Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT

KECACATAN KLIEN KUSTA

Putri Catrina¹ Warjiman² Rusmegawati³


SekolahTinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin
putricatrina@gmail.com, warjiman99@gmail.com,

ABSTRACT
Penyakit kusta merupakan penyakit menular, menahun disebabkan oleh kuman kusta
(Mycobacterium leprae) yang bersifat intraseluler obligat. Salah satu dampak dari penyakit
kusta adalah kecacatan yang dapat berupa cacat tingkat 0, tingkat 1 dan tingkat 2 yang
dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, tipe kusta, lama menderita dan pengobatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan korelasional mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat kecacatan klien kusta di Kelurahan Bitahan RT 11 dan 12
wilayah kerja Puskesmas Lokpaikat tahun 2015. Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian deskriptif korelasional dan dengan metode pendekatan retrospektif. Metode
pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yang berjumlah 44 responde. Proses
pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Data yang diperoleh
kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji chi-square atau koefisien kontingensi
dengan tingkat kepercayaan 95%, signifikansi ditentukan jika ρ kurang dari 0,05. Hasil
penelitian menunjukan bahwa variabel usia diperoleh hasil (ρ=0,627), variabel jenis kelamin
diperoleh hasil (ρ=0,438), variabel tipe kusta diperolah hasil (ρ=0,021), variabel lama menderita
diperoleh hasil (ρ=0,007), variabel pengobatan diperolah hasil (ρ=0,520). Disarankan kepada
pemberi pelayanan kesehatan, agar meningkatkan pemberian informasi kepada masyarakat
melalui penyuluhan agar memahami pentingnya pengobatan secara dini dan teratur.

Kata Kunci : Usia, Jenis Kelamin, Tipe Kusta, Lama Menderita, Pengobatan dan
Tingkat Kecacatan.

Jumlah : 188 Kata

68
PENDAHULUAN yang disebabkan oleh kerusakan saraf
sensoris yang tidak terlihat seperti
Penyakit kusta atau lepra atau disebut juga hilangnya rasa raba pada kornea mata,
penyakit moorbus hansen adalah penyakit talapak tangan dan telapak kaki. Cacat
menular, menahun dan disebabkan oleh tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang
kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang terlihat pada mata, tangan maupun kaki.
bersifat intraseluler obligat. Penyakit Tingkat cacat digunakan untuk menilai
menular adalah suatu penyakit yang dapat kualitas penanganan pencegahan cacat yang
menyebar dari seseorang yang menderita dilakukan oleh petugas. Fungsi lain dari
penyakit ke orang lain yang belum tingkat cacat adalah untuk menilai kualitas
menderitanya. Klien kusta dapat penemuan dengan melihat proporsi cacat
menularkan penyakit kepada masyarakat di tingkat 2 diantara penderita baru
sekitar yang ditentukan oleh faktor (Kemenkes, 2012).
lingkungan dan imunitas. (Kemenkes,
2012). Angka proporsi cacat tingkat II yang tinggi
mengindikasikan adanya keterlambatan
Penularan penyakit kusta oleh klien akan dalam penemuan klien yang dapat
menimbulkan beberapa masalah yang akan diakibatkan oleh rendahnya kinerja petugas
mengakibatkan klien kusta menjadi suatu dan rendahnya pengetahuan masyarakat
population at risk. Masalah yang dimaksud mengenai tanda-tanda dini penyakit kusta.
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, Hasil studi pendahuluan tanggal 20
keamanan dan ketahanan. Permasalahan Desember 2014 menyebutkan bahwa dari
penyakit kusta yang sangat komplek terkait 13 puskesmas yang terdapat di Kabupaten
dengan kehidupan klien kusta yang terjadi Tapin, Puskesmas Lokpaikat merupakan
secara fisik, psikologis dan sosial di salah satu Puskesmas dengan jumlah klien
komunitas membutuhkan penanganan yang kusta terbanyak, dikarenakan Kelurahan
menyeluruh. Permasalahan fisik penyakit Bitahan Rt 11 dan 12 pernah dijadikan
kusta terkait dengan lesi pada kulit dan sebagai tempat lokalisasi klien kusta.
kecacatan fisik (Suryanda, 2007 dalam Sampai tahun 2015 tercatat tersisa 50 klien
Susanto, 2013). kusta yang pernah menjalani pengobatan
dan masih hidup dan berada kelurahan
Kecacatan seringkali dialami oleh banyak Bitahan Rt 11 dan 12 dengan cacat tingkat
klien kusta sebelum mendapatkan II tercatat sebanyak 32 klien kusta. Pada
pengobatan karena lemahnya kesadaran dari tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas
klien, keluarga, bahkan masyarakat Lokpaikat masih terdapat 3 klien kusta yang
terhadap penyakit kusta. Bayangan cacat sedang menjalani regimen pengobatan.
kusta menyebabkan klien seringkali tidak Petugas kesehatan pemegang program kusta
dapat menerima kenyataan bahwa ia mengatakan bahwa klien kusta di Lokpaikat
menderita kusta. Akibatnya akan ada banyak yang menderita tipe kusta
perubahan mendasar pada kepribadian dan Multibasiler sehingga resiko untuk terkena
tingkah lakunya dan klien berusaha untuk cacat lebih besar dan beresiko menularkan
menyembunyikan keadaannya sebagai klien kepada orang lain. Dikatakan bahwa klien
kusta. Hal ini tidak menunjang proses kusta menderita kecacatan akibat
pengobatan dan kesembuhan, sebaliknya terlambatnya penemuan kasus ketika berada
akan memperbesar resiko timbulnya cacat di daerah asal masing-masing dan
(Kemenkes, 2012). rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
kusta.
WHO (1998) membagi cacat kusta menjadi
tiga tingkatan yaitu cacat tingkat 0 berarti
tidak ada cacat, cacat tingkat 1 berarti cacat

