Anda di halaman 1dari 17

PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAN BADAN PENGAWAS PEMILU DALAM

MENEGAKKAN DEMOKRASI : KAJIAN ATAS PUTUSAN MAHKAMA KONSTITUSI


TERKAIT PENETAPAN PEMINGUTAN SUARA ULANG DALAM PEMILIHAN
KEPALA DAERAH DI KABUPATEN SABU RAIJUA

OLEH :

INKKA VICTORYA NDOEN

2010020057

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDU
L.......................................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................6
1.3 Tujuan..............................................................................................................................6
BAB 2..............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
2.1 Peran KPU dan BAWASLU...............................................................................................7
1.2 Dasar Hukum Penyelenggaraan PSU..............................................................................11
2.3 PSU di Kabupaten Sabu Raijua.......................................................................................13
BAB 3............................................................................................................................................16
PENUTUP.....................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................16
3.2 Saran..............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peran Komisi Pemilihan Umun dan Badan Pengawas Pemilu Dalam
Menegakan Demokrasi: Kajian Atas Putusan Mahkama Konstitusi Terkait Penetapan
Pemungutan Suara Ulang Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Sabu Raijua “ dengan
tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu
memberikan informasi dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini merupakan syarat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Penulis telah berusaha dengan maksimal untuk menyempurnakan makalah
ini. Namun apabila pembaca menemukan kesalahan di dalamnya, Penulis mengharapkan kritik
dan saran guna pengembangan pengetahuan dan keterampilan menulis yang lebih baik lagi.
Penulis berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.

Kupang, 26 April 2021

Penulis

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap


prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan bahwa “Kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Salah satu
perwujudan prinsip kedaulatan rakyat tersebut adalah melalui diselenggarakannya suatu
pemilihan umum (Pemilu).

Pemilu merupakan salah satu sarana bagi rakyat untuk ikut aktif dalam proses politik,
sehingga akan mencerminkan adanya prinsip dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis.

Untuk menjaga prinsip tersebut serta menjamin bahwa kedaulatan rakyat dapat terlaksana
sebagaimana seharusnya, maka penyelenggaraan Pemilu harus sesuai dengan tujuannya. Setiap
pemerintah yang demokratis hendaknya mampu menyelenggarakan Pemilu secara demokratis
pula karena merupakan pilar penting dalam demokrasi modern.

UUD 1945 Pasal 22-e berbunyi, “Pemilihan Umum dilaksanakan oleh suatu komisi
pemilihan umum”. Kata komisi dengan huruf (k) kecil dimaknai bahwa pelaksana suatu
pemilihan umum bisa saja bukan KPU seperti yang di kenal sekarang, bisa kelembagaan dalam
bentuk lain. Tetapi UU No. 12 Tahun 2003, yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 2008;
UU No. 23 Tahun 2003; dan UU No. 22 Tahun 2007, telah menyebutkan dengan jelas bahwa
tafsir atas “suatu komisi pemilihan umum”, yaitu Komisi Pemilihan Umum yang sekarang ada.
Kehadiran KPU tahun 2001, Panwaslu tahun 2003 dan sekarang Bawaslu memunculkan harapan,
sekaligus pertanyaan tentang kemampuan KPU dan Bawaslu melaksanakan proses Pemilu yang
bersih, jujur, adil dan transparan. Oleh sebagian (besar) pemerhati dan masyarakat, lembaga ini
diapresiasi begitu tinggi dan diyakini mampu menyelenggarakan Pemilu yang bersih dan
demokratis.

4
Keberadaan KPU dan Bawaslu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu dapat
diartikan bahwa keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tidak saja akan ditentukan oleh
kemampuan KPU dalam melaksanakan semua tahap Pemilu, tetapi juga oleh Bawaslu. Melalui
tugas pengawasan dari Bawaslu, diharapkan Pemilu bisa terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan asasnya, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Masingmasing tugas
dan kewenangan yang dimiliki oleh kedua lembaga ini menunjukkan dua hal yang saling
melengkapi dan saling menguatkan demi terselenggaranya Pemilu yang berkualitas.

