NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh:
RESTI LESTARI
201110201047
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh:
RESTI LESTARI
201110201047
___________________________
1
Judul Skripsi.
2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
iii
THE CORRELATION BETWEEN THE IMPLEMENTATION OF
THERAPEUTIC COMMUNICATION AND THE PATIENTS
PERCEPTION OF NURSING CARE QUALITY IN
RSU AT-TUROTS AL-ISLAMY YOGYAKARTA
ABSTRACT
Background: The patients perception of nursing care quality will have an impact to re-
image the decision of patient and the hospital. Patients perception of nursing care quality
care is influenced by the application of therapeutic nurse communication such as
orientation phase, working phase, and termination phase which have not been optimum.
Objective: To examine the correlation between the implementation of therapeutic
communication and the patients perception to nursing care quality in RSU At-Turots Al-
Islamy Yogyakarta.
Method: This research is correlative descriptive with cross-sectional approach. The
sample is taken by using Quota sampling with 79 patients hospitalized in RSU At-Turots
Al Islamy Yogyakarta. The data was analyzed using Pearson Product Moment formula.
Results: The Pearson Product Moment test results statistical is obtained correlation
value of r 0.581 with a significant level of p equal to 0.000 (p <0.05).
Conclusion: There is significant correlation between the implementation of therapeutic
communication and the patients perception of nursing care quality care in RSU At-
Turots Al-Islamy Yogyakarta.
Suggestion : The expected of the field of hospital nursing in RSU At-Turots Al Islamy
Yogyakarta to organize the training program on the implementation of therapeutic
communication to all the nurses so that the patients perception of nursing care quality
will increase.
_______________________
1
Tittle of the Thesis.
2
Student of School of Nursing ‘Aisyiyah Health Sciences College of Yogyakarta.
3
Lecturer of School of Nursing ‘Aisyiyah Health Sciences College of Yogyakarta.
iv
PENDAHULUAN derajat kesehatan dan berhak untuk
mendapatkan informasi dan edukasi tentang
Rumah sakit merupakan salah satu kesehatan yang seimbang dan bertanggung
bentuk instansi kesehatan, baik yang jawab. (UU RI No 36 Tahun 2009 tentang
diselanggarakan oleh pemerintah dan atau Kesehatan).
masyarakat yang berfungsi untuk melakukan
upaya kesehatan dasar atau kesehatan Menurut Haryani (2008) dan Asmita
rujukan dan upaya kesehatan penunjang. (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi
Keberhasilan rumah sakit dalam persepsi pasien terhadap mutu asuhan
menjalankan fungsinya ditandai dengan keperawatan adalah umur, jenis kelamin,
adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. pekerjaan, pendidikan, sosial ekonomi,
Mutu pelayanan rumah sakit sangat budaya, lingkungan, pengalaman dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, pelayanan keperawatan. Pelayanan
diantaranya yang paling dominan adalah keperawatan yang diberikan perawat harus
sumber daya manusia (Depkes RI, 2009). dikomunikasikan kepada pasien, karena
dalam memberikan pelayanan keperawatan,
Mutu pelayanan keperawatan suatu komunikasi dipakai sebagai sarana untuk
rumah sakit dapat tercermin dari persepsi pengembangan dalam pelayanan
pasien atas asuhan keperawatan yang keperawatan utamanya dalam meningkatkan
diterima dan persepsi tersebut akan berlanjut mutu asuhan keperawatan (Nasir dkk, 2009).
pada proses terbentuknya citra rumah sakit Hasil penelitian yang dilakukan oleh Davis,
(Weiwei, 2007). Layanan keperawatan yang Billings, dan Ryland menunjukkan 46%
dipersepsikan pasien rawat inap sebagai pengkajian mempunyai nilai kurang dan
layanan yang ramah, tanggap terhadap 15% tidak diisi, 15,2% tujuan tidak sesuai
kebutuhan pasien, cepat dan tepat serta dengan masalah pasien, 66,6% intervensi
didasarkan pada pengetahuan dan keperawatan penulisannya kurang rinci,
keterampilan akan menimbulkan respon 16% pelaksanaan tindakan keperawatan
yang baik dari pasien karena menimbulkan tidak dibuktikan dengan tanda tangan
rasa senang dan tenang selama menjalani maupun inisial perawatnya, 35,7% evaluasi
rawat inap. Perawat yang tidak ramah dan kurang lengkap (Asmuji, 2009).
