Anda di halaman 1dari 14

Referat Forensik

Identifikasi

Oleh:

Mochamad Faisal Bayu P, S.Ked

NIM. 1830912310008

Siti Makkiah, S.Ked

NIM. 183091232

Pembimbing:

Dr. dr. Iwan Aflanie, M.Kes, Sp.F., S.H.


BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT KEDOKTERAN KEHAKIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/ RSUD ULIN

BANJARMASIN

September, 2020

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................. 4

BAB 3 KESIMPULAN........................................................... 23

ii
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali diperkenalkan

oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter berkebangsaan Perancis. Teknik

identifikasi ini semakin berkembang setelah kepolisian Perancis berhasil menemukan

banyak pelaku tindakan kriminal. Saat ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk

kepentingan asuransi, penentuan keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan

kematian seseorang, menemukan orang hilang, serta menentukan apakah seseorang

dapat dinyatakan bebas dari hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam

identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang

disebabkan oleh alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah

manusia (kecelakaan darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme).1

Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya sistem

pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti “untuk pengadilan”

menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan bukti-bukti aktual dan

temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di pengadilan. Kedokteran forensik

bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem identifikasi dalam merekonstruksi

kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan mayat.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu

penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan

suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal

dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat

fatal dalam proses peradilan.3

B. Fungsi Identifikasi Forensik

Tujuan identifikasi forensik adalah untuk membantu menetukan kebenaran dan

kesalahan dari suatu Tindakan antara lain perkara-perkara berikut :

1. Perkara pidana

a. identifikasi para penjahat, pembunuh, pelaku penganiayaan, perkoasaan dan

lain-lain

b. korban kecelakaan yang tidak dikenali

c. identifikasi pada peristiwa penggalian jenazah, disini keadaan jenzah sudah

membusuk bahkan tinggal kerangka

d. korban yang tidqak dikenali, tenggelam , hilang dan penentuan jenis kelamin

yang meragukan

2. Perkaran perdata

2
A. Asuransi

B. Hak waris

C. Dugaan ayah dari seseorang yang tidak legal

C. Pemeriksaan Umum Identifikasi Forensik

a. Menetukan Manusia atau Bukan

Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan

berasal dari manusia atau hewan. Bilamana berasal dari manusia, ditentukan

apakah potongan-potongan tersebut dari satu tubuh. Penentuan juga

meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan keterangan lain seperti

cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan tubuh

yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal

dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan

jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan

pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin).

Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemeriksaan makroskopik dan

harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan

menemukan kromatin seks wanita,

seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta

jaringan otot.3

Selain itu pemeriksaan lainnya dapat menggunakan pemeriksaan histologis

yaitu dengan cara melihat kanal-kanal harvers, dan menggunakan tes inhibisi

anti globulin.3

3
b. Menetukan jumlah korban

Sering kali dalam kecelakaan pesawat udara atau kereta api timbul

kesulitan tidak hanya dalam hal identifikasi siapa korbannya, tetapi juga

seberapa benar jumlah korban. Beberapa parameter untuk meidentifikasi

adanya korban yang lebih dari satu adalah :


Adanya duplikasi dari tulang sejenis


Perbedaan ukuran


Perbedaan usia tulang


Asimetris


Kontur sendi tidak sama


X-ray trabecular pattern yang tidak sama


Perlekatan otot yang tiodak sama.3

c. Menentukan jenis kelamin

Jika korban masih utuh mudah untuk menentukan jenis kelamin pada

korban dengan cara melihat tanda-tanda seks primer (jenis kelaim) dan

tanda-tanda seks sekunder. Disamping tanda-tanda seks sekunder terdapat

perbedaan secara global antara wanita dan pria yaitu :

a. Tubuh pria secara keselurahan lebih besar dari pada wanita

b. Bahu pria lebuh lebar dari wanita

c. Pinggang pria lebih tidak nyata dari pada wanita

4
d. Gluteus pria lebih datar dari pada wanita

e. Pada wanita tungkai lebih bulat,pergelangan kaki dan tangan lebih kecil

f. Pada wanita laring tidak menonjol

g. Pada wanita pinggul lebih besar dari bahu.3

Selain itu terdapat cara menentukan jenis kelamin dengan histologis atau

miskroskopis pada kromosom, bahan pemeriksaan diambil dari kulit,

leukosit, sel selaput lender, sel tulang rawan dan korteks kelenjar

suprarenalis, cara menetukannnya menggunakan kromatin nuklir dimana

pada laki-laki ada khas yaitu badan barr, pada sel darah putih wanita lebih

banyak batang tongkat yang mirip proyeksi stik drum dimana intinya

polimorfik yang disebut badan davison, pada sel yang membelah dapat

dihitung dan diindentifikasi seks badan kromatin.3

Selain pada pemeriksaan diatas, terdapat pemeriksaan terhadap tulang-

belulang yaitu penentuan jenis kelamin ini didasarkan pada ciri-ciri yang

dikenali pada tulang-tulang, seperti tulang panggul, tengkorak,tulang

panjang. Terdapat beberapa kebenaran dan ketepatan menenrukan jenis

kelamin berdasarkan pemeriksaan tulang sebagai berikut:

1) 100% apabila ditemukan seluruh kerangka,

2) 95% apabila hanya diperiksa pelvis,

3) 92% apabila hanya diperiksa tengkorak,

4) 98% apabila yang diperiksa pelvis dan tengkorak,

5
5) 80%-85% apabila hanya diperiksa tulang panjang,

6) 95% apabila diperiksa tengkorak dan tulang panjang,

7) 98% apabila diperiksa pelvis dan tulang panjang.

Dismorfisme seks pada pelvis lebih jelas, beberapa yang perlu diketahui

antara lain:

1) Panggul wanita lebih lebar, khususnya tulang pubis dan ischii,

2) Sudut incisura ischaidica mayor pada wanita lebih terbuka,

3) Foramen obturator mendekati bentuk segitiga.3

Selain pelvis dan tengkorak terdapat perbedaan pada tulang panjang

antara lain:

1) Pada pria lebih panjang dan kekar serta tempat insersi ototnya lebih

prominent daripada wanita,

2) Tulang panjang pada pria lebih masif dibandingkan dengan tulang

wanita dengan perbandingan 100:90,

3) Pengukuran yang penting untuk penentuan seks ialah jumlah total

panjang dari tulang, diameter caput humeri, diameter caput femur, luas

dan lebar femur,

4) Pengukuran yang penting untuk penentuan seks pada tulang-tulang

panjang adalah diameter caput humeri, diameter caput femur, keluasan

dan kelebaran condylus femur.3

6
d. Menetukan umur

Umur merupakan identitas primer, selain penting untuk identifikasi

juga diperlukan dalam kasus-kasus, seperti ,Perkosaan, Pelanggaran

kesusilaan, Perkawinan, Warisan, Undang-undang kerja, Wajib militer,

Wajib belajar, Saksi pengadilan, Saksi pengadilan.3

Pada pemeriksaan luar korban hanya dapat memperkirakan usia

seseorang dan kemungkinan dapat terjadi kesalahan bila korban adalah

dewasa. Untuk menentukan umur dari pemeriksaan kerangka dapat

dilakukan dengan melihat:

a. Wajah,

b. Gigi-geligi,

c. Perubahan tulang dan osifikasi,

d. Berat badan dan tinggi badan.

Tulang dan gigi dapat memberi informasi penting dalam perkiraan

umur manusia. Namun signifikasi dari pemeriksaan tulang tergantung

pada besarnya penyebaran kelompok umur sehingga perlu dikelom

pokkan secara terpisah menjadi beberapa kelompok.

Gigi Atas dan Bawah

Incisivus I 7 tahun

Incisivus II 8 tahun

Caninus 11 tahun

Premolar I 9 tahun

7
Premolar II 10 tahun

Molar 1 8 tahun

Molar II 12-13 tahun

Molar III 17-25 tahun


Tabel 2.1 Penentuan umur berdasarkan erupsi gigi tetap.3

Pada umur muda penentuan umur dapat diperkirakan dengan ketepatan

yang cukup dengan melihat erupsi gigi seperti skema di atas dan dengan

memeriksa fusion dari center ossifkasi, Dengan ketentuan pada wanita

kira-kira satu tahun lebih dahulu maturitasnya. Pada pemeriksaan ini

untuk identifikasi perlu pula memerhatikan ciri-ciri gigi (sesuai dental

record jika ada) yaitu:

a. Jumlah/susunan gigi yang ada,

b. Alur/potongan gigi yang terlihat atau tertinggal,

C. Tambahan gigi, mahkota gigi, gigi palsu,

d. Gigi yang rusak, Irregularitas,

f. Tanda-tanda kebiasaan.3

Untuk kepentingan menghadapi kasus forensik maka perkiraan umur

dibagi dalam tiga fase yaitu bayi yang baru dilahirkan, anak-anak dan

dewasa sampai umur 30 tahun dan dewasa di atas 30 tahun.3

a. Bayi baru lahir. Pusat penulangan yang paling bermakna di

dalam upaya memperkirakan umur adalah pusat penulangan

8
pada bagian distal tulang paha (os femoris). Pemeriksaan

dengan sinar-X dapat membantu untuk menilai timbulnya

epiphyses dan fusinya dengan diaphyses.3

b. Anak-anak dan dewasa di bawah 30 tahun. Saat terjadinya

unifikasi dari diaphyses mem beri hasil untuk perkiraan.

Persambungan speno-occipital terjadi dalam umur 17-25 tahun.

Pada wanita saat persambungan tersebut antara 17-20 tahun.

Tulang selangka merupakan tulang panjang yang terakhir

mengalami unifkasi. Unifkasi dimulai pada umur 18-25 tahun,

dan mungkin tidak lengkap sampai 25-30 tahun. Dalam usia 31

tahun ke atas unifikasi menjadi lengkap. Tulang belakang (ossis

vertebra), sebelum 30 tahun akan menunjukkan alur- alur yang

dalam yang berjalan radier pada bagian permukaan atas dan

bawah; dalam hal ini corpus vertebrae-nya. 3

c. Dewasa di atas 30 tahun. Perkiraan umur dilakukan dengan

memeriksa tengkorak, yaitu suturanya. Penutupan pada bagian

tabula interna biasanya mendahului tabula eksterna. Sutura

sagitalis, coronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup

pada umur 20-30 tahun. Lima tahun berikutnya terjadi

penutupan sutura parieto-mastoid dan sutura squamaeus, tetapi

dapat juga tetap terbuka atau menutup sebagian pada umur 60

tahun. Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup

sampai umur 70 tahun. 3

9
BAB III

KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Singh, Surjit. Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Kasus Bencana

Massal. Dalam: Majalah Kedoteran Nusantara, Volume 41 No.4, Desember

2008, 254-7

2. Murnaghan I. Understanding forensic identification. UK: Explore DNA; 2012.

3. Aflanie, Iwan dr S., dr. Nila Nirmalasari S., Arizal dr. MH. Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal. In: 1. 1st ed. Banjarmasin; 2019.

11

Anda mungkin juga menyukai