Pemilu yang adil dan demokratis, sekurang-kurangnya memiliki tujuh kriteria antara lain:
kesetaraan antarwarga negara, kepastian hukum yang dirumuskan dengan asas Pemilu
demokratis, persaingan bebas dan adil antar kontestan Pemilu, partisipasi seluruh pemangku
kepentingan dalam tahapan Pemilu, penyelenggara Pemilu yang profesional, independen dan
imparsial, integritas pemungutan, penghitungan, tabulasi dan pelaporan, serta penyelesaian
sengketa. Pemilu yang adil dan tepat waktu. Di antara tujuh kriteria tersebut, hadirnya regulasi
yang paripurna merupakan keniscayaan untuk menjamin kepastian hukum. Manakala kepastian
hukum absen dari penyelenggaraan Pemilu, hampir dipastikan akan terjadi kekacauan demokrasi.

Pemungutan dan penghitungan suara merupakan salah satu tahapan paling krusial bagi KPU,
pemilih dan peserta Pemilu adalah pemungutan dan penghitungan suara. Tahapan ini merupakan
puncak dari proses panjang Pemilu. Bagi KPU dan seluruh jajarannya, sebagian besar
profesionalitas dan integritas Pemilu dipertaruhkan pada tahapan ini. Pengaturan yang terang
benderang, tegas serta rinci akan memudahkan tahapan ini dilakukan. Pemungutan suara di TPS
dapat diulang apabila terjadi hal-hal yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum pasal 372.

Pada Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 di Kabupaten Sabu Raijua , terjadi
kasus kewarganegaraan asing oleh Bupati terpilih , yaitu Orient Riwu Kore. Setelah melewati
buntut panjang permasalahan ,  Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan penetapan rekapitulasi
hasil keputusan KPU Sabu Raijua pemilihan bupati dan wakil bupati Sabu Raijua tahun 2020.
Menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perkara Nomor 135 /PHP.BUP-XIX/2021
dan 133/PHP.BUP-XIX/2021 yang intinya memerintahkan pelaksanaan pemungutan suara ulang
(PSU) Pilkada Kabupaten Sabu Raijua tanpa pasangan calon (paslon) nomor urut 2.

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Peran Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu dalam
Menegakkan Demokrasi ?
2. Apa Dasar Hukum Penyelenggaraan Pemilihan Suara Ulang ?
3. Bagaimana Peran KPU dan Bawaslu dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam
Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sabu Raijua?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Peran KPU dan BAWASLU dalam Menegakkan


Demokrasi
2. Untuk Mengetahui Apa Dasar Hukum Penyelenggaraan PSU ( Pemungutan Suara Ulang)
3. Untuk Mengetahui Alasan MK memerintahkan PSU dalam Pemilu Kepala Daerah
Kabupaten Sabu Raijua

6
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Peran KPU dan BAWASLU

Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama demokrasi. Sentralitas dari posisi
pemilihan umum dalam membedakan sistem politik yang demokratis atau bukan, tampak jelas
dari beberapa definisi demokrasi yang diajukan oleh para sarjana. Salah satu konsepsi modern
awal mengenai demokrasi diajukan oleh Joseph Schumpeter (mazhab Schumpeterian) yang
menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama
bagi suatu sistem politik untuk dapat disebut demokrasi.

Tentunya penyelenggaraan Pemilihan Umum tidak terlepas dari Lembaga kePemiluan


yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 07 Tahun 20175 Tentang Penyelenggaraan Pemilu dan kedua lembaga
tersebut memiliki peran yang cukup penting, salah satunya yaitu Bawaslu atau disebut dengan
Badan Pengawas Pemilu, karena dalam hal meningkatkan dan memaksimalkan kualitas dari
penyelenggaraan Pemilu yang memberikan kepastian terhadap tegaknya kedaulatan dan hak pilih
dari masyarakat tentunya ditentukan oleh profesionalitas, kapabilitas, dan kredibilitas dari
lembaga tersebut.