69
Hal ini juga di dukung dengan melakukan Variabel Penelitian
wawancara kepada 10 klien kusta, banyak Variabel Independen dalam penelitian ini
diantaranya adalah berjenis kelamin wanita adalah umur, jenis kelamin, tipe kusta, lama
yaitu sebanyak 7 orang dengan kisaran menderita dan pengobatan.
umur berkisar antara 40-60 tahun. Variabel Dependen dalam penelitian ini
Didapatkan hasil mereka mengatakan ketika adalah tingkat kecacatan klien kusta.
terdapat bercak kulit mati rasa mengira
panu dan penyakit kulit biasa dan kecacatan Populasi Penelitian
yang dialami dikarenakan terlambat berobat Populasi dalam penelitian ini adalah klien
ke Puskesmas dan tidak ada pengobatan kusta ketika dilaksanakan penelitian yang
secara gratis di daerah asal mereka masing- tercatat di Puskesmas dan yang telah
masing. Berdasarkan wawancara dengan dinyatakan berhenti minum obat (Released
seorang ibu yang mempunyai anak from Treatment) maupun yang telah
menderita kecacatan, ibu mengatakan dinyatakan bebas dari pengamatan (Release
ketika mengandung tidak mengetahui from Control) baik yang menderita cacat
bahwa ibu dan suaminya sedang menderita maupun tidak menderita cacat dan masih
kusta. Ketika melahirkan terdapat bercak hidup serta berada di kelurahan Bitahan RT
pada lengan bayi tersebut. Bidan hanya 11 dan 12 wilayah kerja Puskesmas
mengira bercak tersebut merupakan tanda Lokpaikat.
lahir, ketika dewasa hingga anak tersebut
menderita kecacatan baru diketahui Sampel penelitian
menderita kusta dan dibawa ketempat Pada penelitian ini sampel yang diambil
penampungan dan mendapatkan adalah seluruh klien kusta klien kusta ketika
pengobatan. Berdasarkan wawancara dilaksanakan penelitian yang tercatat di
tersebut diketahui bahwa rendahnya Puskesmas dan yang telah dinyatakan
pengetahuan masyarakat maupun petugas berhenti minum obat (Released from
kesehatan dalam mendeteksi kasus kusta Treatment) maupun yang telah dinyatakan
sehingga diagnosis yang lambat bebas dari pengamatan (Release from
mengakibatkan kuman kusta mengalami Control) baik yang menderita cacat maupun
progresifitas dan dapat mengakibatkan tidak menderita cacat dan masih hidup di
kecacatan pada klien kusta. Berdasarkan kelurahan Bitahan RT 11 dan 12 wilayah
hasil observasi yang dilakukan didapatkan kerja Puskesmas Lokpaikat yaitu sebanyak
hasil bahwa banyak klien kusta yang 44 responden.
mengalami jari-jari kiting lengkap dan kaki
semper dan beberapa klien kusta juga tidak Waktu dan Tempat Penelitian
memiliki jari-jari tangan karena pernah Penelitian ini dilakukan di kelurahan
melakukan bedah rekonstruksi. Bitahan RT 11 dan 12 wilayah kerja
Puskesmas Lokpaikat mulai tanggal 11
METODOLOGI PENELITIAN Maret – 25 Maret 2015.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Alat Pengumpul Data
kuantitatif dengan rancangan penelitian Instrumen dalam penelitian ini yaitu berupa
deskriptif korelasional dan dengan metode dokumentasi dan lembar observasi. Data
pendekatan retrospektif. Penelitian yang primer digunakan untuk mengukur lama
dilakukan dengan melakukan pengamatan menderita dan tingkat kecacatan klien kusta
terhadap peristiwa-peristiwa yang telah yaitu dengan melakukan observasi secara
terjadi bertujuan untuk mencari faktor- langsung pada responden. Data sekunder
faktor yang berhubungan dengan penyebab. yaitu berupa dokumentasi dan kartu berobat
yang terdapat di Puskesmas Lokpaikat
digunakan untuk mengukur variabel

70
independent yaitu faktor umur, jenis pertama kali responden timbul penyakitnya
kelamin, tipe kusta dan pengobatan. sangat sulit diketahui. Umur pada klien
kusta berkembang dengan karakteristik
Uji Validitas dan Reliabilitas yang beragam mulai dari anak-anak sampai
Penelitian ini menggunakan metode dengan lanjut usia. Faktor usia yang sangat
observasi dan kuesioner check list, maka beresiko untuk tertular pada populasi kusta
tidak memerlukan uji validitas dan uji adalah kelompok usia anak-anak dan
reliabilitas. Peneliti akan melakukan dewasa (Susanto, 2013). Penyakit kusta
observasi sebanyak 1 kali. dapat menyerang semua umur (3 minggu
sampai 70 tahun), terbanyak pada umur
Teknik Analisa Data muda dan produktif. Frekuensi tertinggi
Analisis univariate dalam penelitian ini terdapat pada kelompok umur antara 25-35
untuk mendeskripsikan variabel yang tahun. Di Indonesia klien anak-anak
diteliti baik variabel independent (umur, dibawah umur 14 tahun didapatkan ±
jenis kelamin, tipe kusta, lama menderita 11,39%, tetapi anak dibawah 1 tahun jarang
dan pengobatan) dan variabel dependent sekali ditemukan (FKUI, 2009).
(tingkat cacat klien kusta) dibuat dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi Penelitian Kattan et al (2006) cit
berdasarkan masing-masing kategori Nurkasanah (2013) di India Selatan
variabel. kebanyakan klien kusta berumur 10–14
tahun, kemudian menurun pada kelompok
Analisis bivariate, digunakan untuk umur berikutnya dan akan meningkat
mengetahui adanya hubungan yang kembali pada umur 20–60 tahun. Pola
signifikan antara variabel independent distribusi sesuai kelompok umur tersebut
(umur, jenis kelamin, tipe kusta, lama hampir sama pada kebanyakan negara
menderita dan pengobatan) dengan variabel endemis kusta. Hasil ini sesuai dengan
dependent (tingkat cacat klien kusta). penelitian di Kota Makassar tahun 2013
Rumus yang digunakan untuk analisis yang menunjukkan bahwa umur merupakan
adalah Chi Square. faktor protektif kejadian penyakit kusta.
Artinya, responden yang berumur 0-14
HASIL DAN PEMBAHASAN tahun dapat tercegah dari penyakit kusta.
Analisa Univariat Hal ini dapat disebabkan oleh masa
inkubasi penyakit kusta yang lama dan
Distribusi Responden Berdasarkan lambat (Susanto,2013).
Umur
Hasil penelitian ini bertentangan dengan
Persentase teori bahwa infeksi oleh kuman kusta lebih
Umur F
(%)
mudah pada anak-anak yang memiliki
Anak-anak (0-17 tahun) 12 27.3
Dewasa Awal (18-40 tahun) 20 45.5
sistem imun yang belum sempurna. Pada
Dewasa Madya (41-60 9 20.5 penelitian ini pravelensi responden yang
tahun) ditemukan oleh petugas kesehatan pada
Dewasa Lanjut (> 60 tahun) 3 6.8 masa anak-anak (0-17 tahun) hanya
Total 44 100% berjumlah 12 responden (27,3%). Menurut
Kumar, et al, (2005) cit Manyullei (2012)
Dari 44 responden yang diteliti umur ketika pravelensi kusta lebih tinggi terjadi pada
pertama kali ditemukan oleh petugas umur 18 tahun kebawah. Faktor umur
kesehatan dan mendapatkan pengobatan berkaitan dengan sistem imun pada anak
terbanyak pada usia dewasa awal (18-40 yang belum berkembang dengan baik.
tahun) sebanyak 20 responden (45,5%). Selain itu anak-anak masih rentan terhadap
Penentuan distribusi umur berdasarkan

