Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas struktur pada mata kuliah Ilmu Akhlak
Disusun Oleh:
2020
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan materi “Akhlak Kepada
Diri Sendiri: Iffah, Zuhud, Tawadhu” penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas pada
mata kuliah Ilmu Akhlak.
Dalam proses penyusunan makalah ini tak lepas dari bantuan, masukan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami ucapkan banyak terimakasih kepada bapak Dr. Isop Syafe’I, M.Ag selaku dosen
pada mata kuliah Ilmu Akhlak yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata Bahasa, maupun isi. Sehingga penulis
secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan untuk kami khususnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah tentang iffah,zuhud, dan tawadhu ini adalah sebagai
berikut :
1. Dapat mengetahui dan memahami pengetian tentang Iffah
2. Dapat mengetahui dan memahami pengertian tentang Zuhud.
3. Dapat mengetahui dan memahami pengertian tentang Tawadhu.
4. Dapat mengetahui hikmah menerapkan iffah, zuhud, dan tawadhu.
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Iffah
1. Pengertian Iffah
a. Iffah memilki arti yaitu menjaga kesucian diri atau menjaga kehormatan diri
dari berbagai hal yang dapat merendahkan diri seseorang seperti menjauhkan
diri dari kedzholiman, ke bohongan dan tuduhan yang bertujuan untuk menjaga
kesucian diri. Menurut Al-Gazali Iffah adalah keutamaan kekuatan syahwat
bahimiyah, yaitu kekuatan syahwat yang sangat mudah untuk mengikuti
kekuatan akal, sehingga kesedihan dan kegembiraan sesuai dengan petunjuk
yang diperintahkan oleh akal.
b. Iffah merupakan akhlaq yang sangat dicintai oleh Allah Swt, Seorang dikatakan
sebagai orang yang Iffah apabila mampu menahan diri dari perkara-perkara
yang diharamkan oleh Allah Swt. Dengan demikian seorang yang Iffah adalah
orang yang bersabar yakni taat muthlak kepada Allah Swt. baik dalam
menjalankan perintah-perintah-Nya, maupun meninggalkan larangan-Nya
walaupun jiwanya (syahwatnya) sangat menginginkan untuk melanggarnya.
'Iffah merupakan akhlaq yang sangat dicintai oleh Allah Swt.
2. Contoh-contoh Iffah
Contoh dari sifat Iffah diantaranya:
a. Kesucian jasad atau tubuh
Sebagai seorang muslim kita harus menjaga diri salah satunya adalah aurat, kita
harus menjaga aurat agar terhindar dari segala macam perbuatan yang akan
dilakukan oleh diri sendiri ataupun oleh orang lain seperi menggunakan baju
tertutup dan menggunakan hijab (bagi perempuan).
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-
isteri orang mukmin hendaklah menreka mngulurkan jilbabnya keseluruh tubuh
mereka”(QS. Al-Ahzab : 59)
3
b. Kesucian lisan (perkataan)
Sebagai seorang muslim kita harus menjaga lisan kita dari perkataan-perkataan
yang buruk, karena dengan menjaga lisan kita dari perkataan yang buruk akan
menghindarkan kita dari hal-hal yang tidak baik, karena dengan lisan yang buruk
kita dapat menyakiti hati seseorang, kita dapat mencela seseorang, kita dapat
membicarakan tentang hal buruk seseorang (Ghibah) dan masih banyak lagi hal
buruk yang disebabkan oleh lisan. Bahkan ada pepatah yang mengatakan “lisan mu
adalah harimaumu” maka dari itu kita sebagai umat muslim yang taat kepada Allah
SWT dan Rosulnya harus menjaga lisan kita dengan baik.
3. Keutamaan iffah
Keutamaan-keutamaan iffah sebagai berikut :
a. Mengarahkan atau mendorong manusia untuk mencapai kebahagian akhirat.
b. Dapat mengedalikan diri dari berbagai macam syahwat agar tetap dijalan Allah
SWT.
c. Dijauhkan diri dari berbagai macam yang mengundang fitnah.
d. Menjadikan kelangsungan jenis manusia dengan makan dan pembibitan, kREN
keduanya memang perlu dilakukan dialam wujud ini sesuai dengan sunnatullah,
dan kehendak-Nya (Al-Ghazali).
2.1 Zuhud
1. Pengertian Zuhud
a. Zuhud merupakan cara hidup yang mulia, dimana seluruh orang salih telah
menjalani, dan dengan begitu hal tersebut menjadi teladan bagi oaring – orang
4
setelahnya. Menurut Lois ma’Luf kata zuhud berasal Bahasa arab yaitu zahada
artinya ragaba’anhu wataraka (benci dan meninggalkan sesuatu), zahada fi ad-
dunya yang artinya mengosongkan diridari kesenangan dunia untuk ibadah.
