Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perilaku


Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang,
yang merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor, baik faktor
internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah
kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908)
seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam tiga
domain, sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutnya ranah atau
kawasan yakni: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor
(psychomotor) (Mrl et al. 2019).
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia
itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara,
bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity)
seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk
kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau
secara tidak langsung. (Pepiana 2019).
Namun demikian, pada realitasnya sulit dibedakan atau di deteksi gejala
kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang.Apabila ditelusuri lebih lanjut,
gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau di pengaruhi oleh berbagai faktor lain,
diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya
masyarakat, dan sebagainya.

2.2 Teori-Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku

2.2.1 Teori Perilaku Lawrence Green Setiap


Teori Green menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Menurut
Green kesehatan individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu: faktor di luar perilaku (non-behaviour cause) dan faktor perilaku
(behavior cause). Perilaku di bentuk oleh 3 faktor antara lain :
a. Faktor pendorong (predisposing factor)
Faktor predisposing merupakan faktor yang menjadi dasar motivasi atau
niat seseorang melakukan sesuatu. Faktor pendorong meliputi pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi, tradisi, dan unsure lain
yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat yang berkaitan
dengan kesehatan.
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor enabling merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin meliputi sarana dan
prasarana atau fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung,
misalnya perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI), perempuan
yang ingin mendapatkan informasi harus lebih aktif dalam mencari
informasi melalui pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
posyandu, dokter atau bidan praktik, dan juga mencari informasi melalui
media massa seperti media internet, media cetak, media elektronik, dan
media sosial.
c. Faktor pendorong atau pendorong (reinforcing factor)
Faktor reinforcing merupakan faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap
suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
B = f(PF,EF,RF)

Dimana:
B = Behavior
PF = Predisposing factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing factors
F = fungsi
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat
disebabkan orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi
bagi anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya
jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya
(enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau
tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah mengimunisasikan
anaknya (reinforcing factors) (Maharani 2018; Mrl et al. 2019)

2.2.2 Teori Snehandu B.Kar


Menurut teori Snehendu B. Kar, menganalisis perilaku kesehatan dengan
bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan (behavior
intention),
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support)
c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessibility of information)
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomi)
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation)
Uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
B = f(BI,SS,AI,PA,AS)

Dimana:
B = Behavior
f = fungsi
BI = Behavior Intention
SS = Social Support
AI = Accesessebility of Information
PA = Personal Autonomy
AS = Action Situation
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidak adanya
dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang
kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/ bertindak,
dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak
berperilaku tidak bertindak. Seorang ibu yang tidak mau ikut KB (behavior
intention), atau barangkali juga karena tidak ada dukungan dari masyarakat
sekitarnya (social support). Mungkin juga karena kurang atau tidak
memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessebility of information),
atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan, misalnya
harus tunduk kepada suaminya, mertuanya atau orang lain yang ia segani
(personal autonomy). Faktor lain yang mungkin menyebabkan ibu ini tidak
ikut KB adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan,
misalnya alasan kesehatan (action situation) (Mrl et al. 2019; Siswantoro
2017).

2.2.3 Teori WHO


WHO menganalisis bahwa menyebakan seseorang itu berperilaku tertentu
adalah karena empat alasan pokok.

1. Pemahaman dan pertimbangan (thoughts and feeling), yakni dalam


bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan – kepercayaan dan
penilaian – penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah
objek kesehatan).
a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
b) Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
c) Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek.
Secara sederhana teori WHO ini dapat diilustrasikan sebagai
berikut:

B = f (TF, PR, R,
C)
Dimana:
B : Behavior
f : fungsi
TF : Thought and Feeling
PR : Personal Reference
R : Resources
C : Culture

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan sesorang atau masyarakat ditentukan


oleh pemikiran dan perasaan atau pertimbangan seseorang, adanya orang lain
yang dijadikan referensi dan sumber – sumber atau fasilitas – fasilitas yang
dapat mendukung perilaku dan kebidayaan masyarakat. Seseorang yang tidak
mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air besar di jamban,
mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan tidak enak kalau
buang air besar di jamban (thought and feeling). Atau barangkali karena
tokoh idolanya juga tidak membuat jamban keluarga sehingga tidak ada
orang yang menjadi referensinnya (personal reference). Faktor lain juga,
mungkin karena langkahnya sumber – sumber yang dipperlukan atau tidak
mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga (resources). Faktor lain
mungkin karena kebudayaan (culture), bahwa jamban keluarga belum
merupakan kebudayaan masyarakat.(Adventus, Jaya, and Mahendra 2019)

2.2.4 Teori stimulus organisme (SOR)


Teori S-O-R menjelaskan bagaimana suatu rangsangan mendapatkan
respon. Tingkat interaksi yang paling sederhana terjadi apabila seseorang
melakukan tindakan dan diberi respon oleh orang lain. Teori S-O-R
beranggapan bahwa organism menghasilkan perilaku jika ada kondisi
stimulus tertentu pula. Jadi efek yang timbuL adalah reaksi khusus terhadap,
sehingga seseorang dapat mengharapkan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan.
Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah:

a) Pesan (Stimuli)
b) Komunikan (Organism)
c) Efek (Response)
(Devica 2017)
Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada
individu yang terdiri dari:
a) Stimulus (ransang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima
atau ditolak.
b) Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme
(diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses
berikutnya
c) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya
(bersikap).
d) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan
maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu
tersebut (perubahan perilaku).(Adventus, Jaya, and Mahendra 2019)

2.2.5 TEORI FESTINGER (Dissonance Theory)

Teori disonansi kognitif (cognitive dissonance theory) merupakan salah


satu teori kognitif yang mempelajari sikap dengan penekanan pada konsistensi
kognitif, lebih khusus tentang bagaimana perilaku memengaruhi sikap, yang
diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Hingga kini teori ini menurut
sejumlah ahli disebut sebagai teori konsistensi kognitif yang telah menghasilkan
jumlah data empiris terbesar, dan paling berpengaruh dalam kajian psikologi
sosial (Brehm & Cohen, dalam Bem 1967:183; Zajonc, 1990:661; Littlejohn &
Foss, 2005:77; Griffin, 2006:239; Perloff, 2010:256; Tankard dan Werner,
2008:165). Para ahli psikologi sosial umumnya sependapat dengan Festinger
bahwa manusia pada dasarnya bersifat konsisten, dan orang akan berbuat sesuatu
sesuai dengan sikapnya, sedangkan berbagai tindakannya pun akan bersesuaian
satu dengan lain.

2.2.6 TEORI FUNGSI KATZ (1960)

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu


tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960)
perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz
berasumsi bahwa :
Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya
bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperilaku negatif.

 Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri
dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-
tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.

Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam


peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah
melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang
dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut
dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat.

Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan
pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan
“layar” dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang
sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau
tindakannya.

2.2.7 teori ABC ( Anteseden,Behavior,Consequence)

Anda mungkin juga menyukai