“Jantung Koroner”
Dosen Pengampu : Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt.
Disusun Oleh:
Nisa Rahmah 11181020000021
Syeni Syahraeni 11181020000017
Novia Ramadhani 11181020000052
Fatmawati 11181020000090
Linatun Nafiroh 11181020000098
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Jantung Koroner”. Penulisan tugas ini
dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Diagnostik Klinik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt. selaku
dosen pengampu mata kuliah ini yang telah memberikan arahan dan bimbingannya. Tidak
lupa penulis berterimakasih kepada orang-orang terdekat yang telah telah membantu memberi
dukungan dan motivasi sehingga mampu menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang ada.
Jakarta, 17 April 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
namun pada kasus ini vasodilatasi distal dan aliran kolateral masih berlangsung baik sehingga
kebutuhan oksigen masih bisa diseimbangkan dengan cara beristirahat.
2. Unstable angina
Pasien dengan unstable angina akan mengalami nyeri dada saat aktivitas berat namun
kemudian masih tetap berlangsung saat istirahat. Ini adalah tanda akan terjadi infark miokard
akut. Unstable angina dan MI akut merupakan sindrom koroner akut karena ruptur dari
atherosclerotic plak pada pembuluh darah koroner.
3. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memacu STEMI karena berkembangnya banyak aliran kolateral sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkanoklusi arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga
STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,
4
berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang
selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi terhadap
sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen di mana keduanya adalah molekul multivalen yag dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simultan menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor
VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian
akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada
kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik. Non STEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
dan atau peningkatan oksigen demand miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut
diawali dengan rupture plak aterom yang tidak stabil dengan inti lipid besar dan fibrous cap
tipis dan konsenterasi tissue factor tinggi. Inti lemak yang cenderung rupture mempunyai
konsenterasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi
rupture plak terdapat proses inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini
akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-6.IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati.
5
2.3 Etiologi Jantung Koroner
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam
kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat
merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa, 2014).
Faktor risiko dapat berupa semua faktor penyebab (etiologi) ditambah dengan faktor
epidemiologis yang berhubungan secara independen dengan penyakit. Faktor – faktor utama
penyebab serangan jantung yaitu perokok berat, hipertensi dan kolesterol. Faktor pendukung
lainnya meliputi obesitas, diabetes, kurang olahraga, genetik, stres, pil kontrasepsi oral dan
gout (Huon, 2002). Faktor risiko seperti umur, keturunan, jenis kelamin, anatomi pembuluh
koroner dan faktor metabolisme adalah faktor-faktor alamiah yang sudah tidak dapat diubah.
Namun ada berbagai faktor risiko yang justru dapat diubah atau diperbaiki.
Sangat jarang orang menyadari bahwa faktor risiko Penyakit Jantung Koroner bisa
lahir dari kebiasaaan hidup sehari-hari yang buruk misalnya pola komsumsi lemak yang
berlebih, perilaku merokok, kurang olaraga atau pengelolaan stress yang buruk (Anies,2005).
Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor dan minor. Faktor
risiko mayor meliputi hipertensi, 11 hiperlipidemia, merokok, dan obesitas sedangkan faktor
risiko minor meliputi DM, stress, kurang olaraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Menurut
D.Wang (2005) faktor risiko Peningkatan Jantung Koroner pada wanita meliputi :
a. Obesitas
b. Riwayat Keluarga
c. Penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok
d. Diabetes Melitus
e. Kolesterol
f. Merokok
Menurut penelitian yang dilakukan Rosjidi dan Isro’in (2014) Perempuan lebih rentan
terserang penyakit kardiovaskular dibanding laki-laki. Beban faktor resiko penyakit
kardiovaskular perempuan lebih besar dari laki-laki adalah tingginya LDL, tingginya TG, dan
kurangnya aktivitas fisik. Tiga faktor resiko dominan penyakit kardiovaskular pada
perempuan adalah umur, hiperetnsi dan kolesterol tinggi.
6
2.4 Epidemiologi Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan
karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi
masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Di USA setiap tahunnya 550.000
orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan 20-40.000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK. Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI
menyatakan prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan,
sekarang (tahun 2000-an) dapat dipastikan, kecenderungan penyebab kematian di Indonesia
bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (antara lain PJK) dan degeneratif.