KPU yang dikonsepsikan secara hukum dan politik berbeda dengan KPU sebelumnya
(1999) untuk menyelenggarakan Pemilu dengan sistem yang berbeda dibanding Pemilu di era
Orde Baru dan Pemilu 1999, jelas mengemban harapan besar dari kekuatan-kekuatan sipil (pro
demokrasi) untuk menjadi penyelenggara yang independen, sehingga mampu menjaga proses
yang fair, adil dan transparan dengan hasil yang dipercaya rakyat. Hanya dengan kewenangan
dan kelembagaan yang independen itulah Pemilu dapat menciptakan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat yang lebih berkualitas di satu sisi, dan menjaga kesinambungan proses
demokrasi yang sedang dibangun di sisi lain.

7
KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang dijamin dan dilindungi UUD 1945, dan
karena itu dikategorikan sebagai lembaga negara yang memiliki apa yang disebut dengan
constitutional importance. Sebagai lembaga yang penting, KPU ditegaskan bersifat nasional,
tetap, dan mandiri (independen) yang derajat kelembagaannya sama dengan lembaga-lembaga
negara yang lain yang dibentuk dengan undang-undang.

Sifat independen tersebut relatif telah dijabarkan di dalam beberapa pasal dalam UU No.
22 Tahun 2007 yang merupakan kerangka legal bagi tiga aspek independeni dimaksud.
Independensi struktural yang ditegaskan dalam UUD 1945 di atas, secara relatif telah dijamin
pula oleh UU No. 22 tahun 2007 ke dalam beberapa Pasal. Pertama, dalam Pasal 15 ayat (3)
yang menyatakan bahwa KPU dalam melaksanakan tugasnya menyampaikan laporan dalam
tahap penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan DPR. Laporan yang dimaksud Pasal ini
bukan dalam pengertian pertanggungjawaban, tetapi lebih merupakan pemberian informasi
kepada lembaga negara terkait. Kedua, dalam Pasal 16 ayat (3) yang menyatakan bahwa Ketua
dan Wakli ketua dipilih dari dan oleh anggota. Jadi bukan ditentukan atau ditunjuk oleh lembaga
lain.

Independensi fungsional dapat dibaca dalam Pasal 25 yang memberi kewenangan


kelembagaan menetapkan rencana, organisasi dan tata kerja Pemilu, mengendalikan Pemilu,
menetapkan peserta Pemilu, menetapkan daerah pemilihan, menetapkan waktu, menetapan hasil
Pemilu, dan melaksanakan kewenangan lain yang diatur undang-undang. Sementara
independensi personal tersurat jelas dalam syarat-syarat menjadi anggota KPU yang diatur dalam
Pasal 18, antara lain misalnya: mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur, dan adil.
Mempunyai komitmen dan dedikasi terhadap suksesnya Pemilu, tegaknya demokrasi dan
keadilan; tidak menjadi anggota atau pengurus parta politik; dan tidak sedang menduduki jabatan
politik, jabatan struktural dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri.

Dalam konteks ilmu politik kontemporer, KPU yang independen diharapkan tampil
sebagai aturan dan kendala yang akan mengurangi ketidakpastian dengan cara menetapkan
struktur yang stabil dan dapat diperkirakan bagi interaksi manusia, baik sebagai individu maupun
sebagai kelompok. Dalam istilah Ramlan Surbakti, KPU adalah institusi demokrasi yang harus
menjaga dan memastikan prosedur yang terpola dan pasti (predictable procedures) dalam
melaksanakan Pemilu sehingga hasilnya tidak dapat diketahui (unpredictable results).

