Anda di halaman 1dari 10

Farmastika dasar

Untuk D3 Farmasi

III. PENGENALAN OBAT

III.1 Batasan Obat


Obat (Permenkes No.73 Tahun 2016) adalah: bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Beberapa pengertian obat :


• Obat jadi adalah: obat dalam keadaan tunggal ataupun campuran dalam bentuk
sediaan tertentu serbuk, cairan, salep, tablet, kapsul, pil, suppositoria atau bentuk
lain dan mempunyai nama teknis sesuai dengan FI atau buku-buku lainnya yang
ditetapkan oleh pemerintah. Obat jadi berupa komposisi yang sudah standar disebut
preparat standard.
• Obat paten adalah: berupa obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat (pabrik) atau yang dikuasakannya, dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya.
• Obat generik (Permenkes No. HK. 02. 02/MENKES/068/I/2010) adalah: obat dengan
nama resmi INN (International Non Propietary Names) yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia dan dari WHO untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
Obat generik merupakan salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat,
dimana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya. Obat generik biasanya dibuat
setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai
obat generik (generik= nama zat berkhasiatnya).
• Obat Wajib Apotik (OWA) merupakan obat keras tertentu yang dapat diberikan oleh
apoteker kepada pasien tanpa resep dokter. Terdapat 3 daftar obat wajib apotek
yang dikeluarkan berdasarkan keputusan menteri kesehatan yang diperbolehkan
diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek
tercantum dalam :

1. KepMenKes No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No.


1 (download)

2. KepMenKes No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.


2 (download)

3. KepMenKes No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib


Apotek No. 3 (download)

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan


masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri
secara tepat, aman dan rasional.

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

• Obat asli adalah: obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah(Indonesia),
terolah secara sederhana atas dasar pengalaman, dan digunakan dalam pengobatan
tradisional.
• Obat tradisional (Permenkes No. 007 Tahun 2012) adalah: bahan atau ramuan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan cairan dari bahan
(galenik) yang secara turun temurun digunakan untuk pengobatan. Syarat bahan
yang memenuhi standar keamanan dan mutu antara lain pada proses pembuatan
dengan menerapkan CPOTB, memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia,
dapat berkhasiat dan dapat dibuktikan secara turun temurun.

III.2 Klasifikasi Obat


Macam- macam penggolongan obat :
• Menurut kegunaannya, obat dapat dibagi untuk menyembuhkan (terapeutic),
mencegah ( prophylactic) dan diagnosa ( diagnostic).

• Menurut cara penggunaanya obat dapat dibagi menjadi:


1. Medicamentum ad usum internum (pemakainan dalam) adalah obat yang
digunakan melalui oral dan diberi etiket putih
2. Medicamentum ada usum externum (pemakaian luar) adalah obat yang cara
penggunaannya selain melalui oral dan diberi etiket biru

• Menurut cara kerjanya obat dapat dibagi menjadi:


1. Lokal, adalah obat yang bekerjanya pada jaringan setempat, seperti obat-obat
yang digunakan secara topikal, contoh : salep, krim, linimenta, dsb
2. Sistemis, adalah obat yang didistribusikan keseluruh tubuh, contoh: tablet,
kapsul, potio, dsb

• Menurut Permenkes RI No.949/Menkes/Per/IV/2000, penggolongan obat terdiri


dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan
narkotika.

1. obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter,
tidak termasuk kedalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas
terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes RI Nomor 2380/SK/VI/1983
tentang tanda khusus untuk obat bebas terbatas yaitu bulatan berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam.

2. Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar W (bahasa Belanda “W”
singkatan dari “Waarschung” artinya peringatan). Jadi maksudnya obat yang bebas
penjualannya disertai dengan tanda peringatan. Obat bebas terbatas adalah obat
keras yang dapat diserahkan kepada pemakaianya tanpa resep dokter asalkan
penyerahannya dalam bungkus asli pabrik pembuatnya dan pada wadahnya harus
tercantum tanda peringatan P1 – P6. Tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa
lingkaran warna biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

3. Obat keras atau obat daftar G (bahasa Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk”
artinya berbahaya) maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika
pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter. Obat keras adalah obat-obat yang
ditetapkan sebagai berikut:
a) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat
itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter
b) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan.
c) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh departemen kesehatan telah dinyatakan
secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
d) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras, obat itu sendiri dalam
substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila
dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar
Obat Bebas Terbatas. Tanda khusus Obat Keras adalah lingkaran bulatan warna
merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis
tepi.

4. Obat Wajib Apotek (OWA)


Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Kepmenkes No.
924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a) Untuk obat wajib apotek sama dengan pertimbangan obat yang diserahkan tanpa
resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong
dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan
pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
b) Meningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi
dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat.
c) Meningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri. Obat
wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek
tanpa resep dokter.

5. Obat Narkotika/ Obat bius/ Daftar O


Obat narkotika (UU Nomor 22 Tahun 1997) adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika dibedakan ke dalam golongan I, II, dan III, Contoh dari tanaman: Papaver
somniferum, Koka, Ganja, Heroina, Morfina, Opium, Kodeina. Contoh sintetik narkotik
analgesik: Pethidin, Methadon HCl.Penandaan narkotika /Obat Bius yaitu palang
medali merah

6. Obat Psikotropika (UU Nomor 5 Tahun 1997) adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas mental dan
perilaku. Obat psikotropika mempunyai potensi sindroma ketergantungan, yang
dibagi kedalam 4 golongan yaitu: golongan I, II, III, IV. Penandaan psikotropik sama
dengan obat keras.

III.3 Sediaan Obat Berbentuk Cair


Obat berbentuk sediaan cair dapat diberikan untuk obat luar, obat suntik, obat minum
dan obat tetes. Obat luar dapat berupa solutio, mixtura, mixtura agitanda, suspensi,
emulsi, aerosol. Konsentrasi obat/zat berkhasiat yang dilarutkan sangat penting karena
menentukan intensitas kerja obat. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat mengiritasi
kulit atau mukosa, konsentrasi dinyatakan dalam persen. Obat minum/ potiones dapat
berupa solutio, mixtura, suspensi, emulsi, saturatio, elixir,sirupus, guttae.

Beberapa sediaan farmasi berbentuk cair :


1. Solutio adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut,
terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Jadi solutio harus berupa larutan yang jernih, zat pelarut disebut
solvent, yang biasa digunakan air dapat juga spiritus, gliserin,eter, minyak. Sedangkan
zat yang terlarut disebut solute umumnya bahan padat, dapat juga berupa gas atau
cairan.
2. Mixtura adalah campuran homogen cairan dengan cairan , dapat juga mengandung
beberapa bahan padat yang terlarut. Syarat mixtura harus homogen tidak boleh ada
endapan, dan cairan yang satu dengan yang lain tercampur secara molekular.
3. Mixtura Agitanda adalah obat cair yang mengandung bahan padat yang tidak larut
dalam pembawa, sebagian obat berupa endapan , contoh : Liquor Burowi (FN hal 20)
4. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap jika dikocok perlahan endapan harus segera terdispersi kembali.
Suspensi mengandung zat tambahan yang menjamin stabilitas/kekentalan.
Sediaan suspensi dapat digunakan per oral, topikal, auriculares, ophthalmicae,
injection (steril).
5. Emulsi menurut FI IV adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan
dengan penambahan zat ketiga yang disebut emulgator (emulsifying agent) .
Ada 2 macam emulsi yaitu emulsi vera (emulsi alam ) dan emulsi spuria (emulsi
buatan). Dan ada 2 macam tipe emulsi berdasarkan fase external dan fase
internalnya yaitu tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air) dan tipe W/O
(water in oil) atau A/M(air dalam minyak). Sediaan emulsi yang digunakan sebagai
obat dalam /peroral umumnya tipe O/W, dan sebagai obat luar pada umumnya tipe
W/O.
6. Injectiones atau obat suntik berupa larutan obat steril dalam air, minyak atau
suspensi steril (pembahasan di Bab Steril)
7. Saturatio merupakan larutan yang jenuh gas CO2 yang berfungsi sebagai corigens.
Gas terbentuk karena reaksi kimia antara asam (sitrat atau tartrat) dan basa
(natrium carbonat atau natrium bicarbonat), interaksi asam dan basa dalam air
menghasilkan gas CO2. Jika ke dalam campuran ini ditambahkan zat berkhasiat maka
akan segera memberikan efek farmakologi yang cepat. Fungsi CO2 adalah menjaga
stabilitas obat, membantu penyerapan obat dan memberikan efek menyegarkan.