kurang tanggap dengan kondisi pasien
selama berada di rumah sakit, pasien dapat Berdasarkan wawancara pada
mempersepsikan layanan keperawatan tanggal 25 November dan 22 Desember
sebagai layanan yang buruk dan tidak 2014 di RSU At-Turots Al-Islamy
memuaskan, yang kemudian menimbulkan Yogyakarta tentang mutu asuhan
perasaan tidak senang (Anggarini, 2014). keperawatan didapat data bahwa, 9 dari 15
mengatakan perawat tidak mendiskusikan
Undang-undang kesehatan dan kepada pasien tentang masalah yang dialami
rumah sakit tahun 2009 pasal 5 ayat 2 pasien, 6 dari 15 mengatakan perawat tidak
dinyatakan bahwa setiap orang berhak menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,
dalam memperoleh pelayanan kesehatan 8 dari 15 pasien mengatakan perawat tidak
yang aman, bermutu dan terjangkau. Dalam menjelaskan hasil evaluasi dari tindakan
Undang-undang kesehatan dan rumah sakit yang diberikan, dan 3 dari 12 pasien juga
tahun 2009 pasal 6 dan 7 juga mengatakan menyatakan bahwa ada perawat yang ketika
bahwa setiap orang berhak mendapatkan pasien mengeluh tentang penyakitnya
lingkungan yang sehat bagi pencapaian
1
perawat kurang memberikan rasa terbuka terapeutik yaitu 0,454- 0,876 dinyatakan
kepada pasien. valid,uji reliabilitas menggunakan alpha
Berdasarkan fenomena–fenomena cronbach dengan hasil reliabilitas 0,942
dan hasil wawancara dan observasi peneliti dinyatakan reliabel, r hitung lebih besar dari
temukan. Hal ini menarik perhatian peneliti r tabel. Dan kuesioner persepsi pasien
untuk melakukan suatu penelitian untuk terhadap mutu asuhan keperawatan yaitu
mengetahui hubungan penerapan 0,475-0,894 dinyatakan valid,uji reliabilitas
komunikasi terapeutik dengan persepsi menggunakan alpha cronbach dengan hasil
pasien terhadap mutu asuhan keperawatan di reliabilitas 0,976 dinyatakan reliabel.
RSU At-Turots Al-Islamy Yogyakarta. Lembar kuesioner diisi oleh pasien rawat
inap yang berumur ledih dari 15 tahun dan
METODE PENELITIAN lama perawatan minimal 3 hari di RSU At-
Turots Al-Islamy Yogyakarta dengan jumlah
Penelitian ini menggunakan metode pasien 79 orang.
deskriptif korelasi yaitu bentuk penelitian
yang bertujuan untuk menemukan adanya HASIL DAN PEMBAHASAN
hubungan komunikasi terapeutik dengan
persepsi pasien mutu asuhan keperawatan di HASIL
RSU At-Turots Al-Islamy Yogyakarta.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan cross sectional
RSU At-Turots Al-Islamy
yaitu suatu pendekatan untuk mempelajari
Yogyakarta adalah rumah sakit tipe D
dinamika korelasi antara faktor-faktor
beralamat di Klaci I Margoluwih Seyegan
dengan efek, dengan risiko, dengan cara
Sleman Yogyakarta yang merupakan salah
pendekatan observasi atau pengumpulan
satu rumah sakit swasta yang melaksanakan
data sekaligus pada suatu saat (point time
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan
approach) (Notoatmodjo, 2012).
paripurna. Visinya yaitu menjadi rumah
Populasi dalam penelitian ini
sakit dengan pelayanan yang berkualitas dan
sebanyak 79 pasien rawat inap yang
sesuai dengan syari’at.
berumur ledih dari 15 tahun dan lama
RSU At-Turots Al-Islamy
perawatan minimal 3 hari di RSU At-Turots
Yogyakarta memiliki tenaga medis dan non
Al-Islamy Yogyakarta selama satu bulan.
