Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

KETOASIDOSIS DIABETIK

Oleh:
Andreani Uria Utama Ludjen, S.Ked

FAA 114 028

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. PALANGKARAYA
RSUD DR. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,

ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek

kerja insulin atau keduanya.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes

melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun

2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal

jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000,

jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah

penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari

penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan

hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur. 2

Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh

meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai

penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan

pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun

makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah

tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi

vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan dimengerti 3

American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan KAD sebagai suatu trias

yang terdiri dari ketonemia, hiperglikemia dan asidosis. American Diabetes

2
Association menyarankan penggunaan pendekatan yang lebih pragmatis, yakni KAD

dicirikan dengan asidosis metabolik (pH <7,3), bikarbonat plasma <15 mmol/L,

glukosa plasma >250 mg/dL dan hasil carik celup plasma (≥ +) atau urin (++). 1,2,3 Patut

diperhatikan bahwa masing-masing dari komponen penyebab KAD dapat disebabkan

oleh karena kelainan metabolik yang lain, sehingga memperluas diagnosis bandingnya.
2,3

Berikut ini akan disajikan sebuah laporan kasus pada seorang wanita berusia 52

tahun dengan diagnosis ketoasidosis diabetikum yang dirawat di RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang

ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh

defisiensi insulin absolut atau relatif.1 KAD dan koma hipoglikemia akibat OHO

merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius yang membutuhkan

pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami

dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok.3

Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan HHS pada dilusi 1:2,

bikarbonat serum > 20 mEq/L, dan pH arterial <7,3. Hiperglikemia pada HHS biasanya

lebih berat dari pada KAD; kadar glucosa darah > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai

kriteria diagnostik. SHH lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru

didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat.4

Tabel 2.1 Perbedaan KAD dan HHS

4
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD dan KHH,

namun beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian atau kurangnya dosis

insulin dapat menjadi faktor pencetus penting. Patut diperhatikan bahwa terdapat

sekitar 10-22% pasien yang datang dengan diabetes awitan baru. Pada populasi orang

Amerika keturunan Afrika, KAD semakin sering diketemukan pada pasien dengan DM

tipe 2, sehingga konsep lama yang menyebutkan KAD jarang timbul pada DM tipe 2

kini dinyatakan salah.5

Infeksi yang paling sering diketemukan adalah pneumonia dan infeksi saluran

kemih yang mencakup antara 30% sampai 50% kasus. Penyakit medis lainnya yang

dapat mencetuskan KAD adalah penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli pulmonal

dan infark miokard. Beberapa obat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat juga

dapat menyebabkan KAD atau KHH, diantaranya adalah: kortikosteroid, pentamidine,

zat simpatomimetik, penyekat alpha dan beta serta penggunaan diuretik berlebihan

pada pasien lansia. 3

Peningkatan penggunaan pompa insulin yang menggunakan injeksi insulin kerja

pendek dalam jumlah kecil dan sering telah dikaitkan dengan peningkatan insidens

KAD secara signifikan bila dibandingkan dengan metode suntikan insulin

konvensional. Studi Diabetes Control and Complications Trial menunjukkan insidens

KAD meningkat kurang lebih dua kali lipat bila dibandingkan dengan kelompok injeksi

konvensional. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan insulin kerja pendek

yang bila terganggu tidak meninggalkan cadangan untuk kontrol gula darah.6

5
Pada pasien-pasien muda dengan diabetes tipe 1, permasalahan psikologis yang

disertai dengan gangguan pola makan dapat menjadi pemicu keadaan KAD pada

kurang lebih 20% kasus. Faktor- faktor yang dapat menyebabkan pasien menghentikan

penggunaan insulin seperti ketakutan peningkatan berat badan, ketakutan

hipoglikemia, pemberontakan dari otoritas dan stres akibat penyakit kronik juga dapat

menjadi pemicu kejadian KAD. 2

C. EPIDEMIOLOGI

Insidensi KAD berdasarkan suatu penelitian population-based adalah antara

4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien diabetes. Adapun angka kejadian SHH < 1%.

Dari 613 pasien yang diteliti, 22% adalah pasien KAD, 45% SHH dan 33% merupakan

campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada penelitian tersebut ternyata sepertiga dari

mereka yang presentasi kliniknya campuran KAD dan SHH, adalah mereka yang

berusia lebih dari 60 tahun.5

Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada sentrum

yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan hiperglikemia

hiperosmoler (SHH) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya lebih buruk pada usia

ekstrim yang disertai koma dan hipotensi.7

Bila mortalitas akibat KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada

kelompok usia 60-69 tahun adalah 8%, kelompok usia 70-79 tahun 27%, dan 33% pada

kelompok usia > 79 tahun. Untuk kasus SHH mortalitas berkisar antara 10% pada

mereka yang berusia < 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75-84 tahun, dan

35% pada mereka yang berusia >84 tahun

6
D. PATOGENESIS

Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi

insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Kadar

insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan

untuk mensupresi ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan

kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga membentuk

lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan produksi insulin makin

kurang.8

Gambar 2.1 Patogenesis DKA

Pada KAD, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga

peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin, kortisol, dan

7
hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi

glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang

mengakibatkan hiperglikemia dan perubahan osmolaritas extraseluler.5

Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon

kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas

dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar

menjadi benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali,

sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. KAD dan SHH berkaitan

dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik, sehingga air, natrium, kalium,

dan elektrolit lain di ekskresikan lebih banyak.5

Gambar 2.2 Patofisiologi DKA 14

8
E. FAKTOR PENCETUS

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada

keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara

lain:8

1. Infeksi : meliputi 20 – 55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh

Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi traktus urinarius,

Abses, Sepsis, dll.

2. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut ,

Emboli paru, Thrombosis V.Mesenterika

3. Trauma, luka bakar, hematom subdural.

4. Heat stroke

5. Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut, Kholesistitis akut, Obstruksi

intestinal

6. Obat-obatan, dimana mengganggu metabolisme karbohidrat : Diuretika (

high dose thiazide ), Steroid (glucocorticoids), sympathomimetic agents (

dobutamine dan tarbutaline ) danLain-lain

Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang

bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat.

Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe

1, Permasalahan psikologis yang diperumit dengan gangguan makan berperan

sebesar 20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis. Faktor yang bisa

mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan akan

naiknya berat badan pada keadaan kontrol metabolisme yang baik, ketakutan akan
jatuh dalam hypoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat

penyakit kronis.9

F. MANIFESTASI KLINIS

Keadaan dekompensasi metabolik akut biasanya didahului oleh gejala

diabetes yang tidak terkontrol. Gejala-gejalanya antara lain lemah badan,

pandangan kabur, poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan muncul beberapa

hari sebelum masuk rumah sakit.10

KAD berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa jam, sedangkan

SHH cenderung berkembang dalam beberapa hari yang mengakibatkan

hiperosmolalitas. Dehidrasi akan bertambah berat bila disertai pemakaian diurétika.

Gejala tipikal untuk dehidrasi adalah membran mukosa yang kering, turgor kulit

menurun, hipotensi dan takhikardia.Pada pasien tua mungkin sulit untuk menilai

turgor kulit. Demikian juga pasien dengan neuropati yang lama mungkin

menunjukkan respons yang berbeda terhadap keadaan dehidrasi. Status mental

dapat bervariasi dari sadar penuh , letargi, sampai koma.10

Bau nafas seperti buah mengindikasikan adanya aseton yang dibentuk

dengan ketogenesis. Mungkin terjadi pernafasan Kussmaul sebagai mekanisme

kompensasi terhadap asidosis metabolik. Pada pasien-pasien SHH tertentu, gejala

neurologi fokal atau kejang mungkin merupakan gejala klinik yang dominan.9

Walaupun infeksi adalah faktor presipitasi yang sering untuk DKA dan

SHH, pasien dapat normotermik atau bahkan hipotermik terutama oleh karena

vasodilatasi perifer. Hipotermia, jika ada, adalah suatu petanda buruknya

prognosis.9,10

2
Nyeri abdomen sering terjadi pada KAD. Diperlukan perhatian khusus

untuk pasien yang mengeluh nyeri abdomen, sebab gejala ini bisa merupakan akibat

ataupun faktor penyebab (terutama pada pasien muda) DKA Evaluasi lebih lanjut

harus dilakukan jika keluhan ini tidak berkurang dengan perbaikan dehidrasi dan

asidosis metabolik.10

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau SHH

meliputi penentuan kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton,

elektrolit atau anion gap (perbedaan anion-kation yang tinggi), osmolaritas, analisa

urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel darah

lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram. Kultur bakteri dari air seni,

darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan antibiotik yang sesuai

harus diberikan jika dicurigai ada infeksi.11

HbA1c mungkin bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut ini

adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak didiagnosis atau DM yang

tidak terkontrol ,atau suatu episode akut pada pasien yang terkendali dengan baik.

Foto thoraks harus dikerjakan jika ada indikasi.11

Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena

perubahan osmotik yang terjadi terus menerus dari intraseluler ke ekstraseluler

dalam keadaan hiperglikemia. Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh

karena pergeseran kalium ekstraseluler yang disebabkan oleh kekurangan hormon

insulin, hipertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum

rendah atau low-normal pada saat masuk, mungkin akan kekurangan kalium yang

3
berat pada saat perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu monitoring

jantung yang ketat, sebab terapi krisis hiperglikemia akan menurunkan kalium lebih

lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.11

Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas

efektif (>320 mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab

perubahan status mental. Pada mayoritas pasien DKA kadar amilase meningkat,

tetapi ini mungkin berkaitan dengan sumber nonpankreatik. Serum lipase

bermanfaat untuk menentukan diagnosa banding dengan pankreatitis. Nyeri

abdominal dan peningkatan kadar amilase dan enzim hati lebih sering terjadi pada

DKA dibandingkan dengan SHH.12

Kriteria diagnosis KAD:3

a. kadar glukosa > 250 mg/dl

b. pH < 7,35

c. HCO3- rendah

d. Anion gap yang tinggi

e. Keton serum positif

H. DIAGNOSIS BANDING

Tidak semua pasien dengan ketoasidosis adalah KAD. Ketosis karena

kelaparan (starvation) dan ketoasidosis alkoholik (KAA) dibedakan dengan

anamnesis dan konsentrasi glukosa plasma yang terentang dari sedikit meningkat

(jarang > 250 mg/dl) sampai hipoglikemia. Sebagai tambahan, walaupun KAA

dapat mengakibatkan asidosis, konsentrasi bikarbonat serum pada keadaan ketosis

kelaparan biasanya lebih dari 18 mEq/l.12

4
KAD harus pula dibedakan dari penyebab lain terjadinya asidosis metabolik

yang tinggi anion gap seperti asidosis laktat, minum obat-obatan seperti salicylate,

metanol, ethylene glycol, dan paraldehyde, dan gagal ginjal kronis (dimana lebih

khas asidosis hiperkloremia daripada high-anion gap asidosis). Riwayat intoksikasi

obat atau menggunakan metformin harus dicari.12

I. PENATALAKSANAAN

Kebehasilan pengobatan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,

hiperglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang

merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat penting adalah perlu dilakukan

monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah

pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan dengan baik.13

a. TERAPI CAIRAN

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :

1) Penggantian cairan dan garam yang hilang

2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan

pemberian insulin

3) Mengatasi stres sebagai pencetus KAD

4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya

pemantauan serta penyesuaian pengobatan.14

Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume

intraseluler dan ekstraseluler serta mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan

juga akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan

5
menurunkan kadar hormon kontra insulin (dengan demikian dapat memperbaiki

sensitivitas terhadap insulin).14

Gambar 2.4 Manajemen Pasien dengan Ketoasidosis Diabetik

Pada keadaan tanpa kelainan jantung, NaCl 0.9% diberikan sebanyak 15–

20 ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pada jam pertama (1–1.5 l untuk rata-

rata orang dewasa). Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada

status hidrasi, kadar elektrolit darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl

0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam jika natrium serum meningkat atau

normal; NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah yang sama jika Na serum rendah.

6
Selama fungsi ginjal diyakini baik, maka perlu ditambahkan 20–30 mEq/l kalium (

2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.13,14

Keberhasilan penggantian cairan dapat dilihat dengan pemantauan

hemodinamik (perbaikan dalam tekanan darah), pengukuran input/output cairan,

dan pemeriksaan fisik. Penggantian cairan diharapkan dapat mengkoreksi defisit

dalam 24 jam pertama. Perbaikan osmolaritas serum mestinya tidak melebihi 3

mOsm. Pada pasien dengan gangguan ginjal atau jantung, pemantauan osmolaritas

serum dan penilaian jantung, ginjal, dan status mental harus sering dilakukan

selama pemberian cairan untuk menghindari overload yang iatrogenik.14

b. TERAPI INSULIN

Pada keadaan KAD ringan, insulin reguler diberikan dengan infus intravena

secara kontinu adalah terapi pilihan. Pada pasien dewasa, jika tidak ada hipokalemia

( K+ < 3.3 mEq/l, maka pemberian insulin intravena secara bolus dengan dosis 0.15

unit/kg bb, diikuti pemberian insulin reguler secara infus intravena yang kontinu

dengan dosis 0.1 unit· kgBB/jam (5–7 unit/jam pada orang dewasa). Pemberian

insulin secara bolus tidak dianjurkan pada pasien pediatrik; pemberian insulin

reguler dengan infus intravena secara kontinu dengan dosis 0.1 unit· kgBB/hr dapat

diberikan pada pasien- pasien tersebut. Dosis insulin rendah ini pada umumnya

dapat menurunkan konsentrasi glukosa plasma sebanyak 50–75 mg/dl sebanding

dengan pemberian insulin dosis tinggi.15

Jika plasma glukosa tidak turun sebanyak 50 mg/dl dari awal pada jam

pertama, periksa dulu status hidrasi; jika baik, infus insulin dapat digandakan tiap

7
jam sampai tercapai penurunan glukosa yang stabil antara 50 dan 75 mg/jam

dicapai.15

Ketika glukosa plasma mencapai 250 mg/dl untuk KAD atau 300 mg/dl

untuk SHH, mungkin dosis insulin perlu diturunkan menjadi 0.05–0.1 unit·

kgBB/jam (3–6 units/jam), dan dextrose ( 5–10%) ditambahkan pada cairan

intravena. Sesudah itu, dosis insulin atau konsentrasi dextrose perlu disesuaikan

untuk memelihara rata-rata kadar glukosa sampai asidosis pada KAD atau status

mental dan hyperosmolaritas pada SHH membaik.15

Tabel 2.2 Panduan penggunaan insulin pada KAD15

Ketonemia biasanya lebih lama hilang dibandingkan dengan hiperglikemia.

Pengukuran ß-OHB dalam darah secara langsung adalah metoda yang lebih disukai

untuk pemantauan KAD. Metoda Nitroprusside hanya mengukur aseton dan asam

acetoacetic. Bagaimanapun, ß-OHB, asam yang paling banyak dan paling kuat pada

KAD, tidaklah terukur dengan metoda nitroprusside. Selama therapy, ß-OHB

dikonversi ke asam asetoacetik, yang membuat para klinisi percaya bahwa ketosis

8
memperburuk keadaan. Oleh karena itu, penilaian benda keton dari urin atau serum

dengan metoda nitroprusside tidak digunakan sebagai suatu indikator terapi.

Selama terapi untuk KAD atau SHH, darah harus diperiksa tiap 2–4 jam untuk

memeriksa elektrolit serum, glukosa, urea-N, creatinine, osmolaritas, dan pH vena

(untuk DKA). Biasanya, analisa gas darah tidak perlu dilakukan berulang-ulang ;

pH vena (pada umumnya 0.03 unit lebih rendah dari pH arteri) dan gap anion dapat

diikuti, untuk memonitor resolusi asidosis.14

Pada KAD yang ringan, insulin reguler baik secara subkutan maupun

intramuskular tiap jam adalah sama efektif seperti pemberian intravena dalam

menurunkan glukosa darah dan benda keton . Pertama-tama diberikan dosis dasar

sebanyak 0.4–0.6 units/kg bb, separuh sebagai suntikan bolus intravena, dan

setengah secara subkutan atau intramuskular . Sesudah itu, 0.1 unit· kgBB/jam

insulin reguler diberi secara subkutan atau intramuscular.14

Kriteria untuk resolusi KAD meliputi kadar glukosa < 200 mg/dl,

bikarbonat serum > 18 mEq/l, dan pH vena > 7.3. Bila KAD membaik, dan pasien

masih NPO (Nothing Per Oral), insulin intravena yang kontinyu dan penggantian

cairan dilanjutkan dan ditambah dengan suplemen insulin subcutan sesuai

kebutuhan tiap 4 jam.14

Ketika pasien sudah bisa makan, jadwal multiple-dose harus dimulai

menggunakan kombinasi insulin kerja pendek/singkat dengan insulin kerja

menengah atau lama untuk mengendalikan glukosa plasma. Pemberian insulin

intravena tetap diberikan untuk 1–2 jam setelah regimen campuran insulin dimulai

untuk memastikan hormon insulin plasma cukup. Suatu penghentian mendadak

9
insulin intravena dengan penundaan insulin subcutan akan memperburuk keadaan;