71
trauma infeksi yang dapat memfasilitasi tidak terdeteksi secara maksimal. Wanita
terjadinya transmisi kusta. yang biasa menutup tubuhnya dengan rapat
juga mempunyai kemungkinan lebih kecil
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis untuk terjadinya kontak kulit dengan klien
Kelamin kusta. Menggunakan pakaian pelindung dan
alas kaki dapat membantu mengurangi
Jenis Kelamin F
Persentase kemungkinan penularan kusta, mengingat
(%) kuman M.leprae dapat hidup pada
Laki-laki 28 63.6 lingkungan diluar tubuh manusia/tanah
Perempuan 16 36.4 selama 46 hari (Amirrudin, 2012).
Total 44 100
Distribusi Responden Berdasarkan Tipe
Dari 44 responden yang diteliti diketahui Kusta
bahwa responden terbanyak yaitu laki-laki
berjumlah 28 responden (63,6%). Persentase
Tipe Kusta F
(%)
Penelitian ini menunjukan bahwa jenis Paubasiler (PB) 6 13.6
kelamin yang terbanyak menderita kusta Multibasiler (MB) 38 86.4
berada pada golongan laki-laki. Dimana Total 44 100
dari hasil tersebut membuktikan bahwa
laki-laki lebih banyak beraktifitas Dari 44 responden yang diteliti diketahui
dilingkungan yang berpopulasi dan bahwa responden terbanyak menderita
berkontaminasi dengan berbagai penyakit kusta tipe Multibasiler (MB) sebanyak 38
terutama klien kusta maupun dengan responden (86,4%). Berdasarkan hasil
mantan klien kusta. Sedangkan perempuan observasi dan wawancara dengan responden
paling sedikit yaitu 16 responden (36,4%) ketika penelitian di Kelurahan Bitahan RT
disebabkan perempuan lebih banyak 11 dan 12 didapatkan bahwa sebagian besar
beraktifitas didalam rumah. responden merupakan status sosial ekonomi
rendah. Klien kusta yang sudah lanjut usia
Perempuan merupakan seseorang yang dan menderita kecacatan serta tidak bisa
sangat memperhatikan kesehatannya dan bekerja lagi dalam memenuhi kebutuhan
citra tubuh. Demikian juga terdapat masalah mendapatkan bantuan hidup dari
kesehatan yang berhubungan dengan Pemerintah Kabupaten Rantau. Kondisi
kulitnya. Ketika perempuan mendapatkan status sosial ekonomi yang rendah tentunya
tanda penyakit kusta berupa bercak kulit akan memberikan pengaruh terhadap
mati rasa hal tersebut tentu akan pemenuhan nutrisi dan status gizi klien
berpengaruh terhadap citra tubuhnya yang akan memberikan pengaruh nyata
sehingga mereka tidak akan tinggal diam terhadap daya tahan tubuh klien tersebut.
dan mencari bantuan untuk mengatasi
masalah tersebut yang salah satunya pergi Depkes (2007) menyebutkan hanya sedikit
ke pusat kesehatan atau Puskesmas. Selum orang yang akan terjangkit kusta setelah
(2012) menjelaskan bahwa jika jumlah kontak dengan penderita, hal ini disebabkan
klien kusta laki-laki lebih banyak, maka ada karena adanya imunitas. M.leprae termasuk
beberapa sebab antara lain laki-laki kuman obligat intraseluler dan sistem
mempunyai aktivitas diluar rumah yang kekebalan yang efektif adalah sistem
lebih sering dibanding dengan perempuan, kekebalan seluler. Faktor fisiologik seperti
sehingga laki-laki lebih rentan untuk pubertas, menopause, kehamilan, serta
tertular penyakit kusta. Pemeriksaan faktor infeksi dan malnutrisi dapat
terhadap perempuan kurang maksimal meningkatkan perubahan klinis penyakit
karena faktor budaya tertentu, hal ini kusta. Kemenkes (2012) menyebutkan
menyebabkan kasus kusta pada perempuan penjamu yang mempunyai kekebalan tubuh

72
tinggi merupakan kelompok terbesar yang lamanya menderita kusta terbanyak
telah atau akan menjadi resisten terhadap menderita kusta ≥ 1 tahun sebanyak 35
kuman kusta, penjamu yang mempunyai responden (79,5%). Sebagian besar
kekebalan rendah terhadap kuman kusta penderita kusta di Kelurahan Bitahan RT 11
biasanya hanya akan menderita kusta tipe dan 12 mempunyai pendidikan tidak
Paubasiler (PB), sedangkan seseorang yang sekolah atau tamat SD sehingga
tidak mempunyai kekebalan terhadap menyebabkan rendahnya pengetahuan
kuman kusta bila terpapar kuman akan masyarakat tentang tanda dan gejala kusta
menderita kusta tipe Multibasiler (MB) menyebabkan klien sudah ditemukan dalam
yaitu tipe kusta yang banyak mengandung keadaan cacat ketika pertama kali datang ke
kuman Mycobacterium Leprae. Puskesmas.

