Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MATA KULIAH BIOLOGI MANUSIA


“FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI PADA MANUSIA”

Dosen Pengampu:
Ulin Nuha, S.Pd, M.Pd.
Anjar Putro Utomo, S.Pd., M.Ed.

Oleh:
Dinda Aqila Khoirunnisa (180210104017)
Ria Oktavia Saragih (180210104020)
Nida Dusturia (180210104033)

PROGRAM STUDI PENIDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji hanya bagi-Nya. Semoga sholawat beserta salam senanti-
asa tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hing-
ga akhir zaman. Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia Nya. Sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Makalah dengan
judul “Fisiologi Sistem Respirasi pada Manusia” sebagai tugas mata
kuliah Biologi Manusia.
Dalam penulisan makalah ini kami banyak menerima bantuan bimbingan
dan dorongan dari berbagai pihak. Kami berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi mahasiswa. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka
penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meyempur-
nakan makalah ini. Dengan makalah ini, kami mengharapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pada pembaca umumnya.

Jember, 6 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1 Definisi Respirasi ..................................................................................... 4
2.2 Struktur Sistem Respirasi ......................................................................... 4
2.3 Fisiologi Respirasi .................................................................................. 13
2.4 Pengangkutan Gas-gas Pernapasan ........................................................ 16
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Difusi melalui Membran
Paru ......................................................................................................... 18
2.6 Jenis Mekanisme Pernapasan ................................................................. 19
2.7 Volume dan Kapasitas Paru-Paru ........................................................... 20
2.8 Kemampuan Hb Mengikat Oksigen ....................................................... 21
2.9 Gangguan pada Sistem Respirasi ........................................................... 23
BAB 3. PENUTUP............................................................................................... 26
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pernapasan atau yang sering disebut sistem respirasi merupakan
sistem organ yang digunakan untuk proses pertukaran gas, dimana sistem pernafa-
san ini merupakan salah satu sistem yang berperan sangat penting dalam tubuh
untuk menunjang kelangsungan hidup. Sistem respirasi berperan dalam kese-
luruhan proses terjadinya pemindahan oksigen (O2) dari atmosfer (lingkungan
luar) ke dalam jaringan tubuh yang bertujuan untuk menunjang proses metabo-
lisme sel dan homeostatis serta pengeluaran karbondioksida (CO2) dari jaringan
tubuh ke atmosfer sebagai sisa dari oksidasi. Proses metabolisme sel memerlukan
O2 terus-menerus sebagai penghasil energi.
Sistem pernafasan tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai
tempat pertukaran udara pernapasan. Dalam proses respirasi, paruparu merupakan
organ dalam sistem pernafasan yang berfungsi menukar oksigen dalam sistem
karbondioksida dari darah dengan bantuan hemoglobin. Sebagai makhluk hidup,
kita masih hidup sampai sekarang karena menghirup udara sepanjang waktu. Di
dunia ini, jika makhluk tidak bisa bernapas, baik hewan maupun manusia akan
mati.
Struktur utama dalam sistem pernafasan adalah saluran udara pernafasan,
saluran-saluran ini terdiri dari jalan napas, saluran napas, serta paru-paru. Struktur
saluran napas dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya system penafasan bagi-
an atas dan bawah. Pada system pernafasan bagian atas terdiri dari hidung, faring,
laring dan trakhea. Struktur pernafasan tersebut memiliki peran masing masing
dalam system pernafasan. Sedangkan pada system pernafasan bagian bawah
terdiri dari bronkus, bronkiolus dan alveolus.
Organ-organ pernafasan seperti hidung, dan yang lainnya sangat berperan
penting dalam proses pertukaran gas, yang mana proses pertukaran gas ini yang
memerlukan empat proses yang mempunyai ketergantungan satu sama lainnya, 2
dimana proses tersebut terdiri dari proses yang berkaitan dengan volume udara
napas dan distribusi ventilasi, proses yang berkaitan dengan volume darah di

1
paruparu dan distribusi aliran darah, proses yang berkaitan dengan difusi oksigen
dan karbon dioksida, serta proses yang berkaitan dengan regulasi pernafasan. Sa-
ma seperti system dan struktur tubuh lainnya, system pernafasan juga sering men-
galami masalah dan gangguan dalam menjalankan fungsinya, baik yang disebab-
kan oleh infeksi baik yang disebabkan oleh virus maupun bakteri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masa-
lah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud sistem respirasi?
2. Apa saja struktur sistem respirasi?
3. Bagaimana fisiologi sistem respirasi pada manusia?
4. Bagaimana proses pengangkutan gas-gas pernapasan?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi difusi gas pernapasan melintasi
membrane paru?
6. Bagaimana mekanisme pernapasan pada sistem respirasi manusia?
7. Bagaimana volume dan kapasitas paru pada sistem respirasi manusia?
8. Bagaimana pengaruh suhu, pH dan kadar CO2 pada kemampuan Hb untuk
mengikat O2?
9. Apa saja gangguan pada sistem respirasi manusia?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan da-
lam penyusunan makalah ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian respirasi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui struktur sistem respirasi.
3. Mahasiswa dapat mengetahui fisiologi sistem respirasi pada manusia.
4. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengangguktan gas-gas pernapasan.
5. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi difusi gas
pernapasan melintasi membrane epitel.

2
6. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme pernapasan pada sistem respirasi
manusia.
7. Mahasiswa dapat mengetahui volume dan kapasitas paru pada sistem respirasi
manusia.
8. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh suhu, pH dan kadar CO2 pada ke-
mampuan Hb untuk mengikat O2.
9. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai gangguan pada sistem respirasi
manusia.

