Anda di halaman 1dari 106

STUDI PRESIPITASI NIKEL HIDROKSIDA DARI LARUTAN HASIL

PELINDIAN BIJIH LIMONIT SOROWAKO


DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
A

Oleh
NINASAFITRI
22114015
(Program Studi Magister Rekayasa Pertambangan)

PROGRAM MAGISTER REKAYASA PERTAMBANGAN


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
ABSTRAK

STUDI PRESIPITASI NIKEL HIDROKSIDA DARI LARUTAN HASIL


PELINDIAN BIJIH LIMONIT SOROWAKO
DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

Oleh:
NINA SAFITRI
22114015
(Program Studi Magister Rekayasa Pertambangan)

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan bijih nikel laterit
terbesar di dunia. Saat ini bijih nikel laterit berkadar rendah tersebut belum diolah
secara maksimal menjadi produk yang bernilai tambah di dalam negeri. Proses
ekstraksi yang banyak diterapkan di industri untuk bijih nikel laterit berkadar
rendah adalah melalui jalur hidrometalurgi. Produk akhir dari proses
hidrometalurgi dapat berupa logam Ni dan Co murni maupun produk antara
(intermediate product). Salah satu produk antara yang banyak diproduksi adalah
presipitat campuran nikel-kobalt hidroksida atau dikenal sebagai MHP (Mixed
Hydroxide Precipitate). Masih terdapat berbagai tantangan pada proses presipitasi
MHP ini berkaitan dengan tingkat rekoveri nikel dan kemurnian produk. Selain
itu, belum ada literatur yang mempublikasikan kinetika presipitasinya dan
pengaruh beberapa variabel seperti jenis agen penetralisasi dan penambahan seed
terhadap kinetika presipitasi MHP. Pada penelitian ini dilakukan studi perilaku
presipitasi nikel dalam bentuk nikel hidroksida dari larutan hasil pelindian bijih
nikel limonit asal Sorowako yang telah dipisahkan besinya.

Pada penelitian ini digunakan sampel bijih nikel limonit yang berasal dari
Sorowako, Sulawesi Selatan. Presipitasi nikel hidroksida dari larutan hasil
pelindian dilakukan pertama-tama dengan mengekstraksi nikel melalui proses
pelindian dalam larutan asam sulfat. Selanjutnya dilakukan pemisahan besi dalam
2 tahap, dimana pada tahap kedua dilakukan proses oksidasi ion besi(II) dengan
hidrogen peroksida (H2O2) selama 4 jam. Pemisahan besi 2 tahap dilakukan
dengan pengendapan selektif menggunakan CaCO3 pada kondisi pH, waktu
presipitasi dan suhu yang tetap. Larutan yang sudah dipresipitasi besi-nya,
selanjutnya digunakan dalam percobaan presipitasi nikel hidroksida. Serangkaian
percobaan presipitasi MHP dilakukan dengan menambahkan MgO sebagai agen
penetralisasi dan dipelajari pengaruh pH, suhu, waktu presipitasi dan penambahan
seed terhadap persen presipitasi nikel, kobalt, mangan dan besi. Studi kinetika
presipitasi nikel hidroksida dilakukan dengan menggunakan model kinetika reaksi
kimia homogen orde ke-n pada suhu ruang, 50oC, 60oC dan 70oC. Selain itu,
dipelajari juga pengaruh jenis reagen pengatur pH (MgO, NH3) dan penambahan
seed terhadap laju presipitasi nikel hidroksida. Produk MHP yang diperoleh dari
kondisi terbaik dilakukan analisis komposisi kimia, analisis distribusi ukuran
partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA), analisis SEM, dan analisis XRD.

i
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada presipitasi besi tahap 1 diperoleh
persen presipitasi besi dan nikel masing-masing 55,86% dan 4,77%, pada tahap 2
persen presipitasi besi dan nikel sebesar 99,97% dan 23,36%. Kondisi terbaik
percobaan presipitasi nikel hidroksida dicapai pada pH 7, suhu 50 ˚C selama 1
jam dengan persen presipitasi nikel, kobalt, mangan dan besi masing-masing
90,02%, 96,76%, 39,54% dan 75,19%. Hasil analisis komposisi kimia dengan
AAS menunjukkan bahwa produk nikel hidroksida yang dihasilkan dari larutan
hasil pelindian bijih nikel limonit Sorowako memiliki kandungan Ni 32,73%, Fe
0,1%, Co 0,99 %, Mn 3,65%, Mg 2,68%, Al 0,11%, Cr 0,015%, Cu 0,01%, Zn
0,15% dan Ca 0,21%. Kinetika presipitasi nikel hidroksida mengikuti kinetika
reaksi kimia orde dua dengan energi aktivasi sebesar 94,58 kJ/mol. Jenis agen
penetralisasi pada presipitasi MHP yang digunakan berpengaruh terhadap laju
presipitasi nikel hidroksida. Penggunaan MgO sebagai agen penetralisasi
memberikan konstanta laju presipitasi yang paling besar dibandingkan dengan
NH3. Penggunaan MgO yang disertai penambahan seed memberikan konstanta
laju presipitasi yang paling tinggi dibandingkan konstanta laju presipitasi dengan
NH3 dan dengan MgO tanpa penambahan seed (berturut-turut k=0,0001 L mg-1s-1,
dibandingkan k= 0,0000006 L mg-1 s-1 dan k= 0,00002 L mg-1 s-1). MgO sebagai
neutralizing agent memberikan efek seeding pada presipitasi nikel hidroksida
yang tidak dipenuhi oleh reagen NH3, sementara adanya seed memberikan efek
katalis bagi nukelasi heterogen dari MHP. Hasil analisis XRD menunjukkan
Ni(OH)2 dan Mg(OH)2 merupakan senyawa utama dari produk dengan ukuran
partikel rata-rata 6,11 μm. Analisis SEM mengindikasikan bahwa partikel nikel
hidroksida terbentuk melalui proses agregasi dari partikel-partikel MHP yang
berukuran lebih kecil menjadi partikel berukuran lebih besar.

Kata kunci : Nikel limonit, nikel hidroksida, presipitasi, neutralizing agent, seed.

ii
ABSTRACT

A STUDY OF THE PRECIPITATION OF NICKEL HYDROXIDE FROM


A SOLUTION PRODUCED BY LEACHING SOROWAKO LIMONITE
ORES IN AN ACID SULPHATE SOLUTION

By:
Ninasafitri
22114015
(Magister Program Study of Mining Engineering)

Indonesia is one of the countries with the largest reserves of nickel laterite ores in
the world. The low-grade nickel laterite ores have not yet been processed
optimally into value-added products domestically. The most commonly applied
extraction process of this type of ores in industry is by hydrometallurgical
technique. The final products of a hydrometallurgical process are either in the
forms of pure Ni and Co metals or intermediate products. Mixed Hydroxide
Precipitate (MHP) or mixed nickel-cobalt hydroxide precipitate is one of the
intermediate products that are typically produced in large quantity. There are still
many challenges in the MHP precipitation process, especially related to the nickel
recovery and product purity. Furthermore, there has been no published literature
about the precipitation kinetics and effect of several variables such as type of
neutralizing agent and the addition of seed on the kinetics of MHP precipitation.
In the present study, the precipitation of nickel as nickel hydroxide from a
solution obtained by leaching of nickel limonite ores from Sorowako post iron
removal step was carried out.

The sample of nickel limonite ores used in the research was obtained from
Sorowako, South Sulawesi. The nickel precipitation experiment was carried out
by firstly extracting the nickel by leaching of the ores with sulfuric acid. A 2-stage
iron removal was then undertaken, where a process of iron (II) ion oxidation with
hydrogen peroxide (H2O2) was conducted for 4 hours in the second stage. The
two-stage iron removal step was conducted by a selective precipitation by using
(CaCO3) in a determined pH value with both precipitation time and temperature
were kept steady. The solution from which the iron had been precipitated was then
used in the nickel hydroxide precipitation experiment. A series of MHP
precipitation experiments were carried out by adding MgO as neutralizing agent
and the effects of pH, temperature, precipitation time and the addition of seed on
the percentages of nickel, cobalt, manganese, and iron precipitation were
evaluated. The kinetic study of the precipitation of nickel hydroxide was carried
out by applying an n-order homogeneous chemical reaction kinetic model at room
temperatures of 500C, 600C, and 700C. In addition, the effect of the type of pH-
regulating reagent (MgO, NH3) and the addition of seed on the precipitation rate
of nickel hydroxide was also observed. Characterization of MHP product yielded
from the best condition were carried out by chemical composition analyses,
particle size distribution analyses by Particle Size Analyzer (PSA), SEM analyses
and XRD analyses.

iii
The experiment findings showed that in the first stage of iron precipitation, the
percentages of iron and nickel precipitation were 55.86% and 4.77%, respectively,
while in the seconbd stage, the percentages of iron and nickel precipitation were
99.97% and 23.36%, respectively. The optimum condition for nickel hydroxide
precipitation was achieved at pH of 7, temperature of 50oC, and precipitation
duration of 1 hour wherein the percentages of nickel, cobalt, manganese, and iron
precipitation were 90.02%, 96.76%, 39.54%, and 75.19%, respectively. The
chemical composition analysis of the precipitate by AAS revealed that the product
of nickel hydroxide from the pregnant leach solution of nickel limonite Sorowako
ores contained 32.73% Ni, 0.1% Fe, 0.99% Co, 3.65% Mn, 2.68% Mg, 0.11% Al,
0.015% Cr, 0.01% Cu, 0.15% Zn and 0.21% Ca. The kinetics of the precipitation
of nickel hydroxide followed a second order kinetics of chemical reaction with
activation energy of 94.58 kJ/mol. The type of the neutralizing agent used in the
MHP precipitation affected the precipitation rate of nickel hydroxide. The use of
MgO as a neutralizing agent yielded a greater precipitation rate constant compared
to NH3. The use of MgO with the addition of seed yielded the greater precipitation
rate constant compared that of precipitation with NH3 and without the addition
seed on MgO (respectively k= 0.0001 L mg-1 s-1, compared to k = 0.0000006 L
mg-1 s-1 and k= 0.00002 L mg-1 s-1). MgO as a neutralizing agent exerted a seeding
effect to nickel hydroxide precipitation which was not exhibited by NH3 reagent,
while the presence of seed also exerted a catalyst effect to heterogeneous
nucleation of the MHP. The result of XRD analysis showed that both Ni(OH)2 and
Mg(OH)2 were the major compounds of the product with particles of 6.11 µm in
size. SEM analysis revealed that nickel hydroxide particles were formed by
aggregation of MHP’s finer particles into a coarser ones.

Keywords: Nickel limonite, nickel hydroxide, precipitation, neutralizing agent,


seed

iv
HALAMAN PENGESAHAN

STUDI PRESIPITASI NIKEL HIDROKSIDA DARI LARUTAN HASIL


PELINDIAN BIJIH LIMONIT SOROWAKO
DALAM LARUTAN ASAM SULFAT

lar

Oleh :
NINASAFITRI
22114015
(Program Studi Magister Rekayasa Pertambangan)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui,
Pembimbing,
Tanggal ……………………

(Dr. mont. M. Zaki Mubarok, S.T., M.T.)


NIP. 19730825999031003

v
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut


Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta
ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin


Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

vi
Kupersembahkan untuk penyejuk hatiku ayah dan Ibuku

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-
Nya penulis dapat menyelesaikan rangkaian pengerjaan Tesis dengan judul “Studi
Presipitasi Nikel Hidroksida dari Larutan Hasil Pelindian Bijih Limonit
Sorowako dalam Larutan Asam Sulfat”, sebagai salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Teknik (MT) dalam bidang Rekayasa Mineral dan
Metalurgi pada Program Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik
Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. Penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini tidak luput dari bimbingan, bantuan, saran dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Manajemen PT. VALE yang telah mengizinkan dan memberikan sampel bijih
nikel laterit kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini
2. Dr. mont. M. Zaki Mubarok, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing dan Kepala
Laboratorium Hidro-elektrometalurgi atas segala ilmu, bimbingan, saran-saran
yang telah diberikan kepada penulis, dan yang telah memberikan izin
penggunaan fasilitas laboratorium untuk pelaksanaan penelitian ini.
3. Prof. Dr. Ir. Syoni Soepriyanto M.Sc. selaku dosen wali atas semangat dan
motivasinya kepada penulis agar cepat menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Ir. Edy Sanwani, M.T. selaku Kepala Laboratorium Pengolahan Bahan
Galian (PBG) Teknik Metalurgi atas izin penggunaan fasilitas di laboratorium
Pengolahan Bahan Galian.
5. Segenap dosen Program Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik
Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan selama masa studi penulis.
6. Kedua orang tua penulis, Ibu Hj. Suharni dan Bapak H. Habi Talundru; kakak
dan adik penulis, Hasniar Amd.Keb, Hajar Azwad, SE, Hasbi dar Nur Indri
Azzahra yang selalu memberikan dukungan dan selalu berdoa mengharap
penulis memperoleh kemudahan menyelesaikan Tesis ini.
7. Teman-Teman pejuang di laboratorium Hidro-elektrometalurgi, terutama Mba
Ami, Awan, Niko, Kak Kiki, dan Arham, serta Mbak Desi, Ronny, Ari,
viii
Lucky, Thia, Riri, Alfred, Wildan, Zela dan seluruh rekan-rekan atas bantuan
dan saran yang diberikan kepada penulis.
8. Teman-teman (RMM 2014) Mba Lely, Christin, Kak Yeni, Kak Sandi, Mas
Agung, Kak Awal, Ridwan, dan Jaka yang menemani penulis melewati
perkuliahan dan telah berjuang bersama selama 2 tahun ini.
9. Ibu Aminah dan Pak Husain Sosidi terimakasih atas kebaikannya selama ini.
10. Arsul Ihsan, S.Si terimakasih telah menemani perjuangan ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu penyelesaian tesis ini.

