TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
A
Oleh
NINASAFITRI
22114015
(Program Studi Magister Rekayasa Pertambangan)
Oleh:
NINA SAFITRI
22114015
(Program Studi Magister Rekayasa Pertambangan)
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan bijih nikel laterit
terbesar di dunia. Saat ini bijih nikel laterit berkadar rendah tersebut belum diolah
secara maksimal menjadi produk yang bernilai tambah di dalam negeri. Proses
ekstraksi yang banyak diterapkan di industri untuk bijih nikel laterit berkadar
rendah adalah melalui jalur hidrometalurgi. Produk akhir dari proses
hidrometalurgi dapat berupa logam Ni dan Co murni maupun produk antara
(intermediate product). Salah satu produk antara yang banyak diproduksi adalah
presipitat campuran nikel-kobalt hidroksida atau dikenal sebagai MHP (Mixed
Hydroxide Precipitate). Masih terdapat berbagai tantangan pada proses presipitasi
MHP ini berkaitan dengan tingkat rekoveri nikel dan kemurnian produk. Selain
itu, belum ada literatur yang mempublikasikan kinetika presipitasinya dan
pengaruh beberapa variabel seperti jenis agen penetralisasi dan penambahan seed
terhadap kinetika presipitasi MHP. Pada penelitian ini dilakukan studi perilaku
presipitasi nikel dalam bentuk nikel hidroksida dari larutan hasil pelindian bijih
nikel limonit asal Sorowako yang telah dipisahkan besinya.
Pada penelitian ini digunakan sampel bijih nikel limonit yang berasal dari
Sorowako, Sulawesi Selatan. Presipitasi nikel hidroksida dari larutan hasil
pelindian dilakukan pertama-tama dengan mengekstraksi nikel melalui proses
pelindian dalam larutan asam sulfat. Selanjutnya dilakukan pemisahan besi dalam
2 tahap, dimana pada tahap kedua dilakukan proses oksidasi ion besi(II) dengan
hidrogen peroksida (H2O2) selama 4 jam. Pemisahan besi 2 tahap dilakukan
dengan pengendapan selektif menggunakan CaCO3 pada kondisi pH, waktu
presipitasi dan suhu yang tetap. Larutan yang sudah dipresipitasi besi-nya,
selanjutnya digunakan dalam percobaan presipitasi nikel hidroksida. Serangkaian
percobaan presipitasi MHP dilakukan dengan menambahkan MgO sebagai agen
penetralisasi dan dipelajari pengaruh pH, suhu, waktu presipitasi dan penambahan
seed terhadap persen presipitasi nikel, kobalt, mangan dan besi. Studi kinetika
presipitasi nikel hidroksida dilakukan dengan menggunakan model kinetika reaksi
kimia homogen orde ke-n pada suhu ruang, 50oC, 60oC dan 70oC. Selain itu,
dipelajari juga pengaruh jenis reagen pengatur pH (MgO, NH3) dan penambahan
seed terhadap laju presipitasi nikel hidroksida. Produk MHP yang diperoleh dari
kondisi terbaik dilakukan analisis komposisi kimia, analisis distribusi ukuran
partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA), analisis SEM, dan analisis XRD.
i
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada presipitasi besi tahap 1 diperoleh
persen presipitasi besi dan nikel masing-masing 55,86% dan 4,77%, pada tahap 2
persen presipitasi besi dan nikel sebesar 99,97% dan 23,36%. Kondisi terbaik
percobaan presipitasi nikel hidroksida dicapai pada pH 7, suhu 50 ˚C selama 1
jam dengan persen presipitasi nikel, kobalt, mangan dan besi masing-masing
90,02%, 96,76%, 39,54% dan 75,19%. Hasil analisis komposisi kimia dengan
AAS menunjukkan bahwa produk nikel hidroksida yang dihasilkan dari larutan
hasil pelindian bijih nikel limonit Sorowako memiliki kandungan Ni 32,73%, Fe
0,1%, Co 0,99 %, Mn 3,65%, Mg 2,68%, Al 0,11%, Cr 0,015%, Cu 0,01%, Zn
0,15% dan Ca 0,21%. Kinetika presipitasi nikel hidroksida mengikuti kinetika
reaksi kimia orde dua dengan energi aktivasi sebesar 94,58 kJ/mol. Jenis agen
penetralisasi pada presipitasi MHP yang digunakan berpengaruh terhadap laju
presipitasi nikel hidroksida. Penggunaan MgO sebagai agen penetralisasi
memberikan konstanta laju presipitasi yang paling besar dibandingkan dengan
NH3. Penggunaan MgO yang disertai penambahan seed memberikan konstanta
laju presipitasi yang paling tinggi dibandingkan konstanta laju presipitasi dengan
NH3 dan dengan MgO tanpa penambahan seed (berturut-turut k=0,0001 L mg-1s-1,
dibandingkan k= 0,0000006 L mg-1 s-1 dan k= 0,00002 L mg-1 s-1). MgO sebagai
neutralizing agent memberikan efek seeding pada presipitasi nikel hidroksida
yang tidak dipenuhi oleh reagen NH3, sementara adanya seed memberikan efek
katalis bagi nukelasi heterogen dari MHP. Hasil analisis XRD menunjukkan
Ni(OH)2 dan Mg(OH)2 merupakan senyawa utama dari produk dengan ukuran
partikel rata-rata 6,11 μm. Analisis SEM mengindikasikan bahwa partikel nikel
hidroksida terbentuk melalui proses agregasi dari partikel-partikel MHP yang
berukuran lebih kecil menjadi partikel berukuran lebih besar.
Kata kunci : Nikel limonit, nikel hidroksida, presipitasi, neutralizing agent, seed.
ii
ABSTRACT
By:
Ninasafitri
22114015
(Magister Program Study of Mining Engineering)
Indonesia is one of the countries with the largest reserves of nickel laterite ores in
the world. The low-grade nickel laterite ores have not yet been processed
optimally into value-added products domestically. The most commonly applied
extraction process of this type of ores in industry is by hydrometallurgical
technique. The final products of a hydrometallurgical process are either in the
forms of pure Ni and Co metals or intermediate products. Mixed Hydroxide
Precipitate (MHP) or mixed nickel-cobalt hydroxide precipitate is one of the
intermediate products that are typically produced in large quantity. There are still
many challenges in the MHP precipitation process, especially related to the nickel
recovery and product purity. Furthermore, there has been no published literature
about the precipitation kinetics and effect of several variables such as type of
neutralizing agent and the addition of seed on the kinetics of MHP precipitation.
In the present study, the precipitation of nickel as nickel hydroxide from a
solution obtained by leaching of nickel limonite ores from Sorowako post iron
removal step was carried out.
The sample of nickel limonite ores used in the research was obtained from
Sorowako, South Sulawesi. The nickel precipitation experiment was carried out
by firstly extracting the nickel by leaching of the ores with sulfuric acid. A 2-stage
iron removal was then undertaken, where a process of iron (II) ion oxidation with
hydrogen peroxide (H2O2) was conducted for 4 hours in the second stage. The
two-stage iron removal step was conducted by a selective precipitation by using
(CaCO3) in a determined pH value with both precipitation time and temperature
were kept steady. The solution from which the iron had been precipitated was then
used in the nickel hydroxide precipitation experiment. A series of MHP
precipitation experiments were carried out by adding MgO as neutralizing agent
and the effects of pH, temperature, precipitation time and the addition of seed on
the percentages of nickel, cobalt, manganese, and iron precipitation were
evaluated. The kinetic study of the precipitation of nickel hydroxide was carried
out by applying an n-order homogeneous chemical reaction kinetic model at room
temperatures of 500C, 600C, and 700C. In addition, the effect of the type of pH-
regulating reagent (MgO, NH3) and the addition of seed on the precipitation rate
of nickel hydroxide was also observed. Characterization of MHP product yielded
from the best condition were carried out by chemical composition analyses,
particle size distribution analyses by Particle Size Analyzer (PSA), SEM analyses
and XRD analyses.
iii
The experiment findings showed that in the first stage of iron precipitation, the
percentages of iron and nickel precipitation were 55.86% and 4.77%, respectively,
while in the seconbd stage, the percentages of iron and nickel precipitation were
99.97% and 23.36%, respectively. The optimum condition for nickel hydroxide
precipitation was achieved at pH of 7, temperature of 50oC, and precipitation
duration of 1 hour wherein the percentages of nickel, cobalt, manganese, and iron
precipitation were 90.02%, 96.76%, 39.54%, and 75.19%, respectively. The
chemical composition analysis of the precipitate by AAS revealed that the product
of nickel hydroxide from the pregnant leach solution of nickel limonite Sorowako
ores contained 32.73% Ni, 0.1% Fe, 0.99% Co, 3.65% Mn, 2.68% Mg, 0.11% Al,
0.015% Cr, 0.01% Cu, 0.15% Zn and 0.21% Ca. The kinetics of the precipitation
of nickel hydroxide followed a second order kinetics of chemical reaction with
activation energy of 94.58 kJ/mol. The type of the neutralizing agent used in the
MHP precipitation affected the precipitation rate of nickel hydroxide. The use of
MgO as a neutralizing agent yielded a greater precipitation rate constant compared
to NH3. The use of MgO with the addition of seed yielded the greater precipitation
rate constant compared that of precipitation with NH3 and without the addition
seed on MgO (respectively k= 0.0001 L mg-1 s-1, compared to k = 0.0000006 L
mg-1 s-1 and k= 0.00002 L mg-1 s-1). MgO as a neutralizing agent exerted a seeding
effect to nickel hydroxide precipitation which was not exhibited by NH3 reagent,
while the presence of seed also exerted a catalyst effect to heterogeneous
nucleation of the MHP. The result of XRD analysis showed that both Ni(OH)2 and
Mg(OH)2 were the major compounds of the product with particles of 6.11 µm in
size. SEM analysis revealed that nickel hydroxide particles were formed by
aggregation of MHP’s finer particles into a coarser ones.
iv
HALAMAN PENGESAHAN
lar
Oleh :
NINASAFITRI
22114015
(Program Studi Magister Rekayasa Pertambangan)
Menyetujui,
Pembimbing,
Tanggal ……………………
v
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
vi
Kupersembahkan untuk penyejuk hatiku ayah dan Ibuku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-
Nya penulis dapat menyelesaikan rangkaian pengerjaan Tesis dengan judul “Studi
Presipitasi Nikel Hidroksida dari Larutan Hasil Pelindian Bijih Limonit
Sorowako dalam Larutan Asam Sulfat”, sebagai salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Teknik (MT) dalam bidang Rekayasa Mineral dan
Metalurgi pada Program Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik
Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. Penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini tidak luput dari bimbingan, bantuan, saran dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Manajemen PT. VALE yang telah mengizinkan dan memberikan sampel bijih
nikel laterit kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini
2. Dr. mont. M. Zaki Mubarok, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing dan Kepala
Laboratorium Hidro-elektrometalurgi atas segala ilmu, bimbingan, saran-saran
yang telah diberikan kepada penulis, dan yang telah memberikan izin
penggunaan fasilitas laboratorium untuk pelaksanaan penelitian ini.
3. Prof. Dr. Ir. Syoni Soepriyanto M.Sc. selaku dosen wali atas semangat dan
motivasinya kepada penulis agar cepat menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Ir. Edy Sanwani, M.T. selaku Kepala Laboratorium Pengolahan Bahan
Galian (PBG) Teknik Metalurgi atas izin penggunaan fasilitas di laboratorium
Pengolahan Bahan Galian.
5. Segenap dosen Program Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik
Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan selama masa studi penulis.
6. Kedua orang tua penulis, Ibu Hj. Suharni dan Bapak H. Habi Talundru; kakak
dan adik penulis, Hasniar Amd.Keb, Hajar Azwad, SE, Hasbi dar Nur Indri
Azzahra yang selalu memberikan dukungan dan selalu berdoa mengharap
penulis memperoleh kemudahan menyelesaikan Tesis ini.
7. Teman-Teman pejuang di laboratorium Hidro-elektrometalurgi, terutama Mba
Ami, Awan, Niko, Kak Kiki, dan Arham, serta Mbak Desi, Ronny, Ari,
viii
Lucky, Thia, Riri, Alfred, Wildan, Zela dan seluruh rekan-rekan atas bantuan
dan saran yang diberikan kepada penulis.
8. Teman-teman (RMM 2014) Mba Lely, Christin, Kak Yeni, Kak Sandi, Mas
Agung, Kak Awal, Ridwan, dan Jaka yang menemani penulis melewati
perkuliahan dan telah berjuang bersama selama 2 tahun ini.