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

8. Sirupus adalah sediaan cair yang mengandung saccharum album dalam kadar tinggi
yaitu 64,0% -66,0%. Kadar gula yang tinggi mempunyai tekanan osmotik yang cukup
tinggi, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi. Ada 3 macam sirup
yaitu :
o sirup simplex mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25%
o sirup obat mengandung satu atau lebih jenis obat digunakan untuk pengobatan
o sirup pewangi mengandung zat pewangi, tidak mengandung obat, tujuannya
untuk menutup rasa dan bau yang tidak enak.
9. Elixir adalah larutan yang mengandung bahan obat dan bahan tambahan (pemanis,
pengawet, pewarna, pewangi) sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap, dan
sebagai pelarut digunakan campuran air-etanol. Etanol berfungsi mempertinggi
kelarutan obat, dapat pula ditambahkan glycerol, sorbitol atau propilenglikol .
10. Guttae/drop (obat tetes) adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi,
kecuali dinyatakan lain dimaksudkan untuk obat dalam. Digunakan dengan cara
meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan
tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmakope Indonesia yaitu 1
tetes aquadest bobotnya 47,5- 52,5 mg.
Biasanya obat diteteskan ke dalam makanan, minuman atau diteteskan langsung ke
dalam mulut. Pediatric drop adalah sediaan tetes untuk anak/ bayi. Sediaan tetes
untuk obat luar antara lain :
o Guttae ophtalmicae
Larutan steril bebas partikel asing merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa sehingga sesuai digunakan pada mata. Dapat berupa suspensi
dengan partikel halus termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan
pada kornea. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan tetes mata adalah
isotonis, pendaparan, pengawet dan pengental.
o Guttae nasales
Obat yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam rongga
hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet. Zat
pembawa yang digunakan umumnya air. Minyak lemak atau minyak mineral tidak
boleh digunakan sebagai cairan pembawa tetes hidung.
o Guttae oris
Tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara
mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumur, tidak untuk
ditelan.
o Guttae auriculares
Obat tetes yang digunakan untuk diteteskan kedalam telinga, dapat berupa
suspensi. Kecuali dinyatakan lain menggunakan pembawa bukan air. Cairan
pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat
mudah menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan
propilenglikol, dapat juga digunakan etanol, heksilenglikol dan minyak nabati.
11. Lavement/Clysma/Enema
Cairan yang pemakaiannya per rectum/colon yang gunanya untuk membersihkan
atau menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik, digunakan untuk mengatasi
sembelit atau membersihkan faeces sebelum operasi, sebagai karminativa,
emolient, diagnostic, sedative, anthelmintic, dll. Tidak boleh mengandung zat lendir
karena dapat mengurangi kerja obat yang merangsang usus. Enema diberikan dalam
jumlah bervariasi tergantung pada umur dan keadaan penderita, umumnya 0,5 -1
liter atau 100-200 ml cairan pekat.

