Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum
terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kirakira 10% mioma
yang masih tumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari
seluruh wanita. Di Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat.1
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun
(kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu
kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita
yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.1
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi
yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi
mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun
morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma
uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan
dapat menyebabkan kesuburan rendah. Beberapa teori menunjukkan bahwa
mioma bertanggung jawab terhadap rendahnya kesuburan. Adanya hubungan
antara mioma dan rendahnya kesuburan ini telah dilaporkan oleh dua survei
observasional. Dilaporkan sebesar 27 – 40 % wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas.1
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan
operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin
mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat
menjadi pilihan.1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

.1 DEFINISI
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
uterus, yang diselingi untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis,
dan sering terjadi pada usia reproduksi. Tumor ini juga dikenal dengan istilah
fibromioma uteri, leimioma uteri, dan uterine fibroid. Dapat bersifat tunggal
atau ganda dan mencapai ukuran besar, konsistensinya keras dengan batas
kapsul yang jelas sehingga dapat dilepas dari jaringan sekitarnya. (3)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Frekwensi mioma uteri kurang lebih 10% dari jumlah seluruh
penyakit pada alat-alat genital dan merupakan tumor pelvis. Angka kejadian
tumor ini sulit ditentukan secara tepat karena tidak semua penderita dengan
mioma uteri memiliki keluhan. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27%
wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita berkulit
hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi
sebelum menarche. (4)

2.3 ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : (5)
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini
paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.

4
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan
mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau
apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian
tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita
mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarche,
berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil


dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami
mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian
menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu
t(12;14)(q15;q24).

2.4 PATOGENESIS
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testosteron. Pemberian agonis GnRH
dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran
mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron,

5
faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor 1 yang
distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan
mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah
menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.(5)
Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus
uteri. Mioma pada serviks uteri hanya ditemukan sebanyak 3 % dan pada
korpus uteri ditemukan 97% kasus. Berdasarkan tempat tumbuh atau
letaknya, mioma uteri dapat diklasifikasikan menjadi : (4)
1. Mioma uteri intramural: Mioma terdapat di korpus uteri diantara serabut
miometrium. Bila mioma membesar atau bersifat multiple dapat
menyebabkn pembesaran uterus dan berbenjol-benjol
2. Mioma uteri submukosa: Mioma tumbuh tepat dibawah endometrium dan
menonjol ke dalam rongga uterus. Kadang mioma uteri submukosadapat
tumbuh terus dalam kavum uteri dan berhubungan dengn tangkai yang
dikenal dengan polip. Karena konraksi uterus, polip dapat melalui kanalis
servikalis dan sebgian kecil atau besar memasuki vagina yang dikenal
dengan nama myoma geburt.
3. Mioma uteri subserosa: Mioma terletak dibawah tunika serosa, tumbuh
kerah luar dan menonjol ke permukaan uterus. Mioma subserosa dapat
tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
ligamenter yang dapat menekan ligamenter dan arteri iliaka. Miom jenis ini
juga dapat tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering dan
parasite fibroid.

6
Jenis mioma uteri dan lokasinya

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada


pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang
timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks,
intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi
yang terjadi.6)

2.5 MANIFESTASI KLINIK


Adapun manifestasi kliniknya sebagai berikut:7
1. Perdarahan abnormal: Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah
hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium
sampai adeno karsinoma endometrium.
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat
menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

7
2. Rasa nyeri: Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
3. Gejala dan tanda penekanan: Gangguan ini tergantung dari besar dan
tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan
poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri
panggul.
4. Infertilitas dan abortus: Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma
menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma
submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi
rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi.

2.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesis: Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis
mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen.
Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang
keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: Akibat yang terjadi pada mioma uteri
adalah anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan
kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan

8
adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
b. Imaging
 Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa
pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
 Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
 MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor solid ovarium
2. Miosarkoma, koriokarsinoma
3. Tumor abdomen

2.7 PENATALAKSANAAN
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari
semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa
pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan
gangguan. Walaupun demikian, mioma uteri memerlukan pengamatan setiap
3-6 bulan.8
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
terbagi kepada:8
a. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri.
Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis
sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi
pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi

9
hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron
akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran
mioma uteri 8
b. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American
College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society
of Reproductive Medicine (ASRM) adalah
1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2) Curiga adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4) Infertilitas karena ganggaun pada cavum uteri maupun karena
oklusi tuba
5) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.
1) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina 9
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan
insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus.
Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi
yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin
timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Namun pada miomektomi secara laparotomi risiko terjadi perlengketan
lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien,

10
disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah
masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius
jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. Miomektomi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai
diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.
Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat
diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar
seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini
miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita
dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya.8
2) Histerektomi8
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah
tindakan terpilih.Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30%
dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH).
Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH
dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan
rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di

11
mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH,
jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber
timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini
tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal,
dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien
dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska
operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng
histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi
(Laparoscopically assisted vaginal histerectomy / LAVH) dan classic
intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa
colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari
dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum
kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan
dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan
dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan
prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan
mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya
prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada
ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi
yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa
penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah
melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan karena masa penyembuhan yang singkat

12
dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal.

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi berupa perubahan sekunder pada mioma uteri
yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena
berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut antara lain : (7)
 Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
 Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia
lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-
olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
 Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana
sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang
luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau
suatu kehamilan.
 Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
 Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.

13
Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
 Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi
hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri : (7)
 Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
 Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi.
 Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya.

14

Anda mungkin juga menyukai