9. Ibu Aminah dan Pak Husain Sosidi terimakasih atas kebaikannya selama ini.
10. Arsul Ihsan, S.Si terimakasih telah menemani perjuangan ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu penyelesaian tesis ini.
Nina Safitri
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
I.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
I.3 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 5
I.4 Metodologi Penelitian ............................................................................ 6
I.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 8
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 11
II.1 Karakteristik Bijih Nikel Laterit ........................................................... 11
II.2 Proses Ekstraksi Bijih Nikel Laterit melalui Jalur Hidrometalurgi ...... 13
II.2.1 Proses HPAL ........................................................................................ 15
II.2.2 Atmospheric Agitation Leaching (AL)................................................. 17
II.3 Pemurnian Larutan Hasil Pelindian (Pemisahan Besi) ......................... 17
II.4 Metode Rekoveri Nikel dari PLS ......................................................... 20
II.4.1 Mixed Sulphide Precipitate (MSP) ....................................................... 21
II.4.2 Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) ................................................... 23
II.5 Pemurnian MHP ................................................................................... 27
II.6 Proses Presipitasi dan Kristalisasi ........................................................ 29
II.7 Pengintian dan Pertumbuhan Kristal Butiran ....................................... 30
Bab III Percobaan dan Hasilnya ............................................................................ 33
III.1 Preparasi dan Karakterisasi Sampel Bijih Limonit............................... 36
III.1.1 Preparasi Sampel Bijih Limonit ........................................................... 36
III.1.2 Karakterisasi Sampel Bijih Limonit ..................................................... 37
III.2 Percobaan Pelindian dan Analisis Kandungan Logam Terlarut ........... 40
III.3 Presipitasi Besi ..................................................................................... 42
III.3.1 Presipitasi Besi Tahap Pertama ............................................................ 42
III.3.2 Presipitasi Besi Tahap Kedua ............................................................... 43
III.4 Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dari Larutan Hasil Pelindian
yang Sudah Dipisahkan Besinya ...................................................................... 44
III.5 Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida ......................................... 46
III.6 Hasil Percobaan .................................................................................... 46
III.6.1 Hasil Percobaan Pelindian Bijih Nikel Limonit dan Analisis Komposisi
PLS .............................................................................................................. 46
III.6.2 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 1 ............................................ 47
III.6.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2 ............................................ 48
III.6.4 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi pH ....... 49
III.6.5 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Suhu ... 50
x
III.6.6 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Waktu . 50
III.6.7 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi
Penambahan Seeding ........................................................................................ 52
III.6.8 Hasil Percobaan Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida.............. 53
Bab IV Pembahasan .............................................................................................. 55
IV.1 Hasil Percobaan Pelindian Bijih Nikel Limonit ................................... 55
IV.2 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 1 ............................................ 57
IV.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2 ............................................ 59
IV.4 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida Variasi pH ................... 62
IV.5 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Suhu ... 64
IV.6 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Waktu . 66
IV.7 Hasil Percobaan Presipitasi MHP dengan Variasi Penambahan Seed .. 67
IV.8 Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida ......................................... 69
IV.8.1 Penentuan Orde Reaksi ......................................................................... 69
IV.8.2 Penentuan Konstanta Laju Reaksi dan Energi Aktivasi ....................... 72
IV.9 Karakterisasi Produk Nikel Hidroksida (Ni(OH)2) .............................. 74
IV.9.1 Analisis XRD........................................................................................ 75
IV.9.2 Analisis PSA (Particle Size Analyzer) ................................................. 76
IV.9.3 Analisis SEM ........................................................................................ 77
IV.9.4 Analisis Komposisi Kimia .................................................................... 78
Bab V Kesimpulan dan Saran ............................................................................... 79
V.1 Kesimpulan ........................................................................................... 79
V.2 Saran ..................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 81
LAMPIRAN A ...................................................................................................... 85
LAMPIRAN B ...................................................................................................... 86
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Tingkat produksi dan cadangan bijih nikel berbagai negara pada tahun
2015 ............................................................................................................... 13
Tabel II.2 Perbandingan presipitasi mixed sulphide precipitate dengan mixed
hydroxide precipitate .................................................................................... 26
Tabel II.3 Perbandingan proses pemurnian mixed (nickel-cobalt) hydroxide
precipitate ..................................................................................................... 28
Tabel III.1 Hasil analisis kadar air dalam sampel bijih limonit ............................ 37
Tabel III.2 Hasil analisis XRF sampel bijih nikel limonit pada fraksi ukuran -
65+100 mesh. ................................................................................................ 39
Tabel III.3 Hasil analisis ayak sampel bijih limonit. ............................................ 40
Tabel III.4 Persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu. ........................ 47
Tabel III.5 Komposisi logam-logam terlarut pada PLS. ....................................... 47
Tabel III.6 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pengaturan pH sampai pH=1,5, suhu 90oC,
selama 2,5 jam............................................................................................... 48
Tabel III.7 Komposisi larutan hasil presipitasi besi dari tahap 1 .......................... 48
Tabel III.8 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pada pH=3,5, suhu 70oC, selama 1 jam........ 49
Tabel III.9 Komposisi larutan hasil presipitasi besi dari tahap 2 .......................... 49
Tabel III.10 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi pH
presipitasi nikel hidroksida. .......................................................................... 50
Tabel III.11 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi suhu. ................ 51
Tabel III.12 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi waktu presipitasi.
....................................................................................................................... 52
Tabel III.13 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi
penambahan seeding. .................................................................................... 53
Tabel III.14 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut terhadap waktu pada
berbagai suhu. ............................................................................................... 54
Tabel III.15 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut dalam larutan pada
percobaan presipitasi dengan dua jenis reagen penetralisasi yang berbeda
(MgO, NH3 dan MgO +Seed). ....................................................................... 54
Tabel IV.1 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 1................................................................. 57
Tabel IV.2 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 2................................................................. 59
Tabel IV.3 ∆Go dekomposisi Ni(OH)2 pada berbagai suhu .................................. 66
Tabel IV.4 Persamaan liniear dan nilai R2 untuk setiap model kinetika yang
dievaluasi pada suhu 25, 50, 60 dan 70oC..................................................... 71
Tabel IV.5 Data k, ln k, T, serta 1/T untuk presipitasi nikel hidroksida pada suhu
25, 50, 60 dan 70oC ....................................................................................... 72
Tabel IV.6 Hasil analisis komposisi kimia nikel hidroksida................................. 78
xv
Bab I Pendahuluan
Sumber primer nikel dan kobalt berasal dari bijih nikel dengan dua tipe utama
deposit, yaitu deposit mineral sulfida dan deposit oksida (laterit). Produksi nikel di
dunia sebagian besar masih didominasi dari bijih sulfida meskipun cadangan bijih
nikel yang terbesar adalah bijih laterit. Sekitar 72% dari cadangan nikel dunia
berada dalam deposit laterit (bijih oksida), sementara 28% sisanya berada dalam
deposit nikel sulfida (Dalvi dkk., 2004). Saat ini, produksi nikel dari bijih laterit
hanya berkontribusi sekitar 40% dari total produksi nikel dunia, sementara sekitar
60% masih diproduksi dari bijih sulfida (Leonardou dkk., 2009). Lebih banyaknya
produksi nikel dunia dari bijih nikel sulfida ini karena bijih sulfida dapat
dikonsentrasi dengan flotasi sehingga biaya peleburannya lebih murah, sementara
bijih nikel laterit tidak dapat dikonsentrasi. Namun demikian, dengan semakin
berkurangnya cadangan dari bijih sulfida dan mahalnya biaya penambangan
(tambang dalam) untuk bijih nikel sulfida, ekstraksi nikel akan semakin banyak
dilakukan dari bijih laterit.
Indonesia dikenal sebagai salahsatu negara yang memiliki cadangan bijih nikel
laterit terbesar di dunia. Sekitar 12% cadangan nikel dunia dilaporkan terdapat di
Indonesia dalam bentuk bijih nikel laterit (Xinfang, 2008). Endapan bijih nikel
laterit banyak terdapat di Indonesia bagian Timur yaitu di Pulau Sulawesi, Pulau
Maluku, sebagian Pulau di sekitar Papua, Pulau Halmahera dan pulau-pulau kecil
di sekitarnya seperti Pulau Gag dan Gebe. Dengan cadangan nikel yang besar ini,
1
Indonesia memiliki peran strategis dalam menentukan suplai bahan baku nikel di
dunia.
Secara garis besar terdapat 2 tipe bijih nikel laterit, yakni bijih saprolit yang
berkadar nikel lebih tinggi (Ni 1-3%) dan bijih limonit dengan kandungan nikel
lebih rendah (0.8-1.5%). Bijih limonit mempunyai kadar besi yang lebih tinggi (Fe
40-50%), dengan kandungan magnesium yang relatif lebih rendah dibandingkan
dengan bijih saprolit (Kyle, 2010). Selain itu, bijih limonit mempunyai kadar
kobalt yang lebih tinggi dibandingkan dengan bijih saprolit. Proses ekstraksi bijih
limonit umumnya dilakukan melalui jalur hidrometalurgi atau kombinasi antara
hidro dan pirometalurgi. Salahsatu kelebihan proses hidrometalurgi adalah dapat
memisahkan kobalt sebagai produk terpisah dan juga konsumsi energinya lebih
rendah dibandingkan dengan proses pirometalurgi. Saat ini, proses ekstraksi nikel
dari bijih limonit di Indonesia belum dilakukan dalam skala industri. Proses
ekstraksi bijih limonit ini menjadi urgen dikembangkan di Indonesia karena
cadangan bijih saprolit berkadar tinggi yang semakin berkurang. Sementara,
deposit yang berkadar nikel lebih rendah ketersediaanya masih cukup melimpah
baik di Sulawesi, Halmahera maupun pulau-pulau di sekitarnya.
Proses pengolahan bijih nikel laterit berkadar rendah dengan jalur hidrometalurgi
yang sudah diterapkan di industri di luar negeri antara lain adalah Proses Caron,
Pressure/High Pressure Acid Leaching (PAL/HPAL) dalam larutan asam sulfat,
2
dan Atmospheric Agitation Leaching. Dengan kandungan besi yang tinggi yang
ikut terlarut dalam larutan hasil pelindian dengan asam sulfat pada tekanan
atmosfer, perlu dilakukan proses pemurnian larutan sebelum dapat dilakukan
proses rekoveri nikel dan kobalt dari larutan hasil pelindian. Metode rekoveri
nikel dan kobalt dari larutan hasil pelindian atau Pregnant Leach Solution (PLS)
pada umumnya yaitu sebagai produk antara seperti mixed hydroxide precipitate
(MHP), mixed sulfide precipitate (MSP), mixed oxide, mixed carbonate maupun
logam murni melalui solvent extraction dan electrowinnning (SX-EW)
(Oustadakis dkk., 2006; Kose dan Topkaya, 2011; Williams dkk., 2013).
Penentuan jenis produk akhir proses pengolahan nikel dengan jalur hidrometalurgi
bergantung pada berbagai aspek yang meliputi aspek teknik dan keekonomian
(yaitu modal dan biaya operasional) serta aspek pasar yang menentukan jenis
produk akhir yang dianggap yang paling cocok untuk pabrik hidrometalurgi.
Apabila akan diproduksi nikel dan kobalt murni dipilih sebagai produk akhir,
maka perlu investasi untuk ekstraksi pelarut (SX) dan electrowinning (EW)
termasuk energi listrik untuk pabrik electrowinning yang akan dibuat.
3
- Pabrik pembuatan MHP memerlukan capital cost yang lebih rendah karena
tidak diperlukan pabrik pembuatan gas H2S, hanya perlu penyediaan reagen
alkali untuk proses presipitasi secara kimia produk MHP dan dapat dilakukan
pada tekanan atmosfer
- Pengolahan (pemurnian) lebih lanjut produk MHP dapat dilakukan dengan
pelindian dalam tekanan atmosfer. MHP dapat dilarutkan dalam larutan
ammonia-ammonium karbonat atau asam sulfat pada kondisi atmosfer.
Sementara, pengolahan lebih lanjut MSP harus dilakukan dengan pelindian
oksidatif pada tekanan tinggi dalam autoclave (pressure oxidative leaching)
(Harvey dkk., 2011; Jones dan Welham, 2010; Vaughan dkk., 2011).
