Gambar I.1 Lokasi penelitian Lapangan F ditandai kotak berwarna merah (Doust
dan Noble, 2008).
I.5 Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah zona tekanan luap pada data
log talikawat dicirikan oleh adanya pembalikan pola dari keadaan normal pada log
sonik, densitas, dan resistivitas.
I.6 Hipotesis Kerja
Fase syn-rift pada Kala Oligosen di Cekungan Jawa Barat Utara memungkinkan
untuk terendapkannya sedimentasi tebal (Noble, 1997) sehingga diindikasikan
hipotesis dalam penelitian ini adalah penyebab utama pembentukan tekanan luap
di daerah penelitian oleh mekanisme loading yaitu disequilibrium compaction.
Penelitian ini secara garis besar dapat digambarkan dalam diagram alir (Gambar
I.1). Metodologi penelitian disusun sedemikian rupa agar penelitian dapat
dilakukan secara sistematis, menjawab permasalahan yang ada, dan membuktikan
hipotesis. Metodologi penelitian ini terdiri dari empat tahap:
1. Tahap persiapan;
2. Tahap pengambilan data;
3. Tahap pengolahan dan analisis data;
4. Tahap penyusunan laporan akhir.
Perhitungan estimasi tekanan pori dan puncak tekanan luap dengan metode
Eaton dan Bowers dengan menggunakan validasi data pengukuran tekanan
langsung.
Pada tahap ini didiskusikan distribusi dan mekanisme pembentukan tekanan luap
dan hubungannya dengan kondisi geologi tertentu di daerah penelitian. Hasil dari
semua tahapan penelitian juga disimpulkan pada tahap ini.
Secara tektonik, Cekungan Jawa Barat Utara merupakan bagian dari busur
belakang dari sistem subduksi di selatan Pulau Jawa (Gambar II.1). Pada Kala
Eosen - Oligosen, daerah ini didominasi endapan klastik kasar yang merupakan
endapan pada fase regangan. Endapan ini dijumpai di sepanjang tepian dataran
sunda di Asia Tenggara yang berkaitan dengan peristiwa tubrukan antara India
Eurasia yang dikenal sebagai model tektonik ekstrusi. Pada Kala Oligosen –
sekarang daerah ini didominasi oleh endapan volkanoklastik yang diendapkan di
laut dalam dengan mekanisme turbidit sebagai hasil subduksi dan endapan
batugamping di bagian tepi benua (Gresko dkk., 1955).
Gambar II.1 Peta kontur batuan dasar Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk.,
1997).
Jawa Barat bagian utara terdiri dari dua cekungan utama, yaitu Cekungan Jawa
Barat Utara dan Cekungan Asri. Pusat pengendapan utama di Cekungan Jawa
Barat Utara adalah Cekungan Arjuna di bagian utara, tengah, selatan dan sub -
Cekungan Jatibarang. Tatanan tektonik Cekungan Jawa Barat Utara ini adalah
sebagai cekungan belakang busur, tetapi pada Kala Eosen regangan yang terjadi
pada cekungan tidak terjadi dalam tatanan tektonik yang berbeda. Bukti geologi
yang terlihat bahwa daerah ini diinterpretasikan terbentuk sebagai cekungan
pisah-tarik (pull apart basin) sebagai akibat interaksi sistem sesar menganan
(dekstral). Buktinya adalah arah regangannya hampir utara – selatan (Hamilton,
1979). Deformasi selanjutnya mengaktifkan sesar-sesar tua, di beberapa lokasi
ditandai dengan perkembangan struktur inverse. Walaupun bukti inverse agak
jarang dijumpai di Cekungan Jawa Barat Utara. Pada umumnya pada struktur
regangan yang berarah utara - selatan seringkali di jumpai berupa struktur bunga
positif atau negatif yang umumnya diinterpretasikan sebagai aktifitas akibat sesar
geser.
1. Fase Syn-rift
Pada saat yang bersamaan juga diendapkan batugamping tipis pada interval ini.
Selanjutnya diendapkan Formasi Talang Akar bagian bawah yang tersusun oleh
batupasir, serpih, dengan sisipan batubara dan batugamping pada lingkungan
fluvio-deltaik sampai endapan laut dangkal.
