TUJUAN:
Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan beberapa konsep dasar yang erat
kaitannya dengan jender dan ketidakadilan
POKOK BAHASAN :
Beberapa konsep dalam jender dan ketidakadilan
SUB POKOK BAHASAN:
-Kontrak Pembelajaran
-Tatap muka akan membahas konsep jenis kelamin (sex), jender, alasan
perlawanan terhadap analisis jender, bentuk ketidakadilan jender, kesetaraan jender,
jender analisis, kesetaraan, diskriminasi.
Jenis kelamin (sex) yaitu pensifatan atau pembagian 2 jenis kelamin manusia yg
ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. – merupakan
kodrat (hal yg tak dapat diubah).
Jender yaitu sifat yg melekat pada kaum laki2 maupun perempuan yg dikonstruksikan
secara sosial termasuk kultural, agama, politik, hukum.
Mengapa penggunaan analisis jender sering mendapat perlawanan dari laki2 maupun
perempuan?
1. Mempertanyakan status perempuan sering mempersoalkan sistem dan struktur yg
mapan, termasuk kelas
2. Mempersoalkan masalah jender berarti mempersoalkan hubungan yg bersifat sangat
pribadi.
1
Maksudnya kesetaraan terjadi karena kesamaan precondition/proses, ternyata
hasilnya beda karena kondisi yg beda antara laki-laki dan perempuan. Disebut juga
“Analisis Kebijakan yang Netral Jender”.
2. Result based management.
: fokus pada hasil
Maksudnya kesetaraan terjadi karena kesamaan hasil, sehingga membolehkan terjadi
perbedaan proses (baik perlakuan, kesempatan maupun persyaratan). Dalam hal ini
terjadi kesetaraan substantif.
(Prihatinah, 2006, 39).
Diskriminasi:
1. Diskriminasi langsung. Hal ini terjadi ketika seseorang diperlakukan kurang
menyenangkan dari yg lainnya dalam kondisi yg sama atau serupa karena alasan
rasial, jenis kelamin, agama dll.
2. Diskriminasi tidak langsung. Hal ini terjadi akibat dari kebijakan yg netral/ yang
sama diberlakukan pada semaua orang, tetapi menimbulkan akibat yg merugikan
hanya untuk kelompok tertentu saja.
DAFTAR PUSTAKA:
Fakih, M. (1996) Analisis Jender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
h. 3-23.
Irianto, S. dam Luhulima, A.S. (Editor) (2004) Konvensi Wanita di Indonesia, Kelompok
Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,
Jakarta, h.164-188.
Prihatinah, T.L. (2005) Women and Income Generating Projects: The Jender Impacts of
Indonesian Government Policies, Disertasi, Universitas Murdoch, Western
Australia, h. 36-39, 126-135.
-0-
Pertemuan ke-2 (Hukum dan Kajian Wanita):
ALIRAN FEMINISME DAN GERAKAN FEMINISME DI INDONESIA
2
tanpa perlu koreksi mendalam terhadap teori2 yg dipercaya sengaja utk menindas
perempuan.
2. marxis feminism. Aliran ini percaya bahwa eksploitasi terjadi oleh satu kelas terhadap
kelas lainnya terutama dalam sistem kapitalis. Sehingga dalam sistem ini perempuan
(dan juga laki2) diekploitasi karena alasan2 yg menguntungkan kaum kapitalis.
Contohnya adalah murahnya upah buruh. Ekspolitasi ini melebar tidak hanya pada
kehidupan publik tapi juga pada tataran perkawinan dan keluarga. Aliran ini percaya
bahwa pembebasan penindasan terhadap perempuan hanya bisa dilakukan dalam
perjungan terhadap penindasan oleh kelas yg lebih atas. Engels menyarankan
perempuan masuk ke ranah public, berbeda dengan Dalla Costa yang menyarankan
diberikannya upah untuk pekerjaan domestic.
3. radikal feminism. Memfokuskan alasan penindasan perempuan semata-mata karena
sistem patriarki dimana terjadi eksploitasi oleh laki2 terhadap perempuan. Hanya
dengan pemutarbalikan teori patriaki saja maka penindasan perempuan dapat diatasi.