Penelitian presipitasi MHP telah dilakukan oleh Harvey, dkk. (2011) dengan
menggunakan bubuk magnesia sebagai agen penetralisasi yang ditambahkan
dalam larutan campuran sulfat-klorida. Kose dan Topkaya (2011) melaporkan
bahwa nikel dan kobalt dapat diekstraksi secara efisien dalam bentuk nikel-kobalt-
hidroksida dari PLS yang dihasilkan dari pelindian dalam kolom dari bijih
nontronit. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 81% Ni dan 63% Co dalam bijih
nikel laterit dapat direkoveri sebagai MHP. Lieberto (2012) telah mempelajari
pengaruh pH, suhu, jenis agen penetralisasi dan penambahan seed terhadap
%presipitasi nikel dan kinetika presipitasi nikel. Penelitian presipitasi nikel
hidroksida yang dilakukan peneliti-peneliti di atas menggunakan larutan artifisial
yang mensimulasikan larutan hasil pelindian bijih nikel laterit dalam asam sulfat.
4
Selain itu, belum ada penelitian mengenai proses presipitasi nikel hidroksida dari
larutan hasil pelindian bijih nikel laterit dari Indonesia yang dipublikasikan. Pada
penelitian ini dilakukan studi perilaku presipitasi nikel hidroksida dari larutan
hasil pelindian (leaching) bijih nikel limonit dari Sorowako. Presipitasi nikel dan
kobalt dilakukan dari larutan hasil pelindian yang telah dipisahkan besi-nya.
Untuk menghasilkan MHP yang berkualitas tinggi proses pemisahan besi dari
larutan hasil pelindian dan presipitasi nikel dan kobalt dari larutan yang telah
dipisahkan besinya harus dilakukan pada kondisi tertentu. Beberapa parameter
yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk MHP yang berkualitas tinggi
yaitu kemurnian larutan umpan, pH, suhu, waktu presipitasi dan efek penambahan
seed.
5
proses presipitasi besi dua tahap dengan menggunakan CaCO3 sebagai reagen
penetralisasi. Kemudian dilakukan percobaan presipitasi nikel hidroksida dari
larutan yang telah dipresipitasi besinya menggunakan MgO sebagai reagen
pengatur pH. Percobaan presipitasi nikel hidroksida dilakukan dengan variasi-
variasi pH, suhu, waktu presipitasi, dan efek penambahan seeding nikel hidroksida
yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Adapun parameter yang dievaluasi
adalah persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt dari berbagai kondisi
percobaan. Selanjutnya juga dilakukan karakterisasi dari produk nikel hidroksida
yang dihasilkan dari kondisi terbaik yang meliputi analisis dengan X-Ray
Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Particle Size Analyzer
(PSA) dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Selain itu, dilakukan
studi kinetika presipitasi nikel hidroksida dengan menggunakan model kinetika
reaksi kimia orde-1, 2 dan 3 untuk menentukan tahap pengendali laju proses
presipitasi, konstanta laju dan energi aktivasi proses presipitasi nikel hidroksida.
7
dengan Particle Size Analyzer (PSA). Metodologi penelitian yang dilakukan
secara keseluruhan ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar I.1.
8
FAKTA
1. MHP atau Mixed (Ni-Co) Hydroxide Precipitate merupakan salah satu produk antara berbasis hidroksida
yang banyak di produksi
2. Untuk menghasilkan produk MHP dengan kemurnian sesuai kebutuhan pasar, perlu dilakukan pemisahan
pengotor setelah proses pelindian dan proses presipitasi MHP pada kondisi tertentu
3. Presipitasi nikel dan kobalt sebagai MHP dapat dilakukan pada tekanan atmosfer menggunakan reagen
penetralisasi larutan berupa senyawa-senyawa alkali
PROBLEM STATEMENT
- Perlu ditentukan kondisi presipitasi nikel hidroksida dari larutan hasil pelindian dengan penambahan
reagen alkali sebagai reagen pengatur pH dan kinetika presipitasinya
- Perlu ditentukan karakteristik produk nikel hidroksida yang dihasilkan dari proses pelindian dan prespitasi
PERUMUSAN PERCOBAAN
*Persen presipitasi logam - Komposisi awal bijih : XRF, XRD, AAS
- Pelindian bijih limonit
- Proses presiptasi besi 2 tahap
% Presipitasi = - Presipitasi nikel hidroksida (variasi suhu,
pH, waktu presipitasi dan penambahan
seeding)
*Model kinetika presipitasi mengacu pada model kinetika reaksi kimia - Karakteristik nikel hidroksida (XRD,
dengan metode integral: (Ni2++OH- =Ni(OH)2 AAS, SEM dan PSA)
-dCNi2+/dt = k CNi2+(n)
n (orde reaksi) = 1 2 dan 3 Persamaan Arrhenius : k = A.e-Ea/RT
ANALISIS :
- Pengaruh beberapa variabel terhadap persen presipitasi Ni, Co, Mn dan Fe pada tahap presipitasi
nikel hidrokisda
- Evaluasi produk MHP: kemurnian dan pengotor (AAS), morfologi butiran (SEM), senyawa (XRD)
dan ukuran partikel (PSA)
-
-
KRITERIA
-
- No *Persen presipitasi : > 95 %
*R2 : 0,9-1
yes
RANGKUMAN
KESIMPULAN
9
Keterangan :
k = konstanta laju reaksi (orde 1 k = s-1, orde 2 k= L mg-1 s-1, orde 3 k= L2
mg-2 s-1
A = konstanta Arrhenius
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas
T = suhu absolut
n = orde reaksi
CNi2+ = konsentrasi nikel terlarut
R2 = koefisien korelasi
10
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Kyle (2010), secara umum deposit nikel laterit dapat dibagi menjadi
empat zona utama, yaitu zona ferricrete, zona limonit, zona saprolit dan bedrock.
Keempat zona ini memiliki kandungan nikel, besi dan magnesia yang berbeda-
beda.
1. Zona ferricrete
Zona ferricrete merupakan bagian paling atas dari deposit nikel laterit yang
terdiri dari humus, oksida besi dan sisa organik. Lapisan ini berwarna coklat
tua kehitaman dan bersifat gembur. Kandungan besi pada lapisan ini sangat
tinggi (sekitar 60%) dengan komponen mineral utama berupa hematit. Nikel
yang terkandung pada zona ini umumnya <0,6%. Biasanya lapisan ini menjadi
overburden pada proses penambangan.
2. Zona limonit
Zona limonit berada di bawah zona ferricrete, dimana zona ini merupakan
hasil pelapukan lebih lanjut dari batuan beku ultramafik. Lapisan ini berwarna
merah kecoklatan dan mengandung oksida besi yang umumnya dalam bentuk
senyawa goethite dan hematite. Pada zona limonit kandungan nikelnya
berkisar antara 0,8%-1,5%, dimana sebagian besar nikel berada dalam larutan
padat dengan goethite. Pada zona limonit kandungan besi nya cukup tinggi
berkisar antara 40-50%.
11
3. Zona saprolit
Zona saprolit berada di bawah lapisan limonit. Zona saprolit merupakan zona
dengan kandungan nikel paling tinggi. Mineral utama saprolit adalah
serpentine (Mg3Si2O5(OH)4) dengan nikel menggantikan Mg untuk
membentuk senyawa garnierite (Mg,Ni)3Si2O5(OH). Kandungan nikel pada
zona saprolit berkisar 1,5-3%.
4. Bedrock
Bedrock merupakan zona terbawah, dimana zona ini terdiri dari bongkahan
peridotitte yang berukuran besar dan sudah tidak mengandung mineral
ekonomis untuk diolah.
Dari keempat zona di atas, saat ini yang diolah untuk diambil nikelnya adalah
zona limonit dan zona saprolit. Bijih saprolit dan bijih limonit memiliki
karakter yang berbeda dan bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Profil
bijih nikel laterit dan alternatif rute proses pengolahannya secara umum
ditunjukkan dalam Gambar II.1.
Gambar II.1 Skema profil laterit dan korelasinya dengan teknologi pengolahan
yang dapat dilakukan (Dalvi, 2004).
12
Pada Tabel II.1 disajikan tingkat produksi tambang nikel tahun 2014 dan 2015 dan
cadangan bijih nikel dari berbagai negara pada tahun 2015 menurut U.S.
Geological Survey, Mineral Commodity Summaries, Januari 2016. Berdasarkan
data tersebut Indonesia termasuk dalam enam besar negara yang memiliki
cadangan bijih nikel terbesar dunia.
Tabel II.1 Tingkat produksi dan cadangan bijih nikel berbagai negara pada tahun
2015 (U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries,
Januari 2016).
Produksi Pertambangan
Negara Cadangan
2014 2015
United State 4.300 26.500 160.000
Australia 245.000 234.000 19.000.000
Brazil 102.000 110.000 10.000.000
Kanada 235.000 240.000 2.900.000
Cina 100.000 102.000 3.000.000
Kolumbia 81.000 73.000 1.100.000
Kuba 50.400 57.000 5.500.000
Guatemala 38.400 50.000 1.800.000
Indonesia 177.000 170.000 4.500.000
Madagaskar 40.300 49.000 1.600.000
New Caledonia 178.000 190.000 8.400.000
Filipina 523.000 530.000 3.100.000
Rusia 239.000 240.000 7.900.000
Afrika Selatan 55.000 53.000 3.700.000
Negara Lainnya 377.000 410.000 6.500.000
Total 2.450.000 2.530.000 79.000.000
*Data dalam metrik ton kandungan nikel
13
Pada umumnya ada dua tahapan utama proses ekstraksi nikel laterit secara
hidrometalurgi yaitu pelindian (leaching) dan rekoveri nikel dan kobalt dari
larutan hasil pelindian (PLS). Proses pelindian merupakan unit proses pertama
yang berperan penting dalam proses ekstraksi logam dengan jalur hidrometalurgi.
Pelindian (pelarutan selektif) adalah proses pelarutan logam berharga tertentu dari
bijih atau konsentrat ke dalam larutan aqueous dengan menggunakan reagen kimia
tertentu dengan seminimal mungkin melarutkan mineral pengotornya. Pelindian
dalam proses hidrometalurgi dapat dilakukan baik pada suhu dan tekanan atmosfir
maupun pada suhu dan tekanan tinggi. Pelindian yang efektif memberikan persen
ekstraksi logam yang tinggi dan bersifat selektif (tidak atau sedikit melarutkan
mineral pengotornya). Larutan hasil pelindian diharapkan memberikan larutan
kaya yang konsentrasinya telah memadai untuk proses rekoveri logam pada tahap
selanjutnya. Proses ekstraksi bijih nikel laterit tergantung dari kadar nikel dan
mineralogi bijih yang akan diolah. Besi, silika dan magnesia merupakan pengotor-
pengotor utama yang harus dipisahkan dari nikel. Konsentrasi pengotor tersebut
dalam bijih akan menentukan rute proses ekstraksi yang sesuai.
14
II.2.1 Proses HPAL
Proses HPAL adalah metode pelindian dilakukan dengan asam sulfat yang
dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi (Yunita, 2014). Teknologi ini pertama
kali diterapkan di Moa Bay Kuba pada tahun 1959. Selain di Moa Bay, generasi
terbaru pabrik HPAL dioperasikan di Cawse, Bulong, Murin-Murin di Australia
dan Coral Bay di Filipina. Perbedaan proses pada pabrik-pabrik tersebut terletak
pada tahap rekoveri logam dari larutan kaya hasil pelindian. Proses HPAL paling
cocok diaplikasikan untuk bijih limonit. Pada proses HPAL bijih dilindi dalam
autoclave dengan asam sulfat pada suhu 240-270 ˚C untuk melarutkan nikel dan
kobalt.
Pada proses HPAL, sebagian besar besi yang terlarut selama pelindian,
terpresiptasi sebagai hematit atau jarosit dan ion aluminium mengendap sebagai
alunit (Kyle, 2010). Setelah tahap proses pelindian selesai, dilakukan netralisasi
slurry dengan limestone dan kemudian dilakukan Counter Current Decantation
(CCD) untuk memisahkan residu pelindian yang tidak larut dan larutan kaya Ni
dan Co. Di Moa Bay, nikel dan kobalt direkoveri sebagai Mixed Sulphide
Precipitate (MSP) dengan menambahkan gas H2S. Proses presipitasi dilakukan
pada suhu 120oC dan tekanan 11 atm.