8
Tugas Bawaslu dalam UU 15 Tahun 2011, pasal 73 ayat (2) disebutkan; Bawaslu
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan
pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis. Sementara itu di UU 7 Tahun 2017
pasal 93 huruf (b) disebutkan Bawaslu bertugas melakukan pencegahan dan penindakan
terhadap: a. Pelanggaran Pemilu; dan b. Sengketa Proses Pemilu. Dengan demikian, Dalam UU 7
Tahun 2017 semakin diperjelas bahwa objek pencegahan dan penindakan ialah Pelanggaran
Pemilu dan Sengketa Proses Pemilu, dimana pada UU 15/2011 hanya dilakukan pada
pelanggaran Pemilu saja. Selanjutnya, Pada UU 15/2011 Bawaslu hanya melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kampanye. Sementara, rumusan di UU 7 2017 pasal 93 huruf d angka 5,
disebutkan tugas Bawaslu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu,
yang terdiri atas pelaksanaan kampanye dan dana kampanye. Dengan demikian, terjadi perluasan
atas objek pengawasan yang semula hanya mengawasi pelaksanaan kampanye menjadi
mengawasi pelaksanaan kampanye dan Dana Kampanye.

Hal pokok yang penting, berkaitan tugas serta kewenangan Bawaslu adalah melakukan
pencegahan terhadap pelanggaran Money Politics yang Terstruktur Sistematis Massif (TSM).
Pencegahan Money Politics tidak dinyatakan secara eksplisit dalam UU 15/2011, sementara itu
pasal 93 huruf e UU 7 Tahun 2017, disebutkan secara eksplisit Mencegah terjadinya praktik
politik uang. Dengan demikian UU 7 Tahun 2017 memperkuat tugas Bawaslu dalam melakukan
pencegahan terhadap pelanggaran Money Politics yang Terstruktur Sistematis Massif (TSM).
Selain itu, tugas baru Bawaslu adalah dalam hal pengawasan terhadap ASN, TNI, dan POLRI,
dimana tugas ini tidak diatur dalam UU 15 Tahun 2011. Dalam UU 15 Tahun 2011 pasal 73 (3)
huruf e, disebutkan bawaslu mengawasi pelaksanaan putusan Pelanggaran Pemilu. Sementara di
UU 7 Tahun 2017 pasal 93 huruf g disebutkan, Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang
terdiri atas:3. Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kab/Kota;4.
Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kab/Kota;5. Keputusan pejabat yang berwenang atas
pelanggaran netralitas ASN, TNI, dan POLRI. Dengan demikian, Dalam UU 7/2017 disebut
secara eksplisit apa-apa saja putusan/keputusan yang dapat diawasi pelaksanaannya, ditambah
dengan keputusan mengenai netralitas ASN, TNI, dan POLRI.

9
Dalam UU 15/2011 tidak terdapat tugas untuk menyampaikan dugaan pelanggaran etik
Penyelenggara Pemilu kepada DKPP. Sementara di UU 7 Tahun 2017, Bawaslu Menyampaikan
dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP (Pasal 93 huruf h. Dengan
demikian Ada perluasan tugas dari Bawaslu, UU 7/2017 menyebutkan bahwa Bawaslu memiliki
tugas untuk menyampaikan dugaan pelanggaran etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP, yang
pada UU 15/2011 tidak ada tugas tersebut melainkan hanya mengawasi pelaksanaan putusan
DKPP mengenai pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Pada UU 15 Tahun 2015 Belum
ada pengaturan tentang tugas penyampaian dugaan tindak pidana Pemilu kepada Sentra
Gakkumdu. Di UU 7 Tahun 2017, Secara eksplisit disebutkan bahwa Bawaslu bertugas untuk
menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Sentra Penegakan Hukum Terpadu
(Gakkumdu), pasal 93 huruf I UU 7 Tahun 2017.