3
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Respirasi


Respirasi adalah proses pertukaran gas dalam paru. Oksigen berdifusi ke da-
lam darah dan pada saat yang sama karbon dioksida dikeluarkan dari darah. Udara
dialirkan melalui untui pertukaran gas melalui jalan napas. Secara umum, proses
respirasi memerlukan tiga sub unit organ pernapasan, yaitu jalan napas atas, jalan
napas bawah dan unit pertukaran gas. Masing masing sub unit terdiri atas berbagai
organ. System respirasi merupakan system yang memiliki fungsi utama yang
memperoleh oksigen dari atmosfer untuk digunakan oleh sel tubuh dan menge-
luarkan karbondioksida yang diproduksi oleh sel. Berikut beberapa fungsi dari
system respirasi :
a. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-
selnya) untuk mengadakan metabolisme
b. Mengeluarkan karbondioksida yang terjadi sebgai sisa dari metabolism,
kemudian dibawa oleh darah ke par-paru untuk dibuang
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghenbuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh.

2.2 Struktur Sistem Respirasi


Terdapat beberapa struktur sistem respirasi yaitu :
a. Struktur Utama
1) Saluran Pernapasan atas
 Hidung
Pada orang normal, udara masuk kedalam paru melalui lubang hidung
(nares anterior) dan kemudian masuk kedalam rongga hidung. Rongga
hidung dibagi menjadi dua bagian oleh sekat (Septum nasal) dan pada
masing-masing sisi lateral rongga hidung terdapat tiga saluran yang diben-
tuk akibat penonjolan turbinasi (konka). Rongga hidung dilapisi oleh
mukosa yang banyak mengandung vaskuler dan juga ditumbuhi oleh bulu.

4
Bulu hidung (vibrissae) efektif untuk menyaring debu atau partikel yang
terkandung dalam udara dengan ukuran hingga 10 mm. mukosa hidung se-
tiap saat mengeluarkan mukus yang diproduksi oleh sel-sel goblet dan
glandula serosa yang juga berfungsi untuk memerangkap kotoran udara.
Adanya turbulasi udara yang masuk ke hidung akibat struktur konka, me-
nyebabkan udara berputar dan terpapar secara maksimal dengan dinding
mukosa. Akibatnya, kotoran yang mungkin terkandung dalam udara akan
menempel pada dinding mukosa.
Udara yang masuk akan dilembabkan. Hampir seluruh proses pelem-
bapan udara dilakukan di hidung dan untuk seluruh proses pelembapan
udara ini, setiap hari tubuh kehilangan air sekitar 250 ml. umumnya
pelembapan udara baru mencapai keadaan saturasi 100% ketika udara te-
lah sampai pada alveoli. Proses penghangatan udara dilakukan agar suhu
udara yang masuk kedalam tubuh sama dengan suhu tubuh. Proses
penghangatan dimungkinkan karena di dinding hidung banyak terdapat
vaskuler yang mampu menimbulkan efek radiasi untuk melembabkan
udara yang dihirup.
 Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang terletak
didekat hidung dan mata. Terdapat empat sinus, yaitu sinus frontalis,
etmoidalis, sfeinodalis, dan maksilaris.
- Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
keempat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel in-
fundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang
pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahu
- Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid,
yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel
ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan si-

5
nus etmoid posterior bermuara ke di meatus superior. Sel-sel etmoid
anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng
yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior bi-
asanya lebih besar dan sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari
lamina basalis.
- Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid pos-
terior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum in-
tersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan
lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid
akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus.
- Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila
disebut juga antrum Highmore (Tucker dan Schow, 2008). Saat lahir,
sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml
saat dewasa (Mehra dan Murad, 2004). Sinus maksila berbentuk pira-
mid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang
disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah permukaan in-
fratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding infe-
riornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hia-
tus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Sinus dilapisi oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat
semu yang bersilia. Fungsi sinus adalah memperingan tulang tengkorak,
memproduksi mukosa serosa yang dialirkan ke hidung, dan menimbulkan
resonansi suara sehingga memberi karakteristik suara yang berbeda pada
tiap individu.

6
 Faring
Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara
hidung dan rongga mulut. Faring dibagi dalam tiga area yaitu nasal, oral,
dan laring. Faring nasal atau disebut dengan nasofaring terletak di sisi pos-
terior hidung, diatas palatum. Pada nasofaring terdapat kelenjar adenoid
dan muara tuba eustachii. Faring oral atau disebut orofaring berlokasi di
mulut. Area orofaring dibatasi secara superior oleh palatum, inferior oleh
pangkal lidah, dan lateral oleh lengkung palatum. Tonsil terdapa pada
orofaring. Faring laryngeal atau disebut juga laringofaring atau hipofaring
terletak bagian inferior, pada daerah ini terdapat epiglottis, kartilago
aritenoid, sinus piriformis.
 Laring
Laring merupakan unit organ terakhir pada jalan napas atas. Laring
disebut juga sebagai kotak suara karena pita suara terdapat disini. Laring
terletak disisi inferior faring dan menghubungkan faring dan trakea. Batas
bawah dari larin sejajar dengan vertebra servikalis keenam. Bagian atas
terdapat glotis yang dapat bergerak pintu laring oleh epiglottis saat terjadi
proses menelan. Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan karti-
lago arytenoid. Epiglottis merupakan daun katup kartilago yang menutup
ostium selama menelan, glotis merupakan ostium antar pita suara dalam
laring. Terdapat juga kartilago tiroid, yang merupakan kartilago terbesar
pada faring dan sebagian membentuk jakun (Addam’s apple).
Kartilago krikoid merupakan satu-satunya cincin kartilago yang
lengkap dalam laring. Kartilago aritenoid digunakan dalam gerakan pita
suara, sedangkan pita suara itu sendiri merupakan ligamen yang dikontrol
oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara. Pita suara melekat pada
lumen laring. Laring bertanggung jawab dalam mengatur dan memisahkan
makanan yang ditelan dengan udara yang dihirup. Pengaturan ini dil-
akukan dengan menggunakan mekanisme penutupan jalan napas ole epi-
glottis ketika terjadi proses menelan, sehingga makanan dan minuman
yang tertelan tidak dapat memasuki jalan napas dan diteruskan ke esofa-