Bandung, September 2016

Nina Safitri

ix
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
I.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
I.3 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 5
I.4 Metodologi Penelitian ............................................................................ 6
I.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 8
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 11
II.1 Karakteristik Bijih Nikel Laterit ........................................................... 11
II.2 Proses Ekstraksi Bijih Nikel Laterit melalui Jalur Hidrometalurgi ...... 13
II.2.1 Proses HPAL ........................................................................................ 15
II.2.2 Atmospheric Agitation Leaching (AL)................................................. 17
II.3 Pemurnian Larutan Hasil Pelindian (Pemisahan Besi) ......................... 17
II.4 Metode Rekoveri Nikel dari PLS ......................................................... 20
II.4.1 Mixed Sulphide Precipitate (MSP) ....................................................... 21
II.4.2 Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) ................................................... 23
II.5 Pemurnian MHP ................................................................................... 27
II.6 Proses Presipitasi dan Kristalisasi ........................................................ 29
II.7 Pengintian dan Pertumbuhan Kristal Butiran ....................................... 30
Bab III Percobaan dan Hasilnya ............................................................................ 33
III.1 Preparasi dan Karakterisasi Sampel Bijih Limonit............................... 36
III.1.1 Preparasi Sampel Bijih Limonit ........................................................... 36
III.1.2 Karakterisasi Sampel Bijih Limonit ..................................................... 37
III.2 Percobaan Pelindian dan Analisis Kandungan Logam Terlarut ........... 40
III.3 Presipitasi Besi ..................................................................................... 42
III.3.1 Presipitasi Besi Tahap Pertama ............................................................ 42
III.3.2 Presipitasi Besi Tahap Kedua ............................................................... 43
III.4 Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dari Larutan Hasil Pelindian
yang Sudah Dipisahkan Besinya ...................................................................... 44
III.5 Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida ......................................... 46
III.6 Hasil Percobaan .................................................................................... 46
III.6.1 Hasil Percobaan Pelindian Bijih Nikel Limonit dan Analisis Komposisi
PLS .............................................................................................................. 46
III.6.2 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 1 ............................................ 47
III.6.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2 ............................................ 48
III.6.4 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi pH ....... 49
III.6.5 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Suhu ... 50
x
III.6.6 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Waktu . 50
III.6.7 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi
Penambahan Seeding ........................................................................................ 52
III.6.8 Hasil Percobaan Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida.............. 53
Bab IV Pembahasan .............................................................................................. 55
IV.1 Hasil Percobaan Pelindian Bijih Nikel Limonit ................................... 55
IV.2 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 1 ............................................ 57
IV.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2 ............................................ 59
IV.4 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida Variasi pH ................... 62
IV.5 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Suhu ... 64
IV.6 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Waktu . 66
IV.7 Hasil Percobaan Presipitasi MHP dengan Variasi Penambahan Seed .. 67
IV.8 Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida ......................................... 69
IV.8.1 Penentuan Orde Reaksi ......................................................................... 69
IV.8.2 Penentuan Konstanta Laju Reaksi dan Energi Aktivasi ....................... 72
IV.9 Karakterisasi Produk Nikel Hidroksida (Ni(OH)2) .............................. 74
IV.9.1 Analisis XRD........................................................................................ 75
IV.9.2 Analisis PSA (Particle Size Analyzer) ................................................. 76
IV.9.3 Analisis SEM ........................................................................................ 77
IV.9.4 Analisis Komposisi Kimia .................................................................... 78
Bab V Kesimpulan dan Saran ............................................................................... 79
V.1 Kesimpulan ........................................................................................... 79
V.2 Saran ..................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 81
LAMPIRAN A ...................................................................................................... 85
LAMPIRAN B ...................................................................................................... 86

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Penurunan Persamaan Kinetika Reaksi Kimia Dengan Metode


Integral…………………………………………………………...85
Lampiran B Profil Kinetika Reaksi Presipitasi Nikel Hidroksida untuk Orde 1 2
& 3 pada Berbagai Suhu…………………………………………86

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Diagram alir metodologi penelitian. .................................................... 9


Gambar II.1 Skema profil laterit dan korelasinya dengan teknologi pengolahan
yang dapat dilakukan. ................................................................................... 12
Gambar II.2 Diagram alir proses HPAL dengan mixed sulphide precipitate (MSP)
sebagai produk antara yang diproduksi. ........................................................ 16
Gambar II.3 Diagram pourbaix sistem Fe-H2O pada 25 ˚C. ................................ 19
Gambar II.4 Daerah kestabilan Fe(OH)3, jarosit, goethite dan hematite sebagai
fungsi temperatur dan pH .............................................................................. 20
Gambar II.5 Diagram alir untuk presipitasi MSP ................................................. 22
Gambar II.6 Grafik logaritma dari konsentrasi ion logam sebagai fungsi pH yang
menunjukkan kestabilan logam-logam hidroksida pada suhu 20oC. ............ 24
Gambar II.7 Diagram pourbaix sistems Ni-H2O pada 25 ˚C ............................... 26
Gambar II.8 Diagram alir aplikasi proses PAL di Cawse, Australia dengan produk
antara Mixed Hydroxide Precipitate. ............................................................ 27
Gambar II.9 Contoh rute proses pemurnian yang diusulkan untuk MHP ............. 29
Gambar III.1 Diagram alir preparasi sampel bijih limonit.................................... 34
Gambar III.2 Diagram alir percobaan pelindian bijih limonit. ............................. 34
Gambar III.3 Diagram alir percobaan presipitasi besi 2 tahap.............................. 35
Gambar III.4 Diagram alir percobaan presipitasi nikel hidroksida. ...................... 35
Gambar III.5 Variasi yang dilakukan pada percobaan presipitasi nikel hidroksida.
....................................................................................................................... 36
Gambar III.6 Spketrum X-Ray Diffraction sampel bijih limonit. ......................... 38
Gambar III.7 Pelindian bijih limonit. .................................................................... 41
Gambar III.8 Pemisahan larutan dan residu hasil pelindian. ................................ 41
Gambar III.9 Percobaan presipitasi besi tahap 1. .................................................. 43
Gambar III.10 Pemisahan residu dan larutan hasil presipitasi besi. ..................... 43
Gambar III.12 Prespitasi nikel hidroksida dengan penambahan MgO. ................ 46
Gambar IV.1 Profil persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu pelindian
....................................................................................................................... 55
Gambar IV.2 Larutan hasil pelindian (PLS) bijih nikel limonit .......................... 57
Gambar IV.3 Presipitat (endapan) besi dari presipitasi besi tahap 1 .................... 58
Gambar IV.4 Presipitat besi yang diperoleh dari presipitasi besi tahap ke-2. ..... 61
Gambar IV.5 Hasil analisis XRD prespitat (endapan) besi................................... 62
Gambar IV.6 Profil persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co pada berbagai pH. ..... 62
Gambar IV.7 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi suhu. .................................................................................... 65
Gambar IV.8 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi waktu presipitasi. ................................................................ 67
Gambar IV.10 Grafik –ln([CNi]/[CNi,o]) vs t pada berbagai suhu (Orde 1). .......... 70
Gambar IV.11 Grafik (1/[CNi]-1/[CNi,o]) vs t pada berbagai suhu (Orde 2). ......... 70
Gambar IV.12 Grafik 0,5(1/[CNi]2-1/[CNi,o]2) vs t pada suhu (Orde 3). ................ 71
Gambar IV.13 Pengaluran ln k terhadap 1/T untuk 4 suhu presipitasi Ni(OH)2 . 72
Gambar IV.14 Grafik hubungan antara (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu untuk
data percobaan presipitasi dengan 3 jenis reagen penetralisasi. ................... 73
Gambar IV.16 Pola difraksi XRD presipitat nikel hidroksida. ............................. 75
xiii
Gambar IV.17 Grafik hasil analisis PSA presipitat nikel hidroksida yang
dihasilkan dari kondisi presipitasi terbaik ..................................................... 76
Gambar IV.18 Foto SEM presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan pada kondisi
terbaik. ........................................................................................................... 77

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Tingkat produksi dan cadangan bijih nikel berbagai negara pada tahun
2015 ............................................................................................................... 13
Tabel II.2 Perbandingan presipitasi mixed sulphide precipitate dengan mixed
hydroxide precipitate .................................................................................... 26
Tabel II.3 Perbandingan proses pemurnian mixed (nickel-cobalt) hydroxide
precipitate ..................................................................................................... 28
Tabel III.1 Hasil analisis kadar air dalam sampel bijih limonit ............................ 37
Tabel III.2 Hasil analisis XRF sampel bijih nikel limonit pada fraksi ukuran -
65+100 mesh. ................................................................................................ 39
Tabel III.3 Hasil analisis ayak sampel bijih limonit. ............................................ 40
Tabel III.4 Persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu. ........................ 47
Tabel III.5 Komposisi logam-logam terlarut pada PLS. ....................................... 47
Tabel III.6 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pengaturan pH sampai pH=1,5, suhu 90oC,
selama 2,5 jam............................................................................................... 48
Tabel III.7 Komposisi larutan hasil presipitasi besi dari tahap 1 .......................... 48
Tabel III.8 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pada pH=3,5, suhu 70oC, selama 1 jam........ 49
Tabel III.9 Komposisi larutan hasil presipitasi besi dari tahap 2 .......................... 49
Tabel III.10 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi pH
presipitasi nikel hidroksida. .......................................................................... 50
Tabel III.11 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi suhu. ................ 51
Tabel III.12 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi waktu presipitasi.
....................................................................................................................... 52
Tabel III.13 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi
penambahan seeding. .................................................................................... 53
Tabel III.14 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut terhadap waktu pada
berbagai suhu. ............................................................................................... 54
Tabel III.15 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut dalam larutan pada
percobaan presipitasi dengan dua jenis reagen penetralisasi yang berbeda
(MgO, NH3 dan MgO +Seed). ....................................................................... 54
Tabel IV.1 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 1................................................................. 57
Tabel IV.2 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 2................................................................. 59
Tabel IV.3 ∆Go dekomposisi Ni(OH)2 pada berbagai suhu .................................. 66
Tabel IV.4 Persamaan liniear dan nilai R2 untuk setiap model kinetika yang
dievaluasi pada suhu 25, 50, 60 dan 70oC..................................................... 71
Tabel IV.5 Data k, ln k, T, serta 1/T untuk presipitasi nikel hidroksida pada suhu
25, 50, 60 dan 70oC ....................................................................................... 72
Tabel IV.6 Hasil analisis komposisi kimia nikel hidroksida................................. 78

xv
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Logam nikel merupakan logam yang banyak dipergunakan pada berbagai aplikasi
di dunia modern, diantaranya adalah sebagai unsur pemadu dalam baja tahan
karat, paduan-paduan berbasis nikel (nickel based-alloy), elektroplating, dan
baterai. Dimasa mendatang kebutuhan nikel diprediksi akan semakin meningkat
seiring dengan pertumbuhan pembangunan infrastruktur dan produksi barang yang
memerlukan bahan baku nikel di berbagai negara (Solihin dan Firdiyano, 2014).

Sumber primer nikel dan kobalt berasal dari bijih nikel dengan dua tipe utama
deposit, yaitu deposit mineral sulfida dan deposit oksida (laterit). Produksi nikel di
dunia sebagian besar masih didominasi dari bijih sulfida meskipun cadangan bijih
nikel yang terbesar adalah bijih laterit. Sekitar 72% dari cadangan nikel dunia
berada dalam deposit laterit (bijih oksida), sementara 28% sisanya berada dalam
deposit nikel sulfida (Dalvi dkk., 2004). Saat ini, produksi nikel dari bijih laterit
hanya berkontribusi sekitar 40% dari total produksi nikel dunia, sementara sekitar
60% masih diproduksi dari bijih sulfida (Leonardou dkk., 2009). Lebih banyaknya
produksi nikel dunia dari bijih nikel sulfida ini karena bijih sulfida dapat
dikonsentrasi dengan flotasi sehingga biaya peleburannya lebih murah, sementara
bijih nikel laterit tidak dapat dikonsentrasi. Namun demikian, dengan semakin
berkurangnya cadangan dari bijih sulfida dan mahalnya biaya penambangan
(tambang dalam) untuk bijih nikel sulfida, ekstraksi nikel akan semakin banyak
dilakukan dari bijih laterit.

Indonesia dikenal sebagai salahsatu negara yang memiliki cadangan bijih nikel
laterit terbesar di dunia. Sekitar 12% cadangan nikel dunia dilaporkan terdapat di
Indonesia dalam bentuk bijih nikel laterit (Xinfang, 2008). Endapan bijih nikel
laterit banyak terdapat di Indonesia bagian Timur yaitu di Pulau Sulawesi, Pulau
Maluku, sebagian Pulau di sekitar Papua, Pulau Halmahera dan pulau-pulau kecil
di sekitarnya seperti Pulau Gag dan Gebe. Dengan cadangan nikel yang besar ini,

1
Indonesia memiliki peran strategis dalam menentukan suplai bahan baku nikel di
dunia.

Undang-Undang No.4 Tahun 2009 mengenai pertambangan Mineral dan Batubara


dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.7 Tahun 2012 mengenai peningkatan
nilai tambah komoditas mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di
dalam negeri, telah melarang eksport mineral dalam bentuk mentah (bijih).
Setelah diberlakukannya peraturan-peraturan tersebut, tidak diperbolehkan lagi
eksport bijih nikel tanpa pengolahan dan pemurnian hingga mencapai kadar
minimal nikel pada berbagai produk proses pengolahan dan pemurnian seperti
diatur dalam Lampiran I Permen ESDM No.7 Tahun 2012, jucto Permen ESDM
No. 1 Tahun 2014..

Secara garis besar terdapat 2 tipe bijih nikel laterit, yakni bijih saprolit yang
berkadar nikel lebih tinggi (Ni 1-3%) dan bijih limonit dengan kandungan nikel
lebih rendah (0.8-1.5%). Bijih limonit mempunyai kadar besi yang lebih tinggi (Fe
40-50%), dengan kandungan magnesium yang relatif lebih rendah dibandingkan
dengan bijih saprolit (Kyle, 2010). Selain itu, bijih limonit mempunyai kadar
kobalt yang lebih tinggi dibandingkan dengan bijih saprolit. Proses ekstraksi bijih
limonit umumnya dilakukan melalui jalur hidrometalurgi atau kombinasi antara
hidro dan pirometalurgi. Salahsatu kelebihan proses hidrometalurgi adalah dapat
memisahkan kobalt sebagai produk terpisah dan juga konsumsi energinya lebih
rendah dibandingkan dengan proses pirometalurgi. Saat ini, proses ekstraksi nikel
dari bijih limonit di Indonesia belum dilakukan dalam skala industri. Proses
ekstraksi bijih limonit ini menjadi urgen dikembangkan di Indonesia karena
cadangan bijih saprolit berkadar tinggi yang semakin berkurang. Sementara,
deposit yang berkadar nikel lebih rendah ketersediaanya masih cukup melimpah
baik di Sulawesi, Halmahera maupun pulau-pulau di sekitarnya.

