Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DIAGNOSTIK KLINIK

“Jantung Koroner”
Dosen Pengampu : Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt.

Disusun Oleh:
Nisa Rahmah 11181020000021
Syeni Syahraeni 11181020000017
Novia Ramadhani 11181020000052
Fatmawati 11181020000090
Linatun Nafiroh 11181020000098

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
APRIL/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Jantung Koroner”. Penulisan tugas ini
dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Diagnostik Klinik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt. selaku
dosen pengampu mata kuliah ini yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.  Tidak
lupa penulis berterimakasih kepada orang-orang terdekat yang telah telah membantu memberi
dukungan dan motivasi sehingga mampu menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang ada.

                                                                                                    
 
                                                                                   Jakarta, 17 April 2020
 
 
                                                                                               Penulis 

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................1


1.2. Tujuan Penulisan...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................3

2.1 Definisi Jantung Koroner.......................................................................................................3


2.2 Patofisiologi Jantung Koroner...............................................................................................3
2.3 Etiologi Jantung Koroner.......................................................................................................6
2.4 Epidemiologi Jantung Koroner..............................................................................................7
2.5 Manifestasi Klinik Jantung Koroner......................................................................................7
2.6 Penatalaksanaan Jantung Koroner..........................................................................................8
2.6.1 Diagnosa........................................................................................................................8
2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium..........................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................................12

BAB IV PENUTUP............................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut WHO Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah penyebab kematian
nomor 1 di dunia, yang diperkirakan menyebabkan 17,9 juta jiwa setiap tahun
diperkirakan 31% dari semua kematian diseluruh dunia >75 % kematian akibat CVD
terjadi di Negara berpenghasilan rendah dan menengah 85% dari semua kematian akibat
CVD disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. CVD adalah sekelompok gangguan
jantung dan pembuluh darah dan termasuk penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular, penyakit jantung rematik dan kondisi lainnya. Empat dari 5CVD
kematian disebabkan oleh serangan jantung dan stroke , dan sepertiga dari kematian ini
terjadi secara prematur pada orang di bawah 70 tahun .
Diantara penyakit kardiovaskular, penyakit jantung coroner merupakan
penyebab utama kematian, kecacatan, penderitaan, dan kerugian materi, serta
keterbatasan fisik. Komplikasi- komplikasi pada jantung coroner tidak hanya menjadi
masalah bagi pederita namun juga keluarga. Penyakit jantung koroner adalah gangguan
fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena penyumbatan atau
penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat kerusakan lapisan dinding pembuluh
darah (Aterosklerosis).(Kemkes.2018) Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyakit jantung koroner, sehingga usaha pencegahan harus multifaktorial. Pencegahan
harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara pengendalian faktor faktor risiko dan
merupakan hal yang cukup penting dalam usaha pencegahan, baik primer maupun
sekunder. (Amelia dan Mahalul. 2015)
Berdasarkan data dari Riskesdas 2007, prevalensi PJK di Indonesia sebesar
7,2% (berdasarkan wawancara gejala) dan 0,9 % (berdasarkan wawancara diagnosis
dokter), sementara itu data dari Riskesdas tahun 2013 terjadi penurunan yaitu menjadi
1,5% (berdasarkan wawancara gejala) dan 0,5% (berdasarkan diagnosis dokter). Provinsi
DI. Aceh berada di peringkat pertama dengan prevalensi sebesar 12,3% dan Lampung
berada di peringkat terakhir dengan prevalensi sebesar 4,3% , sementara Jawa Tengah
berada di peringkat ke-8 dengan prevalensi sebesar 8,4%. (Depkes.2007)
Gambaran kasus di atas menunjukkan pentingnya penyakit ini yang belum
mendapat perhatian mengenai besarnya resiko seseorang, ketidakmampuan, hilangnya
pekerjaan, dan pada saat masuk rumah sakit. Pandangan masyarakat khususnya kaum
1
muda sekarang penyakit jantung koroner dianggap hanya diderita orang tua. Hal ini
dipandang karena penyakit jantung timbul karena penurunan fungsi kerja organ tubuh,
khususnya jantung pada usia tua. Dari sini diketahui bahwa pengetahuan masyarakat
pengenai penyakit jantung koroner ini kurang. Masyarakat jugak kurang memahami
gejala-gejala ringan yang menyebabkan penyakit jantung koroner. Gejala-gejala ringan
ini juga dipandang tidak perlu untuk diperiksakan kepada dokter. Hal ini karena dianggap
gejala penyakit yang biasa-biasa saja. Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa
penyakit jantung koroner muncul dari hal-hal sederhana, seperti kebiasaan kita dalam
memakan makanan yang tidak sehat,pola hidup yang tidak sehat, atau kebiasaan makan
yang dipengaruhi oleh budaya atau adat-istiadat yang turun temurun yang masih di
lakukan oleh masyarakat. Kita dapat mencegah penyakit jantung koroner dengan
memperhatikan asupan makanan yang kita makan, aktivitas fisik yang kitalakukan dan
tidak merokok. Kita juga dapat melakukan promosi kesehatan mengenai bahayanya
penyakit jantung koroner pada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui faktor
apa saja yang harus kita perhatikan sehingga kita dapat terhindar dari penyakit jantung
koroner.Oleh karena itu, kita dapat menjaga kesehatan jantung dengan cara menjaga pola
makan, menjaga pola hidup sehat, melakukan aktivitas fisik dan tidak merokok. Selain
itu kita dapat mempromosikan kesehatan khususnya penyakit jantung koroner kepada
masyarakat sehingga masyarakat mengetahui apa sja yang harus di lakukan untuk
mencegah penyakit jantung koroner. (Sumartono.199)