Berkaitan dengan pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu, pada UU 15 Tahun


2011 Tidak ada pasal khusus yang menjelaskan tugas bawaslu dalam melakukan pencegahan;
penindakan pelanggaran; dan sengketa Pemilu. Sementara di UU 7 Tahun 2017, pasal 94 jelas
disebutkan bahwa Dalam melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa
proses Pemilu, Bawaslu bertugas: a.mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan serta
pelanggaran Pemilu; b.mengoordinasikan, menyupervisi, membimbing, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan Pemilu; c.berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait; dan
d.meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. (2) Dalam melakukan
penindakan pelanggaran Pemilu, Bawaslu bertugas: a.menerima, memeriksa dan mengkaji
dugaan pelanggaran Pemilu; b.menginvestigasi dugaan pelanggaran Pemilu; c.menentukan
dugaan pelanggaran administrasi Pemilu, dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu,
dan/atau dugaan tindak pidana Pemilu; dan d.memutus pelanggaran administrasi Pemilu. (3)
Dalam melakukan penindakan sengketa proses Pemilu, Bawaslu bertugas: a.menerima
permohonan sengketa proses Pemilu; b.memverifikasi secara formal dan materiel permohonan
sengketa proses Pemilu; c.melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa; d.melakukan proses
adjudikasi sengketa proses Pemilu; dan e. memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu.
Dengan demikian Terdapat pendetilan tugas Bawaslu dalam Pencegahan; Penindakan; dan
Sengketa Proses Pemilu dimana pendetilan itu tidak diatur dalam UU sebelumnya. Sekaligus
tugas ini menjadikan Bawaslu bertindak dan peran baik sebagai penyelidik, penyidik, hingga
pemutus pelanggaran.

10
1.2 Dasar Hukum Penyelenggaraan PSU

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 372 ayat (1)
mengatur bahwa pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau
kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau
penghitungan suara tidak dapat dilakukan.

Selain itu, pada ayat (2) disebutkan bahwa pemungutan suara di TPS wajib diulang
apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan : a.
Pembukaan kotak dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut
tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Petugas KPPS
meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau
alamat, pada surat suara yang sudah digunakan; c. Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat
suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah,
dan/atau; d. Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di
daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan. Selain syarat penyebab terjadinya, Undang-
undang juga mengatur mengenai batas waktu pelaksanaan PSU paling lambat 10 (sepuluh) hari
setelah pemungutan suara berdasarkan keputusan KPU Kabupaten/Kota.

Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara
Dalam Pemilihan Umum membagi pemungutan suara ulang menjadi dua kategori.

Perbandingan PSU Rekomendasi Pengawas dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Pemungutan Suara Ulang di TPS


(PKPU No 3 Tahun 2019)
Ketentuan
Rekomendasi Pengawas Pemilu Pasca Putusan Mahkamah

11
Konstitus
Dasar Keputusan KPU Kabupaten/Kota Putusan Mahkamah Konstitusi

Waktu Paling lama 10 hari setelah hari Pasca dibacakan putusan Mahkamah
Pelaksanaan pemungutan suara
Pemilih ▪ Tidak dilakukan pemutakhiran Tidak dilakukan pemutakhiran data
data pemilih pemilih
▪ Pemilih yang karena keadaan ▪ Namun PPS membubuhkan catatan
tertentu (menjalankan tugas di terhadap pemilih yang meninggal
tempat lain saat pemungutan suara, dunia, perubahan status menjadi
rawat inap di RS atau puskesmas, TNI/Polri, dan pindah domisili
penyandang disabilitas dipanti
sosial/rehabilitasi, menjalani
rehabilitasi narkoba, menjadi
tahanan, tugas belajar, pindah
domisili, tertimpa bencana alam dan
bekerja di luar domisilinya) dapat
menggunakan hak pilih di TPS lain
yang juga melaksanakan PSU
Logistik surat Masing-masing pemilihan 1.000 Masing-masing pemilihan 1.000
suara setiap kabupaten (Pilpres) atau setiap kabupaten (Pilpres) atau setiap
setiap Dapil (DPR, DPD, DPRD) Dapil (DPR, DPD, DPRD)
Hasil PSU Tidak dijelaskan lebih lanjut, hanya Ditetapkan dengan keputusan KPU
disebut prosesnya mutatis mutandis ▪ Keputusan tersebut disampaikan
dengan pemungutan suara kepada Mahkamah Konstitusi dan
Bawaslu

