Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH UTAMA

HIPERTENSI PADA Tn.S.H DI DESA SEA DUA


KECAMATAN PINELENG

OLEH :
TUMBOL BRYLIAN KAVIN THIMOTTY
711490120036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS LANJUTAN


POLTEKKES KEMENKES MANADO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK ARTRITIS GOUT
(ASAM URAT)

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. DEFINISI LANSIA
Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia yang telah mencapai usia 65
tahun (Touhy & Jett, 2014). Hal ini serupa dengan yang diemukakan oleh para
ahli gerontology yang mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan lansia
apabila telah mencapai usia 65 tahun (Miller, 2012). Lansia sendiri terbagi dalam
beberapa tingkatan yaitu lansia muda dengan rentang usia 65-74 tahun, lansia
pertengahan dengan rentang usia 75-84 tahun, lansia sangat tua dengan rentang
usia 85 tahun ke atas (DeLaune & Ladner, 2002; Mauk, 2006).
Menurut undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia di Indonesia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lansia adalah
penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sehingga setiap penduduk
Indonesia yang telah berusia 60 tahun atau lebih telah masuk dalam kategori
lansia. Lansia di Indonesia diklasifikasikan menjadi (1) kelompok usia prasenilis
yaitu berusia 45-59 tahun (2) kelompok usia lanjut yaitu berusia 60 tahun ke atas
(3) kelompok usia risiko tinggi yaitu berusia 70 tahun ke atas ataupun berusia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2009).

2. PROSES MENUA
Proses menua adalah peristiwa yang akan terjadi pada laki-laki dan
perempuan, baik muda maupun tua (Miller,2012). Hal tersebut dikarenakan
proses menua merupakan bagian dari peristiwa siklus kehidupan manusia. Siklus
kehidupan manusia dimulai dari janin dan berakhir pada tahapan lanjut usia dan
kematian. Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan manusia. Sehingga
lansia adalah manusia dewasa yang telah mengalami proses menua tahap akhir.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

4. KARAKTERISTIK
menurut Keliat (1999) dan Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga
kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008)

5. TIPE LANSIA
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam
tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana.
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).

6. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA


Menurut Duvall dalam Wong (2008) tugas perkembangan lansia
meliputi:
a. mengalihkan peran bekerja dengan masa senggang dan persiapan pensiun
atau pensiun penuh
b. memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu serta beradaptasi dengan
proses penuaan,
c. mempersiapkan diri untuk menghadapi proses kematian dan kehilangan
pasangan hidup dan/atau saudara kandung maupun teman sebaya.
Sedangkan menurut Erickson tugas perkembangan pada masa lansia adalah
integritas ego (Stolte, 2003).

Menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa memperhatikan
rasa sakit dan proses yang terjadi dalam perjalanannya menjadi bagian dari tugas
ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan lansia berinti pada
adaptasi dan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lansia baik dari
fisik, psikologis, dan sosial.

B. KONSEP DASAR ARTRITIS GOUT


1. DEFINISI
Gout adalah gangguan yang menyebabkan kesalahan metabolisme purin
yang menimbulkan hipersemia (kadar asam urat serum > 7,0 mg /100ml). Ini
dapat mempengaruhi sendi (kaki). Secara khas, sendi metatarsafalangeal pertama
dari ibu jari kaki besar adalah sisi primer yang terlibat. Sendi lain yang terlibat
dapat meliputi lutut dan pergelangan kaki. (Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah, volume 2)
Artritis Gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria daripada
wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita
biasanya mendekati masa menopause. (Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid
1).
Artritis Gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Merupakan jenis penyakit reumatik yang
penatalaksanaannya mudah dan efektif. Sebaliknya pada pengobatan yang tidak
memadai, gout dapat menyebabkan destruksi sendi. Kelainan ini berhubungan
dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia. (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1, edisi 3).

2. ETIOLOGI
1. Gejala Artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu dilihat dari
penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolit.
2. Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan gout adalah :
- Pembedahan
- Trauma
- Obat-obatan
- Alkohol
- Stress emosional
- Diet tinggi purin
3. a) Pembentukan Asam urat yang berlebihan
- Gout primer metabolik disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
- Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebihan
karena penyakit.
- Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebihan
karena penyakit.
b) Kurangnya pengeluaran asam urat
- Gout primer renal terjadi karena gangguan ekskresi asam urat ditubuli
distal ginjal
- Gout sekunder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal.

3. TANDA DAN GEJALA


Terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati: (Silvi A. price)
1. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam
urat serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam
urat serum.
2. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak pembengkakan
dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
metatarsophalangeal.
3. Stadium tiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak
terdapat gelaja-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa
bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang
dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
4. Stadium keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatantidak dimulai.
Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri,
sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi bengkak.

4. KLASIFIKASI
Menurut (Ahmad, 2011) jenis asam urat yaitu :
a. Gout primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
b. Gout sekunder
Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena meningkatnya
produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan kadar
purin tinggi.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (> 6 mg %)
b. Pemeriksaan kadar asam urat yang enzimatik.
c. Didapatkan leukositosis ringan
d. LED meninggi sedikit
e. Pemeriksaan urin
Ditemukan kadar asam urat tinggi (500 mg % / liter per 24 jam)
f. Pemeriksaan cairan tofi
g. Melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap pemberian Cholasin.
Cholasin adalah obat yang menghambat aktifitas fagositik dari leukosit
sehingga memberikan perubahan sehingga memberikan perubahan yang
dramatis dan cepat meredakan gejala-gejala.