oleh karena itu, perlu diberikan insulin intravena dan inisiasi subkutan secara

bersamaan.14

Pasien yang telah diketahui menderita diabetes dapat diberikan insulin

dengan dosis seperti sebelum mereka terkena serangan KAD atau SHH dan jika

dibutuhkan dilakukan penyesuaian. Pada pasien diabetes yang baru, total insulin

awal mungkin berkisar antara 0.5–1.0 unit· kgBB/jam dibagi menjadi sedikitnya

dua dosis dalam bentuk campuran insulin kerja pendek dan panjang sampai

mencapai suatu dosis optimal yang diinginkan. Akan tetapi perlu diingat bahwa

dosis insulin ini sangat individual. Pada akhirnya, ada penderita-penderita DM tipe

2 yang bisa diberi obat anti hiperglikemia oral dan pengaturan diet.14

c. KALIUM

Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada saat

kadar dalam darah dibawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin cukup. Biasanya,

20–30 mEq kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada setiap liter cairan infus cukup

untuk mempertahankan konsentrasi kalium serum antara 4–5 mEq/l. Penderita

dengan KAD jarang menunjukkan keadaan hipokalemia yang berat. Pada kasus-

kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai bersamaan dengan cairan infus,

dan terapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi kalium > 3.3 mEq/l untuk

menghindari aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan otot pernapasan.15

Di samping kekurangan kalium dalam tubuh, hiperkalemia ringan sampai

sedang sering terjadi pada penderita dengan krisis hiperglikemia. Terapi insulin,

10
koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi

kalium serum.15

d. BIKARBONAT

Penggunaan larutan bikarbonat pada KAD masih merupakan kontroversi.

Pada pH > 7.0, aktifitas insulin memblok lipolysis dan ketoacidosis dapat hilang

tanpa penambahan bikarbonat. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan

adanya keuntungan atau perbaikan pada angka morbiditas dan mortalitas dengan

pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH antara 6.9 dan 7.1.13

Tidak ada laporan randomized study mengenai penggunaan bikarbonat pada

KAD dengan pH < 6.9. Asidosis yang berat menyebabkan efek vaskuler yang

kurang baik, jadi sangat bijaksana pada pasien orang dewasa dengan pH < 6.9,

diberikan sodium bikarbonat. Tidak perlu tambahan bikarbonat jika pH > 7.0.16

Pemberian insulin, seperti halnya bikarbonat, menurunkan kalium serum;

oleh karena itu supplemen Kalium harus diberikan dalam cairan infus seperti

diuraikan di atas dan harus dimonitor dengan ketat. Sesudah itu, pH aliran darah

vena harus diukur tiap 2 jam sampai pH mencapai 7.0, dan terapi bikarbonat harus

diulangi tiap 2 jam jika perlu.16

e. FOSFAT

Pada KAD serum fosfat biasanya normal atau meningkat. Konsentrasi fosfat

berkurang dengan pemberian terapi insulin. Beberapa penelitian prospektif gagal

membuktikan adanya keuntungan dengan penggantian fosfat pada KAD.16

Pemberian fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia yang

berat tanpa adanya gejala tetanus. Bagaimanapun, untuk menghindari kelainan

11
jantung dan kelemahan otot dan depresi pernapasan oleh karena hipofosfatemia,

penggantian fosfat kadang- kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan

jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan konsentrasi

fosfat serum < 1.0 mg/dl. Blia diperlukan, 20–30 mEq/l kalium fosfat dapat

ditambahkan ke larutan pengganti. Tidak ada studi mengenai penggunaan fosfat

dalam SSH.16

J. KOMPLIKASI

Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD/SHH dan

komplikasi akibat pengobatan:

Penyulit KAD dan SHH yang paling sering adalah hipoglikemia dalam

kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan

dengan pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia

sekunder akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan

yang cukup dengan insulin subkutan. Biasanya, pasien yang sembuh dari KAD

menjadi hyperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan saline berlebihan

untuk penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non-anion gap yang

sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang

dalam bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan

biokimia ini adalah sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi

gagal ginjal akut atau oliguria yang ekstrim.9

Edema cerebral adalah suatu kejadian yang jarang tetapi merupakan

komplikasi KAD yang fatal, dan terjadi 0.7–1.0% pada anak-anak dengan DKA.

Umumnya terjadi pada anak-anak dengan DM yang baru didiagnosis, tetapi juga

12
dilaporkan pada anak-anak yang telah diketahui DM dan pada orang-orang umur

duapuluhan.5

Kasus yang fatal dari edema cerebral ini telah pula dilaporkan pada SHH.