1.2.   Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui definisi penyakit jantung koroner
 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit  jantung koroner
 Untuk mengetahui Etiologi penyakit jantung koroner
 Untuk mengetahui Epidemologi penyakit jantung koroner
 Untuk mengetahui manifestasi klinik jantung koroner
 Untuk mengetahui penatalaksanaan pemeriksaan jantung koroner

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Jantung Koroner


Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi terjadi pengurangan aliran darah ke
jantung secara mendadak. Beberapa gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada seperti
serangan jantung, sesak saat sedang beristirahat atau melakukan aktivitas fisik ringan,
keringat yang berlebihan secara tiba-tiba (diaforesis), muntah, mual, nyeri di bagian tubuh
lain seperti lengan kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti mendadak (cardiac arrest).
Umumnya mengenai pasien usia 40 tahun ke atas walaupun pada saat ini terdapat
kecenderungan mengenai usia lebih muda.
Pada jantung normal kebutuhan oksigen miokard disuplai secara kontinyu oleh arteri
koroner selama aktivitas normal, kebutuhan oksigen miokard naik akan menaikkan aliran
arteri koroner. Suplai oksigen miokard bergantung pada oksigen content darah dan coronary
blood flow. Oksigen content bergantung pada oksigenasi sistemik dan kadar hemoglobin,
sehingga bila tidak anemia atau penyakit paru aliran oksigen koroner cenderung konstan. Bila
ada kelainan maka aliran koroner secara dinamis menyesuaikan suplai oksigen dengan
kebutuhan oksigen sel.

2.2 Patofisiologi Jantung Koroner


Berdasarkan proses patofisiologi dan derajat keparahan myokard iskemik dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Stable Angina
Stable angina kronik adalah manifestasi yang dapat diramalkan, nyeri dada sementara
yang terjadi selama kerja berat atau stres emosi. Umumnya disebabkan oleh plak
atheromatosa yang terfiksir dan obstruktif pada satu atau lebih arteri koroner. Pola nyerinya
berhubungan dengan derajat stenosis. Seperti yang digambarkan saat atherosclerosos stenosis
menyempitkan lumenarteri koroner lebih dari 70% menurunkan kapasitas aliran untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Saat aktivitas fisik berat, aktivitas sistim saraf meningkatkan
denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas yang meningkatkan kebutuhan konsumsi
oksigen. Selama kebutuhan oksigen tak terpenuhi, terjadi iskemik miokard diikuti angina
pectoris yang mereda bila keseimbangan oksigen terpenuhi. Sebenarnya oksigen yang
inadekuat selain disebabkan oleh atheroscleosis juga disebabkan oleh kerusakan endotel