12
2.3 PSU di Kabupaten Sabu Raijua

Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan penetapan rekapitulasi hasil keputusan KPU


Sabu Raijua pemilihan bupati dan wakil bupati Sabu Raijua tahun 2020. MK pun memerintahkan
KPU melakukan pemungutan suara ulang tanpa pasangan calon (paslon) nomor urut 2 yakni
Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly.

Dalam sidang, Majelis Hakim Saldi Isra menyebutkan Orient memiliki dua paspor yaitu
Republik Indonesia dan Amerika Serikat. Menurutnya, dalam Pasal 23 UU Nomor 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan huruf a, b, dan h menjelaskan tentang warga negara Indonesia
kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan :
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; 

Atas putusan tersebut, KPU RI menindaklanjuti dengan melakukan beberapa langkah-


langkah strategis

1. melaksanakan rapat bersama KPU Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan KPU
Sabu Raijua di Kantor KPU RI pada 15 April 2021 untuk menelaah putusan
dimaksud dalam pelaksanaannya secara teknis.
2. bersama KPU Provinsi NTT mensupervisi KPU Kabupaten Sabu Raijua sebagai
penyelenggara
PSU untuk melaksanakan putusan MK tersebut dengan memastikan rancangan
tahapan, program, dan jadwal PSU.
3. meminta kepada KPU Provinsi NTT serta KPU Kabupaten Sabu Raijua untuk
melaksanakan sosialiasi serta rapat koordinasi (rakor) bersama para pemangku
kepentingan (stakeholder)
4. meminta KPU Kabupaten Sabu Raijua untuk menentukan tanggal PSU dalam batas
waktu 60 hari kerja sesuai putusan MK dan kemudian menetapkan tanggal PSU
dalam Keputusan KPU Kabupaten Sabu Raijua.

13
Bagi bangsa Indonesia, pemilu merupakan agenda ketatanegaraan yang dilaksanakan
setiap lima tahun sekali sejak masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, asas pemilu sebatas pada
langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber). Asas itu lebih diorientasikan pada cara pemilih
menyampaikan suaranya, yaitu harus secara langsung tanpa diwakilkan, berlaku umum bagi
semua warga negara, dilakukan secara bebas tanpa adanya paksaan, dan secara rahasia. Dengan
demikian, asas-asas tersebut hanya menjadi dasar pengaturan mekanisme pelaksanaan pemilihan
atau pemungutan suara.

Pemilu Demokratis Secara pragmatis, akan terwujud ;

a. Jika kontestan mempunyai sikap “Siap Menang, Siap Kalah, dan Siap Menerima Hasil”

b. Penyelenggara Pemilu (Komisi Pemiihan Umum dan Pengawas Pemilihan Umum) bersikap
netral dan profesional.

c. Warga masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama dalam Pemilu mempunyai kesadaran
yang tinggi bagaimana melaksanakan haknya sebagai Pemegang Kedaulatan Negara Indonesia
Sedangkan terhadap penyelenggara pemilu terjadinya pengingkaran demokrasi dalam
penyelenggaraan pemilu, baik oleh penyelenggara maupun.

Keberadaan lembaga pengawas pemilu harus diposisikan sebagai bagian dari lembaga
penyelenggara pemilu. Lembaga penyelenggara pemilu bertanggungjawab atas semua proses dan
hasil pemilu, sehingga fungsi pengawasan sebetulnya merupakan bagian dari penyelenggaraan
pemilu. Pengawasan dilakukan agar pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu berjalan sesuai dengan
aturan perundang-undangan. Fungsi pengawasan pemilu mestinya melekat atau berjalan seiring
dengan pelaksanaan pemilu. Hanya saja, karena banyak pihak yang belum percaya bahwa KPU
mampu menjalankan fungsi pengawasan secara efektif, maka fungsi pengawasan itu diberikan
kepada lembaga tersendiri. Jadi, pengawas pemilu adalah bagian dari penyelenggara pemilu yang
secara khusus bertugas mengawasi pelaksanaan tahapan-tahapan .