Proses pengolahan bijih nikel laterit berkadar rendah dengan jalur hidrometalurgi
yang sudah diterapkan di industri di luar negeri antara lain adalah Proses Caron,
Pressure/High Pressure Acid Leaching (PAL/HPAL) dalam larutan asam sulfat,

2
dan Atmospheric Agitation Leaching. Dengan kandungan besi yang tinggi yang
ikut terlarut dalam larutan hasil pelindian dengan asam sulfat pada tekanan
atmosfer, perlu dilakukan proses pemurnian larutan sebelum dapat dilakukan
proses rekoveri nikel dan kobalt dari larutan hasil pelindian. Metode rekoveri
nikel dan kobalt dari larutan hasil pelindian atau Pregnant Leach Solution (PLS)
pada umumnya yaitu sebagai produk antara seperti mixed hydroxide precipitate
(MHP), mixed sulfide precipitate (MSP), mixed oxide, mixed carbonate maupun
logam murni melalui solvent extraction dan electrowinnning (SX-EW)
(Oustadakis dkk., 2006; Kose dan Topkaya, 2011; Williams dkk., 2013).
Penentuan jenis produk akhir proses pengolahan nikel dengan jalur hidrometalurgi
bergantung pada berbagai aspek yang meliputi aspek teknik dan keekonomian
(yaitu modal dan biaya operasional) serta aspek pasar yang menentukan jenis
produk akhir yang dianggap yang paling cocok untuk pabrik hidrometalurgi.
Apabila akan diproduksi nikel dan kobalt murni dipilih sebagai produk akhir,
maka perlu investasi untuk ekstraksi pelarut (SX) dan electrowinning (EW)
termasuk energi listrik untuk pabrik electrowinning yang akan dibuat.

Jenis produk antara yang banyak diproduksi meliputi campuran nikel-kobalt


hidroksida atau dikenal sebagai MHP dan campuran nikel-kobalt sulfida atau
dikenal sebagai MSP. Presipitat nikel hidroksida (MHP) mempunyai kandungan
Ni sekitar 40%, Co sekitar 1,5% moisture sekitar 40% dan sisanya pengotor
(Mubarok dan Lieberto, 2013: Kose, 2010; Williams dkk., 2013). Produk MHP
dan MSP masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dari segi biaya
dan pengolahan lanjutan. Produk MHP mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai
berikut:
- Proses presipitasi MHP lebih sederhana dengan penambahan reagen alkali
untuk membentuk senyawa hidroksida sehingga material handling nya lebih
mudah. Sedangkan proses presipitasi MSP jauh lebih kompleks, karena perlu
penambahan gas H2S untuk membentuk senyawa berbasis sulfida, dimana
presipitasi dengan gas H2S yang bersifat korosif ini harus dilakukan pada
tekanan tinggi

3
- Pabrik pembuatan MHP memerlukan capital cost yang lebih rendah karena
tidak diperlukan pabrik pembuatan gas H2S, hanya perlu penyediaan reagen
alkali untuk proses presipitasi secara kimia produk MHP dan dapat dilakukan
pada tekanan atmosfer
- Pengolahan (pemurnian) lebih lanjut produk MHP dapat dilakukan dengan
pelindian dalam tekanan atmosfer. MHP dapat dilarutkan dalam larutan
ammonia-ammonium karbonat atau asam sulfat pada kondisi atmosfer.
Sementara, pengolahan lebih lanjut MSP harus dilakukan dengan pelindian
oksidatif pada tekanan tinggi dalam autoclave (pressure oxidative leaching)
(Harvey dkk., 2011; Jones dan Welham, 2010; Vaughan dkk., 2011).

Di sisi lain MSP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan MHP.


MSP mempunyai kadar nikel yang lebih tinggi yaitu sekitar 55% dengan
kandungan pengotor yang lebih rendah. Kandungan moisture dalam MSP lebih
rendah dari MHP, sehingga biaya transportasi untuk MSP lebih rendah daripada
MHP (Lieberto, 2012). Secara komersial proses MHP sudah diimplementasikan di
industri pada pabrik pengolahan nikel laterit di Cawse dan Ravensthorpe, di
Australia Barat. Dalam proses ini, MHP kemudian dimurnikan lebih lanjut dengan
pelarutan (re-leaching) dalam larutan ammonia-amonium karbonat (Harvey dkk.,
2011; Chong dkk., 2013).

Penelitian presipitasi MHP telah dilakukan oleh Harvey, dkk. (2011) dengan
menggunakan bubuk magnesia sebagai agen penetralisasi yang ditambahkan
dalam larutan campuran sulfat-klorida. Kose dan Topkaya (2011) melaporkan
bahwa nikel dan kobalt dapat diekstraksi secara efisien dalam bentuk nikel-kobalt-
hidroksida dari PLS yang dihasilkan dari pelindian dalam kolom dari bijih
nontronit. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 81% Ni dan 63% Co dalam bijih
nikel laterit dapat direkoveri sebagai MHP. Lieberto (2012) telah mempelajari
pengaruh pH, suhu, jenis agen penetralisasi dan penambahan seed terhadap
%presipitasi nikel dan kinetika presipitasi nikel. Penelitian presipitasi nikel
hidroksida yang dilakukan peneliti-peneliti di atas menggunakan larutan artifisial
yang mensimulasikan larutan hasil pelindian bijih nikel laterit dalam asam sulfat.

4
Selain itu, belum ada penelitian mengenai proses presipitasi nikel hidroksida dari
larutan hasil pelindian bijih nikel laterit dari Indonesia yang dipublikasikan. Pada
penelitian ini dilakukan studi perilaku presipitasi nikel hidroksida dari larutan
hasil pelindian (leaching) bijih nikel limonit dari Sorowako. Presipitasi nikel dan
kobalt dilakukan dari larutan hasil pelindian yang telah dipisahkan besi-nya.

Untuk menghasilkan MHP yang berkualitas tinggi proses pemisahan besi dari
larutan hasil pelindian dan presipitasi nikel dan kobalt dari larutan yang telah
dipisahkan besinya harus dilakukan pada kondisi tertentu. Beberapa parameter
yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk MHP yang berkualitas tinggi
yaitu kemurnian larutan umpan, pH, suhu, waktu presipitasi dan efek penambahan
seed.

I.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku proses presipitasi nikel dalam
bentuk nikel hidroksida dari pregnant leach solution (PLS) hasil pelindian bijih
nikel limonit asal Sorowako yang telah dipisahkan besinya. Serangkaian
percobaan dan analisis telah dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh pH dan suhu terhadap persentase presipitasi nikel, besi,
mangan dan kobalt.
2. Mempelajari pengaruh waktu presipitasi terhadap persentase presipitasi nikel,
besi, mangan dan kobalt.
3. Mempelajari pengaruh penambahan seed terhadap persen presipitasi nikel,
besi, mangan dan kobalt
4. Mempelajari kinetika presipitasi nikel hidroksida
5. Mempelajari karakteristik produk nikel hidroksida yang dihasilkan

I.3 Ruang Lingkup Penelitian


Sampel bijih nikel limonit yang digunakan dalam percobaan diperoleh dari
Sorowako, Sulawesi Selatan yaitu dari PT. Vale, Indonesia. Percobaan diawali
dengan pelindian bijih nikel limonit yang dilakukan pada tekanan atmosfer di
dalam larutan asam sulfat. Setelah dilakukan percobaan pelindian, dilakukan

5
proses presipitasi besi dua tahap dengan menggunakan CaCO3 sebagai reagen
penetralisasi. Kemudian dilakukan percobaan presipitasi nikel hidroksida dari
larutan yang telah dipresipitasi besinya menggunakan MgO sebagai reagen
pengatur pH. Percobaan presipitasi nikel hidroksida dilakukan dengan variasi-
variasi pH, suhu, waktu presipitasi, dan efek penambahan seeding nikel hidroksida
yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Adapun parameter yang dievaluasi
adalah persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt dari berbagai kondisi
percobaan. Selanjutnya juga dilakukan karakterisasi dari produk nikel hidroksida
yang dihasilkan dari kondisi terbaik yang meliputi analisis dengan X-Ray
Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Particle Size Analyzer
(PSA) dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Selain itu, dilakukan
studi kinetika presipitasi nikel hidroksida dengan menggunakan model kinetika
reaksi kimia orde-1, 2 dan 3 untuk menentukan tahap pengendali laju proses
presipitasi, konstanta laju dan energi aktivasi proses presipitasi nikel hidroksida.

I.4 Metodologi Penelitian


Penelitian ini dimulai dengan studi literatur terhadap hasil-hasil penelitian yang
sebelumnya pernah dilakukan dan telah dipublikasikan dalam bentuk makalah
seminar, jurnal ilmiah, dan buku teks yang berkaitan dengan pelindian bijih nikel
laterit, pemurnian larutan hasil pelindian dan presipitasi nikel sebagai nikel
hidroksida. Selanjutnya, ditentukan ruang lingkup, batasan masalah dan percobaan
yang akan dilakukan.

Kegiatan penelitian dimulai dengan melakukan preparasi bijih untuk mendapatkan


sampel yang representatif untuk percobaan pelindian dan karakterisasi bijih.
Preparasi sampel bijih limonit ini meliputi kegiatan homogenisasi, sampling,
pengeringan, penggerusan dan pengayakan sampel. Selanjutnya dilakukan analisis
komposisi kimia dengan X-Ray Fluorescence (XRF), karakterisasi mineral
dengan XRD, analisis kadar air dan analisis ayak. Untuk percobaan pelindian,
preparasi bijih dilakukan dengan penggerusan menggunakan mortar kemudian
pengayakan dengan sieving machine (mesin pengayak) untuk mendapatkan bijih
dengan fraksi ukuran -65+100 mesh. Bijih dengan fraksi ukuran -65+100 mesh
kemudian dilindi pada tekanan atmosfer menggunakan asam sulfat 4,5 M (2x
6
stoikiometri) pada suhu 95˚C selama 4 jam pada kondisi rasio solid-likuid
350/1000 (gr/mL). Persen ekstraksi nikel dan besi ditentukan dengan mengukur
konsentrasi nikel dan besi terlarut pada sampel larutan menggunakan AAS. Pada
larutan hasil pelindian yang disebut PLS (Pregnant Leach Solution) dilakukan
analisis logam-logam yang terlarut yaitu Ni, Fe, Al, Cr, Mg, Mn, Co, Cu dan Zn.
Setelah proses pelindian selesai, dilakukan penyaringan untuk memisahkan residu
dan filtrat. Setelah dilakukan pemisahan residu, pada filtrat larutan hasil pelindian
dilakukan presipitasi besi dalam 2 tahap. Pada pemisahan besi dengan metode 2
tahap ini dilakukan pada kondisi suhu, pH dan waktu presipitasi yang tetap.
Pengendapan besi dengan metode 2 tahap dilakukan untuk meminimalkan nikel
yang ikut terko-presipitasi bersama besi. Pada larutan hasil presipitasi besi 2 tahap
masing-masing dilakukan analisis logam-logam yang masih terlarut yaitu Ni, Fe,
Al, Cr, Mg, Mn, Co, Cu dan Zn.

Setelah proses presipitasi besi, percobaan dilanjutkan dengan presipitasi nikel


hidroksida dari larutan hasil pelindian menggunakan magnesia (MgO) sebagai
agen penetralisasi. Variabel pada percobaan ini adalah pH, suhu dan waktu
presipitasi untuk mendapatkan kondisi terbaik yang memberikan persen presipitasi
nikel tertinggi dengan seminimal mungkin pengotor yang ikut terpresipitasi. Efek
penambahan seed juga dipelajari dengan membandingkan persen presipitasi nikel
dari proses presipitasi nikel hidroksida yang disertai penambahan seed dengan
tanpa penambahan seed. Efek seeding ini juga dipelajari dengan memvariasikan
penambahan seed berupa nikel hidroksida yang sudah dihasilkan sebelumnya
yaitu dengan dosis penambahan 1 gram, 2 gram, 3 gram dan 4 gram seed per 200
mL larutan dan dipelajari pengaruhnya terhadap persen presipitasi nikel, besi,
mangan dan kobalt. Pada proses presipitasi nikel hidroksida juga dipelajari
kinetika presipitasi nikel hidroksida menggunakan MgO pada suhu ruang, 50˚C,
60˚C, 70˚C.

Presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan dari kondisi terbaik percobaan


kemudian dianalisis komposisi kimianya dengan AAS. Selain itu, dilakukan
identifikasi komposisi senyawa yang dominan di dalamnya dengan XRD, analisis
morphologi presipitat dengan SEM dan distribusi ukuran partikel produk MHP

7
dengan Particle Size Analyzer (PSA). Metodologi penelitian yang dilakukan
secara keseluruhan ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar I.1.