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

12. Douche
Larutan dalam air yang dimasukkan dengan suatu alat (aplikator) ke dalam vagina
baik untuk pengobatan maupun untuk membersihkan. Karenanya larutan ini
mengandung bahan obat atau antiseptik. Untuk memudahkan umumnya douche
dibuat dalam bentuk kering/padat (serbuk, tablet) atau larutan kental yang
dilarutkan atau diencerkan dahulu sebelum digunakan.
13. Epithema/ Obat kompres
Cairan yang dipakai untuk memberikan rasa dingin pada tempat yang sakit dan
panas karena radang, atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose
digunakan untuk mengeringkan luka bernanah.
14. Gargarisma/ Gargle ( Obat kumur)
Sediaan berupa larutan umumnya pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum
digunakan. Tujuan utama penggunaan agar obat yang terkandung di dalamnya dapat
langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan, berfungsi sebagai
pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
15. Galenika

5. Bentuk Sediaan Setengah Padat


Umumnya disebut salep adalah sediaan semisolida yang bertujuan untuk aplikasi secara
eksternal pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat mengandung bahan aktif (obat)
dapat pula tidak. Salep yang tidak mengandung obat dimanfaatkan efek fisikanya untuk
tujuan proteksi, emolien atau lubrikan. Kecuali dinyatakan lain kadar obat keras dalam
salep adalah 10%. Beberapa sediaan farmasi semisolid adalah :
1. Unguenta/salep
Salep mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa tetapi
mudah dioleskan tanpa tenaga.
2. Cream/ krim
Krim adalah emulsi semisolid kental untuk penggunaan eksternal, dapat berupa
emulsi air alam minyak atau minyak dalam air tergantung pengemulsi yang
digunakan, krim dapat diencerkan dengan fase luar. Krim adalah salep yang banyak
mengandung air, mudah diserap kulit dan dapat dicuci dengan air sehingga
digunakan sebagai dasar kosmetik. Bahan berkhasiat dapat dilarutkan atau
disuspensikan dalam krim.
3. Pastae/ pasta
Salep yang mengandung 20% sampai lebih dari 50% zat padat serbuk, sehingga
pasta lebih kaku dari salep. Hal ini menurunkan potensi absorpsi perkutan dari obat.
Penggunaan pasta pada umumnya karena kemampuannya mengabsopsi cairan yang
keluar dari lesi kulit. Pasta lebih lama melekat pada kulit daripada salep, sehingga
lebih efektif sebagai lapisan pelindung, contoh: Pasta Seng Oksida, Pasta Seng Oksida
Asam Salisilat, Pasta Magnesium Hidroksida (USP 29). Sedangkan pasta gigi
digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk efek lokal, contoh: Pasta Gigi
Triamsinolon Asetonida.
4. Cerata
Merupakan salep berlemak yang mengandung lilin (waxes) dengan prosentase yang
tinggi, sehingga konsistensinya lebih keras.
5. Gelones spumae (Jelly)
Sediaan semisolid yang berbentuk suspensi, baik partikel anorganik halus maupun
molekul organik besar dimana molekul mengalami interpenetrasi dengan suatu
cairan. Viskositas gel dapat bervariasi, gel dengan kekentalan rendah dapat

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

digunakan sebagai pengganti sekresi tubuh. Gel yang agak kental dapat digunakan
sebagai pelincir/lubrikan, dapat juga digunakan sebagai basis sediaan kulit.
6. Oculenta
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep
yang cocok.

6. Bentuk Sediaan Padat


Sediaan farmasi berbentuk padat antara lain:
1. Pulvis/Pulveres
adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. Karena mempunyai luas permukaan
yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada bentuk sediaan
yang dipadatkan. Serbuk dapat diserahkan dalam bentuk terbagi (pulveres) dan
tidak terbagi/ruahan (pulvis). Serbuk untuk internal dapat dienkapsulasi ke dalam
cangkang kapsul gelatin keras atau dikempa menjadi tablet.
2. Kapsul
sediaan padat yang terdiri dari bahan obat dan eksipien dalam cangkang kapsul
gelatin keras tertutup atau cangkang lunak yang dapat larut.
3. Tablet
sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat
pembasah atau zat lain yang cocok. Tablet berbentuk kapsul disebut kaplet.