Orang yang melakukan zuhud disebut Zahid, zuhhad, atau zahidun. (Totok
Jumantoro, 2005).
b. Zuhud juga merupakan suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWR, dimana
seseorang lebih mengutamakn cita akhirat dan tidak terlalu mementingkan
urusan dunia atau harta kekayaan. Untuk menempuh zuhud Al- Qur’an telah
memberikan rambu – rambu dan panduannya agar setiap manusia tidak salah
dalam memahami jalan hidup zuhud. Ayat – ayat yang berkaitan dengan zuhud
adalah pada Q.S Al – Hadid (57):20 dan 23, Q.S Al – Qashah (28):77 dan Q.S
Al – Ma’idah (5):87.
2. Konsep dan dimensi Zuhud
a. Konsep zuhud menurut Nabi Muhammad adalah sikap manusia untuk berada
di jalan tengah atau I’tidal dalam menghadapi segala sesuatu. Zuhud tidak
berarti menjauhi dunia tapi menghindari terlena oleh dunia, dalam istilah
tassawuf, zuhud merupakan suatu tingkatan dimana seseorang membenci atau
meninggalkan kehidupan dan lebih memilih akhirat. Zuhud adalah salah satu
maqam dalam tassawuf. Maqam yaitu suatu tingkatan yang hasil kesungguhan
dan perjuangan terus menerus.
3. Dampak dari perilaku Zuhud
Ada beberapa dampak bagi seseorang yang bersikap Zuhud, yaitu :
1. Orang yang berperilaku zuhud akan memperoleh kebahagiaan akhirat,
2. Menurut Sayyidina Ali pada Abu dzar al-Ghifari “barang siapa zuhud dalam
dunia, dia tidak sedih karena kehinaannya dan tidak ambisius untuk
memperoleh kemuliaannya, Allah akan memberinya petunjuk tanpa melewati
petunjuk makhluknya” (Jalaludin, Rahmat,1999:116).
3. Perilaku zuhud dapat dilihat dalam pola hidup.
4. Kebahagiaannya tidak terletak pada benda – benda mati tetapi pada
peningkatan kualitas hidupnya.
5
2.2 Tawadhu
1. Makna dan Hakikat Sifat Tawadu
Sikap merupakan kecenderungan bertindak, berpikir, perpersepsi, dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. (Rozak, 2017:176). Sikap dalam hal
tersebut bukan berisi perilaku namun kecenderungan berperilaku, atau dapat dikatakan
keinginan untuk bertindak yang keluar dari dalam diri dalam menghadapi objek.
Menurut Marimba dalam (Rozak, 2017:176) Sikap juga diartikan : pandangan,
tanggapan, pendirian orang-orang terhadap suatu masalah yang masuk kedalam jiwa.
Menurut (Rozak, 2017:176) pengertian Tawadhu Secara Etimologi, kata tawadhu
berasal dari kata wadh’a yang berarti merendahkan, serta juga berasal dari kata
“ittadha’a” dengan arti merendahkan diri. Maksud dari perngertian tersebut
merendahkan diri ini bukan berarti kita menjadi rendah diri namun maksudnya lebih
kepada rendah hati. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Yunahar dalam (Rusdiana,
2020:311) pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah hati, lawan dari
sombong atau takabur. Menurut Al-Ghozali dalam (Rusdiana, 2020:311)
Tawadhu’adalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain
lebih utama dari pada kita. Maka dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap
atau sifat tawadhu merupakan sebuah sikap seseorang dalam keinginan untuk bertindak
rendah hati, dengan menganggap orang lain itu lebih utama sehingga kita dapat
terhindar dari sombong dan takabur.
Hakikat tawadhu menurut Syekh Ahmad Ibnu Atha’illah dalam (Rusdiana, 2020:
311) yaitu sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-
sifat Allah. Tawadhu ini dalam pelaksanaannya didasari oleh keimanan seseorang
terhadap Allah swt sebagai pencipta Yang Maha Agung yang tiada taranya. Sehingga
menusia merasa dirinya jauh dari kata sempurna terhadap apa yang dilakukannya di
dunia. Penjelasan tersebut diperjelas dalam Q.S An-Nahl: 53, yang artinya: “dan apa
saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu
ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
6
pertolongan.”. Makna dari ayat diatas ialah semua kelebihan yang dimiliki manusia
seperti cantik, kaya, pintar, merupakan pemberian dari Allah swt, dan hanya kepada
Nya lah kita bergantung meminta pertolongan.
Dalam Surat Al- Israa ayat 17 yang artinya Manusia diperintah oleh Allah SWT
“…dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Israa’ [17]: 24).
Dalam Surat AsySyu’araa ayat 214-215 yang artinya Manusia diperintah oleh
Allah SWT “…dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”
7
“dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-
orang yang beriman.” (QS AsySyu’araa [26]:214-215).