Seperti halnya terhadap penyakit-penyakit Lama menderita oleh klien kusta menderita
lainnya maka terhadap kuman-kuman kusta kusta sampai ditemukan oleh petugas
tubuh manusia mempunyai daya tahan dan kesehatan dan menjalani pengobatan
kerentanan tubuh sendiri-sendiri. Untuk disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
melindungi tubuh dari serangan M.leprae klien tidak mengerti tanda dini kusta berupa
dengan sendirinya sistem imun seluler bercak-bercak kulit mati rasa, malu karena
sangat diharapkan dapat membasmi kuman klien sudah dalam keadaan cacat, klien
M.leprae. Status gizi pada pasien kusta yang tidak mengetahui bahwa terdapat obat
memiliki pengaruh nyata terhadap daya yang tersedia secara Cuma-Cuma di
tahan tubuhnya. Hal ini disebabkan status Puskesmas. Faktor lain yang juga menjadi
gizi yang baik adalah proteksi yang baik penghambat klien datang ke pusat
untuk melawan virus patogen dalam tubuh. kesehatan adalah jarak antara tempat
Sistem imunologi yang didukung tinggal dengan sarana kesehatan cukup
sepenuhnya oleh protein tubuh akan jauh. Nicholls (2002) dalam Susanto (2013)
memberikan pertahanan maksimal dan juga menyebutkan bahwa penemuan klien
mengurangi efek kerusakan jaringan akibat baru terkait dengan deteksi penyakit kusta
infeksi virus dan bakteri oleh tubuh. di komunitas masih sulit. Penemuan klien
Interaksi antara infeksi termasuk penyakit kusta di komunitas biasanya sudah
kusta dan gizi di dalam tubuh seseorang terlambat dan tertunda. Penemuan klien
dikemukakan sebagai suatu peristiwa kusta yang terlambat dan tertunda
sinergistik. Selama terjadinya infeksi status berhubungan dengan anggapan masyarakat
gizi akan menurun dan dengan menurunnya yang negatif terhadap klien kusta,
status gizi, orang tersebut menjadi kurang rendahnya kesadaran mengenai awal gejala
resisten terhadap infeksi. Respon imun kusta dan kondisi cacat yang dialami oleh
menjadi kurang efektif dan kuat ketika klien kusta. Rentang waktu yang lama
seseorang mengalami gizi kurang terhadap penundaan pengobatan juga
diakibatkan oleh usaha pencarian pelayanan
Distribusi Responden Berdasarkan kesehatan oleh klien kusta dan keluarga
Lama Menderita Kusta yang salah seperti penggunaan obat
tradisional dan interaksi dengan intervensi
Lama Menderita Kusta F
Persentase pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas
(%) yang menjadi alternatif terakhir dalam
< 1 tahun 9 20,5 9 20.5 penanganan kusta.
≥ 1 tahun 35 79,5 35 79.5
Total 44 100

Dari 44 responden yang diteliti diketahui


bahwa responden yang memiliki riwayat

73
Distribusi Responden Berdasarkan hilang. Dengan hancurnya kuman maka
Pengobatan sumber penularan dari klien terutama tipe
MB ke orang lain terputus (Depkes, 2007).
Persentase
Pengobatan f Ketidakpatuhan klien kusta terhadap
(%)
Teratur 39 88.6 pengobatan kusta ditunjukan melalui
Tidak Teratur 5 11.4 perilaku melanggar aturan pemberian obat.
Total 44 100 Klien kusta dalam melanggar pemberian
Dari 44 responden yang diteliti menunjukan obat kusta berkaitan dengan kurang percaya
bahwa sebanyak 39 responden (88,6%) terhadap pengobatan karena lamanya
teratur dalam pengobatan kusta. Sebagian pengobatan dan kesembuhan yang akan
besar respoden yag diteliti patuh dalam dicapai. Berdasarkan penelitian kualitatif di
menjalani regimen pengobatan kusta Kabupaten Bangkalan didapatkan hasil
sebanyak 39 responden (88,6%). Hal ini bahwa klien kusta terpaksa berobat ke
dikarenakan di Kelurahan Bitahan RT 11 petugas kesehatan katena malu akan
dan 12 yang pernah dijadikan sebagai penyakitnya dan keluarga percaya bahwa
tempat penampungan klien kusta, penyakit kusta diakibatkan oleh adanya
pengobatan kusta sangat diawasi oleh guna-guna, sehingga klien akan berobat ke
petugas kesehatan dan sering mendapat petugas kesehatan sudah dalam keadaan
kunjungan Dokter dari dalam maupun luar yang sangat parah. Hal ini akan berdampak
negri sehingga regimen pengobatan bisa pada manajemen terapeutik pengobatan
diawasi secara ketat. kusta yang tidak efektif (Susanto, 2013).

Klien kusta yang mematuhi aturan minum


obat MDT didukung oleh adanya dampak
positif dari pengobatan kusta. Pengobatan
kusta yang adekuat dan keteraturan minum
obat akan mengurangi kondisi yang Distribusi Frekuensi Tingkat Cacat
infeksius dari klien kusta yang menular. Responden
Ketidakteraturan minum obat pada klien
kusta akan berakibat sangat buruk yang Tingkat Cacat Persentase
F
berdampak terhadap kondisi resistensi obat- Responden (%)
obatan anti kusta pada klien kusta sebagai Tingkat 0 4 9.1
akibat dari ketidakpatuhan klien kusta Tingkat 1 10 22.7
terhadap pengobatan yang diberikan. Tingkat 2 30 68.2
Perburukan dari kondisi kecacatan juga Total 44 100
menjadi motivasi bagi klien untuk Dari 44 responden hasil penelitian tingkat
menjalani pengobatan secara teratur kecacatan tertinggi yaitu sebanyak 30 orang
(Susanto, 2013). responden (68,2%) mengalami kecacatan
tingkat 2. Berdasarkan penelitian yang
Pengobatan kusta yang diberikan kepada dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil
klien kusta dapat membunuh kuman kusta. bahwa sebagian besar responden yang
Dengan demikian pengobatan akan mengalami kecacatan tingkat 2 mengatakan
memutuskan mata rantai penularan, telah mengalami kecacatan sebelum mereka
menyembuhkan penyakit klien serta ditemukan oleh petugas kesehatan dan
mencegah bertambahnya cacat yang sudah menjalani pengobatan. Tingginya tingkat
ada sebelum pengobatan. Pengobatan pada kecacatan tingkat 2 pada klien kusta di
klien kusta ditujukan untuk mematikan Kelurahan Lokpaikat RT 11 dan 12
kuman kusta sehingga tidak berdaya dipengaruhi karena terlambat diagnosis dan
merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda pengobatan, rendahnya pengetahuan klien
penyakit jadi kurang aktif sampai akhirnya kusta tentang tanda gejalanya, malu dengan