Selama proses HPAL berlangsung, sekitar 95% nikel dan kobalt dan 90% dari
magnesium dan mangan terlarut selama proses pelindian. Pelarutan Fe, Al dan Mg
dari mineral-mineral limonit, gibbsit dan alunit selama proses HPAL berlangsung
melalui reaksi-reaksi kimia berikut:
Limonit : 2FeOOH(s) + 3H2SO4(aq) Fe2(SO4)3(aq) + 6H2O(l) (II.1)
Gibbsit : 2Al(OH)3(s) + 3H2SO4(aq) Al2(SO4)3(aq) + 6H2O(l) (II.2)
Garnirit : (Mg,Ni)3Si2O5(OH)4(s) + 3H2SO4(aq) 3(Mg,Ni)SO4(aq) 2SiO2(s) +
5H2O(l) (II.3)
Presipitasi besi dan aluminium sebagai hematit, jarosit dan alunit berlangsung
melalui reaksi di bawah ini:
Hematit: Fe2(SO4)3(aq) + 3H2O(l) Fe2O3(s) + 3H2SO4(aq) (II.4)
Jarosit:1,5Fe2(SO4)3(aq)+ 7H2O(l) (H3O)Al3(SO4)2(OH)6(s) + 2,5H2SO4(aq) (II.5)
15
Alunit:1,5Al2(SO4)3(aq)+ 7H2O(l) (H3O)Al3(SO4)2(OH)6(s) + 2,5H2SO4(aq) (II.6)
Terendapkannya kembali besi yang larut pada tahap pelindian sebagai hematit dan
jarosit adalah salah satu kelebihan utama proses HPAL karena mengurangi
konsumsi asam dan mengurangi beban pada tahap pemurnian larutan karena
sebagian besar besi terlarut sudah terpisah terlebih dahulu dari larutan kaya yang
mengandung logam nikel dan kobalt. Diagram alir proses HPAL secara umum di
Moy Bay Kuba dengan MSP sebagai produk akhirnya ditunjukkan pada Gambar
II.2.
Limonite Ore
Ore Beneficiaton
optional Rejects
Neutralization Limestone
Mixed Sulphide
Solution to Effluent Treatment H2S Gas
Precipitation
Ni/Co Product
Gambar II.2 Diagram alir proses HPAL dengan mixed sulphide precipitate (MSP)
sebagai produk antara yang diproduksi (Kyle, 2010).
Walaupun unggul dari segi perolehan nikel dan kobalt yang tinggi, proses HPAL
membutuhkan biaya investasi yang besar serta memiliki banyak permasalahan
seperti permasalahan korosi dan pembentukan scale (kerak) pada autoclave,
agitator, valve dan jaringan pipa sehingga membutuhkan biaya perawatan yang
mahal.
16
II.2.2 Atmospheric Agitation Leaching (AL)
Sesuai dengan namanya proses pelindian ini berlangsung pada tekanan atmosfer.
Pelindian dilakukan dalam tangki agitator pada suhu di bawah titik didih air
berkisar antara ± 95-100 ˚C dan pada tekanan atmosfer (1 atm) (Liu, 2004).
Meskipun biaya investasi yang dibutuhkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan
proses HPAL, proses ini juga memiliki kelemahan yaitu selektivitas pelindian
terhadap besi dan aluminium rendah sehingga meningkatkan konsumsi asam.
Selain itu, persen ekstraksi nikel dan kobalt Proses AL lebih rendah dari proses
HPAL dan waktu prosesnya lebih lama. Berbeda dengan proses HPAL, besi dan
aluminium yang ikut larut tidak terendapkan kembali pada tahap pelindian,
sehingga konsumsi asam menjadi relatif tinggi dibandingkan proses HPAL.
Pada proses AL, ion besi yang larut pada saat dilakukan proses pelindian dapat
dipisahkan dengan cara diendapkan sebagai goethite, hematit dan jarosit. Pada
proses goethite, ion besi diendapkan dalam bentuk senyawa goethite (FeOOH),
dimana proses dilakukan dengan peningkatan pH larutan sehingga ion besi
mengendap. Pada proses jarosit, besi diendapkan dalam bentuk presipitat jarosit
(Ismael dan Carvalho, 2003). Ion besi dapat terkonversi menjadi jarosit jika
terdapat ion natrium, logam alkali, dan ammonium. Presipitasi jarosit dilakukan
dengan peningkatan pH pada suhu 95˚C. Proses konversi ion besi menjadi hematit
berlangsung di dalam autoclave, membutuhkan tekanan dan temperatur yang
tinggi sehingga biaya investasinya lebih mahal. Proses konversi ion besi menjadi
jarosit dan goethite dinyatakan mengikuti Reaksi (II.7) dan Reaksi (II.8) (Zhu,
2010; Lieberto, 2012).
18
dilihat pada Diagram Pourbaix, sistem Fe-H2O, garis kesetimbangan Fe(III)-
Fe(OH)3 berada pada pH yang lebih rendah dibandingkan garis kesetimbangan
antara Fe(II) dan Fe(OH)2. Proses oksidasi ion besi (II) dapat dilakukan dengan
penambahan bahan oksidator misalnya gas oksigen (O2), hidrogen peroksida
(H2O2), ozon, dan kalium permanganat (KMnO4). Reaski oksidasi ion besi (II)
dengan oksigen berlangsung melalui reaksi berikut:
2Fe2+ + 0,5O2 + 2H+ 2Fe3+ + H2O (II.9)
Jenis presipitat besi yang dapat dihasilkan, selain bergantung pada pH juga
bergantung pada suhu presipitasi. Pada Gambar II.4 ditunjukkan daerah kestabilan
jarosite, goethite, hematite dan Fe(OH)3. Terlihat bahwa Fe(OH)3 dapat terbentuk
19
pada suhu yang lebih rendah dari suhu pembentukan goethite dan hematit.
Sementara itu, jarosit dapat dipresipitasi pada pH yang rendah.
Gambar II.4 Daerah kestabilan Fe(OH)3, jarosit, goethite dan hematite sebagai
fungsi temperatur dan pH (Wang, 2012).
21
Clear Solution ex
CCD
Mixed Sulphide
Precipitation
90-120 oC H2S
100-400%
Solid 200-1,000 kPa H2S
Recycles 0,5-2,0 hrs
Solid/Liquid Solution to
Effluent treatment
Ni/Co Sulphide
Product
Produk mixed sulphide mengandung sekitar 55-60% nikel dan 35% sulfur. Pada
umumnya MSP dimurnikan lebih lanjut dengan pressure oxidation untuk
melarutkan kembali logamnya diikuti dengan pemisahan nikel dan kobalt dan
selanjutnya pemisahan nikel dan kobalt dengan ekstraksi pelarut serta rekoveri
logam murni dengan reduksi menggunakan gas hidrogen atau elektrowinning.
22
Proses presipitasi MSP dianggap lebih kompleks jika dibandingkan dengan MHP
dan dalam beberapa tahun terakhir, produk ini mulai bersaing dengan MHP. Hal
ini karena proses MHP dapat dipresipitasi pada tekanan atmosfer (tidak perlu
autoclave) dan gas hidrogen sulfida yang lebih sulit penanganannya (Harvey dkk.,
2011; Williams dkk., 2013).
23
tidak jauh dari Ni2+ dan Co2+, khususnya apabila aktivitas kedua logam ini cukup
tinggi. Hal ini menyebabkan kontaminasi mangan dan magnesium dalam produk
MHP. Garis presiptasi Fe2+ dan Zn2+ juga menunjukkan bahwa akan ada seng dan
besi yang berada pada produk MHP jika logam tersebut berada dalam PLS.
Urutan presipitasi ion dari kiri ke kanan (pH rendah ke pH yang lebih tinggi)
dimulai dengan presipitasi Fe3+ Al3+, Cr3+ dan Zn2+. Oleh karena itu, proses
rekoveri produk antara nikel hidroksida perlu dilakukan terlebih dahulu eliminasi
ion besi, aluminium, seng dan kromium bila logam-logam tersebut terdapat dalam
PLS.
Gambar II.6 Grafik logaritma dari konsentrasi ion logam sebagai fungsi pH yang
menunjukkan kestabilan logam-logam hidroksida pada suhu 20oC
(Chong dkk., 2013).
24
Ni2+ + OH- = Ni(OH)2 (II.14)
Potensial kimia standard (μo), Ni(OH)2, Ni2+ dan OH- dapat digunakan untuk
menentukan nilai energi bebas standard presipitasi Ni(OH)2 sesuai dengan
persamaan berikut:
Diketahui nilai potensial kimia standar untuk Ni2+ = -11.530 kal, untuk Ni(OH)2 =
-108.300 kal dan untuk OH- adalah -37.595 kal. Sehingga pada energi bebas
standar reaksi presipitasi nikel hidroksida pada suhu 25 ˚C atau 298 K adalah:
Proses MHP dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan MSP dan menjadi
pilihan utama presipitasi Ni sebagai produk antara dalam beberapa tahun terakhir
ini. Hal ini karena proses MHP tidak memerlukan penggunaan autoclave dan tidak
menggunakan reagen gas hidrogen sulfida yang dianggap berbahaya serta
memerlukan oksidatif leaching tekanan tinggi untuk pemurnian presipitat sulfida.
Pada kenyataannya biaya modal dari proses MHP kompetitif dengan MSP.
Kelemahan presipitasi dengan MHP dibandingkan dengan MSP adalah kurang
selektif terhadap beberapa pengotor seperti magnesium dan mangan. Kelebihan
dan kekurangan proses presipitasi MHP dan MSP ditunjukkan pada Tabel II.2.
25
Gambar II.7 Diagram pourbaix sistems Ni-H2O pada 25 ˚C (Kose, 2010).
26
Contoh pabrik yang melakukan pengolahan nikel dan kobalt menjadi Mixed
Hydroxide Precipitate (MHP) adalah pabrik di Cawse, Australia. Diagram alir
proses yang digunakan di Cawse ditunjukkan oleh Gambar II.8.
Gambar II.8 Diagram alir aplikasi proses PAL di Cawse, Australia dengan produk
antara Mixed Hydroxide Precipitate (Taylor dan Jansen, 2004).
Contoh rute proses pemurnian MHP dengan selektif acid leaching ditunjukkan
pada Gambar II.9 Dalam proses ini dilakukan pelindian selektif mixed hydroxide
precipitate untuk melarutkan logam nikel dan kobalt dengan kondisi asam lemah
dan oksidator kuat. Selanjutnya nikel direkoveri kembali sebagai logam nikel
dengan proses elektrowinning. Jika seng berada dalam MHP, proses pemurnian
dengan resin penukar ion dapat digunakan untuk menghilangkan seng dari larutan
hasil leaching sebelum proses electrowinning. Asam yang dihasilkan pada anoda
didaur ulang kembali untuk proses leaching. Nikel dan kobalt yang terdapat dalam
residu dari tahap leaching MHP bisa dijual sebagai produk antara atau diproses
lebih lanjut untuk dipisahkan nikel dan kobalt-nya.
28
Gambar II.9 Contoh rute proses pemurnian yang diusulkan untuk MHP (Vaughan
dkk., 2011).
1. Nukleasi Primer
Nukleasi primer terjadi pada antarmuka padatan akibat penggabungan atom-atom
atau molekul-molekul terlarut dalam larutan membentuk cluster yang kemudian
menjadi kristal. Pembentukan cluster didorong oleh kondisi larutan yang lewat
jenuh (supersaturated). Ukuran kristal yang besar memiliki kelarutan yang kecil,
sementara ukuran kristal yang kecil memiliki kelarutan yang lebih besar. Oleh
karena itu, terdapat ukuran minimum (r critical) di mana kristal dalam kondisi
stabil dan tidak terlarut lagi (Indriani, 2016). Perubahan energi bebas Gibbs total
(ΔG) selama pembentukan embrio (cluster) terdiri dari dua bagian yaitu energi
bebas yang berhubungan dengan generasi dari volume baru (ΔGv) dan energi
bebas karena permukaan baru yang dihasilkan (ΔGs). Energi bebas Gibbs (ΔG)
untuk nukleasi primer dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana r adalah jari-jari partikel yang dihasilkan, v adalah volume molekul cluster
yang dihasilkan, k adalah konstanta Boltzmann, T adalah suhu, S adalah derajat
kejenuhan dan γ adalah tegangan permukaan (surface tension). Nukleasi terjadi
secara spontan hanya jika ΔG <0, yang berarti S pada persamaan II.16 harus lebih
besar dari 1. Gambar II.10 menunjukkan hubungan antara perubahan energi bebas
Gibbs (ΔG) dan ukuran inti (r critical). Nilai ΔG*hom adalah energi aktivasi untuk
nukleasi untuk membentuk inti ukuran kritis (r critical) nuclei.
30
Gambar II.10 Perubahan energi bebas Gibbs selama nukleasi (Wang, 2012).
2. Nukleasi sekunder
Nukleasi sekunder terjadi melalui mekanisme tumbukan antara kristal dengan
bahan lain (bibit kristal lain) atau permukaan pengaduk, dinding pipa, atau tangki.