Dalam Surat Al- An’am ayat 42-43 yang artinya Manusia diperintah oleh Allah
SWT “…dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat
yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan)
kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan
tunduk merendahkan diri.” “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah)
dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka,
bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun Menampakkan kepada
mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Al-An’am [6]: 42-43).
Dalam Surat Al-A’raaf ayat 205 yang artinya Manusia diperintah oleh Allah
SWT “…dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan
janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.” (QS Al-A’raaf [7]: 205).
8
Dari semua perintah diatas disimpulkan bahwa dalam beribadah yaitu berdoa,
berdzikir, memohon kepada Allah swt kita harus bertawadhu yaitu melakukannya
dengan tenang, suara yang lembut, dengan perasaan yang takut, dan tidak
mengeraskan suara. Sedangkan ketika perintah untuk bertawadhu kepada sesama
makhluk yaitu dengan memperlakukannya dengan merendahkan hati, berkata
lemah lembut dan lebih sopan santun terhadap sesama makhluk.
Tawadhu termasuk perbuatan terpuji yang dapat diperoleh dengan bila ada
keseimbangan I’tidal antara kekuatan akal dan nafsu. Faktor faktor pembentukanya
yaitu
a. Bersyukur
Bersyukur atau menerima pemberian Allah swt kepada makhluknya sehingga
dengan pemikiran tersebut kita terhindar dari kesombongan dan merasa lebih baik
dari orang lain
b. Menjauhkan Riya
Mengapa riya karena riya adalah lawan dari ikhlas yang memiliki arti ketika
melakukan sesuatu ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Maka dari itu kita
harus menjauhi riya yaitu dengan pengendalian diri dari sifat memperlihatkan
kelebihan yang dimiliki kepada orang lain sehingga dapat menimbulkan
kesombongan dan tinggi hati kepada orang lain.
c. Sabar
Mengharap rido Allah swt yaitu dengan menahan diri dari segala seuatu yang
dilarang dan tidak disukai Nya. Atau menjaga kemurnian amal ibadah agar tidak
terbesit rasa angkuh dalam diri.
d. Menghindari Sikap Takabur
Sikap takabur yaitu sikap menggangap dirinya lebih dari orang lain dan
meremehkan orang lain. Maka dari itu kita harus menjauhinya karena sikap ini
enggan menerima kebenaran yang datang dari pihak yang lemah.
9
4. Keutamaan Sikap Tawadhu
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhlak merupakan suatu sifat atau perbuatan yang cenderung dilakukan seseorang
dengan secara spontan atau datang dari dalam pikirannya sehingga tercipta suatu
perbuatan, baik itu bersifat baik ataupun buruk. Akhlak muncul pada diri seseorang
dengan berbeda beda sesuai yang ia pelajari dan ia kehendaki. Akhlak kepada diri
sendiri ialah menciptakan suatu perbuatan atau sifat dalam diri pribadi seseorang
dengan tujuan nantinya mendapatkan manfaat dan keberkahan dalam dirinya. Akhlak
kepada diri sendiri pada pembahasan kali ini yaitu terdapat tiga yaitu iffah, zuhud dan
tawadhu. Iffah merupakan suatu sifat atau perbuatan untuk menjaga diri dari kesucian
dan kehormatan dari hal yang dapat merendahkan diri seseorang seperti perbuatan
zina, dan perbuatan dzolim lainnnya. Zuhud merupakan suatu perbuatan atau sifat
seseorang yang lebih mengutamakn cita akhirat dan tidak terlalu mementingkan
urusan dunia atau harta kekayaan. Dan yang terakhir tawadhu merupakan sebuah sikap
seseorang dalam keinginan untuk bertindak rendah hati, dengan menganggap orang
lain itu lebih utama sehingga kita dapat terhindar dari sombong dan takabur.
3.2 Saran
Semoga dengan makalah ini dapat menjelaskan ketiga sifat atau akhlak kepada diri
sendiri ini, sehingga kedepannya kita dapat menerapkan dalam diri masing masing
pribadi. Bukan hanya sekedar tau namun kita perlahan mempraktikan dalam
kehidupan. Tidak ada yang tidak sulit jika kita memiliki niat dan tekad besar dalam
diri untuk berubah menjadi lebih baik lagi sehingga suatu saat kita pulang kita
meninggalkan jejak yang baik dan berkesan bagi kehidupan di sekeliling kita.
11
DAFTAR PUSTAKA
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. (2005). Kamus Ilmu Tassawuf. Jakarta:
Amzah.
Rizal, Syamsul (2018). Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf. Bogor: Institut Ummul
Quro Al-Islami. Jurnal Pendidikan Islam Vol.07 No.01 April 2018.
Rusdiana, A. H. (2020). Ilmu Akhlak semester 1 buku Hand out. Bandung: Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
12