medis yaitu tenaga dokter 22 orang, perawat
Teknik pengambilan sampel menggunakan
23 orang, bidan 12 orang, tenaga teknis 9
teknik Quota Sampling yaitu teknik
orang, tenaga gizi 6 orang, tenaga farmasi 8
pengambilan sampel secara quota dilakukan
orang, kesehatan lingkungan 3 orang,
cara menetapkan sejumlah anggota sampel
fisioterapi 1 orang. Fasilitas pelayanan
secara quotum atau jatah. Metode
rawat jalan terdiri dari poliklinik umum,
pengumpulan data pada penelitian ini
poliklinik gigi dan mulut, spesialis obstetri
menggunakan kuesioner yang diisi pasien
dan gynekologi, spesialis penyakit dalam,
untuk menilai penerapan komunikasi
spesialis bedah, spesialis anak, gawat
terapeutik dan persepsi mutu asuhan
darurat, fisioterafi, penyakit dalam, bedah
keperawatan di RSU At-Turots Al-Islamy.
dan anak. Pelayanan rawat inap di RSU At-
Lembar kuesioner dilakukan uji
Turots Al-Islamy Yogyakarta terdiri dari 51
validitas dan reliabilitas sebelum digunakan
tempat tidur. Fasilitas lain yaitu kantin dan
penelitian. Uji validitas menggunakan
mushola.
korelasi product moment dengan hasil
validitas kuesioner penerapan komunikasi
2
2. Karakterisitik Responden Penelitian At-Turots Al-Islamy Yogyakarta Bulan
Tabel 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Februari 2015
Karakteristik Responden Penelitian di RSU No Tahapan Hasil Jawaban %
1 Tahap Orientasi 1314 (Total: 2212) 59,4
At-Turots Al-Islamy Yogyakarta bulan 2 Tahap Kerja 1500 (Total: 1896) 79,1
Februari 2015 3 Tahap Terminasi 1083 (Total:1580) 68,5
N Karakteristik F %
o
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
1 Jenis Kelamin bahwa penerapan komunikasi terapeutik
a. Laki-laki 38 48,1 yang diterima responden adalah sebesar
b. Perempuan 41 51,9 59,4% pada tahap orientasi, 79,1% pada
Total 79 100 tahap kerja dan 68,5% pada tahap terminasi.
2 Umur
a.12-16 Tahun 4 5,1
b.17-25 Tahun 9 11,4 4. Persepsi Pasien Terhadap Mutu
c.26-35 Tahun 11 13,9 Asuhan Keperawatan
d.36-45 Tahun 17 21,5
e.46-55 Tahun 14 17,7 Tabel 3 Distribusi Pencapaian Hasil
f.56-65 Tahun 7 8,9
g.> 65 Tahun 17 21,5
Jawaban Responden pada Kuesioner
Total 79 100 Persepsi Pasien terhadap Mutu Asuhan
3 Pendidikan Keperawatan Di RSU At-Turots Al-Islamy
a. SD 24 30,4 Yogyakarta Bulan Februari 2015
b. SMP 20 25,3 No Komponen Hasil Jawaban %
c. SMA 17 21,5 1 Pengkajian 703 (Total: 948) 74,1
d. Diploma 7 8,9 2 Diagnosis 1396 (Total:2212) 63,1
e. Sarjana 11 13,9 Keperawatan
Total 79 100 3 Perencanaan 1291 (Total: 1896) 68,09
4 Lama Perawatan Keperawatan
a.3-4 Hari 76 96,2 4 Implementasi 1170 (Total: 1896) 61,7
b.4-5 Hari 1 1,3 5 Evaluasi 1318 (Total: 1896) 69,5
c.> 6 Hari 2 2,5
Total 79 100 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
Berdasarkan tabel 1 tentang distribusi frekuensi bahwa persepsi pasien terhadap mutu
karakteristik responden di RSU At-Turots Al-Islamy asuhan keperawatan yang dinilai responden
Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah pasien yaitu sebesar 74,1% pada pengkajian, 63,1%
terbanyak adalah pada jenis kelamin pada diagnosis keperawatan, 68,09% pada
perempuan sebanyak 41 orang (51,9%), perencanaan keperawatan, 61,7% pada
umur 36-45 tahun dan >65 tahun sebanyak implementasi dan 69,5% pada evaluasi.
17 orang (21,5%), tingkat pendidikan SD
sebanyak 24 orang (30,4%), dan lama
perawatannya 3-4 hari sebanyak 76 orang
(96,2%).