7. Bentuk Sediaan Bentuk Khusus


Sediaan farmasi berbentuk khusus antara lain:
1. Inhalationes
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau mulut atau disemprotkan
dalam bentuk kabut kedalam saluran pernafasan. Tetesan butiran kabut harus
seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkhioli. Inhalasi merupakan
sediaan yang mengandung obat mudah menguap atau serbuk halus atau kabut yang
digunakan memakai alat semprot mekanik.
2. Aerosol
Menurut FI IV aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan,
mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai
ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan
pemakaian lokal pada hidung (aerosol nasal), mulut (aerosol lingual) atau paru-paru
(aerosol inhalasi), ukuran partikelnya harus lebih kecil dari 10 µm → inhaler dosis
terukur. Istilah aerosol digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari sistem
bertekanan tinggi.
3. Implant/ pelet/susuk
Sediaan dengan masa padat steril berukuran kecil, berisi obat dengan kemurnian
tinggi, dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan dimaksudkan untuk
ditanam di dalam tubuh (subkutan) dengan tujuan memperoleh pelepasan obat
secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama. Implan ditanam dengan
bantuan injektor khusus (trocar) atau dengan sayatan bedah. Implan biasanya
mengandung hormon seperti testosteron atau estradiol yang dikemas dalam vial atau
lembaran kertas timah steril.

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

4. Supositoria
Sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal,
vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut dalam suhu tubuh.
Bahan pembawa yang digunakan lemak coklat, polietilenglikol atau gelatin. Macam –
macam supositoria berdasarkan tempat penggunaannya :
o Rektal suppositoria/Suppositoria, digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk terpedo, bobotnya kurang lebih 2 -3 g.
o Vagina suppositoria/ Ovula, digunakan di vagina berbentuk bola lonjong seperti
kerucut. Dibuat dengan cara mengempa masa serbuk menjadi bentuk yang
sesuai atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak. Bobotnya 3-6 g
umumnya 5 g.
o Urethral suppositoria/ bacilla/ bougies, digunakan di saluran kencing berbentuk
batang panjang 7-14 cm.

8. Faktor-Faktor Yang Menentukan Bentuk Sediaan Obat


Setelah membuat anamnesis penderita, dokter akan menentukan diagnosis, prognosis
serta terapi. Terapi dengan obat perlu diwujudkan dalam bentuk resep yang lengkap
dan rasional. Pada resep selain menjelaskan obat atau kombinasi obat /bahan obat juga
bentuk sediaan yang dikehendaki.
Faktor –faktor yang menentukan suatu bentuk sediaan obat adalah :
• Faktor obat/ bahan obat meliputi :
1. Sifat fisika- kimia obat/ bahan obat
o higroskopis, diberikan dalam bentuk solutio
o tidak larut dalam air, diberikan dalam bentuk pulveres, tablet, kapsul atau
suspensi
o rusak oleh asam lambung, diberikan dalam bentuk injeksi
2. Hubungan aktifitas/ struktur kimia obat
o short acting , bentuk injeksi
o long acting , peroral bentuk tablet atau kapsul
3. Farmakokinetik obat
Obat yang mengalami first-pass-effect pada hati kurang efektif bila diberikan per
oral karena mengurangi bioavailabilitas obat, misalnya Isosorbide dinitras untuk
angina pectoris diberikan dalam bentuk tablet sublingual.
4. Stabilitas
Vit C diberikan dalam bentuk tablet, karena tidak stabil dalam larutan.

• Faktor pasien meliputi:


1. Umur pasien
o balita, pemberian peroral dalam bentuk sediaan cair / potio, atau pulveres
o dewasa, pemberian peroral pada umumnya dalam bentuk sediaan padat
tablet/kapsul
o geriatrik, pasien manula yang mengalami kesulitan menelan diberikan
sediaan peroral berbentuk cair
2. Lokasi/ bagian tubuh tempat obat bekerja
o efek lokal, pemberian pertopikal dalam bentuk larutan atau sediaan setengah
padat dimana penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit.
o efek sistemik, diberikan dalam bentuk injeksi, peroral atau rektal.
Penggunaan peroral lebih mudah bagi pasien.
3. Kecepatan atau lama kerja obat yang dikehendaki

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

o efek cepat , pemberian dalam bentuk injeksi, potio


o efek lama/long acting/efek ditunda, pemberian tablet lepas lambat
(sustained release) atau tablet salut enterik.

9. Rute Pemberian Obat


1. melalui mulut /peroral
Sediaan obat yang digunakan untuk pemakaian dalam yaitu cara penggunaan obat
melalui mulut, tenggorokan masuk ke saluran pencernaan (peroral). Obat akan
dilepaskan dari bentuk sediaan ke bentuk yang dapat larut kemudian diserap tubuh
dan masuk ke peredaran darah dibawa ke seluruh tubuh sehingga menghasilkan efek
sistemik.
2. tidak melalui mulut
Sediaan obat yang digunakan untuk pemakaian luar (tidak melalui mulut), dapat
menghasilkan efek lokal dan sistemis, meliputi:
• pemakaian melalui kulit, dengan jalan menembus kulit atau merobek kulit/injeksi/
parenteral
• pemakaian melalui lubang tubuh, yaitu melalui dubur, vagina dan urethra
• pemakaian melalui selaput lendir, yaitu : pada mata, rongga mulut, telinga, vagina,
dubur
• pemakaian pada kulit

10. Aturan Pakai Obat


Aturan pakai obat/Signatura meliputi dosis per sekali dan sehari, cara dan waktu
penggunaan obat. Dosis dan cara penggunaan obat yang tepat akan ditentukan oleh
dokter disesuaikan dengan keadaan penderita, indikasi penyakitnya dan sifat fisika
kimia obatnya. Waktu penggunaan obat untuk mencapai efek terapeutik yang optimal
dan menghilangkan/mengurangi efek samping obat juga akan tercantum pada
signatura. Aturan pemakaian yang sering tercantum pada signatura adalah:
o sebelum makan ( ante coenam/a.c) → obat nafsu makan
o sesudah makan (post coenam/p.c)→obat yang mengiritasi lambung, misalnya
analgetik
o pada waktu makan (durante coenam/d.c) → untuk membantu pencernaan misalnya
enzim
o malam /sebelum tidur (ante noctem / a.n ) → hipnotik, laksan
o pagi hari (mane/ man) → laksan, diuretik
o sesudah buang air besar (post defaecatio) → suppositoria
Cara dan waktu penggunaan ini harus dikomunikasikan ke pasien melalui KIE untuk
menghindari kesalahan penggunaan obat yang disebabkan ketidakpahaman pasien.

Daftar Pustaka :
1. Lachman, L., Lieberman, HA., Kanig, JL., 1989, The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, Lea and Febiger, Philadelphia, 1-225
2. Loyd, V.A Jr., Nicholas G.P., and Howard C. Ansel’s, 2005. Pharmaceutical. Dosage Form
and Drug Delivery System .8’ ed. Baltimore, Md.Lippincott. William and Wilkins
3. Nanizar Z-J, 1990, Ars prescibendi Resep yang Rasional, Airlangga University Press,
Surabaya

Hesti.P
Farmastika dasar
Untuk D3 Farmasi

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.73 Tahun 2016


5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK. 02. 02/Menkes/068/I/2010
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.949/Menkes/Per/IV/2000
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007 Tahun 2012
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MenKes/SK/VII/1990
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 924/Menkes/Per/X/1993
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/SK/X/1999
11. S.K Menkes RI Nomor 2380/SK/VI/1983

Hesti.P

Anda mungkin juga menyukai