Gambar II.2 Tektonostratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan
Patmokismo, 1975)
2. Fase Post-rift
Tahapan ini ditandai oleh proses kenaikan muka air laut yang dominan dan proses
tektonik mulai berkurang. Secara umum, sedimentasi pada fase ini dikontrol oleh
kelurusan berarah utara-selatan walau terdapat indikasi pertumbuhan batugamping
Formasi Baturaja pada daerah tinggian di beberapa tempat di kontrol oleh Pola
Meratus (NE-SW). Siklus transgresi yang dominan pada masa ini ditunjukkan
oleh endapan fluvio-deltaik Formasi Talang Akar bagian atas menjadi endapan
batugamping Formasi Baturaja, dan endapan Formasi Cibulakan. Formasi Talang
Akar bagian atas yang mengawali siklus ini diendapkan pada Kala Miosen Awal,
terdiri atas batulempung, batupasir, dengan sisipan batugamping serta sisipan tipis
batubara. Formasi Baturaja yang diendapkan pada akhir Miosen Awal dicirikan
oleh batugamping yang tumbuh di daerah tinggian dengan sisipan batupasir dan
batugamping. Formasi Cibulakan dicirikan oleh batulempung yang dominan
dengan sisipan batupasir dan batugamping.
Secara umum, stratigrafi regional Jawa Barat Utara dapat dibagi dua yaitu
stratigrafi Paleogen dan Neogen (Bishop, 2000). Endapan sedimen Paleogen
diendapkan dalam cekungan regangan yang dikontrol oleh sesar – sesar yang
berarah relatif utara – selatan. Batuan sedimen tersebut dapat dipisahkan menjadi
dua bagian yaitu endapan syn-rift dan endapan post-rift. Endapan syn-rift diwakili
oleh Formasi Talang Akar bagian bawah dan Pre- Talang Akar (Pre-TAF/Formasi
Jatibarang), sedangkan endapan post-rift diwakili oleh Formasi Talang Akar
bagian atas dan Formasi Baturaja. Formasi Talang Akar berkembang dari endapan
fluvial di bagian bawah berubah secara berangsur menjadi endapan fluvio-deltaik
dan laut dangkal di bagian atas, sedangkan Formasi Baturaja merupakan endapan
laut berupa sedimen karbonat. Sedimen Neogen diendapkan pada lereng utara dari
cekungan belakang busur yang mengikuti pola umum struktur Jawa. Pola struktur
Sunda pada periode ini juga masih berperan secara lokal. Sedimen Neogen
diwakili oleh Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan Atas, Formasi Parigi, dan
Formasi Cisubuh (Gambar II.2).
Formasi ini merupakan awal syn-rift, terutama dijumpai di bagian tengah dan
timur Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian barat cekungan ini (daerah
Tambun - Rengasdengklok), Formasi Jatibarang hampir tidak dijumpai (sangat
tipis). Formasi ini terdiri dari tufa, breksi, dan konglomerat yang diendapkan pada
fasies fluvial.
Pada fase syn-rift diendapkan Formasi Talang Akar, pada awalnya berfasies
fluvio-deltaik sampai fasies laut. Litologi formasi ini diawali oleh perselingan
sedimen batupasir dengan serpih non laut dan diakhiri oleh perselingan antara
batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies laut. Ketebalan formasi ini sangat
bervariasi dari beberapa meter di Tinggian Rengasdengklok sampai 254 meter (m)
di Tinggian Tambun-Tangerang hingga diperkirakan 1500 m lebih untuk di pusat
Dalaman Ciputat dan Dalaman Arjuna (lepas pantai). Akhir sedimentasi Formasi
Talang Akar juga menandai berakhirnya sedimentasi syn-rift.
Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang berupa
paparan maupun yang berkembang sebagai terumbu menandai fase post-rift yang
secara regional menutupi seluruh sedimen klastik Formasi Talang Akar fasies laut
di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan batugamping terumbu umumnya
dijumpai pada daerah tinggian, namun dari data pengeboran terakhir, ternyata
batugamping terumbu juga berkembang pada daerah yang pada saat sekarang
diketahui sebagai daerah dalaman di Rendahan Jatibarang.
Formasi Cibulakan Atas ( Miosen Awal– Miosen Tengah )
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan
batugamping baik yang berupa batugamping klastik maupun batugamping
terumbu. Formasi CIbulakan Atas terbagi atas Massive dan Main. Massive
Cibulakan secara tidak selaras terendapkan diatas Formasi Baturaja yang terdiri
dari perselingan litologi batulempung dan batupasir dengan ukuran butir halus
hingga sedang. Terdapat kandungan hidrokarbon pada kelompok ini. Main
Cibulakan berada diatas kelompok Massive Cibulakan yang terendapkan selaras
dimana kelompok ini terdiri dari perselingan litologi batulempung dan batupasir
dengan ukuran butir halus hingga sedang. Saat awal pembentukan disebut Mid
Main Carbonate (MMC).