I.5 Sistematika Penulisan


Tesis ini disajikan dalam 5 bab. Setelah penjelasan mengenai latar belakang,
tujuan, dan metodologi penelitian yang disajikan dalam Bab I, disajikan tinjauan
pustaka yang disajikan pada Bab II. Dalam Bab Tinjauan Pustaka dibahas
karakteristik bijih nikel laterit, proses ekstraksi bijih nikel laterit melalui jalur
hidrometalurgi, pemurnian larutan hasil pelindian (pemisahan besi), metode
rekoveri nikel dari Pregnant Leach Solution (PLS), proses presipitasi MHP,
kristalisasi, pengintian dan pertumbuhan kristal butiran. Prosedur, variabel-
variabel percobaan, dan hasil-hasil percobaan yang diperoleh disajikan pada Bab
III. Bab IV membahas hasil-hasil percobaan yang dilakukan meliputi pengaruh
berbagai variabel percobaan terhadap persen presipitasi nikel, besi, mangan dan
kobalt dan dibahas hasil analisis kinetika presipitasi nikel hidroksida. Kesimpulan
dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran untuk penelitian lebih lanjut
disajikan pada Bab V. Setelah kesimpulan dan saran disajikan daftar pustaka yang
diacu dan beberapa lampiran yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

8
FAKTA
1. MHP atau Mixed (Ni-Co) Hydroxide Precipitate merupakan salah satu produk antara berbasis hidroksida
yang banyak di produksi
2. Untuk menghasilkan produk MHP dengan kemurnian sesuai kebutuhan pasar, perlu dilakukan pemisahan
pengotor setelah proses pelindian dan proses presipitasi MHP pada kondisi tertentu
3. Presipitasi nikel dan kobalt sebagai MHP dapat dilakukan pada tekanan atmosfer menggunakan reagen
penetralisasi larutan berupa senyawa-senyawa alkali

PROBLEM STATEMENT
- Perlu ditentukan kondisi presipitasi nikel hidroksida dari larutan hasil pelindian dengan penambahan
reagen alkali sebagai reagen pengatur pH dan kinetika presipitasinya
- Perlu ditentukan karakteristik produk nikel hidroksida yang dihasilkan dari proses pelindian dan prespitasi

PERUMUSAN PERCOBAAN
*Persen presipitasi logam - Komposisi awal bijih : XRF, XRD, AAS
- Pelindian bijih limonit
- Proses presiptasi besi 2 tahap
% Presipitasi = - Presipitasi nikel hidroksida (variasi suhu,
pH, waktu presipitasi dan penambahan
seeding)
*Model kinetika presipitasi mengacu pada model kinetika reaksi kimia - Karakteristik nikel hidroksida (XRD,
dengan metode integral: (Ni2++OH- =Ni(OH)2 AAS, SEM dan PSA)
-dCNi2+/dt = k CNi2+(n)
n (orde reaksi) = 1 2 dan 3 Persamaan Arrhenius : k = A.e-Ea/RT

ANALISIS :
- Pengaruh beberapa variabel terhadap persen presipitasi Ni, Co, Mn dan Fe pada tahap presipitasi
nikel hidrokisda
- Evaluasi produk MHP: kemurnian dan pengotor (AAS), morfologi butiran (SEM), senyawa (XRD)
dan ukuran partikel (PSA)

-
-

KRITERIA
-
- No *Persen presipitasi : > 95 %
*R2 : 0,9-1

yes

RANGKUMAN

KESIMPULAN

Gambar I.1 Diagram alir metodologi penelitian.

9
Keterangan :
k = konstanta laju reaksi (orde 1 k = s-1, orde 2 k= L mg-1 s-1, orde 3 k= L2
mg-2 s-1
A = konstanta Arrhenius
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas
T = suhu absolut
n = orde reaksi
CNi2+ = konsentrasi nikel terlarut
R2 = koefisien korelasi

10
Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Karakteristik Bijih Nikel Laterit


Bijih nikel laterit terbentuk melalui proses pelapukan batuan ultramafic dalam
kurun waktu yang lama pada kondisi iklim yang lembab. Bijih nikel latertit
biasanya ditemukan pada daerah yang relatif dangkal yaitu berkisar di kedalaman
15-20 meter di bawah permukaan tanah. Bijih nikel laterit berkontribusi hingga
60-70% dari cadangan nikel dunia dan sebagian besar berada di negara-negara
tropis dan subtropis seperti Indonesia, New Caledonia, Australia, Kuba, Brazil,
Filipina dan Papua Nugini (Kose, 2010).

Menurut Kyle (2010), secara umum deposit nikel laterit dapat dibagi menjadi
empat zona utama, yaitu zona ferricrete, zona limonit, zona saprolit dan bedrock.
Keempat zona ini memiliki kandungan nikel, besi dan magnesia yang berbeda-
beda.

1. Zona ferricrete
Zona ferricrete merupakan bagian paling atas dari deposit nikel laterit yang
terdiri dari humus, oksida besi dan sisa organik. Lapisan ini berwarna coklat
tua kehitaman dan bersifat gembur. Kandungan besi pada lapisan ini sangat
tinggi (sekitar 60%) dengan komponen mineral utama berupa hematit. Nikel
yang terkandung pada zona ini umumnya <0,6%. Biasanya lapisan ini menjadi
overburden pada proses penambangan.

2. Zona limonit
Zona limonit berada di bawah zona ferricrete, dimana zona ini merupakan
hasil pelapukan lebih lanjut dari batuan beku ultramafik. Lapisan ini berwarna
merah kecoklatan dan mengandung oksida besi yang umumnya dalam bentuk
senyawa goethite dan hematite. Pada zona limonit kandungan nikelnya
berkisar antara 0,8%-1,5%, dimana sebagian besar nikel berada dalam larutan
padat dengan goethite. Pada zona limonit kandungan besi nya cukup tinggi
berkisar antara 40-50%.

11
3. Zona saprolit
Zona saprolit berada di bawah lapisan limonit. Zona saprolit merupakan zona
dengan kandungan nikel paling tinggi. Mineral utama saprolit adalah
serpentine (Mg3Si2O5(OH)4) dengan nikel menggantikan Mg untuk
membentuk senyawa garnierite (Mg,Ni)3Si2O5(OH). Kandungan nikel pada
zona saprolit berkisar 1,5-3%.
4. Bedrock
Bedrock merupakan zona terbawah, dimana zona ini terdiri dari bongkahan
peridotitte yang berukuran besar dan sudah tidak mengandung mineral
ekonomis untuk diolah.
Dari keempat zona di atas, saat ini yang diolah untuk diambil nikelnya adalah
zona limonit dan zona saprolit. Bijih saprolit dan bijih limonit memiliki
karakter yang berbeda dan bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Profil
bijih nikel laterit dan alternatif rute proses pengolahannya secara umum
ditunjukkan dalam Gambar II.1.

Gambar II.1 Skema profil laterit dan korelasinya dengan teknologi pengolahan
yang dapat dilakukan (Dalvi, 2004).
12
Pada Tabel II.1 disajikan tingkat produksi tambang nikel tahun 2014 dan 2015 dan
cadangan bijih nikel dari berbagai negara pada tahun 2015 menurut U.S.
Geological Survey, Mineral Commodity Summaries, Januari 2016. Berdasarkan
data tersebut Indonesia termasuk dalam enam besar negara yang memiliki
cadangan bijih nikel terbesar dunia.

Tabel II.1 Tingkat produksi dan cadangan bijih nikel berbagai negara pada tahun
2015 (U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries,
Januari 2016).
Produksi Pertambangan
Negara Cadangan
2014 2015
United State 4.300 26.500 160.000
Australia 245.000 234.000 19.000.000
Brazil 102.000 110.000 10.000.000
Kanada 235.000 240.000 2.900.000
Cina 100.000 102.000 3.000.000
Kolumbia 81.000 73.000 1.100.000
Kuba 50.400 57.000 5.500.000
Guatemala 38.400 50.000 1.800.000
Indonesia 177.000 170.000 4.500.000
Madagaskar 40.300 49.000 1.600.000
New Caledonia 178.000 190.000 8.400.000
Filipina 523.000 530.000 3.100.000
Rusia 239.000 240.000 7.900.000
Afrika Selatan 55.000 53.000 3.700.000
Negara Lainnya 377.000 410.000 6.500.000
Total 2.450.000 2.530.000 79.000.000
*Data dalam metrik ton kandungan nikel

II.2 Proses Ekstraksi Bijih Nikel Laterit melalui Jalur Hidrometalurgi


Teknologi pengolahan bijih nikel laterit bervariasi, mulai dari pengolahan melalui
jalur pirometalurgi, hidrometalurgi, maupun gabungan keduanya. Proses ekstraksi
bijih nikel laterit melalui jalur hidrometalurgi dapat menjadi pilihan untuk
mengekstraksi nikel dan kobalt dari bijih nikel laterit berkadar rendah saat biaya
energi listrik meningkat dan ketersediaan reduktor terbatas sehingga proses
ekstraksi bijih nikel laterit melalui jalur pirometalurgi menjadi kurang ekonomis
(Leonardou dkk., 2009, Vaughan dkk., 2013).

13
Pada umumnya ada dua tahapan utama proses ekstraksi nikel laterit secara
hidrometalurgi yaitu pelindian (leaching) dan rekoveri nikel dan kobalt dari
larutan hasil pelindian (PLS). Proses pelindian merupakan unit proses pertama
yang berperan penting dalam proses ekstraksi logam dengan jalur hidrometalurgi.
Pelindian (pelarutan selektif) adalah proses pelarutan logam berharga tertentu dari
bijih atau konsentrat ke dalam larutan aqueous dengan menggunakan reagen kimia
tertentu dengan seminimal mungkin melarutkan mineral pengotornya. Pelindian
dalam proses hidrometalurgi dapat dilakukan baik pada suhu dan tekanan atmosfir
maupun pada suhu dan tekanan tinggi. Pelindian yang efektif memberikan persen
ekstraksi logam yang tinggi dan bersifat selektif (tidak atau sedikit melarutkan
mineral pengotornya). Larutan hasil pelindian diharapkan memberikan larutan
kaya yang konsentrasinya telah memadai untuk proses rekoveri logam pada tahap
selanjutnya. Proses ekstraksi bijih nikel laterit tergantung dari kadar nikel dan
mineralogi bijih yang akan diolah. Besi, silika dan magnesia merupakan pengotor-
pengotor utama yang harus dipisahkan dari nikel. Konsentrasi pengotor tersebut
dalam bijih akan menentukan rute proses ekstraksi yang sesuai.

Teknologi-teknologi yang telah dan sedang dikembangkan untuk ekstraksi nikel


dari bijih nikel laterit melalui jalur hidrometalurgi adalah sebagai berikut:
1. Proses Caron (kombinasi proses piro dan hidrometalurgi)
2. Proses PAL/HPAL (Pressure Acid Leaching/High Pressure Acid Leaching)
3. Proses Atmospheric Leaching in Tank (Atmospheric Agitation Leaching/AL)
4. Enhanced Pressure Acid Leaching (EPAL) yang merupakan kombinasi PAL
dan AL
5. Pelindian tumpukan (Heap Leaching)
6. Bioleaching
Berikut ini akan dibahas 2 teknologi pengolahan bijih nikel laterit melalui jalur
hidrometalurgi yang berkaitan dengan penelitian yaitu Proses HPAL dan Proses
AL.

14
II.2.1 Proses HPAL
Proses HPAL adalah metode pelindian dilakukan dengan asam sulfat yang
dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi (Yunita, 2014). Teknologi ini pertama
kali diterapkan di Moa Bay Kuba pada tahun 1959. Selain di Moa Bay, generasi
terbaru pabrik HPAL dioperasikan di Cawse, Bulong, Murin-Murin di Australia
dan Coral Bay di Filipina. Perbedaan proses pada pabrik-pabrik tersebut terletak
pada tahap rekoveri logam dari larutan kaya hasil pelindian. Proses HPAL paling
cocok diaplikasikan untuk bijih limonit. Pada proses HPAL bijih dilindi dalam
autoclave dengan asam sulfat pada suhu 240-270 ˚C untuk melarutkan nikel dan
kobalt.

Pada proses HPAL, sebagian besar besi yang terlarut selama pelindian,
terpresiptasi sebagai hematit atau jarosit dan ion aluminium mengendap sebagai
alunit (Kyle, 2010). Setelah tahap proses pelindian selesai, dilakukan netralisasi
slurry dengan limestone dan kemudian dilakukan Counter Current Decantation
(CCD) untuk memisahkan residu pelindian yang tidak larut dan larutan kaya Ni
dan Co. Di Moa Bay, nikel dan kobalt direkoveri sebagai Mixed Sulphide
Precipitate (MSP) dengan menambahkan gas H2S. Proses presipitasi dilakukan
pada suhu 120oC dan tekanan 11 atm.

Selama proses HPAL berlangsung, sekitar 95% nikel dan kobalt dan 90% dari
magnesium dan mangan terlarut selama proses pelindian. Pelarutan Fe, Al dan Mg
dari mineral-mineral limonit, gibbsit dan alunit selama proses HPAL berlangsung
melalui reaksi-reaksi kimia berikut:
Limonit : 2FeOOH(s) + 3H2SO4(aq)  Fe2(SO4)3(aq) + 6H2O(l) (II.1)
Gibbsit : 2Al(OH)3(s) + 3H2SO4(aq)  Al2(SO4)3(aq) + 6H2O(l) (II.2)
Garnirit : (Mg,Ni)3Si2O5(OH)4(s) + 3H2SO4(aq)  3(Mg,Ni)SO4(aq) 2SiO2(s) +
5H2O(l) (II.3)
Presipitasi besi dan aluminium sebagai hematit, jarosit dan alunit berlangsung
melalui reaksi di bawah ini:
Hematit: Fe2(SO4)3(aq) + 3H2O(l)  Fe2O3(s) + 3H2SO4(aq) (II.4)
Jarosit:1,5Fe2(SO4)3(aq)+ 7H2O(l)  (H3O)Al3(SO4)2(OH)6(s) + 2,5H2SO4(aq) (II.5)
15
Alunit:1,5Al2(SO4)3(aq)+ 7H2O(l)  (H3O)Al3(SO4)2(OH)6(s) + 2,5H2SO4(aq) (II.6)

Terendapkannya kembali besi yang larut pada tahap pelindian sebagai hematit dan
jarosit adalah salah satu kelebihan utama proses HPAL karena mengurangi
konsumsi asam dan mengurangi beban pada tahap pemurnian larutan karena
sebagian besar besi terlarut sudah terpisah terlebih dahulu dari larutan kaya yang
mengandung logam nikel dan kobalt. Diagram alir proses HPAL secara umum di
Moy Bay Kuba dengan MSP sebagai produk akhirnya ditunjukkan pada Gambar
II.2.

Limonite Ore

Ore Beneficiaton
optional Rejects

High Pressure Acid Leach Acid

Neutralization Limestone

CCD Solid to waste

Mixed Sulphide
Solution to Effluent Treatment H2S Gas
Precipitation

Ni/Co Product
Gambar II.2 Diagram alir proses HPAL dengan mixed sulphide precipitate (MSP)
sebagai produk antara yang diproduksi (Kyle, 2010).

Walaupun unggul dari segi perolehan nikel dan kobalt yang tinggi, proses HPAL
membutuhkan biaya investasi yang besar serta memiliki banyak permasalahan
seperti permasalahan korosi dan pembentukan scale (kerak) pada autoclave,
agitator, valve dan jaringan pipa sehingga membutuhkan biaya perawatan yang
mahal.

