A. Metode Geomagnet
Metode geomagnet adalah salah satu metode dalam geofisika yang memanfaatkan sifat kemagnetan
batuan bumi yang dapat dipandang sebagai dipole (kutub utara dan selatan magnetik) serta mempunyai
medan magnet yang tidak konstan. Artinya besar medan magnet tersebut berubah terhadap waktu. Hal
ini terjadi akibat pembalikan kutub magnetik bumi, pada waktu tertentu kutub positif berubah menjadi
negatif. Pada saat perubahan kutub-kutub tersebut dalam selang waktu tertentu harus melalui kondisi
netral, kondisi ini menyebabkan bumi tidak memiliki medan magnet atau netral. Sehingga pada selang
waktu ini biasanya diikuti musnahnya beberapa spesies penghuni bumi. Dari kondisi ini juga dapat
digunakan untuk memprediksi umur bumi atau keadaan bumi yang ada.Pengukuran tidaklangsung di
dalam tanah melainkan hanya melakukan pengukuran di atas permukaan. Untuk melakukan penyelidikan
atau eksplorasi diharapkan dapat :
a) Memahami prinsip kerja alat ukur magnetik (yaitu G-816 dan G-856).
b) Mengerti cara pengambilan data geomagnetic dan pengolahannya.
c) Memperkirakan secara kualitatif dari benda-benda penyebab anomali.
Medan merupakan besaran fisika yang mempunyai nilai ditiap titik dalam ruang. Jadi pada pengukuran
medan magnet ini akan dipengaruhi oleh 3 medan magnet, yaitu : Medan Magnet Utama, Medan Magnet
Luar, dan Anomali Magnetik Lokal.
X H
D
Y
I
n
Gambar 1
ElemenMagnetik
Keterangan gambar :
F = Vektor medan magnet (F = Field, selanjutnya ditulis T = Total)
H = Utara magnetik (Horizontal)
X = Utara geografi
Y = Timur geografi
Z = Komponen vertikal medan magnetbumi
D = Sudut deklinasi (Indonesia ~ o)
In = Sudut inklinasi (Indonesia : -40 s/d -350)
ΔT = T Obs - T Vh - TIGRF
Dimana :
T obs =Data pengamatan (observasi) intensitas magnetik total (T) pada titik pengukuran yang
biasanya dalam bentuk grid.
T vh = Koreksi variasi harian dari harga pengamatan T yangdilakukan di BS.
T IGRF =Intensitas magnetik total dari IGRF yang diperkirakan dari petakontur intensitas magnetik
total untuk Indonesia dan harganya ditentukan di lapangan sebagai BS. Sebagai contoh untuk DIY = ±
45.600 gamma (γ).
Metode Hagiwara
Metode Hagiwara merupakan metode waktu tunda yang berdasarkan asumsi bahwa undulasi bawah
permukaan tidak terlalu besar, sudut kemiringan mendekati nol atau (<20°).Metode ini untuk struktur
dua lapis.
A Shot Point P Receiving Point B Shot Point
V 1ha θθhPθθhB
P’’ P’ P”
V 2 A’ A’’ B’’ B’
Gambar 2
Lintasan Gelombang Bias
Pada gambar 1, v1 dan v2 masing-masing adalah kecepatan lapisan atas dan kecepatan lapisan bawah, dan
i adalah sudut kritis refraksi. Dengan hukum snellius,
sin θ1 V 1 V1
= dan Sin θc = .................................................................................. (1)
sin θ2 V 2 V2
A dan B adalah titik tembak dan P adalah penerima (geophone). Lintasan gelombang bias dari A → A”
→ P” → P dan lintasan B ke P adalah B → B” → P” → P, diperoleh hubungan :
V1
sin θc = A ' A } over {AA = P' P } over {PP =
V2
............................................................................................ (2)
Bila dinotasikan waktu perambatan gelombang bias dari titik tembak A ke titik penerima P dengan T AP,
maka :
AP 2 hp
T AP= AA } over {{V} rsub {1}¿ + + P P} over {{V} rsub {1} ¿ = +
V2 V 1 cos θ c
A ' P' −2 hp tanθ c
V2
2 hp V1 A ' P'
T AP= (1 - Sin θc ) +
V 1 cos θ c V2 V2
2hp cos θc A ' P'
T AP= + ........................................................................................... (3)
V1 V2
Dengan cara yang sama, waktu perambatan dari B ke P :
2 hp cos θc B' P'
T BP= + .......................................................................................... (4)
V1 V2
dan waktu perambatan dari A ke B (TAB) :
AB hA cos θ c hB cos θc
T AB= AA } over {{V} rsub {1}¿ + + B P} over {{V} rsub {1} ¿ = + +
V2 V1 V1
A ' B'
............................................. (5)
V2
Dari persamaan-persamaan (3), (4), (5) diperoleh hubungan sebagai berikut :
2 hp cos θc
T AP+ T BP= + T AB................................................................................. (6)
V1
V1
hp= (T + T - T AB)............................................................................ (7)
2 cos θ c AP BP
Dalam persamaan (7) V 1dapat diperoleh kurva traveltime dari gelombang langsung dekat titik tembak,
dan TAP, TBP, TAB diperoleh dengan cara observasi. Tetapi cos i tidak dapat dicari, karena V 2biasanya
tidak diketahui.Jika harga V 2diketahui, kedalaman hp dan titik penerima P dapat diperoleh dari
persamaan (7).
Dimisalkan besar T’AP ditunjukkan oleh persamaan :
(T AP+ T BP−T AB )
T ' AP = T AP− ............................................................................... (8)
2
Dari persamaan-persamaan (3) dan (6), dapat dituliskan :
2hA cos θc A ' P'
T ' AP= + ........................................................................................ (9)
V1 V2
Jarak diukur ke B, dengan mengambil A sebagai referensi (origin), w adalah susut gelombang yang
merambat pada lapisan bawah ke garis horizontal. Kemudian, A’P’ dalam persamaan (9) ditunjukkan
oleh persamaan :
P
' ' dx
A P =∫ .................................................................................................... (10)
A cos w
Pada dasarnya harga w tidak terlalu besar, sehingga dapat diambil pendekatan cos w = 1. Oleh karena
itu, A’P’ = x merupakan pendekatan yang sangat dimungkinkan. Maka persamaan (9) dapat ditulis
sebagai berikut :
2hA cos θc x
T ' AP= + ......................................................................................... (11)
V1 V 2
Pada persamaan (11) T’AP adalah linear terhadap x, jika diambil x sebagai absis dan T’ AP sebagai ordinat
dan diplot titik-titk yang bersesuaian (lingkaran hitam). Garis lurus tersebut merupakan suatu sort
(bentuk baru yang lebih pendek) dan traveltime curve yang dikandung oleh titik-titik yang berhubungan,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Nilai T’ AP dengan mudah dihitung dari persamaan (9), dan
kecepatan v2 pada lapisan bawah diperoleh dari kemiringan (slope) garis lurus, yaitu dengan
mendeferensial persamaan (11) terhadap x :
d 1
(T ' AP) = ..................................................................................................... (12)
dx V2
T APyang diperoleh pada persamaan (9) merupakan suatu besaran yang menunjukkan kecepatan pada
lapisan bawah, yang disebut velocity-traveltime. Dengan cara yang sama dapat diperoleh :
(T AP +T BP−T AB)
T ' BP = T BP− ............................................................................ (13)
2
Kemudian, diukur jarak x kearah titik penerima, dengan mengambil titik B sebagai titik asal (referensi),
maka diperoleh :
2 hB cos θc x
T ' BP= + ........................................................................................ (14)
V1 V2
Dengan sumbernya
d 1
T BP = ........................................................................................................... (15)
dx V2
Dengan meggunakan nilai v2 dari slope persamaan (11) atau persamaan (14), maka nilai cos θdapat
dihitung dari persamaan (1)
Untuk x = 0 pada persamaan (11) dan (14), dinotasikan harga dari T ' AP dan T ' BPdengan τ’A dan τ’B maka
didapat :
hA cos θc
τ ' A= ................................................................................................... (16)
V1
hB cos θ c
τ ' B= ........................ ......................................................................... (17)
V1
Dengan hA dan hB adalah kedalaman pada titik A dan titik B, dengan kata lain, seperti dimana
perpotongan kurva T’AP dengan ordinat pada titik A mengindikasikan τ’ A dan perpotongan kurva T’BP
dengan ordinat pada titik B mengindikasikan τ’B. Dengan demikian didapat :
V 1 τ' A
hA= ........................................................................................................ (18)
cos θ c
V 1 τ' A
hA= ........................................................................................................ (19)
cos θ c
Dengan prosedur tersebut diatas , kedalaman setiap titik penembakan dan titik penerima dihitung. Yang
perlu dicatat bahwa TAP, TBP, TAB pada persamaan (8) untuk dihitung kedalaman pada titik penerimaan
harus merupakan waktu tempuh gelombang bias dari permukaan lapisan bawah. Namun demikian, jika
waktu tempuh pada titik dekat titik tembak bukan dari gelombang bias, tetapi dari gelombang langsung,
maka kedalaman hp pada titik penerima tidak dapat ditentukan dengan persamaan (8).
Pada kasus ini, dengan menuliskan kembali persamaan (8) dan (13),
1. Seismograf 1 buah
2. Hammer atau palu sebagai sumber gelombang 1 buah
3. Plate/piringan sebagai sumber gelombang 1 buah
4. Geophone 3 buah
5. Kabel – kabel coaxial untuk penghubung dari geophone ke PASI
6. Seismograf, untuk penghubung
antar sumber getaran Gambar 4 dan pencatat
Gambar 3
getaran Palu
Geophone
Gambar 1
Seismograf
C. Geolistrik
Geolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat-sifat kelistrikan dalam bumi dan bagaimana
mendeteksinya dipermukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat adanya injeksi arus kedalam bumi.
Oleh karena itu metode geolistrik mempunyai banyak macam,termasuk didalamnya metode potensial
diri, induksi polarisasi dan resistivity (tahanan jenis).
Pada metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik dialirkan kedalam bumi melalui elektroda arus,
kemudian beda potensial yang timbul diukur melalui dua buah elektroda potensial. Dari pengukuran
tersebut untuk jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis
masing-masing lapisan dibawah titik ukur. Asumsi yang digunakan untuk menurunkan persamaan
matematis untuk resistivitas (tahanan jenis) adalah sebagai berikut :
1. Bumi berlapis secara
horizontal. Gambar 6
Gambar 5 Kabel coaxial
Kabel Trigger 2. Tiap lapisan bersifat
homogen isotropis.
3. Tiap lapisan bias dibedakan berdasarkan nilai tahanan jenis.
Metode geolistrik tahanan jenis dipakai untuk mencari formasi yang mengandung air, korelasi stratigrafi
dalam lapangan minyak dan pencarian bijih yang kondusif.
Tahanan 1D
1. Potensial Listrik Pada Medium Homogen
Untuk sumber arus tunggal pada medium (bumi) yang telah diasumsikan homogen dan isotropis maka
potensial pada suatu titik diluar sumber akan memenuhi persamaan Laplace ∇ 2V = 0, dalam koordinat
bola :
1 ∂ 2 ∂V 1 ∂ ∂V 1 ∂ ❑2V
∇ 2V = [r ¿+ 2 [ sin θ ¿+ 2 2 2 = 0……… (1)
2 ∂r ∂r r sin θ ∂ θ ∂θ r sin θ ∂ φ❑
Karena anggapan bumi homogen isotropis maka bumi mempunyai simetri bola, sehingga potensial (V)
merupakan fungsi dari (r) saja, jika ditulis V = V r, sehingga penyelesaiannya secara umum pada
persamaan Laplace adalah sebagai berikut :
1 ∂ 2 ∂V
∇ 2V = [r ¿ = 0………………………………………… (2)
r ∂r ∂r
∂ 2 ∂V
∇ 2V = [r ¿ = 0………………………………………….(3)
∂ r2 ∂ r
Misalkan :
2 ∂V ∂ V C1 C1
r =C 1 = 2 dan ∂ V = 2 ∂ r……….……………………..(4)
∂r ∂r r r
∫ ∂V =C1∫ r12 ∂r ≈ V =
−C 1
+C 2..…………………………… (5)
r
Jika r = maka V = 0 dan jika C 2= 0, maka demikian pers (5) diatas menjadi :
C1
V=- ………………………………………………………….(6)
r
Hukum Ohm pada media yang diperluas menyatakan hubungan antara intensitas media listrik (E)
atau gradient potensial dengan rapat arus (j) yaitu :
J = σ E…………………………………………………….(7)
Apabilah hukum kekekalan muatan menyatakan bahwa arus total sama dengan integrasi rapat arus
yang menembus suatu permukaan ½ bola.