7
gus. Kegagalan epiglotis untuk menutup pintu jalan napas berakibat ma-
suknya makanan atau minuman kedalam jalan napas (aspirasi).
Suara timbul akibat adanya gerakan kartilago arytenoid yang men-
dorong bersamaan dengan ekspirasi saat glottis tertutup dan karena fibrasi
pita suara. Hal ini deisebut dengan fonasi. Suara yang timbul inilah yang
kemudian digetarkan melaluli palatum, lidah, dan bibir sehingga memben-
tuk berbagai bunyi (baik vocal maupun konsonan) serta membentuk kata
kompleks. Hal ini disebut dengan artikulasi. Mekanisme batuk dari jalan
napas atas atas, diinisiasi oleh berbagai iritan, seperti debu, asap, tekanan,
bahan kimia, udara dingin, dan kekeringan membrane mukosa. Batuk itu
sendiri dapat menjadi inisiasi timbulnya batuk yang lain.
2) Saluran pernapasan bawah
 Trakea
Trakea disebut juga pita udara, merupakan organ silindris sepanjang
sekitar 10-12 cm (pada dewasa) dan berdiameter 1,5-2,5 cm. Terletak
digaris tengah leher dan pada garis tengah sternum. Trakea memanjang
dari kartilago krikoid pada laring hingga bronkus di toraks. Trakea terdiri
atas oto polos dengan sekitar 20 cincin kartilago inkomplet dan ditutupi
oleh membrane fibroelastik. Dinding posterior trakea tidak di sokong oleh
kartilago dan hanya terdapat membrane fibroelastik yang menyekat trakea
dan esophagus.
 Bronkus
Secara histologi, struktur bronkhus mirip dengan trakhea. Bronkhus
dilapisi epitel silindris banyak baris, terutama terdiri dari sel-sel yang
mampu bersekresi, sel bersilia dan sel basal. Secara proporsional jumlah
sel bronkhus lebih sedikit dibanding trachea. Bronkus merupakan cabang
dari trakhea yang bercabang dua ke paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar diameternya. Bronkus kiri
lebih horizontal, lebih panjang, dan lebih sempit. Bronkus primer kanan
bercabang menjadi 3 bronkus sekunder (bronkus lobaris) dan bronkus kiri
bercabang menjadi 2 bronkus sekunder. Selanjutnya bronkus sekunder

8
bercabang-cabang menjadi bronkus tersier, bronkiolus, bronkiolus termi-
nal, bronkiolus respiratori sampai pada alveolus.
 Bronkiolus
Bagian distal saluran udara intrapulmonar adalah bronkiolus. Bronkio-
lus terdiri dari epitel (stratified columnar ephitelium), otot polos, sedikit
jaringan ikat dan tidak memiliki tulang rawan. Bronkiolus dianggap se-
bagai saluran penghantar bergaris tengah 1 mm atau kurang. Bronkiolus
mempunyai ciri tidak mengandung tulang rawan, kelenjar, dan kelenjar
limfa. Lamina propria terutama tersusun oleh berkas otot polos serta serat-
serat elastis. Epitel-epitel yang membatasi bronkiolus besar merupakan
epitel silindris bersilia dengan sedikit sel goblet, pada bronkiolus kecil, sel
goblet hilang dan sel bersilia merupakan sel kuboid atau silindris rendah.
Diantara sel-sel itu, tersebar sejumlah sel silindris berbentuk kubah tak
bersilia. Sel-sel ini disebut sel bronkiolar atau sel clara. Fungsi sel ini tidak
diketahui, diduga ikut berperan terhadap pembentukan cairan bronkiolar.
Sel-sel ini juga mengeluarkan sejumlah kecil surfaktan. Pada bronkiolus
terminalis, epitelnya tampak mempunyai sel-sel bersilia di sana-sini dian-
tara sel-sel kuboid tak bersilia. Banyaknya jaringan elastis pada dinding
bronkiolus dan di seluruh jaringan pernapasan, umumnya memungkinkan
paru-paru mengembang pada inspirasi dan pilinan serat elastis membantu
kontraksi paru saat ekspirasi.
 Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat ter-
jadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus.
Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar
besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya
10%, menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya
12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa
alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,

9
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar
menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengu-
rangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedi-
kit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit uta-
ma dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel
ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah
sel lainnya.
 Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke
dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Paru-paru terletak di dalam
rongga dada (mediatinum), dilindungi oleh struktur tulang selangka.
Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma. Berat
paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560
gram. Masing-masing paruparu dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan
pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam rongga
dada. Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru.
b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

10
Paru-paru dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan terdiri dari 3
lobus (lobus dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior). Tiap lobus
tersusun atas lobules. Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih
kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus media, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida
yang tidak dibutuhkan tubuh. Selain itu masih banyak lagi fungsi paru-
paru diantaranya sebagai penjaga keseimbangan asam basa tubuh, bila
terjadi acidosis, maka tubuh akan mengkompensasi dengan mengeluarkan
banyak karbondioksia yang bersifat asam ke luar tubuh. Dalam sistem
ekskresi, fungsi paru-paru adalah untuk mengeluarkan karbondioksida dan
uap air. Dalam sistem pernapasan, fungsi paru-paru adalah untuk
pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam darah. Dalam sistem
peredaran darah, fungsi paru-paru adalah untuk membuang karbondioksida
di dalam darah dan menggantinya dengan oksigen.
Di dalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan
karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah
menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan
dibawa ke paru-paru. Di paru-paru, karbondioksida dan uap air dilepaskan
dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung.
b. Struktur Pelengkap
1) Otot Pernapasan
Otot skelet selain berfungsi sebagai pembentuk dinding dada juga ber-
fungsi sebagai otot pernapasan. Menurut fungsinya, otot pernapasan
dibedakan menjadi otot inspirasi, yang terdiri dari otot inspirasi utama dan
tambahan, serta otot ekspirasi.