Dengan adanya bibit kristal maka energi aktivasi terjadinya nukleasi akan
menurun. Nukleasi sangat dipengaruhi oleh kondisi larutan. Secara
termodinamika, energi bebas nukleasi dipengaruhi oleh energi bebas ruah ∆𝐺𝑣,
temperatur (T), tetapan Boltzman (𝑘𝐵), kondisi lewat jenuh (supersaturasi) (S), dan
volume molar (v) sesuai dengan persamaan berikut ini :
dimana,
ΔGv = (II.18)
31
= (II.20)
Kehadiran kristal lain pada proses nukleasi sekunder mempunyai efek katalis
pada pengintian sehingga pengintian terjadi pada supersaturasi yang lebih
rendah daripada yang dibutuhkan untuk pengintian secara spontan. Setiawan
(2015) mengungkapkan bahwa proses seeding (penambahan inti presipitasi) ke
dalam larutan supersaturasi dimaksudkan untuk mempercepat proses
presipitasi, karena dapat menghilangkan fase induksi dan fase pembentukan
inti presipitasi. Selain penambahan inti presipitasi proses presipitasi sekunder
juga dipengaruhi oleh suhu dan pH larutan.
32
Bab III Percobaan dan Hasilnya
Diagram alir preparasi bijih, pelindian bijih, presipitasi besi 2 tahap dan presipitasi
nikel hidroksida ditunjukkan pada Gambar III.1-III.4. Sementara, variasi yang
dilakukan pada percobaan presipitasi nikel hidroksida disajikan pada Gambar
III.5.
33
Sampel bijih limonit
Homogenisasi
Analisis XRF
Bijih -65+100 mesh
Analisis XRD
Kondisi Percobaan :
Konsentrasi asam Sulfat : 4,5M (2 x Stoikiometri)
Pelindian
Rasio Solid-likuid : 350/1000 (gr/mL)
Suhu : 95 ˚C
Waktu : 4 Jam,
Residu Filtrasi Pengadukan :400 rpm
waktu
PLS (Pregnant leach solution)
Kondisi percobaan :
25 % CaCO3 (b/v), T = 90 ˚C Presipitasi besi tahap 1
t= 2,5 jam, pH = 1,5 Besi Tahap 1
Residu Filtrasi
Residu Filtrasi
Konsentrasi
Presipitasi nikel hidroksida logam terlarut
Filtrat
Gambar III.5 Variasi yang dilakukan pada percobaan presipitasi nikel hidroksida.
36
III.1.2 Karakterisasi Sampel Bijih Limonit
Karakterisasi dilakukan terhadap sampel bijih yang akan digunakan dalam
percobaan meliputi:
1. Penentuan Kadar Air Sampel Bijih Limonit
Analisis kadar air permukaan dalam sampel bijih limonit dilakukan dengan
cara menghitung kehilangan berat sampel sebelum dan setelah pengeringan.
Sampel yang digunakan untuk analisis adalah sampel bijih dari hasil sampling
dengan menggunakan splitter yang kemudian disampling lagi dengan
menggunakan metode coning and quartening sehingga didapatkan sampel
untuk analisis sebanyak ±100 gram. Sampel tersebut kemudian dikeringkan di
dalam oven selama 24 jam pada suhu 120oC. Setelah itu pengurangan berat
sampel diukur dengan menggunakan neraca analitik.
(III.1)
Tabel III.1 Hasil analisis kadar air dalam sampel bijih limonit
Percobaan A Ai % Kadar Air % Kadar Air Rata-Rata
I 100,0044 94,4234 5,5808
5,51
II 100,0030 94,5667 5,4361
37
unsur-unsur yang terdapat dalam sampel bijih. Sementara untuk mengetahui
keberadaan senyawa yang dominan di dalam sampel dilakukan pengujian
XRD. Sebelum dilakukan analisis, sampel bijih terlebih dahulu digerus dengan
menggunakan mortar lalu diayak untuk mendapatkan fraksi ukuran -65+100
mesh. Selanjutnya bijih dengan fraksi ukuran -65 + 100 mesh dilakukan
proses sampling untuk kemudian dilakukan analisis XRD dan XRF. Analisis
XRD dilakukan di Program Studi Teknik Kimia ITB, sementara analisis XRF
dilakukan di Laboratorium pengujian tekMIRA, Bandung.Hasil analisis XRD
sampel bijih disajikan pada Gambar III.6, sementara hasil analisis XRF pada
sampel bijih limonit ditunjukkan pada Tabel III.2.
1 1
1.Goethite-FeOOH 2. Kuarsa-(SiO2)
2 1
1 1 1
1 1
1
2 2 2 1 2 2
38
Tabel III.2 Hasil analisis XRF sampel bijih nikel limonit pada fraksi ukuran -
65+100 mesh.
Hasil analisis XRF fraksi ukuran -65+100#
Senyawa Kadar (%) Unsur Kadar (%)
SiO2 3,19 Si 1,491
Al2O3 6,51 Al 1,723
Fe2O3 T 68,12 Fe 23,823
MnO 0,42 Mn 0,325
MgO 0,086 Mg 0,052
CaO <0,001 Ca <0,001
Na2O 0,19 Na 0,070
K2 O <0,001 K <0,0004
TiO2 0,077 Ti 0,046
P2O5 0,017 P 0,004
V2O5 0,050 V 0,014
Cr2O3 4,56 Cr 1,560
Co2O3 0,054 Co 0,019
CuO 0,011 Cu 0,009
NiO 1,87 Ni 1,470
ZnO 0,039 Zn 0,031
LOI 14,73 LOI 14,730
Hasil analisis XRF menunjukkan bahwa sampel bijih nikel laterit yang
diperoleh merupakan tipe limonit dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel
III.2.
39
Tabel III.3 Hasil analisis ayak sampel bijih limonit.
Berat % Berat % %
Fraksi Ukuran Tertampung Tertampung Tertampung Tertampung Tertampung
I (gr) I II (gr) II Rata-Rata
(+4)# 33,5 8,3333 35,2 8,7978 8,5656
(-4 +14)# 127 31,5920 123,2 30,7923 31,1922
(-14 +28)# 53,7 13,3582 50,7 12,6718 13,0150
(-28 +48)# 40,5 10,0746 39,5 9,8725 9,9736
(-48 +65)# 12,5 3,1095 12,1 3,0242 3,0668
(-65 +100)# 28,3 7,0398 31,3 7,8230 7,4314
(-100 +200)# 29,7 7,3881 30,1 7,5231 7,4556
(-200 +325)# 22,2 5,5224 21,6 5,3987 5,4605
(-325)# 54,6 13,5821 56.4 14,0965 13,8393
Total 402 100 400,1 100 100
Berdasarkan hasil analisis ayak, diketahui sampel bijih limonit yang diperoleh dari
PT Vale Sorowako didominasi pada fraksi ukuran -4+14 mesh dan fraksi ukuran
minus 325 mesh. Sampel yang diperoleh ini sudah berukuran halus, sehingga
hanya dilakukan penggerusan menggunakan mortar untuk mendapat fraksi ukuran
-65+100 mesh yang digunakan pada percobaan.
40
AAS untuk logam yang akan dianalisis konsentrasinya. Berat logam hasil
pembacaan AAS kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
(III.2)
(III.3)
(III.4)
Percobaan pelindian bijih nikel limonit dan pemisahan larutan dan residu hasil
pelindian ditunjukkan masing-masing pada Gambar III.7 dan Gambar III.8.
42
pencucian untuk menentukan persen presipitasi besi. Dilakukan analisis XRD
pada residu hasil percobaan presipitasi besi pada kondisi terbaik dan juga analisis
logam-logam yang masih terlarut yaitu Co, Al, Cr, Mg, Mn, Cu dan Zn dengan
AAS. Foto percobaan presipitasi besi, pemisahan residu dan larutan pada
percobaan presipitasi besi ditunjukkan masing-masing pada Gambar III.9 dan
Gambar III.10.
Gambar III.11 Proses oksidasi besi pada larutan PLS dengan H2O2 pada proses
presipitasi besi tahap ke-2.
44
Mengacu pada hasil penelitian Lieberto (2012) tersebut, pada penelitian ini
presipitasi nikel hidroksida dilakukan menggunakan MgO sebagai reagen
penetralisasi. Setelah besi diendapkan hamper seluruhnya dari larutan hasil
pelindian, percobaan dilanjutkan dengan presipitasi nikel menjadi nikel hidroksida
dengan menambahkan slurry MgO. Percobaan dilakukan dengan variasi pH, suhu,
waktu presipitasi dan penambahan seeding. Adapun variasi pH yang dilakukan
untuk mendapatkan pH terbaik yang memberikan persen presipitasi nikel yang
tinggi yaitu pH 6, 7, 8 dan 9. Untuk mempelajari pengaruh suhu, percobaan
presipitasi nikel hidroksida dilakukan pada suhu ruang, 50˚C, 60˚C dan 70˚C.
Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh waktu presipitasi dilakukan percobaan
dengan variasi waktu presipitasi 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam. Selain itu,
dipelajari juga pengaruh penambahan seeding pada proses presipitasi nikel
hidroksida. Pengaruh seeding dipelajari melalui penambahan 1 gram, 2 gram, 3
gram dan 4 gram padatan nikel hidroksida per 200 mL filtrat.
45
Gambar III.12 Prespitasi nikel hidroksida dengan penambahan MgO.
46
Tabel III.4 Persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu.
Waktu % Ekstraksi
Menit Jam Ni Fe
0 0 0 0
30 0,5 71,06 73,24
60 1 80,46 81,16
120 2 87,35 85,56
240 4 89,86 93,57
480 8 88,28 87,57
720 12 90,01 97,11
1440 24 87,35 99,38
47
logam-logam yang masih terlarut. Pada Tabel III.7 disajikan komposisi larutan
hasil presipitasi besi dari tahap 1.
Tabel III.6 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pengaturan pH sampai pH=1,5, suhu
90oC, selama 2,5 jam.
Volume Berat %
Unsur Konsentrasi (ppm)
Larutan (L) (gr) Presipitasi
Fe Awal 120143 0,3 36,0430 0
Fe Akhir 46230 0,282 13,0369
55,86
Washing Fe 1437 2 2,8742
Ni Awal 4468 0,3 1,3404 0
Ni Akhir 3966 0,282 1,1184
4,77
Washing Ni 79,05 2 0,1581
48
terlarut dan persen presipitasi besi dan nikel ditunjukkan pada Tabel III.8. Pada
larutan hasil presipitasi besi tahap 2 dilakukan analisis logam-logam yang masih
terlarut. Pada Tabel III.9 disajikan komposisi larutan hasil presipitasi besi dari
tahap 2.
Tabel III.8 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pada pH=3,5, suhu 70oC, selama 1 jam.
Volume %
Unsur Konsentrasi (ppm) Berat (gr)
Larutan (L) Presipitasi
Fe Awal 46230 0,2 9,2460 0
Fe Akhir 10,0479 0,272 0,0027
99,97
Washing Fe 0,1204 1 0,0001
Ni Awal 3966 0,2 0,7932 0
Ni Akhir 1769 0,272 0,4812
23,36
Washing Ni 126,66 1 0,1267
49
Tabel III.10 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi pH
presipitasi nikel hidroksida.
Unsur pH Konsentrasi (ppm) Berat (gram) % Presipitasi
awal 1769,3 0,353860 0
6 (akhir) 997,8230 0,189172 46,54
Ni 7 (akhir) 184,4266 0,035328 90,02
8 (akhir) 2,9639 0,000641 99,82
9 (akhir) 0,6672 0,000131 99,96
awal 10,0479 0,002010 0
6 (akhir) 5,1986 0,001102 45,16
Fe 7 (akhir) 1,9460 0,000499 75,19
8 (akhir) 0,7720 0,000184 90,84
9 (akhir) 0,5206 0,000147 92,67
awal 509,1857 0,101837 0
6 (akhir) 348,6224 0,065636 35,55
Mn 7 (akhir) 318,1224 0,061566 39,54
8 (akhir) 38,8577 0,007511 92,62
9 (akhir) 9,4660 0,003294 96,77
awal 59,3900 0,011878 0
6 (akhir) 8,2991 0,001601 86,52
Co 7 (akhir) 1,7279 0,000384 96,76
8 (akhir) 0,0589 0,000011 99,91
9 (akhir) 0,0169 0,000003 99,97
50
Tabel III.11 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi suhu.