3
namun pada kasus ini vasodilatasi distal dan aliran kolateral masih berlangsung baik sehingga
kebutuhan oksigen masih bisa diseimbangkan dengan cara beristirahat.
2. Unstable angina
Pasien dengan unstable angina akan mengalami nyeri dada saat aktivitas berat namun
kemudian masih tetap berlangsung saat istirahat. Ini adalah tanda akan terjadi infark miokard
akut. Unstable angina dan MI akut merupakan sindrom koroner akut karena ruptur dari
atherosclerotic plak pada pembuluh darah koroner.
3. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memacu STEMI karena berkembangnya banyak aliran kolateral sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkanoklusi arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga
STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,

4
berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang
selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi terhadap
sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen di mana keduanya adalah molekul multivalen yag dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simultan menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor
VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian
akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada
kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik. Non STEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
dan atau peningkatan oksigen demand miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut
diawali dengan rupture plak aterom yang tidak stabil dengan inti lipid besar dan fibrous cap
tipis dan konsenterasi tissue factor tinggi. Inti lemak yang cenderung rupture mempunyai
konsenterasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi
rupture plak terdapat proses inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini
akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-6.IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati.

5
2.3 Etiologi Jantung Koroner
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam
kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat
merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa, 2014).
Faktor risiko dapat berupa semua faktor penyebab (etiologi) ditambah dengan faktor
epidemiologis yang berhubungan secara independen dengan penyakit. Faktor – faktor utama
penyebab serangan jantung yaitu perokok berat, hipertensi dan kolesterol. Faktor pendukung
lainnya meliputi obesitas, diabetes, kurang olahraga, genetik, stres, pil kontrasepsi oral dan
gout (Huon, 2002). Faktor risiko seperti umur, keturunan, jenis kelamin, anatomi pembuluh
koroner dan faktor metabolisme adalah faktor-faktor alamiah yang sudah tidak dapat diubah.
Namun ada berbagai faktor risiko yang justru dapat diubah atau diperbaiki.
Sangat jarang orang menyadari bahwa faktor risiko Penyakit Jantung Koroner bisa
lahir dari kebiasaaan hidup sehari-hari yang buruk misalnya pola komsumsi lemak yang
berlebih, perilaku merokok, kurang olaraga atau pengelolaan stress yang buruk (Anies,2005).
Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor dan minor. Faktor
risiko mayor meliputi hipertensi, 11 hiperlipidemia, merokok, dan obesitas sedangkan faktor
risiko minor meliputi DM, stress, kurang olaraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Menurut
D.Wang (2005) faktor risiko Peningkatan Jantung Koroner pada wanita meliputi :
a. Obesitas
b. Riwayat Keluarga
c. Penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok
d. Diabetes Melitus
e. Kolesterol
f. Merokok
Menurut penelitian yang dilakukan Rosjidi dan Isro’in (2014) Perempuan lebih rentan
terserang penyakit kardiovaskular dibanding laki-laki. Beban faktor resiko penyakit
kardiovaskular perempuan lebih besar dari laki-laki adalah tingginya LDL, tingginya TG, dan
kurangnya aktivitas fisik. Tiga faktor resiko dominan penyakit kardiovaskular pada
perempuan adalah umur, hiperetnsi dan kolesterol tinggi.