4. Feminisme sosialis: merupakan sintesa feminisme marxis dengan feminisme radikal
dimana mengkritik partisipasi perempuan di ranah public (produksi) dengan
argumentasi bahwa perempuan jadi budak kapitalisme. Sehingga aliran ini
memfokuskan pada penyadaran perempuan terhadap ketertindasan akibat masuknya
ia dalam ranah publik (produksi).
5. Eko feminism. Aliran yang memberontak status quo melalui gerakan peduli
lingkungan dengan berbasis kembali ke alam (back to nature).
6. Post modernism. Aliran yang tidak memihak pada siapapun dan boleh seseorang
melakukan apapun, sehingga solusi lebih bertumpu pada realitas yang dihadapi
perempuan dan penyelesaiannya bersifat situasional. Bahkan lebih cenderung ke nir
-nilai.
7. Feminist religius. Aliran yang menerima pembaharuan dengan tidak meninggalkan
prinsip-prinsip agama.
3 dasawarsa tahapan gerakan feminisme di Indonesia (Fakih, 160-161):
1. Dasawarsa pertama (1975-1985) yaitu tahap “pelecehan” terhadap gerakan
feminisme.
2. Dasawarsa kedua (1985-1995) yaitu dasawarsa pengenalan dan pemahaman
gender. Hal ini dipercaya karena tekanan lembaga donor lewat LSM utk konsern
dengan masalah tersebut sehingga diragukan kemurnian kepedulian akan masalah
jender tsb.
3. Dasawarsa ketiga (sejak 1995) kepekaan jender sudah mulai tumbuh
meskipun mendapat berbagai tantangan antara lain tafsir keagamaan yg bersifat
patriarki, gerakan kilas abalik dari kaum laki2 dan perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I. (Editor) (1977) Sangkan Paran Gender, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 305
-315.
Fakih, M. (1996) Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
157-167.
-0-
3
Pertemuan ke-3 (Hukum dan Kajian Wanita):
PEREMPUAN DAN INSTRUMEN HUKUM
TUJUAN:
Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan instrumen hak dan kewajiban
perempuan baik dalam instrumen nasional maupun internasional.
POKOK BAHASAN:
Instrumen hak dan kewajiban perempuan.
SUB POKOK BAHASAN:
- Membahas berbagai instrumen baik yang bersifat lokal (a.l. Perda, P2W), nasional
(a.l. Inpres, GBHN) maupun internasional (a.l. CEDAW, DUHAM, Protokol).
- Membahas kaitan antara perempuan dan HAM Internasional.
4
4. Rekomendasi Umum Nomor 19 Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan (Diadopsi
oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 Desember 1993, GA Res 48/104). Menurut
Ismail istilah diadopsi seharusnya diganti “diakui”;
5. Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan UU No 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (beserta Penjelasannya)
6. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional (beserta Lampirannnya);
7. UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Perempuan dan HAM Internasional: Prinsip2, dalam kekerasan, dalam penahanan,
dalam penyalahgunaan kekuasaan, dalam perang.
Kebijakan jender di Indonesia dilihat dari sudut:
8. Sejarah peran wanita di berbagai kurun waktu:
a. sebelum kolonisasi: gerakan wanita bukan sebagai sesuatu yg baru(co: masa
kerajaan /TriBuana Tungga Dewi; Kartini /dalam melawan kaum feudal)
b. selama kolonisasi: contoh perlawanan Cut Nyak Dien
c. setelah kemerdekaan: disamping perhatian pemerintah thd nasib perempuan
dengan ratifikasi ILO no 100 (195 dengan UU No 80/1957 tentang prinsip
“kesamaan gaji untuk wanita dan pria untuk pekerjaan yg sama”, kebebasan
dalam berpolitik (co:Gerwani), standard lain dari keberhasilan seorang wanita
yaitu sebagai istri dan ibu yg baik.
d. selama ORBA: organisasi perempuan sebagai alat pemerintah a.l. PKK, Dharma
Wanita.