74
penyakitnya sehingga tidak memeriksakan 0
diri ke fasilitas kesehatan sebelum 44
4 10 30
penyakitnya menjadi parah maupun (10
Total (9,1% (22, (68,2
kurangnya survei penemuan dini kasus 0,0
) 7%) %)
kusta sehingga klien ditemukan sudah %)
mengalami kecacatan.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
Adanya ketakutan terhadap penyakit kusta bahwa responden pada dewasa awal paling
yang menyebabkan mutilasi terhadap dominan mengalami kecacatan tingkat 2
anggota tubuh, dengan masa inkubasi yang yaitu 11 orang (25%). Hasil analisis lebih
cukup lama maka proses terdeteksinya oleh lanjut menujukkan nilai ρ(0,627) > α (0,05)
tenaga medis tidak dikontrol dengan baik hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
sehingga kerusakan maupun kecacatan hubungan antara umur dengan tingkat
dapat terjadi pada mata, tangan maupun kecacatan klien kusta di Kelurahan Bitahan
kaki. Tetapi jika diagnosis dini dan RT 11 dan 12 Wilayah Kerja Puskesmas
pengobatan oleh petugas kesehatan segera Lokpaikat. Penelitian ini juga terdapat hasil
dilakukan maka kecacatan tersebut dapat bahwa kecacatan tingkat 2 juga banyak
dicegah. Pendapat Brakel et al. (2004) cit didominasi oleh kategori umur anak-anak
Susanto (2006) menyatakan bahwa proporsi (0-17 tahun) sebanyak 9 responden (75%).
dari kasus baru dengan kecacatan tingkat 2 Kerentanan populasi anak terhadap kusta
telah terjadi penurunan dengan dipengaruhi daya imunitas tubuh dengan
diterapkannya penemuan kasus baru kusta, melawan bibit penyakit. Populasi anak yang
sehingga penegakan diagnosis kusta secara masih muda menyebabkan kecacatan yang
dini dapat mengurangi tingkat kecacatan cepat bila dibandingkan dengan anak yang
kusta. Hasil penelitian ini sesuai dengan lebih tua. Hal ini mencerminkan siklus
pendapat Ganapati et al. (2003) cit Susanto penularan penyakit karena anak-anak
mungkin berada dalam kondisi
(2006) yang mengatakan bahwa setelah 4
transmissibility tinggi dan paparan awal
tahun terdeteksi kusta dengan perawatan
basil. Faktor-faktor tersebut meningkatkan
diri yang baik dapat membantu kemungkinan tertular dan terserang
memperbaiki tingkat kecacatan lebih dari penyakit dan menyoroti kekurangan
50% dari pasien. layanan kesehatan tepat waktu dalam
mendeteksi kasus. Pada penelitian juga
Analisa Bivariat didapatkan bahwa penemuan klien ketika
Hubungan Umur Dengan Tingkat usia > 60 tahun sebanyak 3 orang
Kecacatan responden sudah mengalami kecacatan
tingkat 2. Peningkatan tingkat kecacatan
Tingkat Cacat Kusta Nila pada klien kusta dapat disebabkan oleh
Tot
No Usia i
al meningkatnya umur. Peningkatan umur
T 0 T 1 T 2 P(ρ)
dapat menyebabkan kemampuan sistem
1 1 2 9 12
Anak saraf berkurang sehingga pada syaraf
(2,3% (4,5 (20,5 (27,
-anak motorik terjadi paralisis ,pada usia lanjut
) %) %) 3%)
2 3 6 11 20 terjadi penurunan kemampuan hormonal,
Dewas kemampuan sensorik, dan kemampuan
(6,8% (13, (25,0 (45,
a awal
) 6%) %) 5%) motorik.
3 Dewas 0 2 7 9
0,62
a (0,0% (4,5 (15,9 (20, Rambey (2012) menyebutkan kecacatan
7
madya ) %) %) 5%) klien kusta lebih sering terjadi pada klien
4 0 0 3 3 dewasa atau tua dibandingkan klien anak-
Dewas
(0,0% (0,0 (6,8% (6,8
a lanjut
) %) ) %)
anak atau dewasa muda. Kecacatan pada
usia tua cenderung ireversibel, kondisi fisik