6
2.4 Epidemiologi Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan
karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi
masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Di USA setiap tahunnya 550.000
orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan 20-40.000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK. Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI
menyatakan prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan,
sekarang (tahun 2000-an) dapat dipastikan, kecenderungan penyebab kematian di Indonesia
bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (antara lain PJK) dan degeneratif.
Pada tahun 2006, hampir 1,4 juta penduduk Amerika didiagnosis menderita sindrom
koroner akut meliputi 537.000 dengan angina tak stabil dan 810.000 dengan infark miokard
akut (Ardiandiny et al., 2014). Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi yang
terjadi akibat penumpukan plak di arteri jantung sehingga mengakibatkan suplai darah ke
jantung menjadi terganggu dan bisa menyebabkan serangan jantung. PJK terutama
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau
kombinasi keduanya (Yuliani et al., 2014).
Berdasarkan data dari Riskesdas 2007, prevalensi PJK di Indonesia sebesar 7,2%
berdasarkan wawancara gejala) dan 0,9 % (berdasarkan wawancara diagnosis dokter),
sementara itu data dari Riskesdas tahun 2013 terjadi penurunan yaitu menjadi 1,5%
(berdasarkan wawancara gejala) dan 0,5% (berdasarkan diagnosis dokter) (Farahdika et al.,
2015). Penyakit jantung koroner diperkirakan 30% menjadi penyebab kematian di seluruh
dunia. Menurut WHO tahun 2005, jumlah kematian penyakit kardiovaskular (terutama
penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit jantung rematik) meningkat secara global
menjadi 17,5 juta dari 14,4 juta pada tahun 1990. Berdasarkan jumlah tersebut, 7,6 juta
dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. American Heart Association (AHA) pada tahun
2004 memperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sekitar
13.200.000. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3
penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Zahrawardani et al., 2013).

2.5 Manifestasi Klinik Jantung Koroner


Manifestasi Penyakit Jantung Koroner sangat bervariasi, tergantung derajat
penyempitan aliran arteri koroner, tingkat kebutuhan oksigen, dan nutrisi miokardium. Bila
suplai oksigen dan nutrisi masih mencukupi, maka manifestasi klinis tidak timbul.
7
Melakukan kegiatan berat dapat meningkatkan kegiatan miokardium sehingga risiko terjadi
manifestasi penyakit jantung koroner semakin meningkat.
Manifestasi klinis yang berarti biasanya muncul apabila penyempitan aliran darah
arteri koroner sudah melebihi 50%. Apabila tidak segera ditangani, keadaan ini bisa
bertambah menjadi lebih berat dan menimbulkan sindrom koroner akut (SKA) atau yang
dikenal sebagai serangan jantung mendadak (Anies, 2015).
Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda berat, rasa
tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri
dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang menyebar ke seluruh dada.
Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung dan lengan kiri. Keluhan lain
berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di ulu hati. Pada sebagian kasus gejala yang timbul
disertai mual dan muntah, disertai sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan kesadaran
menurun (Huon, 2005).

2.6 Penatalaksanaan Jantung Koroner


2.6.1 Diagnosa
Langkah awal diagonis Penyakit Jantung Koroner adalah dilakukan pengambilan data
atau anamnesis keluhan serta menggali segala faktor risiko dan riwayat terdahulu seorang
pasien. Berdasarkan hasil anamnesis golongan derajat angina dibagi menjadi: (Canadian
Cardiovascular Society, 2009)

Kelas Derajat Gejala

Kelas I ‘Aktivitas biasa tidak menyebabkan angina’


Angina apabila mengalami kelelahan

Kelas II ‘Aktivitas biasa sedikit terbatas’


Angina bila berjalan atau naik tangga dengan cepat, tenaga
terkuras setelah makan , dalam cuaca dingin , ketika berada di
bawah stres emosional , atau hanya selama beberapa jam pertama
setelah bangun

Kelas III ‘Ditandai Pembatasan aktivitas fisik biasa'


Angina saat berjalan satu atau dua blok pada tingkatan tangga atau
pada tangga utuh dengan kecepatan normal di bawah kondisi yang
normal

8
Kelas IV 'Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa perasaan
tidak nyaman' atau 'angina saat istirahat’

Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut: (Ivan Rayka, 2012)
a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.
b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat
juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, pasien tidak mengeluh nyeri dada akibat
neuropati diabetik.

Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

Jantung Non Jantung

Tegang tidak enak Tajam

Tertekan Seperti pisau

Berat Ditusuk

Mengencangkan/diperas Dijahit

Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan/posis

Menekan/menghancurkan Terus menerus sehanan

Setelah mendapatkan anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik berupa denyut jantung,


tekanan darah, suhu tubuh, dan kecepatan respirasi untuk kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan penujang (Majid, 2007). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bersifat invasif
maupun non invasif. Beberapa pilihan penunjang diantaranya adalah elektrokardiografi
(EKG), X-ray, angiografi koroner, CT Scan, MRI, echocardiography,dan nuclear imaging.
Elektrokardiografi (EKG) adalah salah satu pemeriksaan utama yang dapat
membedakan ACS STEMI/ NSTEMI dengan UAP. Gambaran pada STEMI yang khas adalah
adanya gelombang ST elevasi persisten. Gelombang non spesifik, T terbalik, atau ST depresi

9
bisa mengarahkan pada NSTEMI atau UAP yang selanjutnya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan laboratorium. (Tri Agrina, 2016)

Perbedaan Khas Gelombang EKG Infark Miokardium PJK.

2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium membantu klinik melengkapi syarat-syarat diagnostik pada
MCI terutama dalam stadium permulaan, dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1) pemeriksaan darah rutin,
2) pemeriksaan enzim jantung,
3) pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari keadaan penyakit lain yang sering
menyertai MCI. Untuk pemeriksaan laboratorium lain yang digunakan dalam mencari
keadaan/penyakit lain sebagai penyerta MCI di antaranya :
● Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, HDL kolesterol, LDL
kolesterol).
Dalam pemeriksaan profil lipid, harus diketahui terlebih dahulu istilah lipoprotein.
Lipoprotein adalah kompleks dari lipid (fosfolipid, kolesterol, trigliserida) dan protein
dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Lipid tak dapat larut dalam air, sehingga tugas
lipoprotein adalah mengangkut lipid ini. Terdapat 4 lipoprotein :
❖ HDL : mengandung 50% protein, 30% fosfolipid, 20% kolesterol, 5%
trigliserida
❖ LDL : mengandung 21% protein dan 78% lemak (11% trigliserida, 45%
kolsterol, 22% fosfolipid) dan 1% lemak bebas LDL
❖ VLDL : mengandung 8% protein dan 90% lemak (50% trigliserida, 20%
kolesterol, 90% fosfolipid) dan 2% lemak bebas (Mark, 2000).

10
❖ kilomikron : mengandung 2% protein dan 98% lemak (84% trigliserida, 7%
kolesterol dan 7% fosfolipid) (Irmalita, 2015).
● Gula darah postprandial atau bila perlu tes toleransi glukosa.
● Pemeriksaan faal ginjal bila ada hipertensi (Elizabeth, 2014)
fraksi-fraksi lipoprotein (kilomikron, VLDL, 14 LDL, dan HDL kolesterol)
memegang peranan penting dalam risiko pembentukan proses aterosklerosis dan
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kilomikron mentransfer lemak dari usus dan
tidak berpengaruh dalam proses aterosklerosis. Meningginya LDL akan meningkatkan
proses aterosklerosis dan risiko penyakit jantung. Meningginya kadar HDL akan
berbanding terbalik dengan risiko penyakit jantung koroner (Iskandar, 2017).
● Elektrokardiografi (EKG)
ialah sarana diagnostik yang penting untuk Penyakit Jantung Koroner. Yang dapat
ditangkap oleh EKG ialah kelainan miokard yang disebabkan oleh terganggunya
aliran koroner sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan demand nutrisi
dan oksigen di miokardium (Saryono, 2014). Terganggunya aliran koroner
menyebabkan kerusakan miokard yang dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :
1) Iskemia, yaitu kelainan yang paling ringan dan masih reversibel.
2) Injuri, yaitu kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversibel.
3) Nekrosis, yaitu kelainan yang sudah ireversibel, karena kerusakan sel-
selmiokard sudah permanen (Sudoyo, 2006 ; Saryono, 2014).