Konsentrasi
Unsur Suhu Berat (gram) % Presipitasi
(ppm)
awal 1769,3 0,353860 0
T ambient (akhir) 594,2327 0,115964 67,23
Ni 50 ˚C (akhir) 184,4266 0,035328 90,02
60 ˚C (akhir) 148,0772 0,028119 92,05
70 ˚C (akhir) 65,3512 0,011482 96,76
awal 10,0479 0,002010 0
T ambient (akhir) 2,8307 0,000697 65,30
Fe 50 ˚C (akhir) 1,9460 0,000499 75,19
60 ˚C (akhir) 0,8018 0,000224 88,84
70 ˚C (akhir) 0,9197 0,000194 90,35
awal 509,1857 0,101837 0
T ambient (akhir) 385,2976 0,075145 26,21
Mn 50 ˚C (akhir) 318,1224 0,061566 39,54
60 ˚C (akhir) 261,4025 0,049530 51,36
70 ˚C (akhir) 165,6719 0,028925 71,60
awal 59,3900 0,011878 0
T ambient (akhir) 17,8882 0,003494 70,59
Co 50 ˚C (akhir) 1,7279 0,000384 96,76
60 ˚C (akhir) 1,4976 0,000327 97,25
70 ˚C (akhir) 1,0097 0,000185 98,44
51
Tabel III.12 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi waktu presipitasi.
Konsentrasi
Unsur Waktu Berat (gram) % Presipitasi
(ppm)
awal 1769,3 0,353860 0
0,5 jam akhir 327,9333 0,060962 82,77
Ni 1 jam akhir 184,4266 0,035328 90,02
2 jam akhir 121,8626 0,023272 93,42
4 jam akhir 90,9086 0,016037 95,47
awal 10,0479 0,002010 0
0,5 jam akhir 2,4038 0,000602 70,03
Fe 1 jam akhir 1,9460 0,000499 75,19
2 jam akhir 1,2435 0,000342 82,96
4 jam akhir 1,0934 0,000286 85,77
awal 509,1857 0,101837 0
0,5 jam akhir 412,0007 0,077197 24,20
Mn 1 jam akhir 318,1224 0,061566 39,54
2 jam akhir 247,7015 0,047656 53,20
4 jam akhir 253,1908 0,045744 55,08
awal 59,3900 0,011878 0
0,5 jam akhir 4,4918 0,000951 92,00
Co 1 jam akhir 1,7279 0,000384 96,76
2 jam akhir 1,4510 0,000352 97,04
4 jam akhir 1,0981 0,000238 98,00
52
Tabel III.13 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi
penambahan seeding.
Unsur Dosis Seeding Konsentrasi (ppm) Berat (gram) % Presipitasi
awal 1769,3 0,353860 0
0 gram (akhir) 184,4266 0,035328 90,02
1 gram (akhir) 124,9250 0,023338 93,40
Ni
2 gram (akhir) 91,5562 0,017104 95,17
3 gram (akhir) 3,6190 0,000615 99,83
4 gram (akhir) 1,7123 0,000313 99,91
awal 10,0479 0,002010 0
0 gram (akhir) 1,9460 0,000499 75,19
1 gram (akhir) 1,9460 0,000493 75,49
Fe
2 gram (akhir) 1,3208 0,000455 77,34
3 gram (akhir) 1,2912 0,000429 78,64
4 gram (akhir) 1,1431 0,000374 81,39
awal 509,1857 0,101837 0
0 gram (akhir) 318,1224 0,061566 39,54
1 gram (akhir) 185,0827 0,035619 65,02
Mn
2 gram (akhir) 175,1756 0,033091 67,51
3 gram (akhir) 156,2373 0,028741 71,78
4 gram (akhir) 132,7177 0,024458 75,98
awal 59,3900 0,011878 0
0 gram (akhir) 1,7279 0,000384 96,76
1 gram (akhir) 0,9509 0,000351 97,05
Co
2 gram (akhir) 0,7900 0,000247 97,92
3 gram (akhir) 0,5860 0,000186 98,44
4 gram (akhir) 0,3920 0,000113 99,05
53
terlarut pada suhu yang berbeda-beda disajikan pada Tabel III.14, sementara pada
Tabel III.15 disajikan hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut pada percobaan
presipitasi dengan dua jenis reagen presipitasi yang berbeda (MgO, NH3 dan
MgO+Seed).
Tabel III.14 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut terhadap waktu pada
berbagai suhu.
Suhu t CNi Orde 1 Orde 2 Orde 3
(˚C) (detik) (ppm) -Ln([CNi]/[CNi,o]) ([1/CNi]-[1/CNi,o]) 0,5([1/CNi2]-[1/CNi,o2])
0 1769 0 0 0
900 960,42 0,6108 0,0005 0,0000004
25
1800 153,89 2,4425 0,0059 0,0000210
3600 80,10 3,0949 0,0119 0,0000778
0 1769 0 0 0
900 55,27 3,4659 0,0175 0,0002
50
1800 31,22 4,0371 0,0315 0,00051
3600 19,08 4,5295 0,0518 0,0014
0 1769 0 0 0
900 11,85 5,0101 0,0842 0,0036
60
1800 4,28 6,0242 0,2331 0,0273
3600 1,71 6,9475 0,5877 0,1730
0 1769 0 0 0
900 6,37 5,6274 0,1565 0,0123
70
1800 1,23 7,2712 0,8124 0,3305
3600 0,62 7,9512 1,6043 1,2878
Tabel III.15 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut dalam larutan pada
percobaan presipitasi dengan dua jenis reagen penetralisasi yang
berbeda (MgO, NH3 dan MgO +Seed).
Suhu MgO NH3 MgO + Seed
t (detik)
(˚C) ([1/CNi]-[1/CNi,o]) ([1/CNi]-[1/CNi,o]) ([1/CNi]-[1/CNi,o])
0 0 0 0
900 0,0175 0,0003 0,0099
50
1800 0,0315 0,0006 0,2078
3600 0,0518 0,0023 0,4756
54
Bab IV Pembahasan
Pada bab ini, akan disajikan pembahasan dari hasil-hasil percobaan yang
meliputi:
1. Hasil percobaan pelindian bijih nikel limonit
2. Hasil percobaan presipitasi besi 2 tahap
3. Hasil percobaan presipitasi nikel hidroksida
4. Studi kinetika presipitasi nikel hidroksida
5. Karakteristik produk nikel hidroksida yang dihasilkan
Gambar IV.1 Profil persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu pelindian
55
Berdasarkan profil persen ekstraksi nikel dan besi di atas, waktu pelindian terbaik
dengan persen ekstraksi nikel yang tinggi dan persen ekstraksi besi yang lebih
rendah yaitu pada pelindian 4 jam dengan masing-masing persen ekstraksi nikel
dan besi sebesar 89,86% dan 93,57%. Oleh karena itu, pelindian selanjutnya untuk
mempreparasi larutan umpan untuk presipitasi besi dan presipitasi MHP dilakukan
selama 4 jam dengan kondisi pelindian seperti disebutkan diatas. Dilakukan 15x
percobaan pelindian dan diperoleh PLS sebanyak 12 liter. Persen ekstraksi rata-
rata nikel dan besi dari 15x percobaan pelindian bijih nikel limonit untuk
memproduksi PLS masing masing 89,74% dan 94,63%. Adapun komposisi
logam-logam terlarut dalam 12 liter larutan PLS tersebut yaitu Ni 4.468 ppm, Fe
120.143 ppm, Co 116 ppm, Mg 555 ppm, Mn 716 ppm, Al 4787 ppm, Cr 2.228
ppm, Zn 65,55 dan Cu 22,60 ppm.
Rishea dkk., (2013) melaporkan bahwa untuk merekoveri logam nikel dari PLS,
konsentrasi nikel yang diperlukan berkisar antara 3-7 gr/L. Sementara, tipikal
komposisi larutan dari proses HPAL mengandung 3-6 g/L Ni; 0,1-0,6 g/L Co;
0,05-0,6 g/L Zn; 1-3 g/L Mn; 10-30 g/L Mg dan 0,2-0,5 g/L Ca. Pengotor lainnya
seperti Cr, Al, Fe berada pada konsentrasi yang sangat kecil (Torres dkk., 2008).
Data komposisi PLS diatas menunjukkan bahwa besi merupakan pengotor utama
yang memiliki konsentrasi yang paling tinggi yaitu 120 gr/L, sehingga harus
dilakukan presipitasi besi secara bertahap untuk meminimalkan nikel yang ko-
presipitasi. Logam Al, Cr, Mn, Mg konsentrasinya juga tinggi pada PLS dan harus
diperhatikan untuk proses pemisahan pengotor sebelum tahap presipitasi nikel.
Sementara itu, konsentrasi logam-logam Co, Cu dn Zn dalam PLS cukup rendah.
Menurut Zhu dkk., (2010) sebelum rekoveri nikel dan kobalt dilakukan dari
larutan hasil pelindian bijih nikel laterit, perlu dilakukan pemurnian PLS untuk
menghilangkan logam pengotor yang ikut terlarut seperti besi, kromium,
aluminium, arsenik, dan tembaga yang dapat dilakukan dengan netralisasi larutan.
Foto larutan PLS yang diperoleh dan digunakan pada percobaan presipitasi besi
ditunjukkan pada Gambar IV.2.
56
Gambar IV.2 Larutan hasil pelindian (PLS) bijih nikel limonit
Tabel IV.1 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 1.
Dari hasil percobaan yang disajikan pada Tabel IV.1 dapat dilihat bahwa
presipitasi besi tahap 1 memberikan persen presipitasi besi yang tinggi walaupun
disertai dengan sedikit persen presipitasi nikel. Pada presipitasi besi tahap 1
57
masing-masing persen presipitasi nikel dan besi yaitu 55,86% dan 4,77%. Adapun
komposisi logam-logam terlarut hasil prespitasi besi tahap 1 berturut-turut: Ni
3.966 ppm, Fe 46.230 ppm, Co 78,30 ppm, Mg 473 ppm, Mn 583 ppm, Al 2559
ppm, Cr 1264 ppm, Zn 53,50 dan Cu 14,19 ppm. Pada presipitasi besi tahap 1 ini
konsentrasi logam-logam dalam PLS belum menurun secara drastic. Residu hasil
presipitasi besi ditunjukkan pada Gambar IV.3.
58
IV.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2
Pada proses presipitasi besi tahap 2 diharapkan ion besi yang masih terlarut pada
PLS terpresipitasi seluruhnya dengan seminimal mungkin nikel yang juga ikut
mengendap. Presipitasi besi tahap 2 ini dilakukan dengan pH yang lebih tinggi
dan pada suhu yang lebih rendah dari tahap sebelumnya. Percobaan dilakukan
pada suhu 70˚C, pH= 3,5, kecepatan putaran 500 rpm selama 1 jam. Konsentrasi
besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan nikel yang diperoleh pada
presipitasi besi tahap 2 disajikan pada Tabel IV.2.
Tabel IV.2 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 2.
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Tabel IV.2 dapat dilihat bahwa
presipitasi besi tahap 2 memberikan persen presipitasi besi yang lebih tinggi dari
tahap 1 dan disertai persen presipitasi nikel yang juga meningkat, masing-masing
untuk besi 99,97% dan nikel 23,36%. Tingginya persentase presipitasi nikel
karena konsentrasi dari ion besi yang sangat tinggi, sehingga pada presipitasi besi
dihasilkan endapan yang banyak menyebabkan nikel juga ikut ter-kopresipitasi
pada endapan tersebut. Penelitian Chang dkk., (2010) menunjukkan bahwa 4,1%
nikel hilang pada tahap prespitasi besi terjadi pada pH 2,5-3,0, sementara 15,9%
kehilangan nikel terjadi pada presipitasi besi dalam rentang pH 3,0 sampai 4,0.
Pada aplikasi pabrik pelindian nikel laterit, total kehilangan nikel dapat mencapai
5-20% selama proses presipitasi besi (Roche, 2009). Wang dkk., (2011)
melaporkan bahwa pada proses pengendapan besi dengan metode goethite pada
larutan sintetik yang mensimulasikan PLS dari atmhospheric leaching bijih laterit,
59
rasio Fe/Ni yang lebih tinggi pada larutan sintetis mengakibatkan meningkatnya
kehilangan nikel pada residu besi yang diendapkan dalam rentang pH 2,5-3,0.
Zhu dkk., (2010) meneliti presipitasi logam-logam pengotor dari larutan sintetik
hasil pelindian laterit pada rentang pH 4-7 dengan menggunakan MgO dan NaOH.