75
dan penurunan fungsi organ tubuh pada
orang tua menjadi faktor risiko terjadinya Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
cacat yang progesif dan irreversibel. bahwa responden laki-laki lebih dominan
mengalami kecacatan tingkat 2 yaitu 21
Klien kusta dapat mengalami reaksi hampir orang (47,7%). Hasil analisis lebih lanjut
tiap saat yaitu sebelum pengobatan. menunjukkan nilai ρ (0,438) > α (0,05) hal
Ranque, et al, (2006) cit Manyullei (2012) ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
menyebutkan umur saat didiagnosa kusta hubungan antara jenis kelamin dengan
lebih dari 15 tahun merupakan faktor risiko tingkat kecacatan klien kusta di Kelurahan
terjadiya reaksi kusta, sedangkan umur Bitahan RT 11 dan 12 Wilayah Kerja
kurang dari 15 tahun cenderung lebih Puskesmas Lokpaikat. Kelurahan Bitahan
sedikit mengalami reaksi kusta. Hal ini RT 11 dan 12 merupakan tempat yang
disebabkan karena dalam sistem imun anak, dijadikan sebagai lokalisasi klien kusta.
TH2 diduga kuat mampu mengatasi Lokalisasi merupakan tempat pembatasan
terjadinya infeksi sehingga frekuensi reaksi pada suatu tempat atau lingkungan. Salah
kusta lebih kecil terjadi pada anak. satu tujuan dari adanya lokalisasi bagi klien
Sedangkan pada orang dewasa ketersediaan kusta yang berada di Kelurahan Bitahan
sel T memori lebih banyak dan adalah untuk mengurangi terjadinya
menyebabkan frekuensi terjadinya reaksi penyebaran Mycobacterium leprae kepada
kusta lebih tinggi. Pada reaksi terjadi proses masyarakat di lingkungan sekitar.
inflamasi akut yang menyebabkan
kerusakan saraf. Besarnya resiko terjadinya Penelitian Lana (2013) tingkat cacat lebih
kecacatan pada penderita dengan reaksi umum terjadi pada laki-laki terkait dengan
kusta 9 kali dibanding dengan penderita keterlambatan diagnosis pada pria,
yang tidak pernah mengalami reaksi. Hal perempuan memiliki akses terbaik untuk
ini disebabkan karena pada reaksi reversal pelayanan kesehatan dan perempuan
terjadi peningkatan respon imun seluler memiliki perhatian yang lebih besar
yang hebat secara tiba-tiba. Mengakibatkan terhadap citra tubuh. Moschioni (2010)
kerusakan dan kecacatan yang timbulnya dalam penelitiannya menyebutkan pria
dalam hitungan hari jika tidak ditangani lebih sering mengalami kecacatan dari pada
dengan adekuat. Hal ini menjadi salah satu perempuan, dikarenakan pria mengalami
faktor terjadinya kecacatan tingkat 2 lebih kesulitan datang ke fasilitas kesehatan
sering terjadi pada umur dewasa awal (18- selama hari kerja, rasa takut kehilangan
40 tahun). pekerjaan karena stigma dari penyakit
kusta, pria lebih mungkin untuk terlibat
Hubungan Jenis Kelamin Dengan dalam kegiatan fisik yang berat sehingga
Tingkat Kecacatan resiko kecacatan akan meningkat.

Tingkat Cacat Kusta Tot


Nila Hubungan Tipe KustaDengan Tingkat
No JK i Kecacatan
al
T 0 T 1 T 2 P(ρ)
1 2 5 9 16 Nila
Laki- Tingkat Cacat Kusta Tot
(4,5% (11, (20,5 (36, No TK i
Laki al
) 4%) %) 4%) 0,43 T 0 T 1 T 2 P(ρ)
2 2 5 21 28 8 1 Pauba 0 4 2 6
Perem
(4,5% (11, (47,7 (63, siler (0,0% (9,1 (4,5% (13,
puan
) 4%) %) 6%) (PB) ) %) ) 6%)
4 10 30 44 0,02
2
(9,1% (22, (68,2 (10 4 6 28 38 1
Total Multib
) 7%) %) 0,0 (9,1% (13, (63,6 (86,
asiler
%) ) 6%) %) 4%)
(MB)

76
4 10 30 44 karena pengobatan yang lama pada tipe MB
(9,1% (22, (68,2 (10 dapat mengakibatkan klien bosan sehingga
Total
) 7%) %) 0,0 putus berobat dan mengakibatkan
%) timbulnya kecacatan.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
bahwa responden paling dominan
mengalami kusta tipe Multibasiler (MB)
dan kecacatan tingkat 2 yaitu 28 orang Hubungan Lama Menderita Dengan
(63,6%). Hasil analisis lebih lanjut Tingkat Kecacatan
menunjukkan nilai ρ (0,021) < α (0,05) hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan Tingkat Cacat Kusta Tot
Nila
antara tipe kusta dengan tingkat kecacatan No LM i
al
klien kusta di Kelurahan Bitahan RT 11 dan T 0 T 1 T 2 P(ρ)
12 Wilayah Kerja Puskesmas Lokpaikat. 1 <1 3 3 3 9
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tahun (6,8%) (6,8%) (6,8%) (20,5
%)
hubungan yang bermakna antara tipe kusta 0,00
2 7 27
dengan kejadian kacacatan tingkat 2 ≥1 1 35 7
(15,9 (61,4%
(p=0,006). Besarnya resiko terjadinya tahun (2,3%) (79,5
%) )
kecacatan tingkat 2 pada penderita tipe MB %)
5 kali dibandingkan dengan penderita tipe 10 30 44
PB (OR=5,950). Perbedaan tingkat 4
(22,7 (68,2 (10
Total (9,1%)
kecacatan pada tipe pausibasilar dan %) %) 0,0
multibasiler disebabkan karena perbedaan %)
respon imunitas dimana ditemukan sistem Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
imunitas yang baik pada tipe pausibasilar bahwa responden paling dominan menderita
dan sebaliknya pada tipe multibasiler. Hal kusta ≥ 1 tahun dan menderita kecacatan
ini yang menyebabkan kecacatan lebih tingkat 2 yaitu sebanyak 27 orang (61,4%).
banyak pada tipe multibasiler. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan
nilai ρ (0,007) < α (0,05) artinya Ha
Pada kusta tipe TT yang termasuk dalam diterima dan dapat disimpulkan terdapat
penggolongan kusta tipe paubasiler (PB) hubungan antara lama menderita dengan
kemampuan fungsi sistem imunitas selular tingkat kecacatan klien kusta di Kelurahan
tinggi sehingga makrofag sanggup Bitahan RT 11 dan 12 Wilayah Kerja
menghancurkan kuman. Sayangnya setelah Puskesmas Lokpaikat. Penelitian ini
kuman di fagositosis, makrofag akan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
berubah menjadi sel epiteloid yang tidak yang bermakna antara lama sakit dengan
bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu tingkat kecacatan (<0,01). Besarnya resiko
membentuk sel dantia Langhans. Bila terjadinya cacat tingkat satu pada penderita
infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi dengan lama sakit > 1 tahun sebesar 2 kali
reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan lebih tinggi dibanding penderita dengan
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan lama sakit < 1 tahun, sedangkan pada cacat
sekitarnya (Amiruddin, 2012). tingkat 2 adalah sebesar 4 kali lebih tinggi
yang disebabkan oleh lamanya menderita
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sakit dan tidak segera mendapatkan
Kumar et al, di distrik Agra yang pengobatan serta perawatan maka makin
menyebutkan bahwa tipe kusta MB membesarnya terjadi reaksi kusta yang
memiliki faktor risiko yang sangat besar tidak segera diatasi maka dapat
dan bermakna terhadap timbulnya menyebabkan kerusakan saraf dan akhirnya
kecacatan derajat 2. Richardus et al, juga dapat menyebabkan timbulnya cacat.
mengatakan terjadinya kecacatan lebih
sering pada tipe MB dibandingkan tipe PB