BAB III
PEMBAHASAN

Hasil lab kaitkan dengan penyakit jantung koroner :


1. Hasil laboratorium darah
Beberapa penelitian terdahulu menunjukan bahwa respon inflamasi bersama darah
memiliki peran penting pada proses aterosklerosis dan komplikasinya. Sel darah putih
dan platelet berperan pada inisiasi awal pembentukan aterosklerosis, sekresi sitokin,
sekresi spesies oksigen reaktif, dan kematian sel jantung. Pada pasien SKA ( Sindrom
11
Koroner Akut ), terjadi respon inflamasi dan komponen darah yang akut dan hebat,
sehingga mengaktifkan sel pro-inflamasi seperti sel neutrofil dan platelet. Respon
komponen darah ini diharapkan mampu dideteksi melalui pemeriksaan darah lengkap.
Pada salah satu penelitian yang bertujuan untuk membandingkan hasil
laboratorium darah lengkap pasien SKA dan PJK stabil, serta menentukan kemampuan
prediktif hasil laboratorium darah untuk membantu diagnosis SKA. Penelitian ini
menganalisis data dari 191 rekam medis yang terdiri dari 79 pasien SKA dan 112 pasien
PJK stabil di RSUD. Dr. Soetomo, Surabaya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pasien PJK didominasi oleh pria dan
berumur dbawah enam puluh tahun. Hasil analisis laboratorium darah lengkap
menunjukan bahwa ketiga komponen darah, yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan
platelet berbeda signifikan pada pasien SKA. Mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC), white blood cells (WBC), dan persentase sel neutrofil lebih
tinggi, sedangkan persentase sel limfosit dan mean platelet volume (MPV) lebih rendah
pada kelompok SKA. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan kombinasi
komponen darah seperti neutrophil to lymphocyte ratio (NLR) dan platelet to
lymphocyte ratio (PLR). Hasilnya juga menunjukan NLR dan PLR lebih tinggi pada
kelompok SKA.
Analisa lebih lanjut mengenai kemampuan hasil laboratorium darah lengkap
dalam membedakan kelompok SKA dengan PJK stabil menunjukan bahwa MCHC,
PLR, WBC, NLR, dan MPV mampu membantu diagnosis SKA. Selain itu, WBC, NLR,
dan MPV memiliki kemampuan yang tinggi untuk membantu diagnosis SKA. Nilai
sensitivitas untuk WBC, NLR, dan MPV masing-masing adalah 81.0%, 81.0%, dan
93.6%, sedangkan spesifisitasnya adalah 80.4%, 85.7%. dan 97.3%.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil laboratorium darah lengkap mampu
membantu diagnosis SKA.
2. Hasil laboratorium profil lemak
Pada tabel, di bawah ini terlihat bahwa angka ambang batas untuk orang yang
terkena Penyakit Jantung Koroner atau adanya penyumbatan pada arteri lebih ketat
dibandingkan dengan orang yang tidak ada indikasi terkena Penyakit Jantung Koroner
(Irmalita, 2015).

12
Apabila kadar kolesterol LDL pada angka diatas 160 mg/dl, maka dapat dikatakan
bahwa kadar koesterol LDL berada pada level tinggi. LDL yang tinggi inilah yang lama
kelamaan akan menyebabkan terbentuknya plak atau penyumbatan pada pembuluh
darah. Apabila penyumbatan yang parah sudah terjadi, maka jantung 17 kita akan
merasakan nyeri dada. Kadar LDL dikatakan normal adalah jika berada dibawah 100
mg/dl. Sedangkan kadar kolesterol HDL dikatakan normal jika diatas 60 mg/dl. Hal ini
dikarenakan HDL merupakan kolesterol baik sehingga dapat melindungi jantung kita.
Adapun untuk kolesterol total sendiri harus dijaga kadarnya dibawah angka 200 mg/dl.
3. Hasil EKG
Masing-masing kelainan Miokardium mempunyai ciri-ciri yang khas pada EKG.
Pada umumnya iskemia dan injuri menunjukkan kelainan pada proses repolarisasi
miokard, yaitu segmen ST dan gelombang T. Nekrosis miokard menyebabkan gangguan
pada proses depolarisasi, yaitu gelombang QRS (Sudoyo, 2006).
a) Iskemia Depresi ST, ini ialah ciri dasar iskemia miokard. Depresi ST
dianggap bermakna bila lebih dari 1 mm, makin dalam makin spesifik.
Inversi T, gelombang T yang negatif (vektor T berlawanan arah dengan
vektor QRS) bisa terdapat pada iskemia miokard, terapi tanda ini tidak
perlu spesifik. Yang lebih 15 spesifik ialah bila gelombang T ini simetris
dan berujung lancip. Inversi U, gelombang U yang negatif cukup spesifik
untuk iskemia miokard.
13
b) Injuri Ciri dasar injuri ialah elevasi ST dan yang khas ialah konveks ke
atas. Pada umumnya dianggap bahwa elevasi ST menunjukkan injuri di
daerah subepikardial, sedangkan injuri di daerah subendokordial
menunjukkan depresi ST yang dalam.
c) Nekrosis Ciri dasar nekrosis miokard ialah adanya gelombang Q patologis
yaitu Q yang lebar dan dalam, dengan syarat-syarat : 0,04 derik dalam
44mm (Sudoyo, et all, 2011).

