Anda di halaman 1dari 7

1.Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa).

Seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, John Locke, merumuskan


adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada
waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik.
Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga
peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi
Amerika, dan Revolusi Prancis.

2.Pengertian HAM menurut John Locke.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang


dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan
martabatnya

Pengertian HAM menurut John Locke.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,
melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

3..Definisi Kekuasaan dalam Organisasi

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai


“... kemampuan individu untuk mencapai tujuannya saat
berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika
dihadapkan pada penolakan mereka.” Fairholm lalu
merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa
kapasitas personal-lah yang membuat pengguna
kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain. 

Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada


sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut
mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan
seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam
hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut
Fairholm adalah:

1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi


kehendak, bukan sekadar tindakan acak;
2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat
guna mencapai tujuan;
3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan
diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi
kemunculannya;
4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat
kebebasan atau faktor kebergantungan-
ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan
kekuasaan.
5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat
samar dan tidak selalu dimiliki;
6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil
menentukan kekuasaan yang kita miliki;
7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan
tertentu efektif di suatu hubungan tertentu, bukan seluruh
hubungan; dan
8. (8) Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau
perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa
menggunakan kekuasaan-nya.

4.Hak Sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh


sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia.[1] Arti
kata sipil adalah kelas yang melindungi hak-hak kebebasan individu
dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh pemerintah dan
organisasi swasta, dan memastikan kemampuan seseorang untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan politik negara
tanpa diskriminasi atau penindasan.[1]
Hak-hak sipil yang ada di setiap negara dijamin secara konstitusional.
[1]
 Hak-hak sipil bervariasi di setiap negara karena perbedaan
dalam demokrasi, namun mungkin untuk menunjukkan beberapa hak-
hak sipil yang sebagian besar tetap umum.[1]Beberapa hak-hak sipil
universal dikenal seseorang adalah
kebebasan berbicara, berpikir dan berekspresi, agama serta
pengadilan yang adil dan tidak memihak. [1]

Rincian Hak-Hak Sipil[sunting | sunting sumber]

1. Hak hidup bagi seluruh manusia.[2]


2. Hukuman mati hanya untuk kejahatan yang paling berat. [2]
3. Kejahatan Genosida tak dapat dikurangi dengan Konvenan ini.[2]
4. Orang yang dijatuhi hukuman mati mempunyai hak untuk
mohon ampun, amnesti, dan keringan hukuman.[2]
5. Hukuman mati tak dapat dijatuhkan pada orang kurang dari 18
tahun dan wanita hamil.[2]
6. Konvenan ini tak dapat digunakan untuk mencegah
penghapusan hukuman mati.[2]
5. Pelanggaran HAM di Indonesia :

1. Kasus Pembunuhan Munir

Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM
yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di
Malang, 8 Desember 1965. Munir pernah menangani kasus
pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus pembunuhan Marsinah,
kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir meninggal pada
tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika
ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.
Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan
bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung
bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir
meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau
minumannya saat di dalam pesawat.

2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah


Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra
Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah
muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh
dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk
menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam
aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah
menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya
pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia.

3. Penculikan Aktivis 1997/1998

Salah satu kasus penculikan aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan


penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23
aktivis pro-demokrasi diculik.

4. Penembakan Mahasiswa Trisakti


Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus
penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang
berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer.

5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili

Yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI


dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-
Timur pada tanggal 12 November 1991.

6. Peristiwa Tanjung Priok

Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan


demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara
warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan
sebagian warga tewas dan luka-luka.

7. Pembantaiaan Rawagede

Peristiwa berupa penembakan beserta pembunuhan terhadap


penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari,
Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal
9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda
I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang
kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas.

Upaya-upaya Penegakan HAM

Pasal 28 UUD NKRI 1945 menjamin adanya hak berserikat,


menyatakan pikiran baik secara lisan maupun tulisan. Pasal ini
merupakan salah satu dasar utama adanya kehidupan kenegaraan
yang berdinamika di mana setiap orang bebas mendirikan organisasi
dan bebas pula menyatakan pendapat. Dari penjelasan tersebut
mencerminkan bangsa Indonesia menjamin pelaksanaan HAM,
dimana dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan dari semua
pihak seperti tokoh masyarakat, LSM, POLRI, TNI dan kalangan
profesi hukum, ekonomi, politik, serta political will pemerintah
Indonesia. Perjalanan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang
demokratis tanpa melupakan budaya bangsa yang sudah berakar
beratus-ratus tahun lampau tetap harus berlandaskan pada prinsip
supremasi hukum, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme serta
prinsip musyawarah dan mufakat. Adapun langkah-langkah
pembentukan sistem hukum yang ditempuh bangsa Indonesia dalam
upaya penegakan HAM adalah sebagai berikut:

a. Prinsip transparansi; yaitu pembahasan naskah RUU harus


terbuka, artinya DPR dan Presiden dalam membuat UU harus terbuka
menerima masukan dari masyarakat.

b. Prinsip supremasi hukum; yaitu kepastian hukum, persamaan


kedududkan didepan hukum dan keadilan hukum berdasarkan
proporsionalitas.

c. Prinsip profesionalisme; yaitu dalam penyusunan dan


pembentukan hukum keikutsertaan dan perananan pakar-pakar
hukum dan non hukum yang releVan harus diutamakan sehingga
diharapkan dapat melahirkan perundang-undangan yang berkualitas.

d. Internalisasi nilai-nilai HAM; yaitu wujud nyata dari pengakuan


rakyat dan pemerintah terhadap hak-hak asasi manusia sehingga
diharapkan memberikan karakteristik tersendiri terhadap setiap
produk hukum dan perundang-undangan.

Selanjutnya langkah-langkah hukum yang ditempuh pemerintah


Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan yakni :

1. UUD NKRI 1945

2. UU No. 5 Thn 1998 tentang pengesahan konvensi menentang


penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia

3. UU No. 9 Thn 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat


dimuka umum

4. UU No. 39 Thn 1999 tentang HAM

5. UU No. 26 Thn 2000 tentang pengadilan HAM

6. UU No. 23 Thn 2004 tentang PKDRT


7. UU No. 12 Thn 2006 tentang UU kewarganegaraan

8. UU No. 23 Thn 2002 tentang perlindungan anak 

Anda mungkin juga menyukai