6. PENATALAKSANAAN
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan kronik.
Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
1. Mengatasi serangan akut
2. Mengurangi kadar asam urat untuk mnecegah penimbunan kristal urat pada
jaringan, terutama persendian
3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipouresemik
Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan gout.
Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres dingin, modifikasi
diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan pada pasien yang
kelebihan berat badan terbukti efektif.
Terapi farmakologi
Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dnegan pemberian NSAID, misalnya indometasin 200
mg/hari atau diklofenak 159 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam
menangani serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID.
Aspirin harus dihindari karena ekskresi aspirin berkompetesi dengan asam urat
dan dapat memperparah serangan gout akut. Obat yang menurunkan kadar asam
urat serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon)
tidak boleh digunakan pada serangan akut.
Penanganan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX 2), kolkisin dan
kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut ini :
1. NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang
mengalami serangan gout akut. NSAID harus diberikan dengan dosis
sepenuhnya pada 24-48 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang. NSAID
yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout akut adalah :
 Naproxen- awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
 Piroxicam- awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari
 Diclofenac- awal 100 ,g, kemudian 50 mg 3x/hari
2. COX-2 inhibitor; Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 yang
dilisensikan untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup
mahal, dan bermanfaat terutama bagi pasien yang tidak tahan terhadap efek
gastrointestinal NSAID non selektif. COX-2 inhibitor mempunyai resiko efek
samping gastrointestinal bagian atas lebih rendah dibanding NSAID non
selektif.
3. Colchicine merupaka terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut.
Namun dibanding NSAID kurang populer karena kerjanya lebih lambat dan
efek samping lebih sering dijumpai.
4. Steroid adalah strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin. Cara ini dapat
meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena.
Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis antara
atrithis sepsis dan gout akut.

Serangan kronik
Kontrol jangka panjang hiperuriesmia merupakan faktor penting untuk mencegah
terjadinya serangan akut gout, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam
urat. Penggunaan allopurinol, urikourik dan feboxsotat untuk terapi gout kronik
dijelaskan berikut ini:
1. Allopurinol ; obat hipouresemik pilihan untu gout kronik adalah alluporinol,
selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol
menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin
oksidase.
2. Obat urikosurik; kebanyakan pasien dengan hiperuresmia yang sedikit
mengekskresikan asam urat dapat terapi dengan obat urikosurik. Urikosurik
seperti probenesid (500 mg-1 g 2x/hari).
7. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adanya proses inflamasi
2. Resiko cidera b.d
3. Defisiensi penetahuan b.d minimnya informasi penyakit.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri b.d adanya proses Tujuan: NIC
inflamasi Setelah diberikan tindakan - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
keperawatan 3x 24 jam, diharapkan mengetahui pengalaman nyeri
pertahanan tubuh klien menjadi lebih - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
kuat - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Kriteria Hasil: nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
Mampu mengontrol nyeri kebisingan.
Melaporkan nyeri berkurang - Kurangi factor predisposisi nyeri
dengan menggunakan manajemen - Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri menemukan dukungan
Mampu mengenali nyeri - Tingkatkan istirahat
Menyatakan nyaman rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
2. Resiko Cidera Tujuan: NIC
Mengontrol resiko - Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
Kriteria Hasil : - Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
Klien terbebas dari cidera - Memasang side rail tempat tidur
Klien mampu menjelaskan cara - Menepatkan saklar lampu ditempat yang
untuk mencegah cidera mudah dijangkau
Klien mampu menjelaskan factor - Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
resiko dari lingkungan bersih
Mampu memodifikasi gaya hidup - Menganjurkan keluarga untuk menemani
untuk mencegah injury pasien.

3. Defisiensi penetahuan b.d Tujuan : NIC


minimnya informasi penyakit. Setelah dilakukan penyuluhan, - Jelaskan patologi dari penyakit dan bagaimana
diharapkan klien dapat mengerti hal ini berhubungan dengan antomi dan
informasi tentang penyakitnya fisiologi.
Kriteria hasil: - Gambarkan tanda dan gejala, proses penyakit
Klien dan keluarga menyatakan yang biasa muncul pada penyakit.
pemahaman tentang penyakit, - Identifikasi penyebab
kondisi, prognosis dan progam - Sediakan informasi pada klien dan keluarga
pengobatan. tentang kondisi.
Klien dan keluarga mampu - Diskusikan perubahan gaya hidup yang
menjelaskan kembali apa yang mungkin diperlukan untuk mencegah
dijelaskan secara benar. komplikasi dimasa yang akan dating dan atau
Klien dan keluarga mampu proses pengontrolan.
menjelaskan kembali apa yang - Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
dijelaskan tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia a price & Lorraine M Wilson. 1994. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Persatuan Ahli Penyakit dalam Indonesia.1996.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I
edisi III. Jakarta: Balai Penerbit.

Doengoes, Marilynn E , dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Fakultas Kedokteran UI.2000. Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3, Jilid I. Jakarta: Media
Aescul

Anda mungkin juga menyukai