14
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan 
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam
kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat
merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian.
Faktor risiko Peningkatan Jantung Koroner pada wanita meliputi obesitas, riwayat
Keluarga, penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok, diabetes
melitus, kolesterol, merokok. Untuk mengetahui penyakit jantung coroner dapat dengan cara
diagnisa dan pemeriksaan laboratorium. Setelah mengetahui bahayanya penyakit ini, maka
kita harus menjaga kesehatan jantung dengan cara menjaga pola makan, menjaga pola hidup
sehat, melakukan aktivitas fisik dan tidak merokok. Selain itu kita dapat mempromosikan
kesehatan khususnya penyakit jantung koroner kepada masyarakat sehingga masyarakat
mengetahui apa sja yang harus di lakukan untuk mencegah penyakit jantung koroner

15
DAFTAR PUSTAKA

Agrina, Tri. 2016. Hubungan Antara Asupan Lemak Denganprofil Lipid Pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner. Karya Tulis Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Diakses melalui :
http://eprints.undip.ac.id/56240/3/Tri_Agrina_22010113120006_Lap.KTI_BabII.pdf
[15 April 2020 pukul 23.21]
Anies. 2015. Kolestrol Dan Penyakit Jantung Koroner. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit
Buku AR-Ruzz Media.
Anonim. “BAB II Tinjauan Pustaka; Kolesterol” Diakses pada 17 April 2020. Di
http://repository.unimus.ac.id/1245/3/BAB%20II.pdf
Anonim. 2018. “BAB II Tinjauan Pustaka ; Penyakit Jantung Koroner. Diakses pada 17 April
2020. Di http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/846/4/BAB%20II.pdf
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan, Jakarta
Farahdika, Amelia dan Mahalul Azam. 2015. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan
Penyakit Jantung Koroner pada Usia Madya. Unnes Journal of Public Health 4 (2)
(2015). Semarang
Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Kaul P, Naylor CD, Armstrong PW, Mark DB, Theroux P, Dagenais GR. 2009. Assessment
of activity status and survival according to the Canadian Cardiovascular Society
angina classification. Can J Cardiol. 25(7):225–31.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Apa itu Penyakit Jantung Koroner?.
Diakses dari http://p2ptm.kemkes.go.id [ 16 April 2020 pukul 21. 37]
Luke K, Purwanto B, Herawati L, Al-Farabi MJ, Oktaviono YH. 2019. Predictive Value of
Hematologic Indices in the Diagnosis of Acute Coronary Syndrome. Open Access
Maced J Med Sci. 2019 Aug 15; 7(15):2428-2433. Diakses pada 17 April 2020. Di
https://doi.org/10.3889/oamjms.2019.666
Majid, A. 2007. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
Terkini (online). Diakses melalui: http://
respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf [16 April 2020
pukul 1.24].
Rayka, Ivan. 2012. Gambaran Klinis Dan Pola EKG Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
Di Rumah Sakit Pt.Pusri Palembang Periode Januari 2011 - Desember 2011. Skripsi.
16
Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Palembang. Diakses melalui :
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/187/2/SKRIPSI97-1704067487.pdf
[16 April 2020 pukul 00.53]
Sumartono Wasis R. 1995. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Media
Litbangkes Vol.v No. 01/1995
World Helath Organization. 2020. Cardiovascular Diseases. Diakses dari
https://www.who.int/health-topics/cardiovascular-diseases. [16 April 2020 pukul
21.17]

17

Anda mungkin juga menyukai