Secara klinis, edema cerebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, dengan

letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara cepat, dengan

kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradycardia, dan gagal nafas. Gejala ini

makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi sangat

cepat walaupun papilledema tidak ditemukan Bila terjadi gejala klinis selain dari

kelesuan dan perubahan tingkah laku , angka kematian tinggi (> 70%), dengan

hanya 7–14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun

mekanisme dari edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh perubahan

osmolaritas dari air pada sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas

dengan cepat pada terapi KAD atau SHH.5

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan angka morbiditas edema

cerebral pada pasien orang dewasa; oleh karena itu, rekomendasi penilaian untuk

pasien orang dewasa lebih secara klinis, daripada bukti ilmiah. Pencegahan yang

mungkin dapat mengurangi resiko edema cerebral pada pasien dengan resiko tinggi

adalah dengan penggantian defisit air dan natrium berangsur- angsur dengan

perlahan pada pasien yang hyperosmolar (maksimal pengurangan osmolaritas 3

mOsm. dan penambahan dextrose dalam larutan hidrasi saat glukosa darah

mencapai 250 mg/dl. Pada SHH, kadar glukosa darah harus dipertahankan antara

250-300 mg/dl sampai keadaan hiperosmoler dan status mental perbaikan, dan

pasien menjadi stabil.6

13
Hypoxemia dan edema paru-paru yang nonkardiogenik dapat terjadi saat

terapi KAD. Hypoxemia disebabkan oleh suatu pengurangan dalam tekanan

osmotik koloid yang mengakibatkan penambahan cairan dalam paru-paru dan

penurunan compliance paru-paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai suatu

gradien oksigen alveolo- arteriolar yng lebar pada saat pengukuran analisa gas

darah awal atau ditemukannya ronkhi saat pemeriksaan fisik berisiko lebih tinggi

untuk terjadinya edema paru.6

Peningkatan kadar amilase dan lipase yang non spesifik dapat terjadi pada

KAD maupun SHH. Pada penelitian Yadav dan kawan-kawan, peningkatan amilase

dan lipase terjadi pada 16 – 25% kasus KAD. Kadar amilase dan lipase dapat

meingkat sampai lebih dari 3 kali nilai normal tanpa bukti klinik dan CT-scan

pankreatitis. Walaupun demikian, pankreatitis akut dapat juga terjadi pada 10 –

15% kasus KAD.6

Dilatasi gaster akut akibat gastroparesis yang diinduksi oleh keadaan

hipertonisitas merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat fatal. Pada

keadaan ini risiko untuk terjadinya perdarahan gastrointestinal lebih besar.

Mungkin diperlukan dekompresi dengan naso-gastric tube dan pemberian agen-

agen penurun asam lambung sebagai tindakan profilaksis.6

K. PENCEGAHAN

Banyak kasus KAD dapat dicegah dengan perawatan medik yang baik,

edukasi yang sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan selama belum

timbulnya penyakit. Sick-day management harus mendapat perhatian. Hal ini

meliputi informasi spesifik seperti:17

14
1. kapan menghubungi sarana pelayanan kesehatan

2. target glukosa darah dan penggunaan short-acting insulin selama penyakit

3. mengobati demam dan infeksi

4. inisiasi dari suatu diet cairan yang mudah dicerna yang mengandung

karbohidrat dan garam. Yang paling penting, pasien harus dinasehatkan

untuk tidak pernah menghentikan insulin dan untuk mencari dokter saat

mulai sakit .

Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien

dan anggota keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan

teliti mengukur dan mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah

ketika glukosa darah > 300 mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan

dan denyut nadi permenit, dan berat badan. Pengawasan yang cukup dan sangat

membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah terjadinya SHH dalam kaitan

dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu untuk mengenali

atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga pasien

mengenai tanda dan gejala new- onset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan

obat-obatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa

dapat mengurangi kejadian dan beratnya SHH.17

15
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 52 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

MRS : 6 April 2021

No. RMK : 36-08-71

B. Anamnesis (6 April 2021) dengan keluarga pasien

1. Keluhan utama :

Tidak Sadar

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa oleh keluarga pasien dengan keluhan utama tidak sadar sejak

2 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Penurunan kesadaran dialami

mendadak setelah pasien bangun tidur dan mengkonsumsi makanan. Penurunan

kesadaran disertai munculnya sesak. Sesak sudah berulang 3 kali selama 1 minggu

terakhir. Pasien juga memiliki riwayat adanya demam sejak 2 hari SMRS, keluhan

berkurang setelah diberikan paracetamol, pasien tidak memiliki riwayat batul pilek,

nyeri tenggorokan (-), BAB normal namun menurut keluarga pasien BAK pasien

kadang disertai nyeri dan pasien sering berkemih. Keluarga pasien mengatakan

pasien sebelumnya juga mengalami mual dan muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah

16
sebanyak 5 kali berisi makanan, muntah sedikit-sedikit pasien juga mengalami

nyeri ulu hati.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat DM (-) HT (-) tidak pernah cek gula darah

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang serupa

dengan pasien. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit DM.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Primary Survey

Airway : clear tanpa c-spine control

Breath : gerak napas cepat dan dalam (cussmaul), simetris, trakea

di tengah, RR: 26 x/menit

Circulation : HR teratur 121 x/menit TD: 120/70 mmHg, akral hangat,

CRT<2 detik

GCS : E3V4M1 pupil isokor hemiparese (-/-)

2. Secondary Survey

Allergy : (-)

Medication : (-)

Past illness : (-)

Last meal : 2 jam yang lalu

Environment : Rumah Pasien

3. Tanda Vital

• Tekanan Darah: 120/70 mmHg

17
• Nadi : 121 x/menit

• Pernapasan : 26 x/menit

• Suhu : 36,8 oC

• SpO2 : 99% dengan nasal kanul 4 LPM

3. Kulit :

• I : Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ikterik (-), rash (-), petekie (-)

• Pa : nodul (-), sclerosis (-), atrofi (-)

4. Kepala dan leher

• Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata

• Mata : Conjunctival pallor (-/-), sklera ikterik (-), sekret berlebih pada

mata (-), pupil DS isokor (3mm/3mm), reflex pupil direk dan indirek (+/+).