11
Yang termasuk dalam otot inspirasi utama yaitu m. intercostalis externus
dan m. diafragma, sedangkan yang termasuk dalam otot inspirasi tambahan
yaitu m. sternocleidomastoideus berfungsi mengangkat sternum ke superior,
m. serratus anterior berfungsi mengangkat sebagian besar costa, dan m. scale-
nus berfungsi mengangkat dua costa pertama.
Selama pernapasan normal dan tenang (quiet breathing), tidak ada otot
pernapasan yang bekerja selama ekspirasi, hal ini akibat dari daya lenting
elastis paru dan dada. Namun pada keadaan tertentu, di mana terjadi pening-
katan resistensi jalan nafas dan resistensi jaringan, misalnya saat serangan
asma, otot ekspirasi dibutuhkan kontribusinya. Dalam keadaan ini, otot ek-
spirasi yaitu m. rectus abdominis memberikan efek tarikan ke arah inferior
yang sangat kuat terhadap costa bagian bawah, pada saat yang bersamaan otot
ini dan otot abdominal lain menekan isi abdomen ke arah diafragma, serta m.
intercostalis internus juga berfungsi menarik rongga toraks ke bawah.
2) Pleura
Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesoder-
mal. Pembungkus ini dapat dibedakan menjadi lapisan pelindung yang dilap-
isi paru dan selapis dinding yang melapisi dinding dalam hemitoraks. Ruang
yang berada di antara kedua pleura disebut rongga pleura. Pada keadaan nor-
mal, rongga pleura tersebut berisi cairan pleura dalam jumlah yang sedikit
yang menyelimuti kedua belah pleura yang salah satu pleura parital dan pleu-
ra visceral.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel yang dapat
memproduksi cairan, membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pem-
buluh darah dan limfe. Membran bersifat semi-permiabel. Membran serosa
yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan mem-
bran serosa yang melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum dise-
but pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding tho-
raks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis berfungsi sebagai pe-
lumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus pa-
ru. Secara histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan

12
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat ti-
pis. Cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui
pleura parietal. Air ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan
ke pembuluh limfe dan kembali ke darah.

2.3 Fisiologi Respirasi


Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk memasok tubuh dengan oksigen
dan membuang karbondioksida. Respirasi terjadi apabila terjadi empat peristiwa
berbeda secara bersamaan, yaitu:
2.3.1 Ventilasi Paru
Ventilasi paru melibatkan pergerakan fisik udara ke dalam dan keluar
dari paru-paru. Fungsi utama ventilasi paru adalah untuk mempertahankan venti-
lasi alveolar yang adekuat. Hal ini untuk mencegah penumpukan karbondioksida
di alveoli dan mencapai pasokan oksigen yang konstan ke jaringan. Udara men-
galir di antara atmosfer dan alveoli paru-paru sebagai akibat dari perbedaan
tekanan yang diciptakan oleh konstraksi dan relaksasi otot pernapasan. Laju ali-
ran udara dan usaha yang dibutuhkan untuk bernapas dipengaruhi oleh tegangan
permukaan alveoli dan integritas paru-paru. Proses ventilasi paru ini biasa dise-
but pernapasan.
Siklus respirasi terdiri dari satu siklus inspirasi dan ekspirasi. Pada awal
siklus respirasi tekanan intrapulmonal (intra-alveolus) dan tekanan atmosfer ada-
lah sama dan tidak ada pergerakan udara (gradien tekanan 0). Inspirasi adalah
proses aktif dan melibatkan satu atau lebih otot diafragma dan intercostalis ek-
sterna. Kontraksi diafragma akan mendatarkan dasar rongga dada, meningkatkan
volume dada dan turunnya tekanan intrapleura secara bertahap tekanan ini turun
menjadi sekitar -4 sampai -6 mmHg. Selama periode tersebut tekanan intrap-
ulmonal turun menjadi -1 mmHg yang diikuti dengan masuknya udara ke paru-
paru.
Ekspirasi umumnya adalah proses pasif, namun dapat menjadi aktif ter-
gantung dari tingkat aktifitas pernafasan. Pada pernapasan tenang, diafragma
mengalami relaksasi dan sifat elastic daya lenting paru (elastic recoil), dinding

13
dada dan struktur abdomen akan menekan paru sehingga saat ekspirasi dimulai,
tekanan intrapleura dan tekanan intrapulmonal meningkat dengan cepat men-
dorong udara keluar paru-paru. Saat akhir ekspirasi, tidak ada lagi pergerakan
udara saat tidak ada lagi perbedaan tekanan intrapulmonal dengan tekanan at-
mosfer. Jumlah udara yang masuk sama dengan yang keluar paru-paru, ini dise-
but volume tidal. Selama siklus pernapasan, terdapat suatu tekanan transpul-
monal yaitu selisih antara tekanan intrapulmonal dengan tekanan intrapleura,
yang biasanya digunakan untuk mengkalkulasi area potensial paru paru. Secara
matematis tekanan transpulmonal dapat dituliskan menjadi Ptranpulmonal = Pintrap-
ulmonal – Pintrapleura.
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan
udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
1. Tekanan pleura
Tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding
dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai
isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka
sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengem-
bangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan
yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar
-7,5 cm H2O).
2. Tekanan alveolus
Tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis terbuka dan
tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan
pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan
atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm H2O.
Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di bawah tekanan at-
mosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter
udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan
yang berlawanan.
3. Tekanan transpulmonal