Di bawah pH 4,5 urutan dari presiptasi logam-logam pengotor adalah Cr (III)> Al
(III)> Cu (II)> Fe (III). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nikel dan kobalt
ditemukan pada endapan pada pH presipitasi yang rendah pH= 4, meskipun secara
termodinamika pH presipitasi logam tersebut baru terjadi pada pH 7. Hal ini
diasumsikan mekanisme adsorpsi Ni oleh presipitat besi yang terbentuk. Goethite
dan hematit dapat mengadsorpsi Ni2+ dalam larutan aqueous, dimana peningkatan
pH dari 3 hingga 8 meningkatkan jumlah nikel yang teradsorpsi. Hal ini terjadi
karena muatan positif kation nikel tertarik ke permukaan oksida (Wang dkk.,
2011). Proses ko-presipitasi meningkat dengan meningkatnya pH larutan dan
meningkatnya konsentrasi logam pengotor.
Hasil percobaan yang diperoleh ini cukup memuaskan jika dibandingkan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lieberto (2012) yang mana pada presipitasi
besi menggunakan NaOH dengan metode gradien suhu dalam satu tahap
presipitasi besi, persen presipitasi besi mencapai 99,96% dengan nikel yang ikut
mengendap 64,9%. Penelitian Muammar (2011) yang melakukan presipitasi besi
menggunakan metode suhu tetap, persen presipitasi besi mencapai 95%, dengan
persentase nikel yang ikut mengendap mencapai 26,95%. Perbedaan hasil yang
diperoleh dari kedua peneliti di atas kemungkinan juga karena jenis reagen
netralisasi yang berbeda. Presipitasi besi dengan penambahan CaCO3 cenderung
menghasilkan presipitat besi dengan ukuran partikel yang lebih besar dan lebih
mudah untuk difiltrasi.
Pada proses presipitasi besi tahap 2 ini dilakukan oksidasi ion besi dalam larutan
dengan menggunakan oksidator hidrogen peroksida (H2O2). Reaksi oksidasi ion
besi (II) menjadi ion besi (III) dengan hidrogen peroksida ditunjukkan oleh Reaksi
IV.1. Foto presipitat besi dari proses presipitasi besi tahap ke-2 ditunjukkan pada
Gambar IV.4.
60
2Fe2+ + H2O2 + 2H+ 2Fe3+ + 2H2O (IV.1)
Gambar IV.4 Presipitat besi yang diperoleh dari presipitasi besi tahap ke-2.
Adapun reaksi-reaksi yang mungkin terjadi pada proses presipitasi besi adalah
sebagai berikut:
3CaCO3(s)+Fe2(SO4)3+ 2.5H2O 3CaSO4.0.5H2O(s) + 2FeOOH(s) + 3CO2(g)(IV.3)
3CaCO3(s)+ Fe2(SO4)3+1.5H2O 3CaSO4.0.5H2O(s)+ Fe2O3(s) + CO2(g) (IV.4)
Proses presipitasi besi (III) sulfat menjadi goethite (FeOOH) terjadi akibat reaksi
Fe(III) dengan kalsium karbonat yang ditambahkan pada saat pengaturan pH
larutan. Berdasarkan Reaksi IV.4, besi juga dapat terpresipitasi menjadi hematit
(Fe2O3) dan dihasilkan senyawa gipsum. Pembentukan senyawa goethite
(FeOOH) ini tidak teridentifikasi dari hasil analisis XRD pada residu hasil
presipitasi besi yang disajikan pada Gambar IV.5. Hasil analisis XRD terhadap
presipitat besi dari pelindian tahap kedua menunjukkan bahwa senyawa yang
dominan dalam presipitat besi adalah hematite, gypsum dan calcite. Senyawa
goethite tidak teridentifikasi pada analisis XRD kemungkinan karena pada saat
pengeringan (drying) senyawa goethite (FeOOH) teroksidasi menjadi hematit
(Fe2O3). Presipitat besi dapat terdiri dari goethite (α-FeOOH), akaganéite (β-
FeOOH), lepidocrocite (γ-FeOOH), hematit (α-Fe2O3), maghemite (γ-Fe2O3).
61
G
G
G
HM
G HM HM C
G G
C
Gambar IV.6 Profil persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co pada berbagai pH.
62
Pada hasil percobaan yang disajikan dalam Gambar IV.6 terlihat bahwa dengan
meningkatnya pH larutan, persen presipitasi masing-masing logam-logam juga
meningkat dan mencapai titik maksimum pada pH tertentu. Untuk logam nikel
persen presipitasi meningkat drastis dari pH 6 ke pH 7, dimana persen presipitasi
tertinggi dicapai pada pH 9 sebesar 99,96 %. Pada pH ini mangan yang
terpresipitasi sekitar 96,77%. Hasil penelitian Oustadakis dkk., (2006) yang
menggunakan larutan artifisial dengan komposisi 4,5 g/L Ni, 0,25 g/L Co dan 0,84
g/L Mn, presipitasi nikel dan kobalt mencapai masing-masing 99,9% dan 99%
pada pH 9 dan presipitasi mangan mencapai 80%, sementara presipitasi
magnesium tidak melebihi 20%. Komposisi presipitat hidroksida yang dihasilkan
pada kondisi tersebut yaitu 25% Ni, 1,5% Co, 3% Mn dan 26% Mg. Adanya
magnesium dalam endapan karena partikel MgO yang tidak bereaksi dan tetap
berada dalam larutan. Katsiapi dkk., (2010) juga mempelajari studi presipitasi
nikel dan kobalt dari larutan sulfat yang dihasilkan dari heap leaching bijih nikel
laterit berkadar rendah dengan penambahan slurry CaO 10%. Presipitasi nikel dan
kobalt mencapai 99,8% pada suhu 40oC pada pH 8,7 sementara presipitasi
mangan mencapai 68% dan presipitasi magnesium sekitar 9%.
Pada pH yang lebih tinggi dighasilkan persen presipitasi nikel yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh aktivitas ion OH- yang lebih tinggi pada pH yang lebih
63
tinggi sehingga supersaturasi/gaya dorong pengintian nikel hidroksida (Gr)
semakin meningkat berdasarkan reaksi:
Ni2+(aq) + OH-(aq) = Ni(OH)2(s) (IV.5)
dan
Gambar IV.7 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi suhu.
Profil persen presipitasi logam pada Gambar IV.7 di atas menunjukkan bahwa
persen presipitasi logam meningkat dengan meningkatnya suhu. Hal ini
disebabkan karena kinetika reaksi presipitasi nikel yang lebih cepat pada suhu
yang lebih tinggi sehingga diperoleh persen presipitasi yang lebih tinggi pada
durasi presipitasi yang sama. Persen presipitasi nikel tertinggi dicapai pada suhu
70oC yaitu sebesar 96,76% dengan persen presipitasi mangan 71,60%. Sementara,
persen presipitasi terendah diperoleh pada suhu ruang sebesar 67,23 % untuk nikel
dan 26,21% untuk mangan. Untuk besi, kobalt dan mangan persen presipitasi
tertinggi masing-masing 90,35% dan 98,44% dicapai pada suhu 70oC. Walaupun
hasil presipitasi nikel pada suhu 70˚C memberikan persen presipitasi nikel yang
lebih tinggi, suhu proses presipitasi nikel hidroksida terbaik untuk pengoptimalan
lebih lanjut adalah 50oC karena pada suhu tersebut persen presipitasi logam
mangan hanya mencapai 39,54%. Selain itu pada suhu yang lebih tinggi
65
kecenderungan dekomposisi Ni(OH)2 menjadi NiO juga lebih tinggi. Dekomposisi
NiO tidak diinginkan karena keberadaan NiO mengakibatkan MHP relatif lebih
sulit dilindi kembali. Harga ∆Go pembentukan senyawa NiO dari dekomposisi
pada berbagai suhu yang diperoleh dari software HSC ditunjukkan pada Tabel
IV.3.
Harvey dkk., (2011) dan White, dkk (2006) melaporkan bahwa untuk merekoveri
nikel dan kobalt dalam satu tahap presipitasi dan persen presipitasi nikel dan
mencapai 80-100% dengan presipitasi mangan 5-15% dapat dilakukan pada suhu
suhu 30 sampai 90oC, dimana suhu optimalnya adalah 50oC.
66
Gambar IV.8 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi waktu presipitasi.
67
Gambar IV.9 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai penambahan seed.
Harvey dkk., (2011) juga mengemukakan bahwa penambahan seed MHP pada
proses presipitasi MHP dalam larutan sulfat-klorida sintetik juga meningkatkan
presipitasi logam Mn. Oustadakis dkk., (2006) melaporkan bahwa penambahan
seed menyediakan substrat untuk pengendapan MHP, dimana seed tersebut
ditambahkan sebelum proses netralisasi. Mubarok dan Lieberto (2013)
menyatakan bahwa kehadiran seed memberikan efek katalis untuk nukleasi nikel
hidroksida melalui nukleasi heterogen. Hove dkk., (2009) menyebutkan bahwa
penambahan seed memberikan luas permukaan yang lebih besar yang dapat
menurunkan supersaturasi (kejenuhan) untuk presipitasi MHP, menekan nukleasi
homogen dan mendorong pertumbuhan partikel MHP. Luas permukaan yang
68
disediakan oleh seed tergantung pada massa seed yang ditambahkan dan ukuran
dari partikel seed. White dkk., (2006) menyebutkan bahwa MHP yang di recycle
sebagai seed juga dapat meningkatkan laju settling dari MHP dan memudahkan
proses dan filtrasi MHP.
69
Gambar IV.10 Grafik –ln([CNi]/[CNi,o]) vs t pada berbagai suhu (Orde 1).
70
Gambar IV.12 Grafik 0,5(1/[CNi]2-1/[CNi,o]2) vs t pada suhu (Orde 3).
Dari regresi linier yang dapat dilihat pada Gambar IV.10-IV.12, nilai kuadrat
koefisien korelasi (R2) paling mendekati 1 untuk berbagai suhu diperoleh pada
kurva hubungan antara (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu (t) yang merupakan
model kinetika reaksi orde 2. Dengan mengacu kepada nilai R2, maka dapat
disimpulkan bahwa kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida mengikuti model
kinetika reaksi orde reaksi dua. Persamaan liniear dan nilai R2 untuk setiap model
kinetika yang dievaluasi pada suhu 25, 50, 60 dan 70oC disajikan pada Tabel IV.4
dan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.
Tabel IV.4 Persamaan liniear dan nilai R2 untuk setiap model kinetika yang
dievaluasi pada suhu 25, 50, 60 dan 70oC
Suhu Reaksi Orde 1 Reaksi Orde 2 Reaksi Orde 3
(oC) y=kx R2 y=kx R2 y=kx R2
25 0,0009x 0,8915 3E-6x 0,9363 2E-8 0,8659
50 0,0016x 0,4505 2E-5x 0,9723 4E-7x 0,9562
60 0,0024x 0,5185 0,0002x 0,9703 4E-5x 0,8084
70 0,0027x 0,5107 0,0004x 0,9641 0,0003x 0,8619
Orde reaksi ini berbeda dengan hasil studi yang dilaporkan oleh Lieberto (2012)
yang mempelajari kinetika presipitasi nikel hidroksida dengan menggunakan
larutan artifisal yang mengikuti kinetika reaksi orde satu.
71
IV.8.2 Penentuan Konstanta Laju Reaksi dan Energi Aktivasi
Umumnya konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu. Menurut
Arrhenius hubungan kuantitatif antara k dan suhu adalah sebagai berikut:
Tabel IV.5 Data k, ln k, T, serta 1/T untuk presipitasi nikel hidroksida pada suhu
25, 50, 60 dan 70oC
k ln k T (oC) T (K) 1/T
3,00E-06 -12,7169 25 298 0,0034
2,00E-05 -10,81978 50 323 0,0031
0,0002 -8,517193 60 333 0,0030
0,0004 -7,824046 70 343 0,0029
Menurut Habashi (1980), proses yang terkendali laju difusi memiliki energi
aktivasi 4-12 kJ/mol, sementara proses yang terkendali oleh reaksi kimia memiliki
energi aktivasi di atas 42 kJ/mol. Berdasarkan hasil perhitungan nilai energi
aktivasi proses presipitasi nikel hidroksida yang diperoleh adalah 94,580 kJ/mol,
sehingga semakin memperkuat kesimpulan bahwa presipitasi nikel hidroksida
terkendali oleh reaksi kimia.
Pada penelitian ini dievaluasi juga pengaruh jenis reagen penetralisasi terhadap
laju presipitasi nikel hidroksida. Reagen penetralisasi yang dibandingkan adalah
MgO, NH3 dan MgO yang disertai penambahan seed nikel hidroksida. Grafik
hubungan antara (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu (t) untuk percobaan presipitasi
dengan 3 jenis reagen penetralisasi yang berbeda disajikan pada Gambar IV.14.