• Telinga : Tanda-tanda infeksi pada telinga (-), sekret telinga minimal.

• Hidung: kelainan bentuk hidung (-), sekret hidung (-), epistaksis (-),

pernafasan cuping hidung (-).

• Mulut: mukosa bibir kering (-), perdarahan gusi (-), stomatitis (-), typhoid

tongue (-) perbesaran tonsilla palatina (-), peradangan tonsilla palatina (-).

• Leher: perbesaran nll. cervicalis (-), perbesaran glandula thyroidea (-),

peningkatan JVP (-), kaku kuduk (-).

5. Thorax

• Dinding Thorax

Inspeksi : bentuk cavitas thoracis normal, retraksi intercostal (-),

pergerakan dinding thorax simetris, tidak terlihat adanya tanda-tanda fraktur

18
Palpasi : tidak ada krepitasi pada os costae, sternum, maupun

clavicula.

• Paru

a. Depan

- Inspeksi : pergerakan pulmo dextra et sinitra simetris, nafas cepat dan

dalam (cussmaul)

- Palpasi : fremitus vokal simetris, tidak terdapat nyeri tekan

- Perkusi : sonor seluruh lapang paru

- Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada suara tambahan

rhonki/wheezing

b. Belakang

- Inspeksi : pergerakan pulmo dextra et sinitra simetris.

- Palpasi : fremitus vokal simetris

- Perkusi : perkusi sonor seluruh lapang paru

- Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada rhonki dan wheezing

• Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra,

thrill tidak teraba.

- Perkusi : batas kanan jantung = ICS III-IV linea parasternalis dextra,

batas kiri jantung = ICS V linea midclavicularis sinistra.

- Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-)

6. Abdomen

19
- Inspeksi : distensi abdomen (-), venektasi (-), jejas (-), kelainan pada dinding

abdomen (-)

- Aukultasi : peningkatan/penurunan bising usus (-)

- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), spasme dinding abdomen (-), hepar

dan lien tidak teraba. Shifting dullness (-)

- Perkusi : perkusi timpani di 9 regio abdomen.

7. Ekstremitas atas dan bawah

- Ekstremitas Superior :

Look : edema (-/-)

Feel : akral dingin (-), nyeri palpasi (-)

Move : Kesan lateralisasi (-/-)

- Ekstremitas Inferior :

Look : edema (-/-)

Feel : akral dingin (-), nyeri pada palpasi (-)

Move : Kesan lateralisasi (-/-)

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

6 April 2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,7 14.00 – 18.00 g/Dl
Leukosit 50,28 4.50 – 11.0 ribu/uL
Eritrosit 4,30 4,00 – 5.50 juta/uL
Hematokrit 43,8 40-48 vol%
Trombosit 388 140 – 400 ribu/uL
RDW-CV 12,9 11,5 – 14,5 %

20
MCV, MCH, MCHC
MCV 101,9 80-102 Fl
MCH 31,9 27,0 – 31,0 Pg
MCHC 31,3 31,8 – 35,4 %
HITUNG JENIS
Neu% 75,0 42.9-72.0 %
Lim% 18,7 11.0-49.0 %
Monosit% 5,8 0.0-9.0 %
KIMIA
Ureum 66 0-50 mg/dL
Kreatinin 1,36 0.72-1.25 mg/dL
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 775 <200 Mg/dl
HATI DAN PANKREAS
SGOT 21 5-34 U/l
SGPT 16 0-55 U/l
ELEKTROLIT
Natrium 127 136-145 Meq/L
Kalium 7,2 3.5-5.1 Meq/L
Calcium 1,41 0,98-1,2 Meq/L

Analisis Gas Darah

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


GAS DARAH
pH 6,80 7,350-7,450
PCO2 16 35,0-45,0 mmHg
PO2 179 80,0-100,0 mmHg

Hasil pemeriksaan Urinalisis


URINALISA
Warna-Kekeruhan Kuning Keruh Kuning-Jernih
BJ 1,020 1,005-1,030
pH 5,0 5,0-6,5
Keton 2+ Negative
Protein-Albumin 2+ Negative
Glukosa 4+ Negative
Bilirubin Negative Negative
Darah Samar 4+ Negative
Nitrit Negative Negative
Urobilinogen 0,2 0,1-1,0
Leukosit 1+ Negative
URINALISA (SEDIMEN)

21
Leukosit 5-10 0-3
Eritrosit 10-15 0-2
Silinder +/Positif Negative
Epithel 1+ 1+
Bakteri +/Positif Negative
Kristal Negative Negative
Lain-lain Negative Negative

E. Diagnosis Kerja

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah Decrease of

Consciousness ec Ketoasidosis Diabetikum, Hiperglikemia (ketoasidosis diabetik)

+ DM tipe II, moderate hyponatremia, Severe Hyperkalemia, Nausea + vomitus dt

gastropati DM dd Peptic Ulcer Disease, Sepsis ec Infeksi Saluran Kemih.