14
Perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada permukaan luar paru,
dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang cenderung mengempis-
kan paru pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting paru.
2.3.2 Respirasi Eksternal
Respirasi eksternal (pertukaran gas paru) adalah difusi oksigen dari kan-
tong alveolar ke kapiler paru dan difusi karbondioksida dari kapiler paru ke kan-
tung alveolar untuk dihembuskan. Respirasi eksternal mengubah darah yang
mengandung oksigen di paru-paru ke darah beroksigen sebelum darah kembali
ke sisi kiri jantung. Respirasi eksternal hanya terjadi di luar bronkiolus pernapa-
san. Repirasi eksternal juga merupakan difusi oksigen dari alveoli ke dalam sir-
kulasi paru (aliran darah melalui paru-paru) dan difusi karbondioksida ke arah
yang berlawanan. Difusi terjadi karena molekul gas selalu bergerak dari area
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Fungsi respirasi eksternal normal adalah fungsi dimana paru-paru pada
pernapasan spontan dengan udara kamar (pada kadar oksigen inspirasi 20%)
menghasilkan tekanan oksigen (PaO2) dan tekanan karbondioksida (PaCO2) da-
lam batas batas normal. Dalam kondiis tertentu, nilai tersebut dapat terganggu
sehingga diperlukan terapi oksigen baik dengan atau tanpa alat bantu napas (ven-
tilator).
2.3.3 Transport Gas
Baik oksigen (O2) dan karbondioksida diangkut dari paru-paru ke jarin-
gan tubuh dalam darah. Ketika gas tersebut mengalir dalam darah plasma dan
hemoglobin, yang ditemukan di dalam eritrosit (sel darah merah). Setiap eritrosit
mengandung sekitar 280 juta molekul hemoglobin dan setiap hemoglobin mem-
iliki potensi untuk membawa empat molekul O2. Oleh karena itu, pengiriman
oksigen juga bergantung pada adanya pasokan eritrosit dan hemoglobi (Hb)
yang memadai. Sama seperti oksigen, sejumlah kecil karbondioksida (CO2),
sekitar 10%, diangkut dalam plasma. Karbondioksida juga diangkut menempel
pada hemoglobin (Hb), meski hanya sekitar 30% yang diangkut.
2.3.4 Respirasi Internal

15
Respirasi internal menggambarkan pertukaran oksigen dan karbondi-
oksida antara darah dan sel jaringan; sebuah fenomena diatur oleh prinsip yang
sama dengan respirasi eksternal. Sel memanfaatkan oksigen saat membuat sum-
ber energi utama sel, adenosin tri-fosfat (ATP). Selain ATP, sel juga
menghasilkan air dan karbondioksida. Karena sel terus menerus menggunakan
oksigen, konsentrasinya di dalam jaringan selalu lebih rendah dari dalam darah.
Demikian pula penggunaan oksigen secara terus menerus memastian tingkat
kerbondioksida dalam jaringan selalu lebih tinggi dari dalam darah. Saat darah
mengalir melalui kapiler, oksigen dan karbondioksida mengikuti gradien
tekanannya dan terus menerus berdifusi antara darah dan jaringan. Konsentrasi
oksigen dalam darah mengalir dari jaringan, lalu kembali ke jantung digam-
barkan sebagai terdeoksigenasi.
Fungsi respirasi internal adalah penggunaan O2 pada metabolisme sub-
strat di tingkat sel untuk menghasilkan hantaran oksigen ke jaringan (tissue oxy-
gen delivery, DO2), perfusi ke jaringan, dan fungsi sel jaringan. DO2 melibatkan
curah jantung (cardiac output, CO), nilai hemoglobin (Hb), dan saturasi oksihe-
moglobin arteri (SaO2).

2.4 Pengangkutan Gas-gas Pernapasan


2.4.1 Pengangkutan Oksigen
Pengangkutan gas-gas pernapasan antara paru dan jaringan tubuh adalah
tugas darah. Bila oksigen dan karbondioksida masuk darah, terjadi perubahan
kimia dan fisika tertentu yang membantu pengangkutan dan pertukaran gas. Da-
lam setiap 100 ml darah teroksigenasi mengandung 20 ml oksigen. Oksigen tidak
mudah larut dalamair, karenanya sangat sedikit oksigen yang diangut dalam
keadaan larut dalam plasma darah. Kenyataannya, 100 ml darah teroksigenasi
hanya kira-kira 3% terlarut dalam plasma, 97 % sisanya diangkut dalam gabungan
kimia dengan hemoglobin dalam eritrosit. Hemoglobin terdiri dari protein yang
disebut globin dan pigmen yang disebut heme. Oksigen dan hemoglobin
bergabung dalam suatu rekasi bolak-balik yang dengan mudah membentuk oksi-
hemoglobin.

16
Hb + O2 HbO2
2.4.2 Pengangkutan Karbondioksida
Karbondioksida yag dihasilkan oleh jaringan tubuh berdifusi ke dalam
cairan interstitial dan ke dalam plasma. Kurang 10% karbondioksida tersebut tetap
tertinggal dalam plasma sebagai CO2 yang terlarut. Lebih 90% karbondioksida
tersebut berdifusi ke dalam sel darah merah. Beberapa diantaranya diambil dan
diangkut oleh hemoglobin. Sebagian besar karbondioksida bereaksi dengan ion
hidrogen dalam eritrosit untuk membentuk asam karbonat. Sel darah merah
mengandung enzim karbonat anhidrase, yang mengkatalisis reaksi. Asam
kabrbonat berdisosiasi menjadi ion bikarbonat dan ion hidrogen. Hemoglobin
berikatan dengan sebagian besar ion hidrogen dari asam karbonat, agar tidak ber-
tambah asam. Pengikatan ion hidrogen tersebut menyebabkan Bohr Shift.
Proses perubahan asam karbonat-bikarbonat yang dapat berbalik arah juga
membantu menyangga darah, dengan membebaskan atau mengeluarkan ion hi-
drogen, tergantung pada pH. Sebagian besar ion bikarbonat berdifusi ke dalam
plasma, ion-ion diangkut dalam aliran darah ke paru-paru. Kebalikan dari proses
yang terjadi dalam kapiler jaringan terjadi diparu-paru. Ion bikarbonat berdifusi
dari plasma ke dalam sel darah merah.Ion hidrogen yang dibebasan dari hemoglo-
bin, bergabung dengan ion bikarbonat untuk membentuk asam karbonat. Karbon-
dioksida dibentuk dari asam karbonat dan dilepaskan dari hemoglobin. Karbondi-
oksida berdifusi keluar dari darah, ke dalam cairan interstitial dan ke dalam ru-
angan alveoli, sebelum dikeluarkan selama ekshalasi. Proses reaksi karbondioksida
dalam plasma dan sel jaringan :
CO2 + H2CO3 H2CO3 H+ + HCO3-
Dalam pertukaran ion klor berdifusi ke dalam sel darah merah yang
dikenal sebagai chloride shift. Ion klor yang masuk plasma dari sel darah merah
bergabung dengan ion K untuk membentuk KCl. Ion bikarbonat yang masuk
plasma dari sel darah merah bergabung dengan ion Na, membentuk sodium bikar-
bonat. Rangkaian reaksi tersebut bahwa karbondioksida dibawa dari sel jaringan
sebagai ion bikarbonat dalam plasma.