3. Penerapan Komunikasi Terapeutik
3
5. Hasil Uji Statistik menjelaskan prosedur atau tindakan yang
akan dilakukan, menjelaskan tujuan dari
Tabel 4 Hasil Uji Pearson Product Moment tindakan dan meminta persetujuan sebelum
Penerapan Komunikasi Terapeutik Dan melakukan tindakan. Hal ini sesuai dengan
Persepsi Pasien Terhadap Mutu Asuhan pendapat Nasir dkk (2009) bahwa pada
Keperawatan Di RSU At-Turots Al-Islamy tahap orientasi kegiatan yang dilakukan
Yogyakarta salah satunya yaitu memberi salam dan
Komunikasi Persepsi
terapeutik pasien tersenyum dan menjelaskan tujuan tindakan.
Pearson 1 .581** Dan apabila pada tahap orientasi perawat
Komunikasi Correlation mampu menciptakan komunikasi terapeutik
terapeutik Sig. (2-tailed) .000
N 79 79 maka hal ini memudahkan perawat untuk
Pearson .581** 1
memasuki tahap kerja. Namun pada tahap
Persepsi Correlation orientasi masih ada beberapa perawat yang
pasien Sig. (2-tailed) 000
N 79 79
kadang-kadang dan tidak pernah
**Correlation is significant at the 0.01 level memperkenalkan nama perawat,
menanyakan nama panggilan kesukaan
(2-tailed) pasien dan menjelaskan waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan tindakan.
Tabel 4 menunjukkan hasil uji
Padahal dalam buku Mundakir (2006)
statistik Person Product Moment didapatkan
menyatakan bahwa pada tahap orientasi
nilai r sebesar 0,581 dengan taraf signifikan
perawat diharuskan untuk mengenalkan diri
p sebesar 0.000 (p<0,05) sehingga dapat
dan menanyakan nama panggilan kesukan
disimpulkan ada hubungan yang bermakna
pasien serta menjelaskan waktu yang
secara statistik antara penerapan komunikasi
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
terapeutik dengan persepsi pasien terhadap
karena apabila perawat menyebutkan nama
mutu asuhan keperawatan di RSU At-Turots
pasien dengan benar dan memperkenalkan
Al-Islamy Yogyakarta. Nilai koefisien
diri dengan nada dan kehangatan kata-kata
0.581 menunjukkan keeratan hubungan
dapat mendukung keterhubungan antara
dalam kategori sedang (0,400-0,599).
perawat dan pasien sehingga meningkatkan
Koefisien korelasi sebesar 0,581
kepercayaan pasien dan menurunkan
menunjukkan angka korelasi positif yang
artinya semakin tinggi penerapan kecemasan pasien (Sheldon, 2010).
komunikasi terapeutik yang diberikan maka Tahap kerja didapat jumlah jawaban
akan semakin tinggi persepsi pasien sebesar 79,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
terhadap mutu asuhan keperawatan. mayoritas perawat sudah selalu dan sering
memberikan kesempatan untuk bertanya,
PEMBAHASAN
menanyakan keluhan utama, melakukan
1. Penerapan Komunikasi Terapeutik kegiatan sesuai rencana, berbicara dengan
intonasi lembut dan tidak emosional,
Hasil penelitian yang dilakukan mempertahankan kontak mata, dan saat
peneliti didapatkan bahwa penerapan berbicara menunjukan wajah tersenyum.
komunikasi terapeutik di RSU At-Turots Al- Hal ini sesuai dengan pendapat Nurjannah
Islamy Yogyakarta sebesar 59,4% pada (2007) bahwa perawat harus memberikan
tahap orientasi. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan untuk bertanya, menanyakan
mayoritas perawat sudah selalu dan sering keluhan utama, memulai kegiatan dengan
memberikan salam dan tersenyum, baik, dan melakukan kegiatan sesuai rencana
4
karena interaksi yang memuaskan akan terhadap mutu asuhan keperawatan
meniciptakan situasi/suasana yang didapatkan bahwa pada pengkajian sebesar
meningkatkan integritas pasien dengan 74,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
meminimalisasi ketakutan, kepercayaan, mayoritas perawat selalu dan sering
kecemasan dan tekanan pada pasien. Pada menanyakan keluhan yang dialami,
tahap kerja ini merupakan tahap yang mendengarkan keluhan dengan penuh
terpenting dalam mencapai tujuan perhatian, memberikan kesempatan untuk
keperawatan yang optimal. Dan apabila mengungkapkan keluhan dan memberikan
perawat gagal dalam tahap kerja akan kesempatan untuk mengungkapkan keluhan.
berdampak pada kegagalan tujuan yang Hal ini sesuai dengan yang disebutkan
ingin dicapai. (Nasir dkk, 2009). Setiadi (2012) dalam bukunya bahwa pada
pengkajian keperawatan harus secara aktif
Tahap terminasi didapat jumlah menanyakan keluhan yang dialami dan
jawaban sebesar 68,5%. Hal ini perawat juga harus mendengarkan penuh
menunjukkan bahwa mayoritas perawat dengan perhatian dan perasaan terhadap
sudah selalu dan sering menyimpulkan hasil setiap apa yang dikatakan pasien. Menurut
tindakan yang dilakukan, menginformasikan Nurjannah (2005) karena pada tahap
rencana tindak lanjut, melakukan kontrak pengkajian ini terdiri atas pengumpulan data
waktu selanjutnya, dan menyampaikan topik dan perumusan kebutuhan atau masalah
untuk pertemuan selanjutnya. Hal ini sesuai pasien. Sehingga perawat harus secara rutin
pendapat Nasir dkk (2009) bahwa tahap menanyakan permasalahan-permasalahan
terminasi meliputi menyimpulkan hasil yang masih dialami pasien karena data
wawancara, menginformasikan tindak lanjut pasien yang sudah didapat pada tahap
dengan pasien, melakukan kontrak (waktu, pengkajian diperlukan sebagai dasar pijakan
tempat dan topik). Pada tahap terminasi ini dalam menentukan diagnosis keperawatan
merupakan tahap yang sulit tapi sangat (Mundakir, 2006)
penting dari hubungan terapeutik perawat
dan pasien. Pada tahap terminasi adalah Diagnosis keperawatan didapat
saat untuk mengubah perasan dan memori bahwa pada diagnosis keperawatan sebesar
serta untuk mengevaluasi kemajuan dan 63,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
tujuan yang dicapai (Nurjannah, 2005). perawat sudah selalu dan sering menentukan
Tetapi pada tahap terminasi masih ada masalah dengan melibatkan pasien dan
beberapa perawat yang kadang-kadang dan keluarga, menyampaikan masalah,
tidak pernah mengakhiri tindakan dengan menyampaikan masalah utama, dan
mengucapkan salam. Padahal sesingkat menjelaskan masalah utama. Hal ini sesuai
apapun perawat mengakhiri kegiatan dengan dengan standar praktik keperawatan yang
tidak baik dapat menimbulkan rasa dijabarkan oleh PPNI tahun 2000 bahwa
kesedihan dan ambivalensi diakhir dalam diagnosis keperawatan perawat harus
hubungan perawat dan pasien. Sehingga bekerjasama dengan pasien, untuk
akan mengakibatkan kesan yang negatif memvalidasi (menyampaikan) diagnosis
terhadap perawat (Sheldon, 2010). keperawatan (Nursalam, 2007). Menurut
Mundakir (2006) diagnosis keperawatan
2. Persepsi Pasien Terhadap Mutu merupakan hasil penilaian perawat dengan
Asuhan Keperwatan melibatkan pasien, keluarga. Proses
Hasil penelitian yang dilakukan penentuan diagnosis pasien dengan
peneliti didapatkan bahwa persepsi pasien melibatkan pasien dan beberapa pihak
5
berupaya untuk menvalidasi, memperkuat tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
dan menentukan prioritas masalah pasien keperawatan pada pasien dan masalah
dengan benar. Namun pada diagnosis kesehatan dan keperawatan dapat diatasi (
keperawatan masih ada perawat yang Nurjannah, 2005)
kadang-kadang dan tidak pernah
menjelaskan diagnosis, mendiskusikan Implementasi sebesar 69,5%. Hal ini
masalah dan penentuan masalah utama. menunjukkan bahwa mayoritas perawat
Padahal sikap perawat yang komunikatif dan selalu dan sering menyampaikan tindakan,
sikap pasien yang kooperatif merupakan menjelaskan tindakan yang dilakukan,
faktor penting dalam penetapan diagnosis meminta izin sebelum tindakan,
keperawatan yang tepat. Apabila diagnosis menyampaikan efek samping, menjelaskan
keperawatan dilakukan tanpa mendiskusikan efek samping tindakan, menjelaskan
dan menjelaskan kepada pasien dapat rencana tindakan, melibatkan pasien dalam
berakibat salahnya penilaian perawat perencanaan tindakan, menyampaikan
terhadap masalah yang dialami pasien tujuan, menjelaskan tujuan perencanaan,
karena untuk menentukan diagnosis perawat mendiskusikan terapi yang akan dilakukan.
harus melibatkan pasien untuk menvalidasi Hal ini sesuai dengan penjabaran Potter dan
masalah yang dialami pasien (Mundakir, Perry (2009) bahwa setiap tindakan yang
2006). akan dilakukan perawat harus
dikomunikasikan baik dalam bentuk lisan
Perencanaan keperawatan sebesar maupun tertulis. Dan selalu menggunakan
68,09%. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang jelas dan tepat saat perawat
mayoritas perawat selalu dan sering mengkomunikasikan tindakan keperawatan.
menyampaikan rencana tindakan, Pada saat akan melakukan implementasi,
menjelaskan rencana tindakan, melibatkan perawat kontrak waktu dengan pasien dan
pasien dalam perencanan tindakan, menyampaikan serta menjelaskan apa yang
menyampaikan tujuan, menjelaskan tujuan akan dilakukan, tahapan-tahapan serta
perencanaan, mendiskusikan terapi yang tujuan tindakan. Namun pada implementasi
akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan masih terdapat perawat yang kadang-kadang
standar praktik keperawatan yang dijabarkan dan tidak pernah menyampaikan serta
oleh PPNI tahun 2000 bahwa dalam menjelaskan tahapan-tahapan tindakan.
perencanaan keperawatan perawat harus Padahal menjelaskan tahapan tindakan
menyampaikan penetapan prioritas, tujuan, merupakan upaya meningkatkan
dalam rencana keperawatan (Nursalam, pengetahuan pasien tentang tindakan yang
2012). Menurut Asmadi (2008) bahwa akan dilakukan sehingga mampu
perencanaan merupakan keputusan awal menurunkan kegelisahan pasien dan
yang memberikan arah bagi tujuan yang menciptakan merasa aman (Nurjannah,
ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, 2005).
termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang
akan melakukan tindakan keperawatan harus Evaluasi sebesar 69,5%. Hal ini
dikomunikasikan kepada pasien dan menunjukkan bahwa perawat selalu dan
keluarga karenanya dalam menyusun sering menanyakan perasaan, mengevaluasi
rencana tindakan keperawatan untuk pasien, tindakan, menyampaikan hasil evaluasi,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan menanyakan kembali permasalahan yang
secara maksimal. Menurut Ali (2002) hal ada. Hal ini sesuai dengan penjabaran Potter
ini akan berdampak pada perumusan tujuan, dan Perry (2009) bahwa setelah melakukan
6
tindakan keperawatan, perawat diwajibkan Hasil penelitian ini sejalan dengan
untuk mengumpulkan data subjektif dan Adiwinata (2015) yang menyimpulkan
objektif dari pasien. Perawat juga harus bahwa terdapat hubungan pelaksanaan
meninjau ulang pengetahuan status terbaru komunikasi terapeutik perawat dengan
dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, kepuasaan keluarga pasien di Poliklinik Jiwa
dan hasil yang diharapkan. Tujuan dari RSU Grhasia Yogyakarta. Hal ini
tahap evaluasi ini adalah menentukan dikarenakan untuk menimbulkan kepuasaan
apakah suatu masalah tetap sama, telah keluarga yang baik maka salah satu faktor
membaik, memburuk atau berubah dengan yang mempengaruhi yaitu pelaksnaan
cara lain karena akan berdampak pada komunikasi terapeutik, dengan komunikasi
proses yang berkelanjutan untuk menilai terapeutik yang baik maka akan muncul
efek dari tindakan keperawatan pada pasien. persepsi pasien yang baik terhadap mutu
Namun pada tahap evaluasi masih asuhan keperawatan dan itu akan berdampak
ditemukan perawat yang kadang-kadang dan terhadap kepuasan atas asuhan keperawatan
tidak pernah menjelaskan hasil evaluasi. yang dilakukan perawat.
Padahal dengan menjelaskan hasil evaluasi,
pasien mendapatkan informasi status terbaru Hasil ini juga sesuai dengan
dari kondisi kesehatannya sehingga pasien penelitian Bariroh (2012), dengan judul
dapat melihat perubahan dan upaya untuk “hubungan komunikasi terapeutik dengan
mempertahankan dan memelihara tingkat kecemasan pasien dalam
kesehatannya. Dan pasien berhak menghadapi tindakan keperawatan invasif di
mengetahui status kesehatannya (Nurjannah, ruang cempaka RSUD Panembahan
2005). Senopati Bantul Yogyakarta” menunjukkan
bahwa ada hubungan antara komunikasi
3. Hubungan Antara Penerapan teraupetik dengan tingkat kecemasan pasien
Komunikasi Terapeutik Dengan dalam menghadapi tindakan keperawatan.
Persepsi Pasien Terhadap Mutu Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
Asuhan Keperawatan di RSU At- perawat yang memberikan asuhan
Turots Al-Islamy Yogyakarta keperawatan dengan komunikasi terapeutik
Berdasarkan hasil analisis data secara baik maka kecemasaan pasien
menggunakan Pearson Product Moment terhadap tindakan asuhan keperawatan akan
membuktikan bahwa “ada hubungan yang menurun. Dan dengan adanya penurunan
signifikan antara penerapan komunikasi kecemasaan yang dialami pasien sehingga
terapeutik dengan persepsi pasien terhadap pasien merasa nyaman dan akan merasa
mutu asuhan keperawatan di RSU At-Turots percaya terhadap asuhan keperawatan yang
Al-Islamy Yogyakarta”. Hal ini berdasarkan diberikan perawat. Sehingga akan
hasil analisis data Pearson Product Moment berdampak pada persepsi pasien terhadap
dengan signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05), mutu asuhan keperawatan.
yang artinya bila penerapan komunikasi
terapeutik yang dilakukan perawat baik Selain penerapan komunikasi
maka persepsi pasien terhadap mutu asuhan terapeutik ada beberapa faktor lain yang
keperawatan baik. Begitu juga sebaliknya mempengaruhi persepsi pasien terhadap
bila penerapan komunikasi terapeutik mutu asuhan keperawatan antara lain umur,
kurang maka persepsi pasien terhadap mutu jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, sosial
asuhan keperawatan kurang. ekonomi, budaya, lingkungan fisik serta
pengalaman (Asmita, 2008).
7
Persepsi pasien terhadap mutu SARAN
asuhan keperawatan merupakan tanggapan
yang muncul karena adanya penilaian Kepala ruang diharapkan agar
tindakan asuhan keperawatan yang dberikan menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan
oleh perawat ke pasien. Persepsi pasien untuk meningkatkan persepsi pasien
terhadap mutu asuhan keperawatan ini akan terhadap mutu asuhan keperawatan misalnya
berdampak ke rumah sakit tersebut. Wujud memberikan pendidikan tentang penerapan
dari asuhan keperawatan yang bermutu komunikasi terapeutik yang dapat berupa
antara lain dengan bersikap ramah kepada pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan soft
pasien, memberikan asuhan keperawatan skiil dalam berkomunikasi dengan pasien.
secara cepat, bersikap sopan, serta Sehingga perawat dapat meningkatkan mutu
memberikan dukungan motivasi agar pasien asuhan keperawatan kepada pasien.
cepat sembuh. Hal ini sesuai dengan teori
DAFTAR PUSTAKA
Indrawati (2003) bahwa komunikasi
Adiwinata. (2015). Hubungan Pelaksanaan
merupakan salah satu faktor yang
Komunikasi Terapeutik Perawat
mempengaruhi persepsi pasien terhadap
Dengan Kepuasaan Keluarga
mutu asuhan keperawatan (Musliha &
Pasien di Poliklinik Jiwa RSU
Fatmawati, 2009).
Grhasia Yogyakarta. Skripsi
SIMPULAN Tidak Dipublikasikan. Stikes
‘Aisyiyah Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang “Hubungan Penerapan Anggarini. P. (2014). Hubungan Persepsi
Komunikasi Terapeutik Dengan Persepsi Pasien Tentang Pelaksanaan
Pasien Terhadap Mutu Asuhan Keperawatan Komunikasi Terapeutik Perawat
Di RSU At-Turots Al-Islamy Yogyakarta” Dengan Tingkat Kecemasan
maka dari hasil analisis penelitian ini dapat Pasien Pre Operasi Di Ruang
diambil simpulan bahwa penerapan Flamboyan Rsud Muntilan.
komunikasi terapeutik di RSU At-Turots Al- Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Islamy Yogyakarta sebesar 59,4% pada Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
tahap orientasi, 79,1% pada tahap kerja dan Asmadi. (2008). Konsep Dasar
68,5% pada tahap terminasi DAN Persepsi Keperawatan. Jakarta: Buku
pasien terhadap mutu asuhan keperawatan di Kedokteran: Egc.
RSU At-Turots Al-Islamy Yogyakarta
sebesar 74,1% pada pengkajian, 63,1% pada Asmita, W. P. (2008). Analisa Pengaruh
diagnosis keperawatan, 68,09% pada Persepsi Pasien Tentang Miutu
perencanaan keperawatan, 61,7% pada Pelayanan Dokter Terhadap
implementasi dan 69,5% pada evaluasi dan Loyalitas Pasien Di Poliklinik
ada hubungan yang signifikan antara Umum Instalasi Rawat Jalan
penerapan komunikasi terapeutik dengan Rumah Sakit Panti Wilasa
persepsi pasien terhadap mutu asuhan Citarum Semarang.
keperawatan di RSU At-Turots Al-Islamy
Yogyakarta, dengan hasil uji analisis Asmuji. (2009). Pengaruh Kelompok Kerja
Pearson Product Moment diperoleh nilai Keperawatan Terhadap
signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05). Peningkatkan Kinerja Perawat
Dalam Pelaksanaan
8
Dokumentasi Asuhan Aplikasi). Jakarta: Selemba
Keperawatan Di Instalasi Rawat Medika.
Inap RSU Dr. H. Koesnadi Notoatmodjo, S. (2012). Metodelogi
Bondowoso. Jakarta: Fik Ui. Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Diambil Pada Tanggal 11 Rineka Cipta.
November 2014 di Nurjannah, I. (2005). Komunikasi
Http://Core.Kmi.Open.Ac.Uk/D Keperawatan (Dasar-Dasar
ownload/Pdf/12127701.Pdf. Komunikasi Bagi Perawat).
Jakarta: Mocomedika.
Bariroh. Y. (2012). Hubungan Komunikasi ____________. (2005). Aplikasi Proses
Teraupetik Dengan Tingkat Keperawatan. Yogyakarta:
Kecemasan Pasien Dalam Mocomedika.
Menghadapi Tindakan ____________. (2007). Hubungan
Keperawatan Invasif Di Ruang Terapeutik Perawat Dan Klien.
Cempaka RSUD Panembahan Yogyakarta: PSIK FK UGM
Senopati Bantul Yogyakarta. Nursalam. (2007). Konsep Dan Penerapan
Skripsi Tidak Dipublikasikan. Metodelogi Penelitian Ilmu
Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Keperawatan. Jakarta: Selemba
Depkes RI. (2009). Undang-Undang RI No. Medika.
44 Tahun 2009 Tentang Potter, P. A & Perry, A. G. (2009).
Kesehatan: Jakarta. Fundamental Of Nursing Ed.7.
Haryani. (2008). Kualitas Pelayanan Pada Jakarta: Selemba Medika.
Jasa. Yogyakarta: Ekonesia. Setiadi. (2012). Konsep Dan Penulisan
Dokumentasi Asuhan
Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan. Teori Dan
Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik. Yogyakarta: Graha
Pelayanan. Yogyakarta: Graha ilmu.
Ilmu. Sheldon, L. K. (2010). Komunikasi Untuk
Musliha & Fatmawati.S. (2009). Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Komunikasi Keperawatan Plus Weiwei, T. (2007). Impact of Corporate
Materi Komunikasi Teraupetik. Image and Corporate Reputation
Yogyakarta: Nuha Medika. on Customer Loyalty: A
Nasir, A. Muhit,A. Sajidin,M Dan Mubarak, Review. Management Science
W.I. (2009). Komunikasi Dalam and Engineering Journal. Vol 1
Keperawatan (Teori Dan No.12