Pada tahun 2006, hampir 1,4 juta penduduk Amerika didiagnosis menderita sindrom
koroner akut meliputi 537.000 dengan angina tak stabil dan 810.000 dengan infark miokard
akut (Ardiandiny et al., 2014). Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi yang
terjadi akibat penumpukan plak di arteri jantung sehingga mengakibatkan suplai darah ke
jantung menjadi terganggu dan bisa menyebabkan serangan jantung. PJK terutama
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau
kombinasi keduanya (Yuliani et al., 2014).
Berdasarkan data dari Riskesdas 2007, prevalensi PJK di Indonesia sebesar 7,2%
berdasarkan wawancara gejala) dan 0,9 % (berdasarkan wawancara diagnosis dokter),
sementara itu data dari Riskesdas tahun 2013 terjadi penurunan yaitu menjadi 1,5%
(berdasarkan wawancara gejala) dan 0,5% (berdasarkan diagnosis dokter) (Farahdika et al.,
2015). Penyakit jantung koroner diperkirakan 30% menjadi penyebab kematian di seluruh
dunia. Menurut WHO tahun 2005, jumlah kematian penyakit kardiovaskular (terutama
penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit jantung rematik) meningkat secara global
menjadi 17,5 juta dari 14,4 juta pada tahun 1990. Berdasarkan jumlah tersebut, 7,6 juta
dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. American Heart Association (AHA) pada tahun
2004 memperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sekitar
13.200.000. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3
penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Zahrawardani et al., 2013).
8
Kelas IV 'Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa perasaan
tidak nyaman' atau 'angina saat istirahat’
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut: (Ivan Rayka, 2012)
a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.
b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat
juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, pasien tidak mengeluh nyeri dada akibat
neuropati diabetik.
Berat Ditusuk
Mengencangkan/diperas Dijahit
9
bisa mengarahkan pada NSTEMI atau UAP yang selanjutnya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan laboratorium. (Tri Agrina, 2016)
10
❖ kilomikron : mengandung 2% protein dan 98% lemak (84% trigliserida, 7%
kolesterol dan 7% fosfolipid) (Irmalita, 2015).
● Gula darah postprandial atau bila perlu tes toleransi glukosa.
● Pemeriksaan faal ginjal bila ada hipertensi (Elizabeth, 2014)
fraksi-fraksi lipoprotein (kilomikron, VLDL, 14 LDL, dan HDL kolesterol)
memegang peranan penting dalam risiko pembentukan proses aterosklerosis dan
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kilomikron mentransfer lemak dari usus dan
tidak berpengaruh dalam proses aterosklerosis. Meningginya LDL akan meningkatkan
proses aterosklerosis dan risiko penyakit jantung. Meningginya kadar HDL akan
berbanding terbalik dengan risiko penyakit jantung koroner (Iskandar, 2017).
● Elektrokardiografi (EKG)
ialah sarana diagnostik yang penting untuk Penyakit Jantung Koroner. Yang dapat
ditangkap oleh EKG ialah kelainan miokard yang disebabkan oleh terganggunya
aliran koroner sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan demand nutrisi
dan oksigen di miokardium (Saryono, 2014). Terganggunya aliran koroner
menyebabkan kerusakan miokard yang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :
1) Iskemia, yaitu kelainan yang paling ringan dan masih reversibel.
2) Injuri, yaitu kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversibel.
3) Nekrosis, yaitu kelainan yang sudah ireversibel, karena kerusakan sel-
selmiokard sudah permanen (Sudoyo, 2006 ; Saryono, 2014).
BAB III
PEMBAHASAN
12
Apabila kadar kolesterol LDL pada angka diatas 160 mg/dl, maka dapat dikatakan
bahwa kadar koesterol LDL berada pada level tinggi. LDL yang tinggi inilah yang lama
kelamaan akan menyebabkan terbentuknya plak atau penyumbatan pada pembuluh
darah. Apabila penyumbatan yang parah sudah terjadi, maka jantung 17 kita akan
merasakan nyeri dada. Kadar LDL dikatakan normal adalah jika berada dibawah 100
mg/dl. Sedangkan kadar kolesterol HDL dikatakan normal jika diatas 60 mg/dl. Hal ini
dikarenakan HDL merupakan kolesterol baik sehingga dapat melindungi jantung kita.
Adapun untuk kolesterol total sendiri harus dijaga kadarnya dibawah angka 200 mg/dl.
3. Hasil EKG
Masing-masing kelainan Miokardium mempunyai ciri-ciri yang khas pada EKG.
Pada umumnya iskemia dan injuri menunjukkan kelainan pada proses repolarisasi
miokard, yaitu segmen ST dan gelombang T. Nekrosis miokard menyebabkan gangguan
pada proses depolarisasi, yaitu gelombang QRS (Sudoyo, 2006).
a) Iskemia Depresi ST, ini ialah ciri dasar iskemia miokard. Depresi ST
dianggap bermakna bila lebih dari 1 mm, makin dalam makin spesifik.