16
II.2.2 Atmospheric Agitation Leaching (AL)
Sesuai dengan namanya proses pelindian ini berlangsung pada tekanan atmosfer.
Pelindian dilakukan dalam tangki agitator pada suhu di bawah titik didih air
berkisar antara ± 95-100 ˚C dan pada tekanan atmosfer (1 atm) (Liu, 2004).
Meskipun biaya investasi yang dibutuhkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan
proses HPAL, proses ini juga memiliki kelemahan yaitu selektivitas pelindian
terhadap besi dan aluminium rendah sehingga meningkatkan konsumsi asam.
Selain itu, persen ekstraksi nikel dan kobalt Proses AL lebih rendah dari proses
HPAL dan waktu prosesnya lebih lama. Berbeda dengan proses HPAL, besi dan
aluminium yang ikut larut tidak terendapkan kembali pada tahap pelindian,
sehingga konsumsi asam menjadi relatif tinggi dibandingkan proses HPAL.

Pada proses AL, ion besi yang larut pada saat dilakukan proses pelindian dapat
dipisahkan dengan cara diendapkan sebagai goethite, hematit dan jarosit. Pada
proses goethite, ion besi diendapkan dalam bentuk senyawa goethite (FeOOH),
dimana proses dilakukan dengan peningkatan pH larutan sehingga ion besi
mengendap. Pada proses jarosit, besi diendapkan dalam bentuk presipitat jarosit
(Ismael dan Carvalho, 2003). Ion besi dapat terkonversi menjadi jarosit jika
terdapat ion natrium, logam alkali, dan ammonium. Presipitasi jarosit dilakukan
dengan peningkatan pH pada suhu 95˚C. Proses konversi ion besi menjadi hematit
berlangsung di dalam autoclave, membutuhkan tekanan dan temperatur yang
tinggi sehingga biaya investasinya lebih mahal. Proses konversi ion besi menjadi
jarosit dan goethite dinyatakan mengikuti Reaksi (II.7) dan Reaksi (II.8) (Zhu,
2010; Lieberto, 2012).

0.5Na2SO4(aq)+1.5Fe2(SO4)3(aq) + 6H2O(l)  NaFe3(SO4)2(OH)6(s) + 3H2SO4(l) (II.7)


0.5Fe2(SO4)3(aq) + 2H2O(l)  FeO(OH)(s) + 1.5H2SO4(l) (II.8)

II.3 Pemurnian Larutan Hasil Pelindian (Pemisahan Besi)


Pada proses pelindian, selain logam utama yang ingin diproduksi, sebagian logam-
logam pengotor juga ikut larut, sehingga perlu dilakukan proses pemurnian larutan
dari logam pengotornya. Untuk bijih limonit, nikel berada dalam larutan padat
goethite sehingga untuk melarutkan nikel perlu proses pelarutan besi secara
simultan. Selain itu bijih juga mengandung mineral oksida logam lain yang ikut
17
larut seperti magnesium, aluminium dan mangan. Untuk memproduksi MHP,
sebelum dilakukan proses presipitasi nikel, perlu dilakukan proses presipitasi besi
dan logam pengotor lain yang tidak diinginkan ikut mengendap bersama produk
sehingga dapat dihasilkan produk dengan kemurnian yang tinggi.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam larutan kaya hasil pelindian


bijih nikel limonit pengotor utamanya adalah ion besi. Ion besi dapat memiliki
muatan 2+ maupun 3+ dan membentuk senyawa FeSO4, dan Fe2(SO4)3 akibat
bereaksi dengan reagen pelindi pada proses pelindian bijih. Untuk memisahkan
PLS dapat dilakukan dengan mengendapkan ion besi dari larutannya menjadi
bentuk senyawa goethite (FeOOH), hematit (Fe2O3) dan jarosit (Liu, 2004; Ismael
dan Carvalho, 2003; Wang dkk., 2011). Proses presipitasi besi dilakukan dengan
mereaksikan PLS dengan reagen yang dapat menghasilkan senyawa besi yang
memiliki kelarutan rendah di dalam larutan misalnya besi hidroksida (misalnya
Fe(OH)3), maupun oksida (misalnya hematit). Agar proses presipitasi besi
berlangsung selektif dan tidak ikut mengendapkan ion nikel, kondisi proses harus
diatur sedemikian rupa sehingga besi tetap stabil dalam fasa padat dan nikel tetap
stabil dalam larutan. Kondisi tersebut dapat diprediksi dengan menggunakan
diagram potensial-pH (Diagram Pourbaix) sistem Fe-H2O sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar II.3.

Berdasarkan Diagram Pourbaix sistem Fe-H2O, dapat diketahui bahwa untuk


mengendapkan ion besi (II) menjadi hidroksida atau oksidanya, dibutuhkan pH
yang lebih tinggi dari pH kesetimbangan antara ion-ion besi dengan
oksida/hidroksidanya. Batas kestabilan ion besi (II) dengan padatannya berada
pada rentang pH yang lebih tinggi yaitu berkisar pada pH sekitar 1,5 hingga lebih
dari 9, tergantung aktivitas ion besi (II) (Lieberto, 2012; Wang, 2012). Apabila
dilakukan pengendapan besi pada pH yang relatif tinggi agar seluruh ion besi (II)
mengendap, maka pengendapan besi secara selektif dari larutan hasil pelindian
akan sulit untuk dilakukan, karena nikel akan ikut terpresipitasi. Untuk
mempresipitasi ion besi dengan seminimal mungkin ikut mengendapkan nikel,
perlu dilakukan oksidasi ion besi (II) menjadi ion besi (III) agar pengendapan besi
dapat dilakukan pada pH yang lebih rendah (lebih asam). Sebagaimana dapat

18
dilihat pada Diagram Pourbaix, sistem Fe-H2O, garis kesetimbangan Fe(III)-
Fe(OH)3 berada pada pH yang lebih rendah dibandingkan garis kesetimbangan
antara Fe(II) dan Fe(OH)2. Proses oksidasi ion besi (II) dapat dilakukan dengan
penambahan bahan oksidator misalnya gas oksigen (O2), hidrogen peroksida
(H2O2), ozon, dan kalium permanganat (KMnO4). Reaski oksidasi ion besi (II)
dengan oksigen berlangsung melalui reaksi berikut:
2Fe2+ + 0,5O2 + 2H+  2Fe3+ + H2O (II.9)

Gambar II.3 Diagram pourbaix sistem Fe-H2O pada 25 ˚C (Kose, 2010).

Jenis presipitat besi yang dapat dihasilkan, selain bergantung pada pH juga
bergantung pada suhu presipitasi. Pada Gambar II.4 ditunjukkan daerah kestabilan
jarosite, goethite, hematite dan Fe(OH)3. Terlihat bahwa Fe(OH)3 dapat terbentuk

19
pada suhu yang lebih rendah dari suhu pembentukan goethite dan hematit.
Sementara itu, jarosit dapat dipresipitasi pada pH yang rendah.

Gambar II.4 Daerah kestabilan Fe(OH)3, jarosit, goethite dan hematite sebagai
fungsi temperatur dan pH (Wang, 2012).

II.4 Metode Rekoveri Nikel dari PLS


Nikel dapat direkoveri dari larutan hasil pelindian (PLS) sebagai produk antara
seperti mixed hydroxide precipitate (MHP), mixed sulfide precipitate (MSP),
mixed oxide, mixed carbonate maupun logam murni melalui solvent extraction
dan electrowinnning (SX-EW) (Oustadakis dkk., 2006; Kose dan Topkaya, 2011;
Williams dkk., 2013). Produk antara yang banyak di produksi meliputi campuran
nikel-kobalt hidroksida atau di kenal sebagai MHP (Mixed Hydroxide Precipitate)
dan campuran nikel-kobalt sulfida atau dikenal sebagai MSP (Mixed Sulphide
Precipitate). MHP dan MSP dapat dilarutkan kembali untuk lebih lanjut dilakukan
proses dengan ekstraksi pelarut dan electrowinning untuk memproduksi logam
nikel murni dan logam/senyawa kobalt murni. Pada proses presipitasi MHP, nikel
dan kobalt direkoveri kembali dari PLS melalui penambahan slurry magnesia
(MgO). Sementara, pada proses presipitasi MSP nikel dan kobalt diendapkan
melalui reaksi ion-ion Ni dan Co dengan gas hidrogen sulfida (Harvey dkk.,
20
2011). Pemilihan salah satu metode di atas bergantung pada beberapa faktor
seperti komposisi PLS, kandungan pengotor, aspek kebutuhan pasar, faktor
lingkungan dan lain-lain. Teknologi yang proven dan komersial untuk
menghasilkan produk antara adalah teknologi MSP dan MHP. Kedua teknologi ini
memiliki kadar produk yang tinggi dengan kandungan pengotor yang minimal.

II.4.1 Mixed Sulphide Precipitate (MSP)


MSP adalah jenis presipitat nikel yang telah diproduksi sejak lama yaitu pertama
kali di Moa Bay sejak tahun 1959 dan juga telah diterapkan di Murin Murin
(Minara) dan Rio Tuba (CNBC, Sumitomo). Pada proses presipitasi mixed
sulphide precipitate slurry diumpankan ke dalam autoclave. Terlebih dahulu
dilakukan tahap netralisasi sampai pH 2,5-3,0. Pengendapan dari nikel dan kobalt
kemudian dilakukan dalam autoklaf pada temperatur 90-120oC pada tekanan gas
H2S hingga 1.000 kPa. Waktu proses presipitasi berkisar antara 30 sampai 60
menit (Kyle, 2010). Pembentukan presipitat nikel sulfida (NiS) berlangsung
melalui reaksi berikut:

NiSO4 + H2S  NiS(s) + H2SO4 (II.10)

Karena reaksi menghasilkan asam sulfat, sehingga dapat menghambat reaksi


dengan menurunkan kelarutan gas H2S dalam larutan, proses MSP ini paling
cocok untuk kadar nikel yang lebih rendah. Proses ini selektif untuk nikel dan
kobalt dari mangan, besi, aluminium, kromium dan magnesium. Tembaga dan
seng akan terkopresipitasi bersama nikel dan kobalt, kecuali jika logam-logam
tersebut dihilangkan sebelum tahap presipitasi. Umumnya, ada recycle dari
sebagian MSP ke dalam reaktor sebagai seed untuk menyediakan permukaan yang
aktif untuk presipitasi MSP selanjutnya, meningkatkan ukuran produk dan
meminimalkan scaling dalam autoklaf. Pada Gambar II.5 disajikan diagram alir
proses presipitasi nikel dalam bentuk produk MSP:

21
Clear Solution ex
CCD

Coper Removal NaHS

Coper Sulphide Solid/Liquid

Mixed Sulphide
Precipitation
90-120 oC H2S
100-400%
Solid 200-1,000 kPa H2S
Recycles 0,5-2,0 hrs

Solid/Liquid Solution to
Effluent treatment

Ni/Co Sulphide
Product

Gambar II.5 Diagram alir untuk presipitasi MSP (Kyle, 2010).

Produk mixed sulphide mengandung sekitar 55-60% nikel dan 35% sulfur. Pada
umumnya MSP dimurnikan lebih lanjut dengan pressure oxidation untuk
melarutkan kembali logamnya diikuti dengan pemisahan nikel dan kobalt dan
selanjutnya pemisahan nikel dan kobalt dengan ekstraksi pelarut serta rekoveri
logam murni dengan reduksi menggunakan gas hidrogen atau elektrowinning.

Kelebihan-kelebihan utama dari rekoveri nikel dalam bentuk mixed sulphide


precipitate (MSP) adalah sebagai berikut:
- Presipitasi > 99% dalam satu tahap
- Kandungan logam pengotor sangat rendah
- Produk memiliki kadar air yang rendah (10-15%)
- Cocok diaplikasikan untuk semua jenis bijih.

Sementara itu, kekurangan utama dari MSP aalah


- Masalah handling gas H2S yang korosif
- Biaya reagen H2S yang mahal
- Masalah scaling autoclave

22
Proses presipitasi MSP dianggap lebih kompleks jika dibandingkan dengan MHP
dan dalam beberapa tahun terakhir, produk ini mulai bersaing dengan MHP. Hal
ini karena proses MHP dapat dipresipitasi pada tekanan atmosfer (tidak perlu
autoclave) dan gas hidrogen sulfida yang lebih sulit penanganannya (Harvey dkk.,
2011; Williams dkk., 2013).

II.4.2 Mixed Hydroxide Precipitate (MHP)


Presipitasi mixed hydroxide precipitate (MHP) dari larutan hasil pelindian bijih
nikel laterit yang telah dipresipitasi besi-nya adalah sebuah metode yang telah
mapan dan ekonomis untuk memperoleh nikel dan kobalt sebagai produk antara
(Vaughan dkk., 2013). Proses presipitasi MHP pertama kali diterapkan di Cawse
pada tahun 1998. Saat ini berbagai proyek MHP juga dikembangkan di Gordes
META (Turki), Ravensthorpe (First Quantum Minerals Ltd), Vermelho (Brazil),
Ramu (Papua Nugini dan Young), Gunung Margaret dan Kalgoorlie (WA).
Umumnya, reagen alkali seperti soda kaustik (NaOH), soda ash (Na2CO3), slaked
lime Ca(OH)2, magnesium hidroksida (Mg(OH)2) dan magnesia (MgO) digunakan
untuk meningkatkan pH larutan dengan menurunkan kelarutan logam sehingga
nikel dan kobalt mengendap (Kose dan Topkaya, 2011; Katsiapi dkk., 2010).
Magnesia (MgO) adalah agen penetralisasi yang paling banyak digunakan pada
proses presipitasi MHP. Hal ini karena magnesia lebih murah jika dibandingkan
dengan soda kaustik dan soda abu dan tidak menghasilkan produk yang
terkontaminasi seperti slaked lime. Dalam proses presipitasi MHP, konsumsi MgO
adalah parameter penting untuk keekonomian dari proses ini.