I = ∫ J . ∂ S = 2 π r 2 . ………………………………………………….(8)
1 C1
J=- ……………………………………………………..(9)
ρ r2
Maka dengan mensubtitusikan persamaan (9) ke persamaan (8) maka akan didapatkan persamaan :
Iρ
C1 = - …..……………………………………………………….(10)
2π
Maka dengan mensubtitusikan pesamaan (10) kedalam persamaan (6) akan didapatkan potensial pada
suatu titik berjarak (r) dari suatu sumber arus yang dapat dinyatakan dalam pesamaan berikut :
Iρ 1
Vr = ()
2π r
………………………………………………………..(11)
Iρ 1 1
VM = ( )
− ……………………………………………(12)
2 π r1 r2
Dimana :
r1 = jarak titik M ke sumber arus positif A.
r2= jarak titik M ke sumber arus negatif B.
Jika dua buah titik yaitu M dan N yang terletak didalam bumi, maka besarnya beda potensial antara dua
titik M dan N adalah:
MN = VM - VN
Iρ 1 1 Iρ 1 1
= ( ) ( )
− - −
2 π r1 r2 2 π r3 r 4
Iρ 1 1 1 1
2π (r r r r )
= − − + ………………………………..(13)
1 2 3 4
Dimana :
r3 = jarak titik N ke sumber arus positif A
r4 = jarak titik N ke sumber arus negatif B
I
∆V
A M 0 N B
Gambar 2.1
Susunan Elektroda Schlumberger
Keterangan :
I = arus listrik (mA) pada transmitter.
∆V = beda potensial (mV) pada receiver.
O = titik pengukuran.
AB = spasi elektroda arus (meter).
MN= spasi elektroda potensial (meter).
Dengan syarat menurut aturan Schlumberger : MN ≤ 1/5 AB, maka beda potensial antara M dan N
adalah :
∆ V = VM - VN
Iρ 1 1 1 1 Iρ 8 MN
=
2π [( −
AM BM
− )(
−
AN BN )] = { }
2 π ( AB)2−( MN )2
………………(14)
Karena bumi tidak Homogen isotropis, maka tahanan jenis yang terukur adalah tahanan jenis semua,
yaitu :
( AB)2−( MN )2 ∆V
ρa=π [ 4 MN ] I
……………………………………(15)
∆V
ρa=Ks ……………………………………(16)
I
Dimana :
Gambar 3 Gambar 4
Elektroda potensial (Tembaga) Elektroda arus (Besi)
Gambar 5 Gambar 6
Kabel Meteran
Gambar 7
Palu
Tahanan 2D
1. Teori Geolistrik Tahanan Jenis
Asumsi yang digunakan untuk menurunkan persamaan matematis untuk resistivitas (tahanan
jenis) adalah sebagai berikut :
a. Bumi berlapis secara horizontal dan tiap lapisan bersifat homogen isotropis.
b. Pemisahan lapisan yang satu dengan yang lain merupakan bidang batas antara dua resistivitas
yang berbeda.
Oleh karena itu, bila pada suatu titik dipermukaan bumi diberi arus listrik (I), maka pada titik-
titik lain dipermukaan bumi terdapat suatu potensial listrik (V), yang memenuhi persamaan
Laplace :
∇ 2V =0............................................................................................................. 1
Dengan memakai logika bahwa bumi homogeny isotropis, dan koordinat yang digunakan adalah
koordinat bola, maka potensial pada suatu listrik berjarak-r dari sumber arus yang membentuk
setengah bola dapat dinyatakan sebagi berikut :
ρ.I
V (f) = ........................................................................................................ 2
2 πr
Dimana ρ : adalah resistivitas (tahanan jenis medium).
Gambar 2.2
Konfigurasi Elektroda Wenner-Schlumberger
1. Time Domain
Untuk mendefinisikan derajat terpolarisasi suatu material dinotasikan dalam satuan
Chargeabilitas (m) yang disesuaikan dengan jenis pengukuran yaitu polarisasi terimbas
kawasan waktu (Time Domain). Namun karena harga besaran yang terukur merupakan fungsi
dati kedudukan elektroda (r), maka besaran yang terhitung adalah besaran-besaran semu
(apparent dimension).
Karena itu dalam IP, Chargeabilitas semu (ma) diperoleh dengan mengukur harga potensial
(ΔV) pada saat arus listrik dialirkan dan beberapa mili-detik kemudian diukur peluruhan
potensial pada saat arus listrik dari sumber dimatikan. Perumusannya adalah:
Vs
m a= …………………………………………………………..(2.1)
Vp
Dimana: ma = Chargeabilitas semu (milidetik)
Vs= potensial sekunder (peluruhan)
Vp= potensial primer (mantap)
Di dalam kasus ini selain parameter Chargebilitas juga parameter resistivitas yang dalam hal ini
Resistivitas Semu (ρa). Caranya diperoleh dengan mengukur harga potensial pada saat arus
dialirkan, yang dirumuskan sebagai berikut:
V
ρa =K ………………………………………………………(2.2)
I
2. Frequency Domain
Dari percobaan laboratorium bahwa resistivitas batuan menurun dengan dinaikkannya frekuensi
arus yang dikirim. Dalam praktek biasa digunakan jangkauan frekuensi antara (0,1 – 10 Hz).
Misalnya untuk mengukur tegangan (V) melalui elektroda potensial pada dua frekuensi, yang
pertama dengan frekuensi tinggi (3 Hz) kemudian pindahkan Transmitter ke frekuensi lebih
rendah (0,3 Hz), sementara arus masih tetap sama. Dengan demikian pengukuran IP menjadi:
V low freq −V high freq
Percent Frequency Effect = ×100 ……………….(2.3)
V high freq
Asumsi ini bahwa arus transmitter masih konstan tanpa memperhatikan frekuensi. Sebuah
ekspresi yang lebih umum adalah:
ρ −ρ
PFE= LF HF ×100 …………………………………………………(2.4)
ρ HF
ρ menunjukan resistivitas semu (ρa = K. V/I)
Khusus batuan-batuan dengan kandungan sulfide kecil menghasilkan PFE sekitar 0,5-2%.
Sementara mineralisasi kuat menyebabkan anomaly sekitar 5-10%. Sebagai tambahan untuk
PFE dan ρa, beberapa komponen dan frekuensi domain IP disebut Metal Factor (MF) yang
dirumuskan sebagai:
PFE
MF= ×C …………………………………………………………(2.5)
ρa
Dimana C biasanya 103 untuk menjamin faktor logam tidak kecil. Tujuan sederhana untuk
menghasilkan sebuah parameter yang bias terhadap zone yang lebih tinggi dari rata-rata PFE
dan lebih rendah dari ρa yang biasanya untuk kondisi ore body sulfida. Tetapi ada anomaly MF
juga disebabkan oleh rendahnya ρa yang dapat menghasilkan kasus lain overburden konduktif.