Laju reaksi presipitasi dibandingkan secara kuantitatif dari harga konstanta laju
reaksinya (harga k) yang diperoleh dari persamaan regresi linier (1/[CNi]-1/[CNi,o])
73
terhadap waktu (model kinetika reaksi orde-2). Semakin besar nilai konstanta laju
reaksi maka akan semakin cepat reaksi pembentukan Ni(OH)2 berlangsung. Dari
grafik yang telah disajikan pada Gambar IV.14, terlihat bahwa reagen
penetralisasi MgO memiliki konstanta laju yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan NH3 (dengan MgO k = 0,00002 L mg-1 s-1, sementara dengan NH3 k =
0,0000007 L mg-1 s-1). Hal ini karena MgO memberikan efek seeding yang tidak
dapat diberikan oleh NH3. Presipitasi dengan MgO yang disertai penambahan
seed memiliki konstanta laju reaksi yang paling tinggi (k = 0,0001 L mg-1 s-1)
yang menunjukkan bahwa laju reaksi presipitasi dengan MgO berlangsung
semakin cepat dengan adanya penambahan seed. Sebagaimana telah
dikemukakan, penambahan seed dapat memberikan efek katalis dan menurukan
supersaturasi melalui nukleasi heterogen (Mubarok dan Lieberto, 2013).
Hasil penelitian ini berkesesuaian dengan hasil penelitian Mubarok dan Lieberto
(2013) yang membandingkan penggunaan MgO, NaOH dan NH3 sebagai agen
netralisasi pada presipitasi MHP dari larutan artifisial dimana kinetika reaksi
presipitasi paling cepat ditunjukkan oleh penambahan MgO. Presipitasi dengan
magnesia (MgO) menghasilkan konsentrasi nikel yang lebih rendah yang tersisa
dalam larutan pada pH tertentu. Penambahan MgO meningkatkan level
supersturasi Ni(OH)2 dan meningkatkan kristalinitas presipitat yang terbentuk
(Harvey dkk., 2011).
74
Gambar IV.15 Produk presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan dari kondisi
presipitasi terbaik
2
1 1. Theophrastite – Ni(OH)2
2. Brucite – Mg(OH)2
1
2 1
1
2 2
1
75
Perbedaan tersebut karena perbedaan derajat kristalinitas keduanya, dimana
Mg(OH)2 mengkristal lebih baik dari Ni(OH)2.
Gambar IV.17 Grafik hasil analisis PSA presipitat nikel hidroksida yang
dihasilkan dari kondisi presipitasi terbaik
Oustadakis dkk., (2006) melaporkan bahwa distribusi ukuran partikel dari produk
nikel hidroksida yang dihasilkan dengan menggunakan larutan artifisial, sekitar
50% dari presipitasi nikel hidroksida berada pada ukuran di bawah 14 μm dan
100% di bawah 95 μm. Diameter rata-rata dari presipitat yang dihasilkan yaitu
11,8 μm. Jones dan Welham (2010) melaporkan bahwa pabrik di Ravensthorpe,
Australia memproduksi MHP dengan ukuran P80 berkisar antara 23 μm dan 30
μm. Sementara White dkk., (2006) dan Harvey dk., (2011) yang melalukan
76
percobaan dengan larutan artifisial melaporkan harga D50 dan D80 pada MHP
yang diperoleh masing-masing 13,7 μm dan 22,9 μm.
Gambar IV.18 Foto SEM presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan pada kondisi
terbaik.
Katsiapi dkk., (2010) melaporkan dua mekanisme yang terjadi pada presipitasi
logam hidroksida dengan MgO. Pertama adalah pelarutan MgO dan nukleasi dari
logam hidroksida; yang kedua adalah presipitasi logam hidroksida pada partikel
MgO. Oustadakis dkk., (2006) melaporkan bahwa presipitat nikel hidroksida
terdeteksi dengan bentuk agregat kristal halus, sementara magnesium hidroksida
mempunya ukuran kristal yang lebih besar. Presipitat nikel hidroksida merupakan
77
agregat yang memiliki bentuk yang tidak teratur dengan ukuran homogen sekitar 5
μm. Sebaliknya magnesium hidroksida terdiri dari kristal besar dengan ukuran
dari 50 sampai 90 μm. Agregat nikel hidroksida juga terbentuk pada permukaan
kristal magnesium hidroksida pada presipitat, hal ini karena adanya partikel MgO
yang tidak bereaksi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Jones (2013) pada
partikel MHP yang diperoleh dari pabrik pengolahan nikel laterit di Ravensthorpe
yang menunjukkan bahwa beberapa partikel MgO melapisi Ni(OH)2. White dkk.,
(2006) melaporkan bahwa MHP dapat tumbuh di sekitar partikel magnesium
hidroksida.
78
Bab V Kesimpulan dan Saran
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil percobaan yang diperoleh, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Presipitasi besi 2 tahap memberikan hasil yang optimal dengan persen
presipitasi besi sebesar 99,97% dan persen nikel yang ikut mengendap sebesar
23,37%.
2. Kondisi terbaik presipitasi nikel hidroksida diperoleh pada pH 7, suhu 50˚C
dan waktu presipitasi 1 jam, dengan persen presipitasi nikel 90,02%, mangan
39,54%, kobalt 96,76% dan besi 75,19%.
3. Penambahan seed nikel hidroksida meningkatkan persen presipitasi nikel.
4. Presipitat nikel hidroksida yang diperoleh pada kondisi terbaik (pH 7, suhu
50˚C dan waktu presipitasi 1 jam) mempunyai senyawa utama Ni(OH)2 dan
Mg(OH)2, dengam ukuran partikel rata-rata 6,11 μm.
5. Komposisi presipitat yang diperoleh pada kondisi terbaik (pH 7, suhu 50˚C
dan waktu presipitasi 1 jam) adalah Ni 32,73%, Fe 0,1%, Co 0,99 %, Mn
3,65%, Mg 2,68%, Al 0,11%, Cr 0,015%, Cu 0,01%, Zn 0,15% dan Ca 0,21%.
6. Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa presipitasi nikel hidroksida
mengikuti model kinetika reaksi kimia orde 2 dengan energi aktivasi sebesar
94,58 kJ/mol.
7. Jenis reagen pengatur pH berpengaruh terhadap laju presipitasi nikel
hidroksida, dimana MgO memberikan konstanta laju yang lebih besar
dibandingkan dengan NH3, sementara MgO yang disertai penambahan seed
memiliki konstanta laju yang paling besar dari kedua reagen netralisasi
tersebut.
79
V.2 Saran
Berdasarkan serangkaian percobaan dan data-data yang telah diperoleh, masih
terdapat beberapa hal yang perlu diteliti lebih lanjut. Berikut ini beberapa saran-
saran untuk penelitian lebih lanjut:
1. Dilakukan proses optimasi pemisahan besi dari larutan dengan seminimal
mungkin nikel yang ikut mengendap
2. Proses pengolahan lanjutan presipitat nikel hidroksida dengan re-leaching
menggunakan larutan asam sulfat atau amoniak pada tekanan atmosfir dan
dipelajari perilaku pelarutan MHP dengan komposisi mangan dan magnesium
yang bervariasi.
80
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Y., Zhai, X., Li, B. and Fu, Y., (2010). Removal of Iron From Acidic
Leach Liquor of Lateritic Nickel Ore by Goethite Precipitate. Hydrometallurgy,
101, 84-87.
Chong, S., Hawker, W., dan James, V. (2013). Selective Reductive Leaching of
Oxidised Cobalt Containing Residue. Minerals Engineering, 54, 82–87.
Dalvi, A. D., Bacon, W. G., & Osborne, R. C. (2004). Past and Future of Nickel
Laterite. Proceedings of PDAC 2004, Trade Show & Investor Exchange, March 7-
10 2004.
Dogra, S.K., & Dogra S. (2009). Kimia Fisik dan Soal-Soal. UI-Press, Jakarta.
Harvey, R., Hannah, R., & Vaughan, J. (2011). Selective Precipitation of Mixed
Nickel-Cobalt Hydroxide. Hydrometallurgy, 105, 222-228.
Hove, M., Van Hille, R. P., & Lewis, A. E. (2009). The Effect of Different Types
of Seeds on The Oxidation and Precipitation of Iron. Hydrometallurgy, 97, 180-
184.
Leonardou, L. A., Tsakiridis, P. E., Oustadakis, P., Karidakis, T., & Katsiapi, A.
(2009). Hydrometallurgical Process for The Separation and Recovery of Nickel
from Sulphate Heap Leach Liquor of Nickeliferrous Laterite Ores. Minerals
Engineering, 22, 1181-1192.
Liu, H., Gillaspe, J., Lewis, C.,Neudorf, D., Barnett, S. (2004). Atmospheric
Leaching of Laterites With Iron Precipitation as Goethite. Internationa Laterite
Nickel Symposium. TMS (The Minerals, Metals & Materials Society).
MacKenzie, M., Virnig, M., & Feather, A. (2006). The Recovery of Nickel from
High-Pressure Acid Leach Solution using Mixed Hydroxide Product – LIX84-INS
Technology. Miner. Eng, 19, 1220–1233.
Muammar (2011). Pemisahan Besi dari Larutan Hasil Pelindian Bijih Nikel
Laterit Halmahera dan Pengendapan Nikel Hidroksida. Tugas Akhir Program
Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan, Institut
Teknologi Bandung.
82
Oustadakis, P., Agatzini-Leonardou, S., & Tsakiridis, P. E. (2006). Nickel and
Cobalt Precipitation from Sulphate Leach Liquor using Mgo Pulp as Neutralizing
Agent. Minerals Engineering, 19, 1204-1211.
Solihin & Firdiyano, (2014). Perilaku Pelarutan Logam Nikel dan Besi dari Bijih
Nikel Kadar Rendah Sulawesi Tenggara. Majalah Metalurgi, 29, 139-144.
Taylor, A. & Jansen, M. L. (2004). Future Trends in PAL Plant Design for Ni/Co
Laterites. International Project Development Services, www.altamet.com.au.
Vaughan, J., Hawker, W., Keating, T., & Cox, J. (2013). Engineering Aspects of
The Selective Acid Leaching Process for Refining Mixed Nickel-Cobalt
Hydroxide. Metallurgy Program, The University of Queensland.
Vaughan, J., Hawker, W., & White, D. (2011). Chemical Aspects of Mixed Nickel-
Cobalt Hydroxide Precipitation and Refining. ALTA 2011 Nickel-Cobalt-Copper
Conference. Alan Taylor, ALTA Metallurgical Services.
Wang, K. (2012). Impurity Rejection in The Nickel Laterite Leach System. Ph.D.
Curtin University, Western Australian School of Mines.
Wang, K., Li, J., McDonald, R. G., & Browner, R. E. (2013). Caracterisation of
iron-rich precipitates from synthetic atmospheric nickel laterite leach solutions.
Minerals Engineering, 40, 1-11.
Wang, K., Li, J., MCDonald, R. G., & Browner, R. E. (2011). The Effect of Iron
Precipitation Upon Nickel Losses from Synthetic Atmospheric Nickel Laterite
Leach Solutions: Statistical Analysis and Modelling. Hydrometallurgy, 109, 140-
152.
83
Williams, C., Hawker, W., & Vaughan, J. W. (2013). Selective Leaching of
Nickel from Mixed Nickel Cobalt Hydroxide Precipitate. Hydrometallurgy, 138,
84-92.
White, D. T., Miller, M. J., & Napier, A. C. (2006). Impurity Disposition and
Control in The Ravensthorpe Acid Leaching Process. Iron Control in
Hydrometallurgy, Proceedings 3rd International Symposium, C.I.M. Montreal.
Zhu, Z., Pranolo, Y., Zhang, W., Wang, W., Dan Cheng, C. Y. (2010).
Precipitation of Impurities from Synthetic Laterite Leach Solutions.
Hydrometallurgy, 104, 81-85.
84
LAMPIRAN A
PENURUNAN PERSAMAAN KINETIKA REAKSI KIMIA ORDE 1, 2
DAN 3
1. Reaksi Orde 1
A R
2. Reaksi Orde 2
2A R
3. Reaksi Orde 3
3A R
Persaaman laju reaksi Orde-3 :
85
LAMPIRAN B
PROFIL KINETIKA REAKSI PRESIPITASI NIKEL HIDROKSIDA
UNTUK ORDE 1 2 & 3 PADA BERBAGAI SUHU
1. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 25oC untuk orde 1 2 &3
86
2. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 50oC untuk orde 1 2 &3
87
3. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 60oC untuk orde 1 2 &3
88
4. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 70oC untuk orde 1 2 &3
89
90