e. Selama dan setelah reformasi tahu 1998: terjadi perubahan kebijakan terhadap
kebebasan perempuan baik sifat organisasi yg menjadi sukarela (mis Dharma
Wanita), maupun kebebasan dalam mengekspresikan ketidakpuasan kebijakan
atau implikasinya terhadap perempuan (co. Suara Ibu Peduli)
9. Mandat (kepercayaan vs tanggungjawab): th 1978 dibentuk Mentri Peranan Wanita
sebagai response thd Dekade Perempuan oleh PBB th 1970an, hanya peristilahan
“perempuan” baru dikenalkan tahun 1999, Ratifikasi Konvensi Hak Politik Terhadap
Perempuan (UU No 68/ 1968) dsn CEDAW diratifikasi dengan UU No 7/1984.
10. Rational (nilai/harapan masyarakat yg menunjukkan kesesuaian antara keadilan sosial
dan kesetaraan): bukan sesuatu yg statis. Istilah wanita menjadi “perempuan”.
11. peraturan perundangan, antara lain:
a. GBHN, dalam berbagai kurun waktu:
1973: sumbangan wanita hanya terhadap keluarga (pendamping suami) dan generasi
mendatang, tak ada tempat utk keberhasilan secara perseorangan.
1978: ada ruang wanita utk berpartisipasi, tetapi masih memfokuskan pada perannya
dalam keluarga
1983 dan 1988: peran ganda (dalam keluarga dan di masyarakat sebagai individu) –
menimbulkan beban yg berlebihan
1993: mitra sejajar tetapi masih menimbulkan konstrain antara kodrat dan martabat.
1999: pemberdayaan perempuan dalam 2 hal: pertama pengembangan peran wanita
dalam kehidupan bernegara melalui kebijakan nasional yang diorganisir oleh
institusi yg sadar kesetaraan jender, kedua meningkatkan peran organisasi yg
mandiri dengan mempertahankan nilai2 kesatuan dan nilai2 sejarah perjuangan
wanita dalam memberdayakan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.
5
Untuk pertama kali fokus pada pemberdayaan perempuan terlihat dalam
pengubahan nama dari “Mentri Peranan Wanita” menjadi “Mentri
Pemberdayaan Perempuan”
b. Surat Edaran Mentri Tenaga Kerja No 4/1988 tentang Penerapan Konvensi
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Pekerja Perempuan
c. Keputusan Mendagri No. 17/1995: terbentuknya P2W (Peningkatan Peranan Wanita
dalam Pembangunan), kerjasama antara pemerintah, ormas termasuk NGOs dan
swasta. Diikuti Inpres No. 5/ 1996 yg menunjuk wakil gubernur di tiap2 provindi
sebagai dan sekretasinya untuk memimpin tim P2W.
d. Inpres No 9/2000 tentang pengarusutamaan jender yang mempromosikan status,
peran dan qualitas perempuan untuk mencapai kesetaraan jender dalam keluarga,
masyarakat dan negara.
e. Petunjuk Pelaksanaan Pengarusutamaan jender tahun 2002: memberikan petunjuk
pengarusutamaan jender termasuk rencana, pelaksanaa, monitoring dan evaluasi
pembangunan.
f. Rencana Induk Pembangunan Nasional (RIPNAS) 2000-2004. Dalam RIPNAS yg
dikeluarkan oleh Mentri Pemberdayaan Perempuan, misi dari pemberdayaan
perempuan meliputi
i. setiap strategi diberbagai sektor;
ii. meningkatkan sosialisasi kesetaraan jender;
iii. menghapuskan setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan;
iv. penegakan HAM terhadap perempuan;
v. penegakan dan peningkatan kemandirian institusi dan organisasi perempuan.
DAFTAR PUSTAKA:
Ismail, I. (2005) “Perempuan dalam HAM Internasional dan Hukum Humaniter”, dalam
Dialog Interaktif Hak Asasi dan Kedudukan Wanita dalam Islam, Masjid
Fatimatuzzahra, Purwokerto.
Ismail, I. (2001) Diktat Pengantar Hukum Internasional, UNSOED, Purwokerto.
Pusat Kajian Wanita dan Jender (2004) Hak Azasi Perempuan: Instrumen Hukum Untuk
Mewujudkan Keadilan Jender, Universitas Indonesia, Yayasan Obor, Jakarta.