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pengawas pemilu berkewajiban bersikap


tidak dikriminatif, menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya
pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, serta menyampaikan laporan
hasil pengawasan setiap tahapan (Bawaslu kepada Presiden, DPR dan KPU; Panwaslu Provinsi
kepada Bawaslu, Panwaslu Kabupaten/Kota kepada Panwaslu Provinsi; Panwaslu Kecamatan

14
kepada Panwaslu Kabupaten/Kota; Panwaslu Lapangan kepada Panwaslu Kecamatan; dan
Panwaslu Luar Negeri kepada Panwaslu). Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kewajiban
pengawas pemilu di semua tingkatan untuk menyampaikan temuan dan laporan kepada
pengawas pemilu di atasnya berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan
anggota KPU/KPUD atau petugas pemilu yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan
tahapan pemilu di wilayah kerjanya masing-masing.

15
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pemilu yang adil dan demokratis, sekurang-kurangnya memiliki tujuh kriteria antara lain:

1. kesetaraan antarwarga negara


2. kepastian hukum yang dirumuskan dengan asas Pemilu demokratis
3. persaingan bebas dan adil antar kontestan Pemilu
4. partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam tahapan Pemilu
5. penyelenggara Pemilu yang profesional, independen dan imparsial
6. integritas pemungutan, penghitungan, tabulasi dan pelaporan, serta penyelesaian
sengketa.
7. Pemilu yang adil dan tepat waktu.

Di antara tujuh kriteria tersebut, hadirnya regulasi yang paripurna merupakan keniscayaan
untuk menjamin kepastian hukum. Manakala kepastian hukum absen dari penyelenggaraan
Pemilu, hampir dipastikan akan terjadi kekacauan demokrasi.

Pemilu merupakan salah satu sarana bagi rakyat untuk ikut aktif dalam proses politik,
sehingga akan mencerminkan adanya prinsip dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis.

Untuk menjaga prinsip tersebut serta menjamin bahwa kedaulatan rakyat dapat terlaksana
sebagaimana seharusnya, maka penyelenggaraan Pemilu harus sesuai dengan tujuannya. Setiap
pemerintah yang demokratis hendaknya mampu menyelenggarakan Pemilu secara demokratis
pula karena merupakan pilar penting dalam demokrasi modern.

3.2 Saran

Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini bersifat sangat sederhana dan simpel. Pembuatan
makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi ini. Maka saran dan
kritikan dari teman mahasiswa sangat kami butuhkan untuk perbaikkan makalah ini menjadi
lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nanang Trenggono dkk, Dinamika Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia Catatan
Reflektif Ketua KPU Se Indonesia Cetakan 1 Yogyakarta, Asnalitera, 2018
mly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksaannya di Indonesia
Pergeseran Keseimbangan Antara Individualisme dan Kolektivitisme dalam Kebijakan
Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi Selama Tiga Masa Demokrasi, 1945-1980-an, 1994,
PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Hal.9, Dalam Khairul Fahmi, 2012, Pemilihan Umum &
Kedaulatan Rakyat, Ed.1 Cet.2, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal. 276.
https://bawaslu.go.id/id/berita/batalkan-putusan-kpu-mk-perintahkan-psu-pilkada-sabu-raijua-
tanpa-paslon-nomor-urut-dua
[ CITATION Sup08 \l 1057 ]
https://www.kpu.go.id/koleksigambar/Pilkada_dan_Politik_Uang_(KPU_Kabupaten_Ponorogo)
.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai