Anda di halaman 1dari 5

PENENTUAN pH DALAM AIR

A. Penjelasan Umum

Pengukuran nilai pH merupakan salah satu hal yang sangat penting dan sangat sering
dilakukan dalam pengujian sifat kimia air. Setiap tahap pengolahan air atau limbah seperti
netralisasi asam basa, pelunakan air, pengendapan, koagulasi, disinfektasi dan pencegahan
korosi sangat tergantung pada nilai pH. Nilai digunakan dalam penentuan tingkat alkalinitas
dan kandungan CO2 dalam air. Pada suhu tertentu sifat asam atau basa air ditunjukkan oleh
nilai pH-nya atau aktivitas ion hidrogennya. Alkalinitas maupun keasaman adalah
kemampuan untuk menetralkan asam dan basa yang dinyatakan dalam milligram CaCO3 per
liter. Sedangkan kapasitas penyangga dinyatakan dengan mol per liter.

B. Prinsip Kerja

Prinsip kerja pengukuran pH yang dilakukan secara elektrometrik adalah menetapkan


aktivitas ion hidrogennya menggunakan metode potensiometri melalui standar dan elektroda.
Jenis elektroda yang umum dipakai adalah elektroda gelas. Electromotive force (emf) yang
dihasilkan di dalam sistem electrode gelas berhubungan secara linier dengan pH. Pada
umumnya pH meter sudah dikalibrasi secara potensiometrik sehingga besarnya nilai emf
dapat dibaca secara langsung pada alat. pH-meter yang memakai elektrode gelas relative
bebas dari berbagai gangguan yang berasal dari warna, kekeruhan, bahan-bahan koloid, pH
air dengan cara ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Karena keseimbangan kimia air dapat
mempengaruhi pH, maka pH larutan penyangga (buffer) standar sangat tergantung pada suhu
saat pengukuran dilakukan. Oleh karena itu suhu dilaporkan saat pengukuran pH dilakukan.

C. Alat-alat
a. pH meter yang sudah dilengkapi dengan electrode
b. Gelas piala
c. Pengocok magnetik

D. Pereaksi
a. Larutan penyangga buffer (4,0±0,1 ; 7,0±0,1 dan 10,0±0,1)
E. Cara Kerja
1. Hidupkan alat pH meter dengan menekan tombol powernya
2. Bersihkan elektrode dengan akuades menggunakan botol semprot dan keringkan dengan
kertas tissu
3. Celupkan ke dalam larutan buffer dengan nilai pH 7,0±0,1 diamkan selama 15 menit.
Bila hasil pembacaan tidak menunjukkan nilai 7,00 maka diatur pembacaan dengan
memutar tombol calibrasi sampai menunjukkan angka 7,00. Angkat elektrode dibilas dan
dikeringkan dengan kertas tissue.
4. Celupkan elektrode ke dalam larutan buffer pH 4,0±0,1, diamkan sekitar 5 menit. Bila
hasil tidak menunjukkan nilai 4,00 maka diatur pembacaan dengan memutar tombol
slope sampai menunjukkan angka 4,00
5. Bersihkan elektrode dengan akuades dan keringkan dengan kertas tissu
6. Celupkan elektrode pH meter ke dalam sampel air yang akan ditentukan nilai pH nya.
Baca dan catat pembacaan pH yang ditunjukkan pada layar.

Catatan : Setiap tipe pH meter masing-masing mempunyai instruction manual sehingga didalam
menggunakan alat pH meter harus mengikuti instruction manual tersebut.
OKSIGEN TERLARUT (DO)
(METODE WINKLER DENGAN MODIFIKASI AZIDA)

A. Penjelasan Umum
Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air maupun air limbah sangat tergantung pada sifat
fisik, kimia dan aktivitas biokimia dalam air tersebut. Analisis DO merupakan parameter
kunci yang dapat menentukan tingkat pencemaran perairan maupun jenis pengolahan air
limbah yang diperlukan.
B. Prinsip Kerja
Metode Iodometri merupakan metode yang paling tepat untuk mengukur DO dalam air. Pada
metode ini contoh dalam botol (botol BOD) ditambah larutan MnSO 4 (mangan valensi dua)
diikuti dengan penambahan larutan alkali kuat. Oksigen terlarut yang terdapat dalam contoh
air akan segera mengoksidasi mangan hidroksida (mangan bervalensi dua) menjadi mangan
hidroksida bervalensi lebih tinggi. Adanya ion Iodida dalam larutan yang bersuasana asam
akan menyebabkan mangan bervalensi tiga berubah kembali menjadi mangan bervalensi dua,
bersamaan dengan perubahan ini akan terbentuk iodium bebas dalam contoh air, yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.

Titik akhir titrasi dapat diamati dengan memakai indukator kanji, yang berubah warna dari
biru menjadi tidak berwarna pada titik akhir titrasi

Metode Winkler dengan modifikasi azida cocok untuk menganalisis DO dari contoh-contoh
air limbah, air permukaan terutama jika contoh air mengandung N-NO 2 lebih besar dari 0,05
mg/L atau ion fero tidak lebih dari 1 mg/L. Jika ditambah 1 mL larutan KF sebelum contoh
diasamkan, maka metode ini dapat dipakai menganalisis DO dari contoh air yang kandungan
ion ferinya berkisar antara 100 – 200 mg/L

C. Alat-alat

a. Botol BOD
b. Pipet, buret, erlenmeyer

D. Pereaksi

1. Larutan MnSO4
Larutkan 120 g MnSO4. 4 H2O atau 100 g MnSO4. 2 H2O atau 91 g MnSO4. H2O ke dalam
air dan kemudian diencerkan menjadi 250 mL dengan akuades
2. Larutan Alkali-Iodida-Azida
- Larutkan 125 g NaOH dan 37,7 g KI ke dalam air suling kemudian diencerkan menjadi
250 mL
- Larutkan10 g natrium azida (NaN3) ke dalam 40 mL air suling
- Campurkan kedua larutan tersebut
3. Asam sulfat pekat
4. Larutan Kanji
- Campurkan 1,25 g kanji ke dalam sedikit air suling dingin aduk sampai terbentuk
suspensi
- Tuang suspensi ini ke dalam 200 mL air suling mendidih sambil diaduk
- Encerkan menjadi 250 mL dan didihkan beberapa menit, dan diamkan semalam, ambil
bagian jernihnya
- Awetkan larutan ini dengan 0,315 gram asam salisilat atau dengan menambahkan
beberapa tetes toluene
5. Larutan Standar Na-Tiosulfat
- Didihkan air suling beberapa menit. Kemudian dinginkan
- Larutkan 3,1025 g Na2S2O3. 5 H2O ke dalam air suling, diencerkan menjadi 500 mL
6. Larutan Standar Kalium Dikromat
- Keringkan ± 1 gram K2Cr2O7 dalam oven 103oC selama 2 jam, dinginkan dalam
desikator
- Timbang 0,613 g K2Cr2O7 dan larutkan ke dalam air suling, encerkan menjadi air suling,
encerkan menjadi 500 mL

E. Cara Kerja
1. Standarisasi Larutan Tiosulfat
- Larutkan ±1 gram KI dan ±1 NaHCO3 dalam 10 mLair suling di dalam Erlenmeyer
250 mL
- Tambahkan 10,0 mL larutan K2Cr2O7 0,025 N kemudian tambahkan 10 mL HCl pekat,
tutup erlenmeyer dan diamkan selama 5 menit
- Titrasi dengan larutan Na-tiosulfat sampai warna kuning keemasan kemudian
ditambahkan larutan amilum dan lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
- Hitung normalitas larutan Na-tiosulfat sebagai berikut :

V K2Cr2O7 x N K2Cr2O7
N Na-tiosulfat =
V Na-tiosulfat
Dengan V = volume (mL)
N = normalitas
2. Pengukuran Oksigen Terlarut
- Ambil contoh air secara hati-hati dengan botol BOD (250-300 mL)
- Tambahkan berturut-turut 2 mL larutan MnSO4 dan 2 mL larutan alkali iodida-azida
(benamkan ujung pipet pada waktu menuangkan larutan)
- Tutup botol BOD secara berhati-hati sehinggan tidak ada gelembung udara
homogenkan dengan membolak-balikkan botol sebanyak 15 kali.
- Secara hati-hati alirkan 2 mL H2SO4 pekat melalui leher botol
- Tutup kembali botol, homogenkan kembali dengan cara membolak-balikkan botol
sampai endapan terlarut sempurna
- Pipet 50 mL larutan dari botol BOD dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL
- Titrasi dengan Na-tiosulfat sampai warna kuning keemasan, kemudian tambahkan 1 –
2 mL larutan amilum/kanji dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang
- Catat jumlah larutan Na-tiosulfat yang digunakan

F. Perhitungan

- Untuk setiap 50,0 mL contoh air, 1 mL Na-tiosulfat yang terpakai adalah setara
dengan 4 mg/L DO
- Oleh karena larutan Na-tiosulfat tidak dapat dibuat tepat 0,025 N, maka faktor Na-
tiosulfat (F1) sebagai berikut :

N Na-tiosulfat
Faktor tio (F1) =
0,025

- Terjadi pemindahan sejumlah volume contoh air karena pemindahan pereaksi


seharusnya tidak 50,0 mL yang dipipet untuk dititrasi maka ditentukan faktor volume
(F2) :

50 x Vbotol
Faktor volume (F2) =
50,0 (Vbotol-4)

- Oksigen terlarut (mg/L) = F1 x F2 x 4 x V Na-tiosulfat

Anda mungkin juga menyukai