77
FKUI (2003) menyebutkan tingkat merumuskan dari penelitian di Myanmar,
kerusakan saraf pada klien kusta dapat Nepal dan India mengenai kasus kecacatan
dibagi menjadi 3 tahapan yaitu Stage of derajat 2 yang tersembunyi bahwa yang
Involvement dimana pada tingkat ini saraf menjadi alasan klien terlambat mencari
menjadi lebih tebal dari normal (penebalan pengobatan adalah masalah akses ke
saraf) dan mungkin disertai nyeri tekan dan sarana kesehatan, terbatasnya pelayanan
nyeri spontan pada saraf perifer tersebut, kesehatan, terdapat kondisi di mana
tetapi belum disertai gangguan fungsi saraf, penyakit kusta sembuh sendirinya
misalnya anastesi atau kelemahan otot. sehingga dianggap masyarakat tidak
Tahapan berikutnya tahap Stage of damage berbahaya dan adanya rasa malu dari diri
dimana pada stadium ini saraf telah rusak sendiri maupun keluarga yang akhirnya
dan fungsi saraf tersebut telah terganggu.
menyembunyikan keadaan klien kusta.
Kerusakan fungsi saraf, misalnya
kehilangan fungsi saraf otonom, sensoris
Hubungan Pengobatan Dengan Tingkat
dan kelemahan otot menunjukkan bahwa
Kecacatan
saraf tersebut telah mengalami
kerusakan(damage) atau telah mengalami Peng Nila
paralisis yang tidak lengkap atau saraf Tingkat Cacat Kusta Tot
No obata i
batang tubuh telah mengalami paralisis al
n T 0 T 1 T 2 P(ρ)
lengkap tidak lebih dari 6-9 bulan. 1 4 8 27 39
Selanjutnya tahap stage of destruction yaitu Terat
(9,1% (18, (20,5 (88,
ur
pada tingkat ini saraf telah rusak secara ) 2%) %) 6%)
lengkap. 2 Tidak 0 2 3 0,20
5
Terat (0,0% (4,5 (6,8%
(11,
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan ur ) %) )
4%)
penelitian Kurnianto (2002) yang
menyebutkan bahwa terdapat hubungan 4 10 30 44
(9,1% (22, (68,2 (10
yang bermakna atara lama sakit dengan Total
) 7%) %) 0,0
tingkat kecacatan (<0,01). Besarnya resiko %)
terjadinya cacat tingkat satu pada penderita
dengan lama sakit > 1 tahun sebesar 2 kali Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
lebih tinggi dibanding penderita dengan bahwa responden paling dominan menjalani
lama sakit < 1 tahun, sedangkan pada cacat pengobatan kusta secara teratur serta
tingkat 2 adalah sebesar 4 kali lebih tinggi mengalami kecacatan tingkat 2 yaitu
yang disebabkan oleh lamanya menderita sebanyak 27 orang responden (20,5%).
sakit dan tidak segera mendapatkan Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan
pengobatan serta perawatan maka makin nilai ρ (0,520) > α (0,05) hal ini
membesarnya terjadi reaksi kusta yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
tidak segera diatasi maka dapat hubungan antara pengobatan dengan tingkat
menyebabkan kerusakan saraf dan akhirnya kecacatan klien kusta di Kelurahan Bitahan
dapat menyebabkan timbulnya cacat. RT 11 dan 12 Wilayah Kerja Puskesmas
Keterlambatan klien dalam mencari Lokpaikat. Dalam penelitian menyebutkan
pengobatan dipengaruhi oleh seberapa cepat bahwa keteraturan berobat bukan faktor
perkembangan penyakit hingga dapat resiko terhadap kejadian kecacatan tingkat
menyebabkan keluhan bermakna bagi klien 2 pada penderita kusta di Kelurahan
dan seberapa besar kesadaran klien akan Bitahan RT 11 dan 12 Wilayah Kerja
gejala dan tanda pertama penyakit kusta Puskesmas Lokpaikat.
yang kebanyakan menyerupai penyakit kulit
yang ringan. Pada pertemuan para ahli Penyakit kusta merupakan suatu penyakit
kusta di New Delhi pada tahun 2009 Smith yang dapat berdampak kecacatan bagi