Prihatinah, T.L. (2005) Women and Income Generating Projects: The Jender Impacts of
Indonesian Government Policies, Disertasi, Universitas Murdoch, Western
Australia, h.130-135.
Robinson, K. (2002) Women in Indonesia, Institute of Southeast Asian Studies,
Singapore, h.68-77, 212-214.
Sihombing, R.T. (2004) Daya Mengikat Perjanjian Internasional Terhadap Hukum
Nasional, dalam Irianto, S. dam Luhulima, A.S. (editor) Konveansi Wanita di
Indonesia, Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender,
Universitas Indonesia, Jakarta, h.199-211.
-0-
6
Pertemuan ke-4 (Hukum dan Kajian Wanita)
METODE PENELITIAN HUKUM BERPERSPEKTIF JENDER
TUJUAN:
Mahasiswa memahami dan mampu menjelaska metode penelitian (hukum) berperspektif
jender.
POKOK BAHASAN:
Metode penelitian hukum berperspektif jender.
SUB POKOK BAHASAN:
Membahas analisis jender, skop dan topik feminism, bias, validitas dan ethic dalam
penelitian jender, rekonstruksi dan pendekatan hukum berperspektif jender, Fenibis laki-
laki.
DAFTAR PUSTAKA:
Danardono, D. (2003) “Hukum Berperspektif Perempuan: Emansipasi atau
mendefinisikan Kembali Perempuan?” dalam Temu Karya: Hukum Berperspektif
Gender, diadakan Kelompok Kerja Convention Watch – Pusat Kajian Wanita dab
Jender, UI, Jakarta, 25-27 Juni.
Irianto, S. (2003) “Pendekatan Hukum Berperspektif Perempuan” dalam Temu Karya:
7
Hukum Berperspektif Gender, diadakan Kelompok Kerja Convention Watch –
Pusat Kajian Wanita dab Jender, UI, Jakarta, 25-27 Juni.
Oleson, V.L. (2000) Feminisms and Qualitative Research at and into the Millennium,
Sage Publications Inc., Thousand Oaks/London/New Delhi.
Prihatinah, T.L. (2005) Women and Income Generating Projects: The Gender Impacts of
Indonesian Government Policies, Disertasi, Universitas Murdoch, Western
Australia, h. 36-38, 54.
Subono, N.I. (2001) Feminis Laki-laki: Solusi atau Persoalan, Yayasan Jurnal
Perempuan, Yogyakarta.
-0-
8
9
Pertemuan ke-5 (Hukum dan Kajian Wanita):
KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM HUKUM (KELUARGA)
TUJUAN:
Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan status perempuan dan laki-laki dalam hukum
keluarga di berbagai peraturan dan implikasinya.
POKOK BAHASAN:
Kedudukan perempuan dalam hukum keluarga di Indonesia
SUB POKOK BAHASAN:
Membahas kedudukan perempuan dan implikasinya termasuk hak dan kewajiban
suami istri yg diatur dalam UU Perkawinan, UUPKDRT, Kompilasi Hukum Islam,
dan Usulan Amandemen UU Perkawinan.
Perbedaan janji kawin dalam KUHP dan UU Perkawinan No 1 tahun 1974
Perbedaan waris dalam sistem hukum nasional (UUPerkawinan, agama dan
kebiasaan)
DAFTAR PUSTAKA
Salami, R.U dan Prihatinah, T.L. (2005) “Status Perempuan dalam UU Perkawinan, UU
PKDRT dan Usulan Amandemen UU Perkawinan” makalah dalam Temukarya ke
IV Jejaring Mitra Convention Watch, Lombok, 12-14 September.
Fakih, M. (1996) Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Katjasungkana, N. (missing) “Seberapa Perlukah Perjanjian Pranikah?” artikel dalam
majalah mingguan Nova, Jakarta.
LBH-APIK (2005) Usulan Amandemen UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 berikut
argumen-argumennya.
Nuskhi, M.Z. (2005) “Kedudukan Wanita Dalam Islam”, dalam Dialog Interaktif Hak
Asasi dan Kedudukan Wanita dalam Islam, Masjid Fatimatuzzahra, Purwokerto.