F. Tatalaksana

- O2 2-4 LPM

- Protap KAD

- Line I Drip insulin 50 U/ jam, bolus insulin 7 IU bila GDS tidak turun 10% dalam

1 jam GDS< 200 drip insulin 215 mg/jam pertahankan GDS 150-200 mg/dl

- Line II loading NS 1000 cc lanjut 1500 cc/24 jam

- Inj Ceftriaxone 2x1 gr

- Inj. Omeprazole 1x40 mg

- Inj metoclopramide 3x10 mg

22
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien pada laporan kasus adalah seorang perempuan berusia 49 tahun

dengan diagnosis Decrease of Consciousness ec Ketoasidosis Diabetikum,

Hiperglikemia (ketoasidosis diabetik) + DM tipe II, moderate hyponatremia,

Severe Hyperkalemia, Nausea + vomitus dt gastropati DM dd Peptic Ulcer Disease,

Sepsis ec Infeksi Saluran Kemih. Pasien dibawa dengan keluhan utama tidak sadar

sejak 2 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Penurunan kesadaran dialami

mendadak setelah pasien bangun tidur dan mengkonsumsi makanan. Penurunan

kesadaran disertai munculnya sesak.

Sesak sudah berulang 3 kali selama 1 minggu terakhir. Pasien juga memiliki

riwayat adanya demam sejak 2 hari SMRS, keluhan berkurang setelah diberikan

paracetamol, pasien tidak memiliki riwayat batul pilek, nyeri tenggorokan (-), BAB

normal namun menurut keluarga pasien BAK pasien kadang disertai nyeri dan

pasien sering berkemih. Keluarga pasien mengatakan pasien sebelumnya juga

mengalami mual dan muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 5 kali berisi

makanan, muntah sedikit-sedikit pasien juga mengalami nyeri ulu hati.

Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan

oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.1 Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya

mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok.3

23
Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD dan KHH,

namun beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian atau kurangnya dosis

insulin dapat menjadi faktor pencetus penting. Patut diperhatikan bahwa terdapat

sekitar 10-22% pasien yang datang dengan diabetes awitan baru. Pada populasi

orang Amerika keturunan Afrika, KAD semakin sering diketemukan pada pasien

dengan DM tipe 2, sehingga konsep lama yang menyebutkan KAD jarang timbul

pada DM tipe 2 kini dinyatakan salah.5 Pada pasien ini didapatkan adanya demam

sejak 2 hari SMRS, keluhan berkurang setelah diberikan paracetamol, pasien

memiliki riwayat BAK pasien kadang disertai nyeri dan pasien sering berkemih

dengan hasil urinalisis bakteriuria positif dan hasil cek lab menunjukan leukositosis

50 rb/ul.

Keadaan dekompensasi metabolik akut biasanya didahului oleh gejala

diabetes yang tidak terkontrol. Gejala-gejalanya antara lain lemah badan,

pandangan kabur, poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan muncul beberapa

hari sebelum masuk rumah sakit.10

KAD berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa jam, sedangkan SHH

cenderung berkembang dalam beberapa hari yang mengakibatkan hiperosmolalitas.

Dehidrasi akan bertambah berat bila disertai pemakaian diurétika. Gejala tipikal

untuk dehidrasi adalah membran mukosa yang kering, turgor kulit menurun,

hipotensi dan takhikardia.Pada pasien tua mungkin sulit untuk menilai turgor kulit.

Demikian juga pasien dengan neuropati yang lama mungkin menunjukkan respons

yang berbeda terhadap keadaan dehidrasi. Status mental dapat bervariasi dari sadar

24
penuh, letargi, sampai koma.10 Pada pasien ini telah terjadi penurunan kesadaran

akibat Ketoasidosis Diabetikum.

Nyeri abdomen sering terjadi pada KAD. Diperlukan perhatian khusus untuk

pasien yang mengeluh nyeri abdomen, sebab gejala ini bisa merupakan akibat

ataupun faktor penyebab (terutama pada pasien muda) DKA Evaluasi lebih lanjut

harus dilakukan jika keluhan ini tidak berkurang dengan perbaikan dehidrasi dan

asidosis metabolik.10 Pasien mengaku mengalami mual dan muntah sejak 1 hari

SMRS. Muntah sebanyak 5 kali berisi makanan, muntah sedikit-sedikit pasien juga

mengalami nyeri ulu hati.

Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau SHH

meliputi penentuan kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton,

elektrolit atau anion gap (perbedaan anion-kation yang tinggi), osmolaritas, analisa

urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel darah

lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram. Kultur bakteri dari air seni,

darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan antibiotik yang sesuai

harus diberikan jika dicurigai ada infeksi.11 Pada pasien ini didapatkan gula darah

awal 775 mg/dl, pH darah 6,80 dan terdapat ketonuria +2.

Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena perubahan

osmotik yang terjadi terus menerus dari intraseluler ke ekstraseluler dalam keadaan

hiperglikemia. Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh karena

pergeseran kalium ekstraseluler yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin,

hipertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum rendah atau

low-normal pada saat masuk, mungkin akan kekurangan kalium yang berat pada

25
saat perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu monitoring jantung yang

ketat, sebab terapi krisis hiperglikemia akan menurunkan kalium lebih lanjut dan

dapat menimbulkan disritmia jantung.11 Pada pasien ini didapatkan kadar natrium

yang rendah/hiponatremia 127 mEq/L disertai kadar kalium yang tinggi 7,2 mEq/L.

Kebehasilan pengobatan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,

hiperglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang

merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat penting adalah perlu dilakukan

monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah

pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan dengan baik.13

Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intraseluler

dan ekstraseluler serta mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan

menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan menurunkan

kadar hormon kontra insulin (dengan demikian dapat memperbaiki sensitivitas

terhadap insulin).14

Pada kasus ini, NaCl 0.9% diberikan sebanyak 15–20 ml/kg berat badan/jam

atau lebih besar pada jam pertama (1–1.5 l untuk rata-rata orang dewasa). Pilihan

yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada status hidrasi, kadar elektrolit

darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl 0.45% diberikan sebanyak 4–14

ml/kg/jam jika natrium serum meningkat atau normal; NaCl 0.9% diberikan dengan

jumlah yang sama jika Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakini baik, maka

perlu ditambahkan 20–30 mEq/l kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien

stabil dan dapat diberikan secara oral.13,14 Pada pasien ini mendapatakan protap

KAD loading NS 1000 cc lanjut 1500 cc/24 jam.