3. Pengambilan data
a. Peralatan
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat geolistrik untuk IP merek
“Phoenix Geophhysics” type Induced Polarization Transmitter (IPT-1). Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole.
b. Teknis Pengukuran
Tujuan utama penyelidikan IP adalah mendeteksi urat atau zone urat baik kearah tegak maupun
mendatar sebagai data penuntun pemboran. Untuk itu prosedur pengukuran harus
memperhatikan hal-hal yang berpengaruh terhadao respon IP itu sendiri, yaitu :
a) Polarisasi elektroda, yaitu didalam pori-pori batuan ada yang mengandung butiran
mineral sulfida dan ada yang tidak. Dalam keadaan tidak terganggu ion-ion
terdistribusi secara acak, tetapi bila ada tegangan beberapa ionnegatif bergerak kekiri
dan ion positif bergerak kekanan sehingga terjadi pengkutuban pada mineral sulfida
tersebut.
b) Rangkaian eqivalen listrik dalam batuan, Dimana R mewakili resistansi yang tidak
diblok dan R mewakili resistansi polarisasi yang dirangkaikan dengan kapasitor.
Kapasitansi ini bekerja seperti
c) switch yang pada pokoknya membuka pada frekuensi rendah dan menutup pada
frequensi tinggi.
d) Mineral-mineral yang berpolarisasi tersebut oleh Madden dan cantwell (1967)
digolongkan :
Tabel 2.1
Mineral-mineral yang berpolarisasi tersebut oleh Madden dan cantwell (1967)
OXIDES SULPHIDES OTHER
Magnetite Pyrite Graphite
Pyrolusite Phyrrotite Native Copper
Cassiterite Marcasite
Galena
Calcopyrite
Molybdenite
Pentlandite
Cobaltite
Argentite
Bornite
Calcocyte
Enargite
Common Polarizable Mineral (Madden and Cantwell, 1967)
e) Respon IP terhadap sulfida tergantung pada beberapa faktor, yaitu : kandungan
sulfida, jenis sulfida, ukuran butir, resistivitas dan porositas batuan seta kerapatan
arus (current density).
f) Adanya mineral lempung bermuatan negatif (kaolinit dan monmorilonit) dalam pori-
pori batuan sehingga ada tegangan terjadi zone konsentrasi dan zone kekosongan
(depletion) yang membentuk polarisai selaput (membrane polarization).
Dari efek-efek tersebut yang paling penting dalam ekplorasi mineral adalah polarisasi type
elektroda. Karena itu supaya tujuan pengukuran tercapai digunakan susunan elektrode dipole-
dipole dengan konstanta.
K = n(n+1)(n+2) π a
Dimana : n = bilangan bulat 1, 2, 3, 4, ….
A = jarak antar elektroda
4. Analisis Data
Untuk menganalisis data IP perlu digambarkan dalam bentuk penampang. Hal ini supaya dapat
melihat sebaran data baik secara vertikal maupun horisontal untuk masing-masing data ρ, PFE,
MF. Setelah data tersebut diplot kedalam penampang kemudian dibuat kontur. Dari kontur
inilah selanjutnya akan diinterpretasi.
Mengingat analisis data ini merupakan proses interpretasi yaitu untuk menghasilkan model
geologi sederhana berdasarkan data IP dan resistivity semu, maka pada tahap ini perlu
keakuratan data. Karena itu sebelum melakukan interpretasi seorang ahli Geofisika akan
mempertimbanglkan beberapa faktor sebagai berikut :
o Pengalaman dan kemampuan seorang operator alat
o Instrument yang digunakan, khususnya Receiver harus mempunyai ketelitian tinngi
o Perlu diamati, Apakah ada gangguan noise atau tidak ?
o Perbandingan sinyal yang besar berarti pengukuran baik.
o Basah/kering dilokasi pengukuran akan mempengaruhi hasil pengukuran
o Pengamatan resistivitas sangat rendah akan menyebabkan kesalahan PFE (harga IP)
karena ada Electromagnetic Coupling.
Peralatan dan Perlengkapan
Perangkat peralatan dan perlengkapan yang digunakan Geolistrik Induced Polarization (IP) adalah :