78
penderitanya. Pengobatan bagi klien kusta Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yaitu berupa MDT (multi drug therapy) Sulastri (2013) yang menyebutkan bahwa
yang diberikan selama 12-18 bulan bagi keteraturan berobat bukan faktor risiko
pengobatan kusta tipe MB dan 6-9 bulan terhadap kejadian kecacatan tingkat 2 pada
bagi kusta tipe PB. Pemberian Multi Drug penderita kusta di RS Dr. Tadjuddin Chalid
Therapy (MDT) pada klien kusta terutama Makassar. Penelitian ini sesuai dengan hasil
pada tipe Multibasiler karena tipe tersebut penelitian Jain et al, yang mendapatkan
merupakan sumber kuman menularkan bahwa dari 76 klien kusta dengan kecacatan
kepada orang lain. Tujuan pengobatan klien tingkat 2 hampir keseluruhan (73 klien)
untuk memutuskan mata rantai penularan, teratur dalam pengobatan. Serta adanya
menyembuhkan penyakit klien dan fakta bahwa klien yang memiliki cacat
mencegah terjadinya cacat atau mencegah tingkat 2 lebih termotivasi untuk
bertambahnya cacat yang sudah ada melakukan pengobatan akibat rasa malu
sebelum pengobatan. dan kuatnya keinginan untuk sembuh dari
kecacatan yang dideritanya.
Beberapa klien kusta di Kelurahan Bitahan
RT 11 dan 12 pada awal merasakan tanda Motivasi dalam menjalani pengobatan
gejala kusta berupa bercak kulit mati rasa secara teratur juga sesuai dengan penelitian
tidak menggunakan jasa pelayanan yag dilakukan oleh Hutabarat et al, dari
Puskesmas oleh beberapa sebab seperti penelitiannya di Kabupaten Asahan tahun
kurangnya informasi dan keyakinan klien 2007 yang mendapatkan adanya hubungan
tentang sakit dan ada yang takut bermakna secara statistik antara cacat kusta
meggunakan jasa pelayanaan kesehatan derajat 2 dengan kepatuhan minum obat.
karena kondisi penyakit yang dialami Hal ini disebabkan kekhawatiran seseorang
sebagai suatu ancaman. Klien menganggap untuk kehilangan anggota geraknya
sakit sebagai suatu kondisi yang buruk dan sehingga berpengaruh pada kepatuhan
tidak dapat disembuhkan. Hal ini dalam pengobatan agar kecacatannya tidak
mengakibatkan klien kusta ditemukan bertambah parah. Demikian juga menurut
sudah dalam kondisi cacat. Mahmud dalam penelitiannya di Rumah
Sakit Dr. Tajuddin Chalid Makasar, yang
Kondisi kecacatan tersebut sangat menemukan bahwa klien yang memiliki
berpengaruh terhadap regimen pengobatan motivasi tinggi untuk berobat adalah klien
yang akan dijalani. Kemenkes (2012) kusta dengan kecacatan derajat 2. Persepsi
menyebutkan bahwa pengobatan kusta klien juga berperan dalam proses
hanya dilakukan untuk mencegah terjadinya pengobatan sebagaimana dipaparkan oleh
keparahan dari kecacatan lebih lanjut. Bagi Masykur yang menemukan bahwa persepsi
klien kusta yang telah mengalami beratnya penyakit, persepsi resiko penyakit
kecacatan, pengobatan tidak akan kusta dan persepsi konsekuensi tidak teratur
memperbaiki dari kondisi kecacatan, tetapi berobat dari klien kusta merupakan variabel
hanya mencegah terjadinya perburukan dari yang dominan yang mempengaruhi tingkat
kecacatan. Bila klien kusta tidak meminum kepatuhan klien dalam berobat.
obat secara teratur maka kuman kusta dapat
menjadi aktif kembali dan dapat KESIMPULAN DAN SARAN
menimbulkan gejala-gejala baru yang akan Kesimpulan
memperburuk keadaan klien. Pentingnya Setelah melakukan analisis hasil penelitian
pengobatan sedini mungkin dan teratur dan pembahasan mengenai faktor-faktor
minum obat agar tidak timbul cacat yang yang berhubungan dengan tingkat
baru. kecacatan klien kusta di Kelurahan Bitahan
RT 11 dan 12 wilayah kerja Puskesmas
Lokpaikat terhadap 44 responden didapat

79
kesimpulan sebagai berikut: tidak terdapat Manyullei, S., Agus, B.B., Deddy, A.U.
hubungan antara umur dengan tingkat (2012). Gambaran Faktor Yang
kecacatan klien kusta, tidak terdapat Berhubungan Dengan Penderita
hubungan antara jenis kelamin dengan Kusta di Kecamatan Tamalate Kota
tingkat kecacatan klien kusta, terdapat Makasar. (1). 10-17. Diakses tanggal
hubungan yang bermakna antara tipe kusta 12 Desember 2014 dari
dengan tingkat kacacatan, terdapat http://download.portalgaruda.org/artic
hubungan antara lama menderita dengan le.php?article=156396&val=913&titl
tingkat kecacatan klien kusta, dan tidak e
terdapat hubungan keteraturan berobat =GAMBARAN%20FAKTOR%20Y
dengan tingkat kecacatan klien kusta di ANG%20BERHUBUNGAN%20DE
Kelurahan Bitahan RT 11 dan 12 Wilayah N
Kerja Puskesmas Lokpaikat. GAN%20PENDERITA%20KUSTA
%20%20DI%20KECAMATAN%20
DAFTAR PUSTAKA T
AMALATE%20KOTA%20MAKAS
Amiruddin, M. D. (2012). Penyakit Kusta SAR.
Sebuah pendekatan Klinis. Surabaya:
Brilian Internasional. Moschioni, C., Mauricio, C. (2010). Risk
Faktors for Physical Disability at
Brakel, W. V.,Lever, P. Feenstra, P. (2004). Diagnosis of 19.283 new Cases of
Monitoring the Site of the Leprosy Leprosy. 43 (1). 19-22. Diakses
Poblem: Which Epidemiological tanggal 7 Desember 2014 dari
Indicator Should We Use. Diakses http://www.scielo.br/pdf/rsbmt/v43n1
dari /a05v43n1.pdf.
http://www.ijph.in/temp/IndianJPubli
cHealth4815-1612484_042844.pdf Rambey, M. A. (2012). Hubungan Jenis
Kelamin Dengan Kejadian Cacat
Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Tingkat 2 Pada penderita Kusta di
Program Pengendalian Penyakit Kabupaten Lamongan. Tesis. Diakses
Kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal pada tanggal 3 Desember 2014.
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Sulastri, A., Sukriyadi. (2013). Faktor
Resiko Kejadian Kecacatan Tingkat II
FKUI. (2003). Kusta . Jakarta: Fakultas penderita Kusta di RS. DR. Tadjuddin
Kedokteran Universitas Indonesia Chalid Makasar. Diakses tanggal 12
Desember dari
Kemenkes RI. (2012). Pedoman Nasional http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1
Program Pengendalian Penyakit /9/elibrary%20stikes%20nani%20has
Kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal a nuddin--andisulast-419-1-
Pengendalian Penyakit dan 36148691-1.pdf
Penyehatan Lingkungan.
Susanto, Nugroho. (2006). Faktor-Faktor
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. yang Berhubungan Dengan Tingkat
(2009). Dasar Patologis Penyakit . Kecacatan Penderita Kusta (Kajian
(Edisi ketujuh). Jakarta: EGC. di Kabupaten Sukoharjo). Tesis.
Diakses pada tanggal 7 Desember
Kurnianto, J. (2002). Faktor-faktor Risiko 2014 dari
yang Berhubungan Dengan http://nugrohosusantoborneo.files.wor
Kecacatan Penderita Kusta di dpress.com/2010/02/150-nugroho-
Kabupaten Tegal. susanto-04-naspub.pdf.

80

Anda mungkin juga menyukai