17
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai
berikut.
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2)
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglo-
bin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses
berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2).

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Difusi melalui Membran


Paru
a. Ketebalan membran
Kecepatan difusi melalui membran berbanding terbalik dengan ketebalan
membran. Semakin tipis membran maka semakin cepat difusi gas melalui
membran.
b. Luas permukaan membran
Semakin luas area membran paru-paru maka semakin besar kuantitas gas
yang dapat berdifusi melalui membran dalam waktu tertentu.
c. Tekanan parsial
Semakin besar perbedaan tekanan pada membran maka semakin cepat
kecepatan difusi. Perbedaan tekanan di antara kedua sisi membran perna-
pasan adalah perbedaan antara tekanan parsial gas dalam alveoli dan
tekanan parsial gas dalam darah kapiler paru. Tekanan parsial menyatakan
suatu ukuran jumlah total molekul gas tertentu yang membentur suatu
satuan luas permukaan membran alveolus pada satu satuan waktu, dan
tekanan gas dalam darah menyatakan jumlah molekul yang berusaha
keluar dari darah dalam arah yang berlawanan. Oleh karena itu, perbedaan
antara kedua tekanan ini adalah ukuran untuk molekul gas bergerak me-
lalui membran. Bila tekanan parsial dalam alveoli lebih besar daripada
tekanan gas dalam darah, seperti pada oksigen , terjadi difusi dari alveoli

18
ke dalam darah; bila tekanan parsial dalam alveoli lebih kecil dari darah,
seperti pada karbon dioksida, terjadi difusi dari darah ke dalam alveoli.
d. Jumlah eritrosit/Kadar Hb
Semakin banyak jumlah/kadar Hemoglobin dalam darah akan memper-
cepat proses difusi. Hal ini karena jumlah darah yang mengikat O2 lebih
banyak sehingga difusi lebih cepat terjadi.
e. Koefisien Difusi
Koefisien difusi secara langsung berbanding lurus terhadap kemampuan
terlarut suatu gas dalam cairan membran paru-paru dan berbanding
terbalik terhadap ukuran molekul. Molekul kecil berdifusi lebih tinggi atau
cepat daripada ukuran gas besar yang kurang dapat larut. Nilai koefisien
difusi O2 = 1; Nitrogen = 0,53; dan CO2 = 20,3. Perbandingan nilai
koefisien tersebut menggambarkan bahwa CO2 paling mudah larut dan N2
yang paling larit dan N2 yang paling kurang dapat larut.

2.6 Jenis Mekanisme Pernapasan


Bila dilihat dari organ yang terlibat dalam proses inspirasi dan proses ekspirasi
maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada
dan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
1. Pernapasan dada
Pernapasan dada merupakan pernapasan yang melibatkan otot-otot antara
tulang rusuk. Mekanisme yang terdapat pada pernapasan dada dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Fase inspirasi
Fase inspirasi adalah fase pernapasan yang memasukan udara (oksigen,
nitrogen, dan unsur udara lainnya) ke dalam paru-paru melalui organ
pernapasan. Pada saat menghirup udara dari luar tubuh, terjadi
kontraksi oto t antar tulang rusuk yang mengakibatkan rongga dada
membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil
daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen (O2)
masuk ke dalam paru-paru.

19
2. Fase ekspirasi
Fase ini disebut juga fase relaksasi atau kembalinya otot-otot antar
tulang rusak ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk
sehingga rongga dada menjadi kecil. Hal ini mengakibatkan tekanan di
dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,
sehingga waste hasil pembakarab zat makanan yang berupa karbon
dioksida (CO2) akan dikeluarkan.
2. Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanisme kerjanya
melibatkan aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut
perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan
menjadi dua tahap yakni:
1. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi ini otot diafgrama berkontraksi sehingga diafragma
mendatar yang mengakibatkan rongga dada membesar dan tekanan
menjadi kecil sehingga udara dari luar masuk ke paru-paru.
2. Fase ekspirasi
Fase ekspirasi disebut juga fase relaksasi otot diafragma atau kembali
ke posisi semula. Otot diafragma mengembang sehingga rongga dada
mengecil dan tekanan menjadi lebih bessar, akibatknya udara keluar
dari paru-paru.

2.7 Volume dan Kapasitas Paru-Paru


Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi ventilasi
sistem respirasi. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan
dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan
ventilasi pada seseorang. Volume dan kapasitas paru dalam keadaan statis terdiri
dari:
a. Volume Tidal (TV)
Volume tidal adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru pada
keadaan istirahat atau pernapasan biasa. (0,5 L)

20
b. Volume Cadangan Inspirasi/Inspiratory Reserve Vlume (IRV)
Volume cadangan inspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dihirup
ke dalam paru secara maksimal setelah inspirasi biasa. (3,3 L)
c. Volume Cadangan Ekspirasi/Expiratory Reserve Volume (ERV)
Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara yang masih dapat
dihembuskan keluar dari paru setelah ekspirasi biasa. (1 L)
d. Volume Residu/Residual Volume (RV)
Volume residu adalah jumlag udaar yang masih tertinggal di dalam paru
setelah ekspirasi maksimal. Volume residu ini mengakibatkan paru akan
mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Udara sisa ini berperan sebagai
udara cadangan serta mencegah terjadinya perubahan kondisi udara elveoli
secara ekstrim. Apabila telah diketahui nilai FRC maka RV diperoleh
dengan persamaan: RV = FRC – ERV. (1,2 L)
e. Kapasitas Inspirasi/Inspiratory Capacity (IC)
Kapasitas inspirasi adalah jumlah udara yang bisa dihirup maksimal.
Volume maksimm udara yang dapat dihirup setelah keadaan istirahat.
Gabungan TV + IRV. (3,8 L)
f. Kapasitas Residu Fungsional/Functional Residual Capacity (FRC)
Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara yang terdapat dalam paru
pada akhir ekspirasi biasa, yaitu gabungan ERV + RV. (2,2 L)
g. Kapasitas Vital/Vital Capacity (VC)
Kapasitas vital adalah jumlah udara yang bisa dikeluarkan maksimal
setelah inspirasi maksimal, yiatu gabungan IRV + TV + ERV. (4,8 L)
h. Kapasitas Vital Paksa/Forced Vital Capacity (FVC)
Kapasitas vital paksa sama dengan kaapsitas vital tetapi dilakukan secata
cepat dan paksa dengan ekspirasi dalam dan kuat.
i. Kapasitas Paru Total/Total Lung Capacity (TLC)
Kapasitas paru total adalah jumlah udara total yang ada di dalam paru-paru
pada akhir inspirasi maksimal, yakni gabungan IRV + TV + FRC. (6L)