MHP biasanya mengandung 15 sampai 25% Ni dengan 0,1-1 % Co, 40-50%


moisture (Kyle, 2010). Masalah utama dalam proses presipitasi MHP adalah
bahwa MHP umumnya terkontaminasi dengan Mn, Al, Ca dan MgO yang tidak
bereaksi. Selain itu, presipitasi MHP ikut mengendapkan Mn dan perlu dilakukan
presipitasi dalam dua tahap untuk mengontrol presipitasi Mn untuk mendapatkan
produk yang lebih murni. Kondisi untuk presipitasi MHP dapat dilihat melalui
grafik kesetimbangan logam-hidroksida yang ditunjukkan pada Gambar II.6.
Terlihat bahwa ion-ion Mn2+ dan Mg2+ mempunyai daerah kesetimbangan yang

23
tidak jauh dari Ni2+ dan Co2+, khususnya apabila aktivitas kedua logam ini cukup
tinggi. Hal ini menyebabkan kontaminasi mangan dan magnesium dalam produk
MHP. Garis presiptasi Fe2+ dan Zn2+ juga menunjukkan bahwa akan ada seng dan
besi yang berada pada produk MHP jika logam tersebut berada dalam PLS.
Urutan presipitasi ion dari kiri ke kanan (pH rendah ke pH yang lebih tinggi)
dimulai dengan presipitasi Fe3+ Al3+, Cr3+ dan Zn2+. Oleh karena itu, proses
rekoveri produk antara nikel hidroksida perlu dilakukan terlebih dahulu eliminasi
ion besi, aluminium, seng dan kromium bila logam-logam tersebut terdapat dalam
PLS.

Gambar II.6 Grafik logaritma dari konsentrasi ion logam sebagai fungsi pH yang
menunjukkan kestabilan logam-logam hidroksida pada suhu 20oC
(Chong dkk., 2013).

Menurut Kyle (2012), presipitasi nikel hidroksida dengan MgO berlangsung


melalui reaksi-reaksi berikut
NiSO4 + MgO + H2O  Ni(OH)2(s) + MgSO4 (II.11)
CoSO4 + MgO + H2O  Co(OH)2(s) + MgSO4 (II.12)
MnSO4 + MgO + H2O  Mn(OH)2(s) + MgSO4 (II.13)
Presipitasi nikel menjadi nikel hidroksida dilakukan dengan penambahan ion OH-
dari slurry MgO (Mg(OH)2) sesuai dengan Reaksi II.14 :

24
Ni2+ + OH- = Ni(OH)2 (II.14)

Potensial kimia standard (μo), Ni(OH)2, Ni2+ dan OH- dapat digunakan untuk
menentukan nilai energi bebas standard presipitasi Ni(OH)2 sesuai dengan
persamaan berikut:

ΔG˚reaksi,298 = μ˚298 Ni(OH)2 - [μ˚298 Ni2+ + 2μ˚298 OH-] (II.15)

Diketahui nilai potensial kimia standar untuk Ni2+ = -11.530 kal, untuk Ni(OH)2 =
-108.300 kal dan untuk OH- adalah -37.595 kal. Sehingga pada energi bebas
standar reaksi presipitasi nikel hidroksida pada suhu 25 ˚C atau 298 K adalah:

ΔG˚reaksi,298 = -108.300 – 11.530 + 2(-37.595) = - 21.580 kal.

Pada aktivitas Ni2+ dan Ni(OH)2 sama dengan 1, maka

ΔG˚reaksi,298 = -RT ln { } = -RT.2,303.2.log (aOH-) = -RT.2,303.2.pOH

-21.580 = -2727,39 pOH


pOH = 7,91
pH = 6,09
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada presipitasi nikel menjadi
nikel hidroksida dapat dilakukan pada suhu 25oC dengan pH lebih besar dari 6,09.
Presipitasi nikel menjadi nikel hidroksida juga dapat diprediksi dengan
menggunakan diagram potensial-pH (Diagram Pourbaix) Ni-H2O sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar II.7.

Proses MHP dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan MSP dan menjadi
pilihan utama presipitasi Ni sebagai produk antara dalam beberapa tahun terakhir
ini. Hal ini karena proses MHP tidak memerlukan penggunaan autoclave dan tidak
menggunakan reagen gas hidrogen sulfida yang dianggap berbahaya serta
memerlukan oksidatif leaching tekanan tinggi untuk pemurnian presipitat sulfida.
Pada kenyataannya biaya modal dari proses MHP kompetitif dengan MSP.
Kelemahan presipitasi dengan MHP dibandingkan dengan MSP adalah kurang
selektif terhadap beberapa pengotor seperti magnesium dan mangan. Kelebihan
dan kekurangan proses presipitasi MHP dan MSP ditunjukkan pada Tabel II.2.
25
Gambar II.7 Diagram pourbaix sistems Ni-H2O pada 25 ˚C (Kose, 2010).

Tabel II.2 Perbandingan presipitasi mixed sulphide precipitate dengan mixed


hydroxide precipitate (Vaughan dkk., 2013)

26
Contoh pabrik yang melakukan pengolahan nikel dan kobalt menjadi Mixed
Hydroxide Precipitate (MHP) adalah pabrik di Cawse, Australia. Diagram alir
proses yang digunakan di Cawse ditunjukkan oleh Gambar II.8.

Gambar II.8 Diagram alir aplikasi proses PAL di Cawse, Australia dengan produk
antara Mixed Hydroxide Precipitate (Taylor dan Jansen, 2004).

II.5 Pemurnian MHP


Pemurnian lebih lanjut MHP dilakukan dengan melakukan re-leaching MHP
dalam larutan amonia amonium karbonat. Selanjutnya, pemisahan nikel dari
kobalt (III) dapat dilakukan dengan ekstraksi pelarut (MacKenzie dkk., 2006).
Pemisahan nikel dan kobalt yang efisien dicapai dengan menstabilkan kobalt dan
mangan dalam fase padat dengan oksidasi. Oksidasi mangan dan kobalt dalam
matriks MHP lebih cepat dan sangat menguntungkan dengan efek pH buffer yang
disediakan oleh kelebihan nikel hidroksida. Tabel II.3 memberikan perbandingan
27
dari tiga rute pemurnian MHP yang berbeda yaitu (1) Selective Acid Leaching (2)
Acid Leaching diikuti oleh ekstraksi pelarut menggunakan Cyanex 272 dan (3)
leaching amonia konvensional diikuti oleh ekstraksi pelarut menggunakan LIX
84I.

Tabel II.3 Perbandingan proses pemurnian mixed (nickel-cobalt) hydroxide


precipitate (Vaughan dkk., 2011)

Contoh rute proses pemurnian MHP dengan selektif acid leaching ditunjukkan
pada Gambar II.9 Dalam proses ini dilakukan pelindian selektif mixed hydroxide
precipitate untuk melarutkan logam nikel dan kobalt dengan kondisi asam lemah
dan oksidator kuat. Selanjutnya nikel direkoveri kembali sebagai logam nikel
dengan proses elektrowinning. Jika seng berada dalam MHP, proses pemurnian
dengan resin penukar ion dapat digunakan untuk menghilangkan seng dari larutan
hasil leaching sebelum proses electrowinning. Asam yang dihasilkan pada anoda
didaur ulang kembali untuk proses leaching. Nikel dan kobalt yang terdapat dalam
residu dari tahap leaching MHP bisa dijual sebagai produk antara atau diproses
lebih lanjut untuk dipisahkan nikel dan kobalt-nya.

28
Gambar II.9 Contoh rute proses pemurnian yang diusulkan untuk MHP (Vaughan
dkk., 2011).

II.6 Proses Presipitasi dan Kristalisasi


Presipitasi dan kristalisasi adalah proses untuk menghasilkan suatu padatan dari
larutan lewat jenuh (Wang, 2012). Untuk mencapai kondisi lewat jenuh yang tidak
seimbang dapat diperoleh dengan berbagai macam cara seperti menghilangkan
pelarut (evaporasi), penambahan pelarut lain, merubah suhu dan tekanan,
penambahan zat terlarut lain, reaksi oksidasi-reduksi, atau kombinasi dari cara-
cara tersebut. Menurut Gordon (1999), perbedaan utama antara presipitasi dan
kristalisasi yaitu kecepatan prosesnya dan ukuran partikel padatan yang
dihasilkan. Proses presipitasi merupakan suatu proses pertumbuhan padatan yang
cepat dengan ukuran kristal yang kecil dan bentuk kristalnya tidak dapat terlihat
secara kasat mata dan disebut juga kristalisasi reaktif. Proses presipitasi dimulai
pada keadaan lewat jenuh (supersaturasi) yang tinggi dimana fase nukleasi dan
pertumbuhan padatan cepat terjadi. Proses presipitasi dan kristalisasi mempunyai
tahapan fase yang sama yaitu kondisi lewat jenuh (supersaturasi), nukleasi, dan
pertumbuhan kristal untuk mencapai kondisi kesetimbangan. Pengendapan atau
presipitasi senyawa hidroksida adalah metode untuk menghasilkan oksida atau
hidroksida dengan cara menurunkan kelarutan suatu ion logam dalam larutan.
Berbeda dengan kristalisasi yang memerlukan kondisi termal, presipitasi tidak
memerlukan kondisi termal tertentu dan dapat dilakukan pada temperatur kamar.
29
Presipitasi MHP melibatkan proses kristalisasi senyawa hidroksida dari larutan
kaya Ni, Co dan Mg melalui pengintian heterogen. Pembentukan presipitat
(endapan) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pH, temperatur, sifat pelarut, dan
keberadaaan ion-ion lain dalam larutan (Indriani, 2016).

II.7 Pengintian dan Pertumbuhan Kristal Butiran


Menurut Mersmann (2002) berdasarkan mekanismenya proses presipitasi dapat
dibagi menjadi dua alur yaitu primary nucleation (nukleasi primer) dan secondary
nucleation (nukleasi sekunder). Perbedaan keduanya terletak pada keberadaan inti
presipitasi di dalam larutan. Apabila di dalam larutan tidak terdapat inti presipitasi
disebut dengan primary nucleation.

1. Nukleasi Primer
Nukleasi primer terjadi pada antarmuka padatan akibat penggabungan atom-atom
atau molekul-molekul terlarut dalam larutan membentuk cluster yang kemudian
menjadi kristal. Pembentukan cluster didorong oleh kondisi larutan yang lewat
jenuh (supersaturated). Ukuran kristal yang besar memiliki kelarutan yang kecil,
sementara ukuran kristal yang kecil memiliki kelarutan yang lebih besar. Oleh
karena itu, terdapat ukuran minimum (r critical) di mana kristal dalam kondisi
stabil dan tidak terlarut lagi (Indriani, 2016). Perubahan energi bebas Gibbs total
(ΔG) selama pembentukan embrio (cluster) terdiri dari dua bagian yaitu energi
bebas yang berhubungan dengan generasi dari volume baru (ΔGv) dan energi
bebas karena permukaan baru yang dihasilkan (ΔGs). Energi bebas Gibbs (ΔG)
untuk nukleasi primer dapat dituliskan sebagai berikut:

ΔG = ΔGv + ΔGs = - k T ln S + 4π r2 γ (II.16)

dimana r adalah jari-jari partikel yang dihasilkan, v adalah volume molekul cluster
yang dihasilkan, k adalah konstanta Boltzmann, T adalah suhu, S adalah derajat
kejenuhan dan γ adalah tegangan permukaan (surface tension). Nukleasi terjadi
secara spontan hanya jika ΔG <0, yang berarti S pada persamaan II.16 harus lebih
besar dari 1. Gambar II.10 menunjukkan hubungan antara perubahan energi bebas
Gibbs (ΔG) dan ukuran inti (r critical). Nilai ΔG*hom adalah energi aktivasi untuk
nukleasi untuk membentuk inti ukuran kritis (r critical) nuclei.
30
Gambar II.10 Perubahan energi bebas Gibbs selama nukleasi (Wang, 2012).

2. Nukleasi sekunder
Nukleasi sekunder terjadi melalui mekanisme tumbukan antara kristal dengan
bahan lain (bibit kristal lain) atau permukaan pengaduk, dinding pipa, atau tangki.
Dengan adanya bibit kristal maka energi aktivasi terjadinya nukleasi akan
menurun. Nukleasi sangat dipengaruhi oleh kondisi larutan. Secara
termodinamika, energi bebas nukleasi dipengaruhi oleh energi bebas ruah ∆𝐺𝑣,
temperatur (T), tetapan Boltzman (𝑘𝐵), kondisi lewat jenuh (supersaturasi) (S), dan
volume molar (v) sesuai dengan persamaan berikut ini :

ΔG = 4𝜋𝑟2𝛾 + 𝜋𝑟3 ΔGv (II.17)

dimana,

ΔGv = (II.18)

Maksimum energi yang diperlukan untuk terjadinya nukleasi dapat ditentukan


dengan menurunkan 𝑑∆𝐺/dr = 0 dan diperoleh persamaan sebagai berikut:

ΔGkritikal = π rkritikal2 = (II.19)

31
= (II.20)

Jari-jari kritikal mempengaruhi ukuran partikel minimum yang dihasilkan.


Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu temperatur, tegangan permukaan,
kelarutan ion, dan molaritas larutan (Indriani, 2016).

Kehadiran kristal lain pada proses nukleasi sekunder mempunyai efek katalis
pada pengintian sehingga pengintian terjadi pada supersaturasi yang lebih
rendah daripada yang dibutuhkan untuk pengintian secara spontan. Setiawan
(2015) mengungkapkan bahwa proses seeding (penambahan inti presipitasi) ke
dalam larutan supersaturasi dimaksudkan untuk mempercepat proses
presipitasi, karena dapat menghilangkan fase induksi dan fase pembentukan
inti presipitasi. Selain penambahan inti presipitasi proses presipitasi sekunder
juga dipengaruhi oleh suhu dan pH larutan.

