiring
berkembangnya penyakit.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE
1. Definisi
Stroke adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dekstra dengan sifat
antara lain permulaan cepat dan akut atau subakut, terjadi kurang lebih dua
minggu, serta CT scan terdapat bayangan infark setelah tiga hari (Mubarak dkk.,
2015, p. 5).
2. Etiologi
a. Trombus
Trombosis merujuk pada penurunan atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi
lokal pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena perubahan
karakteristik pembuluh darah dan pembentukan bekuan. Patologi vaskuler
tersering penyebab trombosis adalah aterosklerosis, dimana terjadi deposisi
material lipid, jaringan fibrosa, dan adesi trombosit yang mempersempit lumen
pembuluh darah (Setiati dkk., 2014, p. 1557).
b. Emboli
Berbeda dengan trombosis, blockade emboli tidak disebabkan oleh patologi
pembuluh darah lokal. Material emboli biasanya terbentuk dari jantung, arteri
besar (aorta, karotis, vertebralis) atau vena (Setiati dkk., 2014, p. 1558). Patologi
penyebab emboli adalah Endokarditis bakteri dan endokarditis non bakteri yang
menyebabkan bekuan pada endokardium (Widagdo dkk., 2008, p. 88).
c. Klasifikasi
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Adalah kejadian serangan sesaat dari suatu malfungsi karena gangguan peredaran
darah selama 2-15 menit sampai 24 jam. Stroke jenis ini tidak akan meninggalkan
sisa gejala sehingga pasien seperti tidak pernah mengalami stroke sebelumnya,
tepi stroke jenis ini adalah peringatan akan serangan stroke selanjutnya sehingga
tidak boleh diabaikan begitu saja (Masriadi, 2016, p. 121).
2. Reversible Ischemik Neurogical Deficit (RIND)
Gangguan neurologis yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu
dan maksimal 3 minggu (Sutanto, 2010, p. 42).
3. Complete Stroke
Gangguan yang bersifat menetap atau permanen (Sutanto, 2010, p. 42).
4. Stroke Involusi
Jenis stroke ini terjadi mulai dari stroke ringan yang kemudian sedikit demi
sedikit bisa memburuk yang dimana dalam prosesnya berjalan mulai dari
beberapa jam sampai hari (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 47).
3. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul dari stroke non hemoragik tergantung dari serangan pada otak
hemisfer kanan atau kiri. Bila terjadi serangan pada otak hemisfer kanan, maka
pasien akan mengalami kelumpuhan sebelah kiri tubuh dan penurunan terhadap
objek menurun. Sebaliknya, bila terjadi serangan pada otak hemisfer kiri maka
terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan, kesulitan menelan, sulit bicara,
mudah tersinggung dan mudah frustasi (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 51).
4. Patofisiologi
Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang
dapat menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana
dapat menyebabkan trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557).
Trombosis lebih sering terjadi pada penyumbatan aliran darah karena adanya
perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu pembekuan dinding pembuluh
darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak disebabkan oleh
patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan material
emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik
(Setiati dkk., 2014, p. 1557). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya
aliran darah serebral (Chang, Daly & Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang
menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada serebral dapat
menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesdaran, sedangan kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama
menyebabkan nekrosis neuron yang disebut infark (Batticaca, 2012, p. 57).
Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat menyebabkan fungsi otak yang
mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun terganggu, maka
muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit
nutrisi, gangguan mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan
komunikasi verbal
5. Komplikasi
1. Defisit sensoripersepsi
Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang
mengganggu kemampuan untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat
mengalami defisit dalam penglihatan, pendengaran, keseimbangan, rasa,
dan indra penciuman. Kemampuan menerima getaran, nyeri, kehangatan,
dingin dan tekanan juga dapat terganggu. Hal tersebut dapat
meningkatkan resiko cedera (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
2. Defisit neurologis
Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya
tidak selalu disebabkan oleh kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda
tersebut bisa karena hemiparase seluruh tubuh, sensasi kepala terasa
ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus (Setiati dkk.,
2014, p. 1559).
3. Gangguan eliminasi
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat
menyebabkan kehilangan sebagian sensasi yang memicu eliminasi
kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi berkemih, atau
inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah karena adanya
dari gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari
perubahan LOC, imobilitas, dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).
6. Pengkajian
1. Identitas
Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada
jenis kelamin pria dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).
Kebiasaan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup
kurang aktivitas fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-
minuman keras, konsumsi alkohol (Kowalak, 2011, p. 334).
Obat-obatan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti
kokain dan amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak
(Sutanto, 2010, p. 41).
Riwayat Lingkungan
Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi
(Kowalak, 2011, p. 334)
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1. Kesadaran
Terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma (Masriadi, 2016, p. 120).
Pemeriksaan Body System
1. Sistem pernafasan
Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca,
2012, p. 59).
1. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah bervariasi, lebih sering kardiosklerosis (Batticaca, 2012, p. 59).
1. Sistem persarafan
Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla
atau aroma lain yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p.
284).
Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid
yang bermasalah (Masriadi, 2016, p. 120).
Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang
vertebrobasilar (Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi
saat mempalpasi otot-otot rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan
sebelumnya (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi,
2016, p. 119).
Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi,
2016, p. 119).
Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p.
1802).
Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p.
119).
1. Sistem penginderaan
Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan
ketajaman penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
1. Sistem pencernaan
Terjadi inkontinensia alvi (Mubarak dkk., 2015, p. 5).
1. Sistem perkemihan
Terjadi inkontinensia urin (LeMone, Burke & Bauldoff, 2016, p. 1802).
1. Sistem reproduksi
Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami
gangguan pada sistem reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).
1. Sistem muskuluskeletal
Terjadi hemiparese/hemiplegia, hemiparestesia, gangguan gerakan tangkas atau
gerakan tidak terkoordinasi, kelumpuhan pada sisi badan (Masriadi, 2016, p. 119).
1. Sistem integument
Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga
menyebabkan resiko kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).
1. Sistem endokrin
Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler
insuffiency, thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin
tidak ada kelainan kecuali terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p.
87).
1. Sistem imunologi
Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk.,
2014, p. 1560)
1. Pemeriksaan Penunjang
CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya visualisasi pita
insular, hilangnya garis tekanan nucleus lentiformis, penyempitan sulkus
korteks (Setiati dkk., 2014, p. 1560).
1. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik
Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik (Masriadi, 2016, p. 129).
Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan
trombosit dan terbentuknya trombus atau pembekuan darah yang dapat
menyumbat lumen pembuluh darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis
2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam, tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg
sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg 1x sehari (Masriadi,
2016, p. 128).
Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan
makanan semipadat dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan
di tempat yang mudah terlihat oleh pasien bila pasien mengalami gangguan
penglihatan. Bila pasien masih mampu makan melalui oral, tidak perlu
dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT) (Kowalak, 2011, p. 339).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman
nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler
2. Defisit Nutrisi
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
4. Gangguan Persepsi Sensori
Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal
yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebuhan atau terdistorsi.
5. Gangguan Komunikasi Verbal
Definisi: penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim, dan/ atau menggunakan sistem simbol.
Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
2. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6×24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral efektif yang dibuktikan oleh berkomunikasi dengan
jelas, menunjukkan konsentrasi dan orientasi kognitif
3. Kriteria Hasil :
Menunjukkan fungsi sensorimotor kranial yang utuh
Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif
Tidak mengalami sakit kepala
1. Aktivitas Keperawatan
1) Pengkajian
A. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan
pernapasan
B. Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
C. Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot
2) Aktifitas kolaboratif
A. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intra
vascular sesuai program
B. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat,
tergantung pada kondisi pasien dan tergantung perubahan dokter.
3) Aktifitas lain
1. Minimalkan stimulus lingkungan
(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 816)
2. Defisit Nutrisi
3. Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan asupan nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic
tercukupi yang dibuktikan dengan BB normal atau ideal.
4. Kriteria Hasil:
Mempertahankan berat badan ____kg atau bertambah ____kg pada ____
Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
Menoleransi diet yang dianjurkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit
dalam batas normal)
Melaporkan tingkat energi yang adekuat
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1. Ketahui makanan kesukaan oasien
2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebuuhan nutrisi
3. Pantau kandunaga nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4. Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makana yang bergizi dan tidak mahal
3. NIC; berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi bagaimana
memenuhinya
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien
yang mengalami ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein
(mis, pasien anoreksia nervosa atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
2. Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
pelengkap, pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar
asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
3. Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli
atau menyiapkan makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).
Aktifitas lain
1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan,
lingkungan makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari
rumah
3. Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik
dan asupan makanan
4. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di
lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
5. Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
7. Hindari prosedur infasif sebelum makan
8. Suapi pasien, jika perlu
9. Gangguan Mobilitas Fisik
10. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan pasien mampu melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah
yang dibuktikan dengan skala fungsional tingkat kemandirian 0.
11. Kreteria Hasil:
Meminta bantuan untuk aktifitas mobiliasi
Melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
Menyangga berat badan
1. Aktifitas keperawatan
Aktivitas Keperawatan Tingkat 1
1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (mis., dari
tempat tidur ke kursi)
2. Berikan penguatan positif selama aktifitas
Aktivitas Keperawatan Tingkat 2
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
Aktivitas Keperawatan Tingkat 3 dan 4
1. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam
2. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan
aktivitas perawatan pasien
(Wilkinson, 2016, p. 267)
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
keterampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien (Bararah & Jauhar,
2013, p. 51).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat
mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: