Sistem Keuangan Indonesia
Sistem Keuangan Indonesia
Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan, sistem perbankan, dan sistem
lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu
negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas
jasa keuangan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan
pasar modal.
Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan
perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik di mana surat berharga diperdagangkan,
tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan (financial services) dihasilkan serta
ditawarkan ke seluruh bagian dunia (Peter S. Rose, 7th editionm 2000).
Sistem keuangan memiliki fungsi-fungsi pokok, yaitu fungsi tabungan (saving
function), fungsi kekayaan (wealth function), fungsi likuiditas (liquidity function), fungsi
kredit (credit function), fungsi pembayaran (payment function), fungsi resiko (risk function),
serta fungsi kebijakan (policy function).
Dalam perjalanan sejarah sektor keuangan Indonesia, sistem keuangan mengalami
perubahan dan perkembangan yang sangat fundamental terutama setelah memasuki era
deregulasi pada akhir dekade 1980-an yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya
beberapa undang-undang di bidang keuangan dan perbankan.
Otoritas Keuangan
Otoritas keuangan yang berperan dalam pengaturan dan pengawasan di bidang
keuangan dan perbankan di Indonesia terdiri dari:
a. Bank Indonesia, selaku otoritas keuangan dan moneter.
b. Pemerintah (Departemen Keuangan), namun setelah Bank Indonesia menjadi lembaga
independen, kewenangan Departemen Keuangan dalam melakukan pengaturan dan
pengawasan hanya pada Lembaga Keuangan Bukan Bank;
c. Otoritas Jasa Keuangan;
d. Lembaga Penjamin Simpanan, lembaga ini bertugas memberi jaminan atas simpanan kepada
nasabah bank.
SISTEM MONETER DAN PERBANKAN INDONESIA
Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan
uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank
Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral dari
suatu sistem moneter.
Otoritas Moneter, Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung jawab menciptakan dan menawarkan
uang primer berupa uang kartal (kertas dan logam) bagi masyarakat umum dan bank reserves bagi perbankan dan lembaga
keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan uang primer yang dimiliki menciptakan
uang sekunder dalam bentuk giral, seperti giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits), tabungan (saving
deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam penciptaan dan penawaran uang beredar merupakan satu
kesatuan dalam suatu sistem moneter.
Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system digunakan oleh masyarakat,
baik pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan konsumsi dan produksinya.
Penciptaan uang bukan semata-mata kehendak otoritas moneter (Bank Indonesia), melainkan
juga harus ada permintaan dari masyarakat sehingga jumlah uang beredar harus memenuhi
tuntutan mekanisme pasar yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran.
Pengendalian Moneter
Jumlah uang beredar, baik dalam standar barang (commodity standard) maupun
standar kepercayaan (fiat standard) tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang. Kontrol
jumlah uang beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga
dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol terhadap kegiatan kredit. Kontribusi kebijakan
moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk mengurangi/menekan tingkat
inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi,
sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat pengangguran. Bank Sentral selaku
pelaksana kebijakan moneter, menjalankan kebijakannya yang bersifat kuantitatif
(quantitative control policy) dan kualitatif (qualitative control policy). Instrumen-instrumen
yang biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan kuantitatif adalah Pengaturan Tingkat
Bunga dan Tingkat Diskonto (rediscount rate policy), Pengatuan Operasi Pasar Terbuka
(open market operation), dan Pengaturan Tingkat Cadangan Minimal dan Tingkat Kelebihan
Cadangan (reserves requirement policy). Dalam melaksanakan kebijakan kualitatif
pemerintah mengadakan pendekatan langsung (direct approach) kepada bank-bank umum,
dengan turut mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada
para nasabahnya secara selektif.
Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi
kewajibannya.
Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse
movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank.
Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh waktu.
Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan
atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau
adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti
tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang
terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak
tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan pe