32
Bab III Percobaan dan Hasilnya

Serangkaian percobaan dilakukan di Laboratorium Hidro dan Elektrometalurgi,


Program Studi Teknik Metalurgi, ITB. Bijih yang digunakan adalah bijih limonit
yang berasal dari Sorowako yang diberikan oleh PT. Vale, Indonesia. Percobaan
yang dilakukan meliputi:
1. Pelindian bijih limonit menggunakan asam sulfat pada tekanan atmosfer
dengan ukuran bijih, konsentrasi asam sulfat, dan rasio solid-likuid yang tetap.
2. Pemisahan besi dari larutan hasil pelindian yang dilakukan 2 tahap dengan
menggunakan CaCO3 sebagai reagen pengatur pH. Pada proses presipitasi besi
tahap ke-2 dilakukan penambahan oksidator hidrogen peroksida (H2O2) untuk
mengoksidasi ion Fe2+ dalam larutan. Presipitasi ion besi dalam larutan di
lakukan pada pH, suhu dan waktu presipitasi yang tetap.
3. Presipitasi nikel menjadi nikel hidroksida dari larutan hasil pelindian yang
sudah dipisahkan besinya yang dilakukan dengan memvariasikan suhu, pH,
waktu presipitasi dan penambahan seed presipitat MHP
4. Studi kinetika presipitasi nikel hidroksida dari filtrat hasil presipitasi besi
menggunakan MgO dengan variabel suhu
5. Karakterisasi produk yang dihasilkan dari kondisi terbaik meliputi analisis
komposisi kimia dan distribusi ukuran butir partikel, analisis XRD untuk
identifikasi senyawa yang dominan dalam presipitat, analisis SEM untuk
mengetahui morfologi partikel dan analisis dengan Particle Size Analyzer
(PSA) untuk mengetahui distribusi ukuran partikel pada produk presipitat
yang dihasilkan.

Diagram alir preparasi bijih, pelindian bijih, presipitasi besi 2 tahap dan presipitasi
nikel hidroksida ditunjukkan pada Gambar III.1-III.4. Sementara, variasi yang
dilakukan pada percobaan presipitasi nikel hidroksida disajikan pada Gambar
III.5.

33
Sampel bijih limonit

Homogenisasi

Analisis kadar air Sampling

Pengeringan (Drying) pada T =120 C, selama 24 jam

Karakterisasi sampel limonit Penggerusan dengan mortar

Analisis Ayak Pengayakan -65+100 mesh

Analisis XRF
Bijih -65+100 mesh
Analisis XRD

Gambar III.1 Diagram alir preparasi sampel bijih limonit.

Sampel dengan fraksi ukuran -


65+100 mesh

Kondisi Percobaan :
 Konsentrasi asam Sulfat : 4,5M (2 x Stoikiometri)
Pelindian
 Rasio Solid-likuid : 350/1000 (gr/mL)
 Suhu : 95 ˚C
 Waktu : 4 Jam,
Residu Filtrasi  Pengadukan :400 rpm

 waktu
PLS (Pregnant leach solution)

Analisis logam-logam terlarut pada PLS:


Ni, Co, Fe, Al, Cr, Mg, Mn, Zn, Cu

Konsentrasi logam-logam terlarut

Gambar III.2 Diagram alir percobaan pelindian bijih limonit.


34
PLS (Pregnant Leach Solution)

Kondisi percobaan :
 25 % CaCO3 (b/v), T = 90 ˚C Presipitasi besi tahap 1
t= 2,5 jam, pH = 1,5 Besi Tahap 1

Residu Filtrasi

Larutan hasil presipitasi besi Analisis logam-logam terlarut :


Ni, Co, Fe, Al, Cr, Mg, Mn, Zn, Cu
tahap 1
Kondisi percobaan :
 12,5 % CaCO3 (b/v), T = 70 ˚C,
Konsentrasi
t= 1 jam, pH= 3,5 Presipitasi besi tahap 2 logam terlarut
 Penambahan oksidator H2O2 50 mL Besi Tahap 1

Residu Filtrasi

Analisis logam-logam terlarut :


Larutan hasil presipitasi besi
Ni, Co, Fe, Al, Cr, Mg, Mn, Zn, Cu
tahap 2

Konsentrasi
Presipitasi nikel hidroksida logam terlarut

Gambar III.3 Diagram alir percobaan presipitasi besi 2 tahap.

Larutan hasil presipitasi Fe Presipitasi MHP Slurry MgO 20%

Produk nikel hidroksida Filtrasi

Filtrat

Analisis logam-logam terlarut :


Ni, Co, Fe, Mn,

Konsentrasi logam-logam terlarut :Ni, Co, Fe, Mn,

Gambar III.4 Diagram alir percobaan presipitasi nikel hidroksida.


35
Variasi pH (6, 7, 8, 9)

Waktu presipitasi (0,5 jam, 1 jam, 2 jam, 4 jam)


Percobaan presipitasi
nikel hidroksida
Variasi suhu
(suhu ruang, 50 C˚, 60 C˚ 70 C˚)

Variasi Penambahan seeding (1 gr, 2 gr, 3 gr, 4 gr)

Gambar III.5 Variasi yang dilakukan pada percobaan presipitasi nikel hidroksida.

III.1 Preparasi dan Karakterisasi Sampel Bijih Limonit


III.1.1 Preparasi Sampel Bijih Limonit
Preparasi sampel bijih limonit ini meliputi kegiatan homogenisasi, sampling,
pengeringan, penggerusan dan pengayakan sampel. Pada tahap pertama, sampel
bijih limonit dilakukan homogenisasi dengan cara mengaduk seluruh sampel
kemudian dilakukan sampling dengan coning dan quartening untuk mendapatkan
sampel yang representativ untuk percobaan pelindian. Sebelum dilakukan proses
penggerusan dan pengayakan, bijih dikeringkan terlebih dahulu selama 24 jam
pada suhu 120 ˚C untuk menghilangkan free moisture yang terkandung dalam
bijih tersebut. Selanjutnya pada sampel bijih yang telah kering dilakukan sampling
kembali dengan menggunakan splitter untuk mendapatkan kira-kira 2 kilogram
sampel untuk keperluan karakterisasi bijih. Untuk percobaan pelindian, sampel
yang digunakan adalah fraksi ukuran -65+100 mesh. Preparasi sampel dilakukan
dengan penggerusan menggunakan mortar (lumpang dan alu), kemudian
dilakukan pengayakan menggunakan sieving machine (mesin pengayak) dengan
ukuran ayakan -65+100 mesh. Setelah didapatkan bijih dengan fraksi ukuran -
65+100 mesh, dilakukan sampling dengan coning dan quartening untuk proses
pelindian.

36
III.1.2 Karakterisasi Sampel Bijih Limonit
Karakterisasi dilakukan terhadap sampel bijih yang akan digunakan dalam
percobaan meliputi:
1. Penentuan Kadar Air Sampel Bijih Limonit
Analisis kadar air permukaan dalam sampel bijih limonit dilakukan dengan
cara menghitung kehilangan berat sampel sebelum dan setelah pengeringan.
Sampel yang digunakan untuk analisis adalah sampel bijih dari hasil sampling
dengan menggunakan splitter yang kemudian disampling lagi dengan
menggunakan metode coning and quartening sehingga didapatkan sampel
untuk analisis sebanyak ±100 gram. Sampel tersebut kemudian dikeringkan di
dalam oven selama 24 jam pada suhu 120oC. Setelah itu pengurangan berat
sampel diukur dengan menggunakan neraca analitik.

Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

(III.1)

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan rata rata kandungan moisture bijih


limonit as received adalah 5,51 % seperti yang ditunjukkan pada Tabel III.1.

Tabel III.1 Hasil analisis kadar air dalam sampel bijih limonit
Percobaan A Ai % Kadar Air % Kadar Air Rata-Rata
I 100,0044 94,4234 5,5808
5,51
II 100,0030 94,5667 5,4361

Keterangan : A = Berat awal (gram)


Ai = Berat setelah drying (gram)

2. Penentuan Komposisi Kimia Bijih dengan Analisis XRD dan XRF


Komposisi kimia sampel bijih limonit dianalisis menggunakan alat XRF (X-
Ray Fluoroscence Spectrophotometer) dan X-Ray Diffraction (XRD). Analisis
XRF ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui jumlah kandungan

37
unsur-unsur yang terdapat dalam sampel bijih. Sementara untuk mengetahui
keberadaan senyawa yang dominan di dalam sampel dilakukan pengujian
XRD. Sebelum dilakukan analisis, sampel bijih terlebih dahulu digerus dengan
menggunakan mortar lalu diayak untuk mendapatkan fraksi ukuran -65+100
mesh. Selanjutnya bijih dengan fraksi ukuran -65 + 100 mesh dilakukan
proses sampling untuk kemudian dilakukan analisis XRD dan XRF. Analisis
XRD dilakukan di Program Studi Teknik Kimia ITB, sementara analisis XRF
dilakukan di Laboratorium pengujian tekMIRA, Bandung.Hasil analisis XRD
sampel bijih disajikan pada Gambar III.6, sementara hasil analisis XRF pada
sampel bijih limonit ditunjukkan pada Tabel III.2.

1 1
1.Goethite-FeOOH 2. Kuarsa-(SiO2)

2 1
1 1 1
1 1
1
2 2 2 1 2 2

Gambar III.6 Spketrum X-Ray Diffraction sampel bijih limonit.

Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral dominan yang terdapat


dalam sampel bijih nikel limonit yang diperoleh dari Sorowako adalah mineral
goethite (FeOOH) dan kuarsa (SiO2). Pada penelitian ini dilakukan percobaan
pelindian dalam larutan asam sulfat pekat untuk melarutkan Ni dan Co dalam
kisi-kisi kristal goethite (FeOOH) untuk selanjutnya dapat direkoveri dalam
bentuk MHP.

38
Tabel III.2 Hasil analisis XRF sampel bijih nikel limonit pada fraksi ukuran -
65+100 mesh.
Hasil analisis XRF fraksi ukuran -65+100#
Senyawa Kadar (%) Unsur Kadar (%)
SiO2 3,19 Si 1,491
Al2O3 6,51 Al 1,723
Fe2O3 T 68,12 Fe 23,823
MnO 0,42 Mn 0,325
MgO 0,086 Mg 0,052
CaO <0,001 Ca <0,001
Na2O 0,19 Na 0,070
K2 O <0,001 K <0,0004
TiO2 0,077 Ti 0,046
P2O5 0,017 P 0,004
V2O5 0,050 V 0,014
Cr2O3 4,56 Cr 1,560
Co2O3 0,054 Co 0,019
CuO 0,011 Cu 0,009
NiO 1,87 Ni 1,470
ZnO 0,039 Zn 0,031
LOI 14,73 LOI 14,730

Hasil analisis XRF menunjukkan bahwa sampel bijih nikel laterit yang
diperoleh merupakan tipe limonit dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel
III.2.

3. Analisis Ayak (Sieve Analysis)


Sampel yang digunakan untuk analisis ayak adalah sampel yang telah
dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada temperatur 120˚C dengan
menggunakan ayakan 4, 14, 28, 48, 65, 100, 200 dan 325 mesh. Analisis ayak
dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran sampel bijih limonit. Analisis
ayak dilakukan sebanyak dua kali. Hasil analisis ayak ditunjukkan pada Tabel
III.3.

39
Tabel III.3 Hasil analisis ayak sampel bijih limonit.

Berat % Berat % %
Fraksi Ukuran Tertampung Tertampung Tertampung Tertampung Tertampung
I (gr) I II (gr) II Rata-Rata
(+4)# 33,5 8,3333 35,2 8,7978 8,5656
(-4 +14)# 127 31,5920 123,2 30,7923 31,1922
(-14 +28)# 53,7 13,3582 50,7 12,6718 13,0150
(-28 +48)# 40,5 10,0746 39,5 9,8725 9,9736
(-48 +65)# 12,5 3,1095 12,1 3,0242 3,0668
(-65 +100)# 28,3 7,0398 31,3 7,8230 7,4314
(-100 +200)# 29,7 7,3881 30,1 7,5231 7,4556
(-200 +325)# 22,2 5,5224 21,6 5,3987 5,4605
(-325)# 54,6 13,5821 56.4 14,0965 13,8393
Total 402 100 400,1 100 100

Berdasarkan hasil analisis ayak, diketahui sampel bijih limonit yang diperoleh dari
PT Vale Sorowako didominasi pada fraksi ukuran -4+14 mesh dan fraksi ukuran
minus 325 mesh. Sampel yang diperoleh ini sudah berukuran halus, sehingga
hanya dilakukan penggerusan menggunakan mortar untuk mendapat fraksi ukuran
-65+100 mesh yang digunakan pada percobaan.

III.2 Percobaan Pelindian dan Analisis Kandungan Logam Terlarut


Pelindian bijih nikel limonit dilakukan dengan menggunakan reaktor pada kondisi
rasio solid-likuid 350/1000 (gr/mL) suhu 95oC pada putaran batang magnet 400
rpm selama 4 jam menggunakan pengaduk magnet IKA RCT Basic yang
dilengkapi dengan sensor suhu sehingga suhu proses dapat dijaga tetap. Reaktor
yang digunakan adalah reaktor gelas berkapasitas dua liter yang dilengkapi
dengan tutup reaktor berleher lima serta kondensor untuk mengembunkan uap air
yang terbentuk selama proses pelindian sehingga volume larutan dapat dijaga
tetap. Untuk mengetahui konsentrasi logam-logam yang terlarut, larutan hasil
pelindian yang selanjutnya disebut PLS (Pregnant Leach Solution) yang telah
dipisahkan dari bijih yang tidak larut pada akhir proses, dilakukan analisis
menggunakan AAS dengan mengencerkan sejumlah larutan dengan
menambahkan akuades sampai volume tertentu. Pengenceran yang dilakukan
disesuaikan dengan perkiraan konsentrasi logam serta kemampuan pembacaan

40
AAS untuk logam yang akan dianalisis konsentrasinya. Berat logam hasil
pembacaan AAS kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

(III.2)

Untuk menentukan persen presipitasi logam, digunakan persamaan berikut:

(III.3)

Untuk menghitung persen ekstraksi logam digunakan persamaan berikut:

(III.4)

Percobaan pelindian bijih nikel limonit dan pemisahan larutan dan residu hasil
pelindian ditunjukkan masing-masing pada Gambar III.7 dan Gambar III.8.

Gambar III.7 Pelindian bijih limonit.

Gambar III.8 Pemisahan larutan dan residu hasil pelindian.