2.8 Kemampuan Hb Mengikat Oksigen

21
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglo-
bin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen di bawa
dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Hemoglobin yang mengikat oksigen dari pa-
ru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Selain mengikat oksigen, hemoglobin
juga dapat mengikat zat-zat di antaranya karbondioksida (CO2), karbonmonoksida
(CO) dan asam karbonat yang terionisasi.
Hemoglobin dalam tubuh tergantung pada kemampuan untuk berikatan
dengan oksigen dalam paru-paru dan kemudian mudah melepaskan oksigen ke
kapiler jaringan tempat tekanan gas oksigen jauh lebih rendah daripada dalam pa-
ru-paru. Hemoglobin berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Fungsi ini tergantung pada jumlah he-
moglobin yang terkandung dalam sel darah merah.
Afiniti oksigen terhadap hemoglobin dipengaruhi oleh tekanan parsial oksi-
gen suhu, pH darah, tekanan parsial karbondioksida dan 2,3 difosfogliserat, dan
hipoksia.
1. Tekanan Parsial Oksigen
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah hubungan antara kadar saturasi
hemoglobin (percent saturation of hemoglobin) dengan tekanan parsial oksi-
gen. Tekanan parsial oksigen merupakan faktor penting dalam menentukan
kuantitas oksigen yang berikatan dengan hemoglobin. Semakin tinggi tekanan
parsial oksigen maka semakin banyak oksigen yang berikatan dengan hemo-
globin. Apabila hemoglobin yang tereduksi (reduced hemoglobin) ditukar se-
penuhnya kepada oxyhemoglobin, maka hemoglobin dikatakan sebagai ter-
saturasi penuh.
2. Suhu
Jika terjadi peningkatan suhu akan menyebabkan tekanan parsial oksigen
meningkat, sehingga afiniti oksigen terhadap hemoglobin akan menurun aki-
batnya semakin mudah pelepasan oksigen. .
3. pH Darah

22
Saat pH darah menurun, hemoglobin kurang tersaturasi walaupun berada di
tekanan parsial oksigen tinggi. Peningkatan ion H+ dalam darah akan me-
nyebabkan oksigen terlepas dari hemoglobin. Apabila produksi asam metabo-
lit (asam laktat dan asam karbonat) dan CO2 jaringan meningkat, keasaman
darah akan meningkat lalu terjadi asidosis. Maka afinitas hemoglobin ter-
hadap okseigen melemah menyebabkan oksigen terlepas dari hemoglobin dan
masuk ke jaringan.
4. Tekanan Parsial Karbon dioksida
Karbon dioksida memiliki sifat asam. Pada kondisi tekanan parsial karbon di-
oksida jaringan meningkat, hemoglobin akan lebih mudah untuk melepaskan
oksigen. Tekanan parsial karbon dioksida dan ph darah merupakan faktor
yang terkait karena pH darh yang rendah adalah pengaruh dari tekanan parsial
Karbon dioksida.

2.9 Gangguan pada Sistem Respirasi


Berikut adalah beberapa contoh gangguan pada sistem pernapasan manusia.
1. Asma
Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi ber-
lebihan terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversible. Definisi asma juga dise-
butkan oleh Reeves dalam buku Padila yang menyatakan bahwa asma adalah ob-
struksi pada bronkus yang mengalami inflamasi dan memiliki respon yang sensitif
serta bersifat reversible.
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adan-
ya inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi
sangat sensitif terhadap masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi berlebi-
han. Akibatnya saluran nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam pa-
ru-paru berkurang. Hal ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing),
batuk-batuk, dada sesak, dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan
dini hari.
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing, pus-
ing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan, diaphore-

23
sis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari asma.
Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing (di
apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah dipsnea, batuk dan
mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus ada bila se-
rangan asma muncul.
2. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan termasuk penyakit menular.
Bakteri tersebut menimbulkan bintilbintil pada dinding alveolus. Jika penyakit ini
menyerang dan dibiarkan semakin luas,dapat menyebabkan sel-sel paru-paru mati.
Akibatnya paruparu akan kuncup atau mengecil. Hal tersebut menyebabkan para
penderita TBC napasnya sering terengah-engah.
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA
positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara da-
lam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat ber-
tahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi ka-
lau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman Tu-
berkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulo-
sis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan da-
hak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tid-
ak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang
terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang
tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak
adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah : a).
Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari; b). Batuk, terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi

24
radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum);
c). Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru; d). Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis; e). Malaise ditemukan
berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat di
waktu di malam hari
3. Influenza
Influenza adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus influenza, dan
menyebar dengan mudah dari orang ke orang. Virus ini beredar di seluruh dunia
dan dapat mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Flu
sendiri merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana bila tidak terjadi
komplikasi dengan penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit akan sembuh
sendiri. Daya tahan tubuh seseorang akan sangat berpengaruh terhadap berat rin-
gannya penyakit tersebut. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh pola hidup
seseorang.
Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus, influenza
dibagi dalam tiga tipe virus yang berbeda yaitu tipe A, B dan C. Penyakit ini mu-
dah menular. Cara penularannya bisa melalui bersin,batuk, atau bercakap-cakap
dengan penderita. Karena disebabkan oleh virus, penyakit ini tidak bisa disem-
buhkan. Penderita bisa sembuh dengan sendirinya jika kondisi badannya membaik
(fit) gejalanya bervariasi tergantung pada ketahanan tubuh penderita, mulai dari
demam, batuk, pilek, bersin, dan mata yang berair.
4. Emfisema
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan keru-
sakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Emfisema disebabkan karena
hilangnya elastisitas alveolus. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih
besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seha-
rusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Akibatnya, tubuh tidak
mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas.
Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas.