26
Pada keadaan KAD ringan, insulin reguler diberikan dengan infus intravena

secara kontinu adalah terapi pilihan. Pada pasien dewasa, jika tidak ada hipokalemia

(K+ < 3.3 mEq/l, maka pemberian insulin intravena secara bolus dengan dosis 0.15

unit/kg bb, diikuti pemberian insulin reguler secara infus intravena yang kontinu

dengan dosis 0.1 unit· kgBB/jam (5–7 unit/jam pada orang dewasa). Pemberian

insulin secara bolus tidak dianjurkan pada pasien pediatrik; pemberian insulin

reguler dengan infus intravena secara kontinu dengan dosis 0.1 unit· kgBB/hr dapat

diberikan pada pasien- pasien tersebut. Dosis insulin rendah ini pada umumnya

dapat menurunkan konsentrasi glukosa plasma sebanyak 50–75 mg/dl sebanding

dengan pemberian insulin dosis tinggi.15 Line I Drip insulin 50 U/ jam, bolus insulin

7 IU bila GDS tidak turun 10% dalam 1 jam GDS< 200 drip insulin 215 mg/jam

pertahankan GDS 150-200 mg/dl.

Kriteria untuk resolusi KAD meliputi kadar glukosa < 200 mg/dl, bikarbonat

serum > 18 mEq/l, dan pH vena > 7.3. Bila KAD membaik, dan pasien masih NPO

(Nothing Per Oral), insulin intravena yang kontinyu dan penggantian cairan

dilanjutkan dan ditambah dengan suplemen insulin subcutan sesuai kebutuhan tiap

4 jam.14

27
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang perempuan berusia 52 tahun yang dirawat di RSUD

Doris Sylvanus dengan Decrease of Consciousness ec Ketoasidosis Diabetikum,

Hiperglikemia (ketoasidosis diabetik) + DM tipe II, moderate hyponatremia,

Severe Hyperkalemia, Nausea + vomitus dt gastropati DM dd Peptic Ulcer Disease,

Sepsis ec Infeksi Saluran Kemih. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan ditunjang pemeriksaan tambahan. Tatalaksana yang

didapatkan pasien ini adalah protap DM, O2 2-4 LPM, inj omeprazole 1x40 mg dan

inj metoclopramid 3x10 mg.

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii 2021
    Bab Ii 2021
    Dokumen2 halaman
    Bab Ii 2021
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Obat Maju
    Obat Maju
    Dokumen2 halaman
    Obat Maju
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Diare Cair Akut Dengan Deh
    LAPORAN KASUS Diare Cair Akut Dengan Deh
    Dokumen34 halaman
    LAPORAN KASUS Diare Cair Akut Dengan Deh
    Khairunnisa
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • IGD
    IGD
    Dokumen3 halaman
    IGD
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen5 halaman
    Bab V
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen5 halaman
    Bab Ii
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen5 halaman
    Bab Ii
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Uji Farmakologi dan Obat
    Uji Farmakologi dan Obat
    Dokumen14 halaman
    Uji Farmakologi dan Obat
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Respira Si
    Respira Si
    Dokumen35 halaman
    Respira Si
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Syok
    Syok
    Dokumen47 halaman
    Syok
    Vivie Rembang
    Belum ada peringkat
  • Algoritma Takikardi
    Algoritma Takikardi
    Dokumen4 halaman
    Algoritma Takikardi
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen5 halaman
    Bab Ii
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • VaksinCovid 19
    VaksinCovid 19
    Dokumen16 halaman
    VaksinCovid 19
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Sepsis Dengan Skor Sofa
    Sepsis Dengan Skor Sofa
    Dokumen31 halaman
    Sepsis Dengan Skor Sofa
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • ATLS
    ATLS
    Dokumen49 halaman
    ATLS
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Interpretasi Hitung Jenis Leukosit: Pembimbing: Dr. Fajar Patompo
    Interpretasi Hitung Jenis Leukosit: Pembimbing: Dr. Fajar Patompo
    Dokumen15 halaman
    Interpretasi Hitung Jenis Leukosit: Pembimbing: Dr. Fajar Patompo
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • ACLS2021
    ACLS2021
    Dokumen13 halaman
    ACLS2021
    Anggreany Ashari
    Belum ada peringkat
  • 2497-Article Text-13319-1-10-20201109
    2497-Article Text-13319-1-10-20201109
    Dokumen8 halaman
    2497-Article Text-13319-1-10-20201109
    Gilang HAw Haw
    Belum ada peringkat
  • Trauma Capitis
    Trauma Capitis
    Dokumen35 halaman
    Trauma Capitis
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Algoritma Bradikardi
    Algoritma Bradikardi
    Dokumen4 halaman
    Algoritma Bradikardi
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • SYOK
    SYOK
    Dokumen45 halaman
    SYOK
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Algoritma Henti Jantung
    Algoritma Henti Jantung
    Dokumen6 halaman
    Algoritma Henti Jantung
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • Algoritma Henti Jantung
    Algoritma Henti Jantung
    Dokumen6 halaman
    Algoritma Henti Jantung
    Dea Ludjen
    Belum ada peringkat
  • ACLS2021
    ACLS2021
    Dokumen13 halaman
    ACLS2021
    Anggreany Ashari
    Belum ada peringkat