Inversi T, gelombang T yang negatif (vektor T berlawanan arah dengan
vektor QRS) bisa terdapat pada iskemia miokard, terapi tanda ini tidak
perlu spesifik. Yang lebih 15 spesifik ialah bila gelombang T ini simetris
dan berujung lancip. Inversi U, gelombang U yang negatif cukup spesifik
untuk iskemia miokard.
13
b) Injuri Ciri dasar injuri ialah elevasi ST dan yang khas ialah konveks ke
atas. Pada umumnya dianggap bahwa elevasi ST menunjukkan injuri di
daerah subepikardial, sedangkan injuri di daerah subendokordial
menunjukkan depresi ST yang dalam.
c) Nekrosis Ciri dasar nekrosis miokard ialah adanya gelombang Q patologis
yaitu Q yang lebar dan dalam, dengan syarat-syarat : 0,04 derik dalam
44mm (Sudoyo, et all, 2011).
14
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam
kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat
merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian.
Faktor risiko Peningkatan Jantung Koroner pada wanita meliputi obesitas, riwayat
Keluarga, penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok, diabetes
melitus, kolesterol, merokok. Untuk mengetahui penyakit jantung coroner dapat dengan cara
diagnisa dan pemeriksaan laboratorium. Setelah mengetahui bahayanya penyakit ini, maka
kita harus menjaga kesehatan jantung dengan cara menjaga pola makan, menjaga pola hidup
sehat, melakukan aktivitas fisik dan tidak merokok. Selain itu kita dapat mempromosikan
kesehatan khususnya penyakit jantung koroner kepada masyarakat sehingga masyarakat
mengetahui apa sja yang harus di lakukan untuk mencegah penyakit jantung koroner
15
DAFTAR PUSTAKA
Agrina, Tri. 2016. Hubungan Antara Asupan Lemak Denganprofil Lipid Pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner. Karya Tulis Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Diakses melalui :
http://eprints.undip.ac.id/56240/3/Tri_Agrina_22010113120006_Lap.KTI_BabII.pdf
[15 April 2020 pukul 23.21]
Anies. 2015. Kolestrol Dan Penyakit Jantung Koroner. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit
Buku AR-Ruzz Media.
Anonim. “BAB II Tinjauan Pustaka; Kolesterol” Diakses pada 17 April 2020. Di
http://repository.unimus.ac.id/1245/3/BAB%20II.pdf
Anonim. 2018. “BAB II Tinjauan Pustaka ; Penyakit Jantung Koroner. Diakses pada 17 April
2020. Di http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/846/4/BAB%20II.pdf
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan, Jakarta
Farahdika, Amelia dan Mahalul Azam. 2015. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan
Penyakit Jantung Koroner pada Usia Madya. Unnes Journal of Public Health 4 (2)
(2015). Semarang
Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Kaul P, Naylor CD, Armstrong PW, Mark DB, Theroux P, Dagenais GR. 2009. Assessment
of activity status and survival according to the Canadian Cardiovascular Society
angina classification. Can J Cardiol. 25(7):225–31.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Apa itu Penyakit Jantung Koroner?.
Diakses dari http://p2ptm.kemkes.go.id [ 16 April 2020 pukul 21. 37]
Luke K, Purwanto B, Herawati L, Al-Farabi MJ, Oktaviono YH. 2019. Predictive Value of
Hematologic Indices in the Diagnosis of Acute Coronary Syndrome. Open Access
Maced J Med Sci. 2019 Aug 15; 7(15):2428-2433. Diakses pada 17 April 2020. Di
https://doi.org/10.3889/oamjms.2019.666
Majid, A. 2007. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
Terkini (online). Diakses melalui: http://
respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf [16 April 2020
pukul 1.24].
Rayka, Ivan. 2012. Gambaran Klinis Dan Pola EKG Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
Di Rumah Sakit Pt.Pusri Palembang Periode Januari 2011 - Desember 2011. Skripsi.
16
Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Palembang. Diakses melalui :
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/187/2/SKRIPSI97-1704067487.pdf
[16 April 2020 pukul 00.53]
Sumartono Wasis R. 1995. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Media
Litbangkes Vol.v No. 01/1995
World Helath Organization. 2020. Cardiovascular Diseases. Diakses dari
https://www.who.int/health-topics/cardiovascular-diseases. [16 April 2020 pukul
21.17]
17