25
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Respirasi atau yang biasa disebut dengan pernapasan adalah proses
menghirup udara bebas yang mengandung O2 (oksigen) dan mengeluarkan
udara yang mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa oksidasi keluar
dari tubuh.
2. Struktur sistem respirasi berupa struktur utama dan struktur pelengkap.
Struktur utama terdiri dari saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan
bawah. Saluran pernapasan atas terdiri dari hidung, sinus paranasalis, faring,
dan laring. Saluran pernapasan bawah terdiri dari trakea, percabangan
bronkial, dan paru. Struktur pelengkap berupa otot pernapasan dan pleura.
3. Pada fisiologi sistem respirasi pada manusia, respirasi terjadi apabila terjadi
empat peristiwa berbeda secara bersamaan, yaitu: ventilasi paru, respirasi
eksternal, transportasi gas, dan respirasi internal. Ventilasi pau merupakan
peristiwa udara mengalir di antara atmosfer dan alveoli paru-paru sebagai
akibat dari perbedaan tekanan yang diciptakan oleh konstraksi dan relaksasi
otot pernapasan. Respirasi eksternal (pertukaran gas paru) adalah difusi oksi-
gen dari kantong alveolar ke kapiler paru dan difusi karbondioksida dari ka-
piler paru ke kantung alveolar untuk dihembuskan. Pada peritiwa transport
gas, baik oksigen (O2) dan karbondioksida diangkut dari paru-paru ke jarin-
gan tubuh dalam darah. Respirasi internal menggambarkan pertukaran oksi-
gen dan karbondioksida antara darah dan sel jaringan.
4. Pengangkutan gas-gas pernapasan adalah tugas darah karena mengandung
hemoglobin. Bila oksigen dan karbondioksida masuk darah, terjadi perubahan
kimia dan fisika tertentu yang membantu pengangkutan dan pertukaran gas.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi melalui membran paru
antara lain ketebalan membran, luas permukaan membran, tekanan parsial,
kadar Hb, dan koefisien difusi.

26
6. Bila dilihat dari organ yang terlibat dalam proses inspirasi dan proses
ekspirasi maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu
pernapasan dada dan perut. Pernapasan dada terjadi akibat adanya kontraksi
antar otot-otot tulang rusuk. Pernapasan perut terjadi akibat adanya kontraksi
antar otot-otot diafragma.
7. Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi ventilasi
sistem respirasi. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas
pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya
kelainan ventilasi pada seseorang. Volume dan kapasitas paru dalam keadaan
statis terdiri dari: volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan
ekspirasi, volume residu, kapasitas inspirasi, kaapsitas residu fungsional,
kapasitas vital, kapasitas viutal paksa, dan kapasitas paru total.
8. Suhu, pH dan kadar CO2 berpengaruh terhadap kemmapuan hemoglobin
mengikat oksigen. Jika terjadi peningkatan suhu akan menyebabkan tekanan
parsial oksigen meningkat, sehingga afiniti oksigen terhadap hemoglobin
akan menurun akibatnya semakin mudah pelepasan oksigen. Saat pH darah
menurun, hemoglobin kurang tersaturasi walaupun berada di tekanan parsial
oksigen tinggi. Peningkatan ion H+ dalam darah akan menyebabkan oksigen
terlepas dari hemoglobin. Apabila produksi asam metabolit (asam laktat dan
asam karbonat) dan CO2 jaringan meningkat, keasaman darah akan mening-
kat lalu terjadi asidosis. Maka afinitas hemoglobin terhadap okseigen
melemah menyebabkan oksigen terlepas dari hemoglobin dan masuk ke
jaringan.
9. Berbagai gangguan yang dapat terjadi pada sistem respirasi manusia antara
lain asma, TBC, influenza, dan emfisema.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, A. dan W. S. Amran. 2016. Faal paru statis. Jurnal Respirasi. 2(3): 91-
98.

Dharmayanti, I., D. Hapsari, dan K. Azhar. 2015. Asma pada anak di Indonesia:
Penyebab dan Pencetus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 9(4): 320-
326.

Haskas, Yusran. 2016. Buku Ajar Sistem Respirasi. Yogyakarta: Indonesia


Pustaka.

Kristiani, T. D., dan R. Hamidah. 2020. Potensi penularan tuberculosis paru pada
anggota keluarga penderita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. 15(1):
24-28.

Nashrullah, A., Supriyono, dan M. Kharis. 2013. Pemodelan SIRS untuk penyakit
influenza dengan vaksinasi. UNNES Journal of Mathematics. 2(1): 46-54.

Nashrullah, A., Supriyono, dan M. Kharis. 2013. Pemodelan SIRS untuk penyakit
influenza dengan vaksinasi. UNNES Journal of Mathematics. 2(1): 46-54.

Oktaria, D., dan M. S. Ningrum. 2017. Pengaruh merokok dan definisi alfa-1 anti-
tripsin terhadap progresivitas penyakit paru obstruktuif kronis (PPOK) dan
emfisema. Majority. 6(2): 42-47.

Sugiono, W. W. Putro, dan S. I. K. Sari. 2018. Ergonomi Untuk Pemula (Prinsip


Dasar dan Aplikasinya). Malang: UB Press.

Sumiyati, D. D. Anggraini, L. Kartika, M. M. Y. Arkianti, R. I. Sudra, A. D.


Hutapea, M. H. N. Sari, C. L. Rumerung, R. M. Sihombing, A. F. Umara,
dan Y. F. Sitanggang. 2021. Anatomi Fisiologi. Medan: Yayasan Kita
Menulis.

Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.


Yogyakarta: Deepublish.

28

Anda mungkin juga menyukai