Pusat Kajian Wanita dan Gender (2004) Hak Azasi Perempuan: Instrumen Hukum Untuk
Mewujudkan Keadilan Gender, Universitas Indonesia, Yayasan Obor, Jakarta,
h.8-34
-0-
10
Pertemuan ke-6 (Hukum dan Kajian Wanita)
WANITA DAN PEMBANGUNAN
TUJUAN:
Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan teori “Wanita dan pembangunan”
POKOK BAHASAN:
Wanita dan pembangunan
SUB POKOK BAHASAN:
Membahas berbagai teori pembangunan : WID, WAD dan GAD
Berbagai teori dasar tentang pembangunan (cari sendiri untuk pemahaman dan
perluasan wawasan):
1. Teori evolusi; 5. Teori konflik;
2. Teori fungsionalisme struktural; 6. Teori ketergantungan;
3. Teori modernisasi; 7. Teori pembebasan;
4. Teori sumber daya manusia;8.Teori kekuasaan dan diskursus dalam perubahan sosial.
11
DAFTAR PUSTAKA:
Fakih, M. (1996) Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
h.25-67.
Mosse, J.C. (1996) Gender dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.24, 205-
211.
Prihatinah, T.L. (2005) Women and Income Generating Projects: The Gender Impacts of
Indonesian Government Policies, Disertasi, Universitas Murdoch, Western
Australia, h.40-48.
-0-
12
Pertemuan ke-7 (Hukum dan Kajian Wanita):
PEREMPUAN DAM KEMISKINAN
Tri Lisiani Ph.
TUJUAN:
Mahasiswa memahami dan mampu menjelaska pokok bahasan “Perempuan dan
Kemiskinan”.
POKOK BAHASAN:
Perempuan dan kemiskinan
SUB POKOK BAHASAN:
Membahas perempuan dan kemiskinan dalam perspektif UUD 1945, UNDP, berbagai
teori kemiskinan dan sebab2nya.
DAFTAR PUSTAKA:
Mosse, J.C. (1996) Gender dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.24-28,
150-153, 202-204, 236-240
Prihatinah, T.L. (2004) Women and Income Generating Projects: The Gender Impacts of
Indonesian Government Policies, Disertasi, Unpublished, h.16-36, 67-72.
-0-
13
Pertemuan ke-8 (Hukum dan Kajian Wanita)
KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DPR
Tri Lisiani Ph.
Topik Materi
Perempuan dalam hukum publik: keterwakilan Membahas UU Nomor 12 tahun 2003
perempuan di DPR tentang Pemilu Anggota DPR DPRD
dan DPD, teori affirmative action
Beberapa point yang harus dikuasai (lihat beberapa referensi termasuk makalah dan
jurnal):
UU No. 12/ 2003 dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, hubungankan dengan
ratifikasi CEDAW. Cari juga hubungan hak politik perempuan dalam DUHAM.
(Keberadaan UU tersebut dalam sistem hukum di tingkat daerah, nasional dan
global).
Pengertian, definisi, alasan/rasionalitas “affirmative action / quota” perempuan di
DPR. Jelaskan hubungannya quota dengan pengertian atau definisi demokrasi.
Tujuan quota perempuan.
Hubungkan quota dengan teori deskriminasi termasuk lama berlakunya quota (jurnal
halaman 113).
Mekanisme UU tersebut, analisis terhadap UU tersebut, kendala dan strategi.
Sebutkan contoh2 peraturan yang mengakomodasi masalah perempuan. Bandingkan
dengan negara lain (misalnya: Swedia, Australia). – lihat jurnal hal. 17-30, kususnya
hal 17, 27-30.
Bagaimana perkembangan keterwakilan perempuan di DPR, DPRD (terutama di
daerah anda). Terangkan strategi untuk merespons kondisi keterwakilan perempuan
ini dalam melaksanakan UU tersebut.
…
DAFTAR PUSTAKA:
Fakih, M. (1996) Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
h.130
Journal Perempuan: Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, No 34 (2004) Politik dan
Keterwakilan Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
14