41
III.3 Presipitasi Besi
Pada percobaan ini dilakukan 2 tahap presipitasi besi untuk meminimalkan nikel
yang ikut mengendap bersama besi. Penelitian presipitasi besi yang dilakukan
oleh Muammar (2011) pada suhu 95˚C, pH=2, selama 3 jam menggunakan
Ca(OH)2 disertai penambahan Na2SO4 sebanyak 8 gram terhadap larutan hasil
pelindian dari bijih limonit Pulau Halmahera memberikan persen presipitasi besi
yang cukup tinggi yaitu 96,98% dengan persen nikel yang ikut mengendap yaitu
26,95%. Penelitian presipitasi besi juga dilakukan oleh Lieberto (2012), dimana
presipitasi besi dilakukan dengan metode penurunan suhu pada durasi presipitasi
2,5 jam dan pH akhir 3,5 yang memberikan hasil optimal untuk pengendapan besi
yaitu sebesar 89,35% dan persen nikel yang ikut mengendap sebesar 21,77%
Penelitian Lieberto tersebut menggunakan NaOH sebagai reagen pengatur pH.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya tersebut, untuk mengoptimalkan
presipitasi besi dari larutan dan meminimalkan nikel yang ikut mengendap maka
pada penelitian ini dilakukan proses presipitasi besi 2 tahap dengan menggunakan
CaCO3 sebagai reagen penetralisasi.

III.3.1 Presipitasi Besi Tahap Pertama


Metode presipitasi besi 2 tahap ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Kose (2010) dan Wang dkk., (2011), dimana 300 mL PLS digunakan pada
percobaan dan ditambahkan CaCO3 25 % (w/w) sebagai reagen pengatur pH
secara tetes demi tetes untuk mengontrol peoses presipitasi besi. Percobaan
presipitasi besi tahap pertama dilakukan pada pH, suhu dan waktu presipitasi yang
konstan yaitu pada pH 1,5, suhu 90 ˚C selama 2,5 jam. Percobaan presipitasi besi
dilakukan dalam reaktor gelas yang dilengkapi dengan kondensor, dimana pada
larutan PLS dilakukan pengaturan suhu hingga mencapai 90oC, kemudian untuk
mengatur pH larutan ditambahkan slurry CaCO3 sebanyak 150 mL secara tetes
demi tetes menggunakan spoit sambil diaduk dengan kecepatan konstan 600 rpm.
Setelah proses presipitasi, padatan yang terbentuk kemudian dipisahkan dari
larutannya dengan penyaringan menggunakan vacum filter. Padatan yang
terbentuk dicuci dengan menggunakan akuades. Selanjutnya, dilakukan analisis
kandungan nikel dan besi yang masih terlarut dalam filtrat dan larutan hasil

42
pencucian untuk menentukan persen presipitasi besi. Dilakukan analisis XRD
pada residu hasil percobaan presipitasi besi pada kondisi terbaik dan juga analisis
logam-logam yang masih terlarut yaitu Co, Al, Cr, Mg, Mn, Cu dan Zn dengan
AAS. Foto percobaan presipitasi besi, pemisahan residu dan larutan pada
percobaan presipitasi besi ditunjukkan masing-masing pada Gambar III.9 dan
Gambar III.10.

Gambar III.9 Percobaan presipitasi besi tahap 1.

Gambar III.10 Pemisahan residu dan larutan hasil presipitasi besi.

III.3.2 Presipitasi Besi Tahap Kedua


Percobaan presipitasi besi tahap kedua ini juga dilakukan dengan mengacu pada
kondisi optimal penelitian yang dilakukan oleh Kose (2010) yaitu pada pH 3,5
dengan penambahan reagen pengatur pH CaCO3 12,5% (w/w) dan suhu 70oC.
Pada tahap ini, presipitasi besi dilakukan pada suhu percobaan yang lebih rendah
dari tahap 1; hal ini dilakukan untuk meminimalkan presipitasi nikel. Sebelum
43
dilakukan proses presipitasi besi, terlebih dahulu dilakukan proses oksidasi ion
besi yang masih berada pada larutan dengan oksidator hidrogen peroksida (H2O2)
sebanyak 2x stoikoiometri selama 4 jam. Percobaan presipitasi besi tahap kedua
dilakukan dengan menggunakan 250 mL PLS dari tahap satu dengan menerapkan
prosedur yang sama seperti percobaan presipitasi besi tahap pertama tetapi pada
pH yang lebih tinggi. Pada tahap ini digunakan waktu presipitasi yaitu 1 jam,
pengadukan dengan kecepatan 400 rpm dan penambahan CaCO3 sebanyak 240
mL. Setelah proses presipitasi, padatan yang terbentuk kemudian dipisahkan dari
larutan dengan penyaringan menggunakan vacum filter. Residu kaya-besi
dilakukan pencucian dengan akuades. Selanjutnya, dilakukan analisis kandungan
nikel dan besi pada filtrat dan cairan hasil pencucian untuk menentukan persen
presipitasi besi dan nikel. Filtrat hasil presipitasi besi tahap 2 dilakukan analisis
logam-logam yang masih terlarut yaitu Ni, Fe, Co, Al, Cr, Mg, Mn, Cu dan Zn.
Proses oksdiasi besi ditunjukkan pada Gambar III.11 di bawah ini.

Gambar III.11 Proses oksidasi besi pada larutan PLS dengan H2O2 pada proses
presipitasi besi tahap ke-2.

III.4 Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dari Larutan Hasil Pelindian


yang Sudah Dipisahkan Besinya
Mengacu pada penelitian yang dilakukan Lieberto (2012), presipitasi nikel
hidroksida dengan tiga reagen yang berbeda (yaitu NaOH, NH3 dan MgO) dengan
menggunakan larutan artifisial Ni-Co-Fe sulfat dengan pembentukan kompleks
menggunakan larutan NH3 25%, diperoleh hasil bahwa reagen MgO memberikan
persen presipitasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NH3 dan NaOH.

44
Mengacu pada hasil penelitian Lieberto (2012) tersebut, pada penelitian ini
presipitasi nikel hidroksida dilakukan menggunakan MgO sebagai reagen
penetralisasi. Setelah besi diendapkan hamper seluruhnya dari larutan hasil
pelindian, percobaan dilanjutkan dengan presipitasi nikel menjadi nikel hidroksida
dengan menambahkan slurry MgO. Percobaan dilakukan dengan variasi pH, suhu,
waktu presipitasi dan penambahan seeding. Adapun variasi pH yang dilakukan
untuk mendapatkan pH terbaik yang memberikan persen presipitasi nikel yang
tinggi yaitu pH 6, 7, 8 dan 9. Untuk mempelajari pengaruh suhu, percobaan
presipitasi nikel hidroksida dilakukan pada suhu ruang, 50˚C, 60˚C dan 70˚C.
Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh waktu presipitasi dilakukan percobaan
dengan variasi waktu presipitasi 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam. Selain itu,
dipelajari juga pengaruh penambahan seeding pada proses presipitasi nikel
hidroksida. Pengaruh seeding dipelajari melalui penambahan 1 gram, 2 gram, 3
gram dan 4 gram padatan nikel hidroksida per 200 mL filtrat.

Semua percobaan presipitasi nikel hidroksida dilakukan dengan menggunakan 200


mL filtrat dari hasil percobaan presipitasi besi yang dilakukan pada reaktor gelas
berleher lima yang dilengkapi dengan kondensor. Sebelum dilakukan pengaturan
pH, terlebih dahulu dilakukan pengaturan suhu larutan kemudian dilakukan
penambahan MgO 20% secara tetes demi tetes dengan pengadukan konstan 300
rpm. Padatan yang terbentuk dilakukan penyaringan dengan vakum filter. Produk
nikel hidroksida yang dihasilkan dilakukan pencucian dengan 500 mL akuades.
Untuk menentukan persen presipitasi nikel, besi, kobalt dan mangan dilakukan
analisis dengan AAS pada filtrat akhir dan filtrat hasil pencucian presipitat nikel
hidroksida. Presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan dari kondisi terbaik
dilakukan analisis komposisi kimia dengan AAS, identifikasi senyawa yang
dominan dengan XRD, analisis morfologi partikel dengan SEM dan analisis
distribusi ukuran partikel produk dengan PSA. Foto percobaan presipitasi nikel
hidroksida ditunjukkan pada Gambar III.12.

45
Gambar III.12 Prespitasi nikel hidroksida dengan penambahan MgO.

III.5 Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida


Penelitian lebih lanjut kemudian dilakukan untuk memperoleh pemahaman
mengenai kinetika proses presipitasi nikel hidroksida dari larutan hasil presipitasi
besi dengan menggunakan reagen MgO sebagai neutralizing agen pada pH 9 pada
empat suhu berbeda (suhu ruang, 50oC, 60oC dan 70oC). Studi kinetika presipitasi
nikel hidroksida ini dilakukan dalam reaktor gelas berleher lima berkapasitas satu
liter dengan volume larutan hasil presipitasi besi yaitu 500 mL. Selama proses
presipitasi berlangsung, sampel sebanyak 1 mL diambil menggunakan pipet
volum secara berkala pada 15, 30 dan 60 menit untuk mengetahui penurunan
konsentrasi nikel terlarut dan penentuan persen presipitasi Ni.

III.6 Hasil Percobaan


III.6.1 Hasil Percobaan Pelindian Bijih Nikel Limonit dan Analisis
Komposisi PLS
Percobaan pelindiaan selama 24 jam dilakukan untuk menentukan waktu
percobaan pelindian terbaik. Percobaan dilakukan pada nisbah padat/cair (g/mL)
350/1000 menggunakan sampel dengan distribusi ukuran partikel bijih limonit -
65+100 mesh. Percobaan pelindian dilakukan pada suhu 95 ˚C dengan konsentrasi
asam sulfat 4,5M (2x stoikiometri) dan kecepatan pengadukan konstan 400 rpm.
Persen ekstraksi nikel dan besi disajikan pada Tabel III.4 dan komposisi logam-
logam terlarut pada PLS disajikan pada Tabel III.5.

46
Tabel III.4 Persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu.
Waktu % Ekstraksi
Menit Jam Ni Fe
0 0 0 0
30 0,5 71,06 73,24
60 1 80,46 81,16
120 2 87,35 85,56
240 4 89,86 93,57
480 8 88,28 87,57
720 12 90,01 97,11
1440 24 87,35 99,38

Tabel III.5 Komposisi logam-logam terlarut pada PLS.


Logam Terlarut Konsentrasi (ppm)
Ni 4468
Co 116
Fe 120143
Mg 555
Mn 716
Al 4787
Cr 2228
Zn 65,55
Cu 22,60

III.6.2 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 1


Percobaan presipitasi besi tahap 1 dilakukan pada suhu, waktu presipitasi dan pH
yang konstan. Pada percobaan ini, suhu larutan dinaikkan dan dijaga konstan pada
90oC, pH larutan kemudian dinaikkan menjadi 1,5 dengan menambahkan 25%
CaCO3 (w/v) dan dibiarkan selama 2,5 jam sambil diaduk dengan kecepatan
pengadukan 600 rpm. Setelah 2,5 jam, padatan yang terbentuk kemudian
dipisahkan dari larutan dengan penyaringan menggunakan vacum filter.
Selanjutnya dilakukan analisis kandungan nikel dan besi yang masih terlarut pada
filtrat untuk menentukan persen presipitasi besi dan nikel. Hasil analisis
kandungan besi, nikel terlarut dan persen presipitasi besi dan nikel ditunjukkan
pada Tabel III.6. Pada larutan hasil presipitasi besi tahap 1 dilakukan analisis

47
logam-logam yang masih terlarut. Pada Tabel III.7 disajikan komposisi larutan
hasil presipitasi besi dari tahap 1.

Tabel III.6 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pengaturan pH sampai pH=1,5, suhu
90oC, selama 2,5 jam.
Volume Berat %
Unsur Konsentrasi (ppm)
Larutan (L) (gr) Presipitasi
Fe Awal 120143 0,3 36,0430 0
Fe Akhir 46230 0,282 13,0369
55,86
Washing Fe 1437 2 2,8742
Ni Awal 4468 0,3 1,3404 0
Ni Akhir 3966 0,282 1,1184
4,77
Washing Ni 79,05 2 0,1581

Tabel III.7 Komposisi larutan hasil presipitasi besi dari tahap 1


Logam Terlarut Konsentrasi (ppm)
Ni 3966
Co 78,30
Fe 46230
Mg 473
Mn 583
Al 2559
Cr 1264
Zn 53,50
Cu 14,19

III.6.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2


Percobaan presipitasi besi tahap 2 juga dilakukan pada suhu, waktu presipitasi dan
pH yang konstan. Pada percobaan ini, suhu larutan dinaikkan dan dijaga konstan
pada 70oC, pH larutan kemudian dinaikkan menjadi 3,5 dengan menambahkan
12,5% CaCO3 (w/v) dan dibiarkan selama 1 jam sambil diaduk dengan kecepatan
konstan 400 rpm. Setelah 1 jam, padatan yang terbentuk kemudian dipisahkan dari
larutan dengan penyaringan menggunakan vacum filter. Selanjutnya, dilakukan
analisis kandungan nikel dan besi yang masih terlarut dalam filtrat untuk
menentukan persen presipitasi besi dan nikel. Hasil analisis kandungan besi, nikel

48
terlarut dan persen presipitasi besi dan nikel ditunjukkan pada Tabel III.8. Pada
larutan hasil presipitasi besi tahap 2 dilakukan analisis logam-logam yang masih
terlarut. Pada Tabel III.9 disajikan komposisi larutan hasil presipitasi besi dari
tahap 2.

Tabel III.8 Hasil analisis kandungan besi dan nikel terlarut dan persen presipitasi
besi dan nikel yang dilakukan pada pH=3,5, suhu 70oC, selama 1 jam.
Volume %
Unsur Konsentrasi (ppm) Berat (gr)
Larutan (L) Presipitasi
Fe Awal 46230 0,2 9,2460 0
Fe Akhir 10,0479 0,272 0,0027
99,97
Washing Fe 0,1204 1 0,0001
Ni Awal 3966 0,2 0,7932 0
Ni Akhir 1769 0,272 0,4812
23,36
Washing Ni 126,66 1 0,1267

Tabel III.9 Komposisi larutan hasil presipitasi besi dari tahap 2


Logam Terlarut Konsentrasi (ppm)
Ni 1769
Co 59,39
Fe 10,05
Mg 387
Mn 509
Al 14,48
Cr 11,39
Zn 7,08
Cu 6,58

III.6.4 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi pH


Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada berbagai pH pada
percobaan presipitasi nikel hidroksida yang dilakukan pada suhu 50oC, waktu
presipitasi 1 jam, kecepatan pengadukan 350 rpm disajikan pada Tabel III.10.

49
Tabel III.10 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi pH
presipitasi nikel hidroksida.
Unsur pH Konsentrasi (ppm) Berat (gram) % Presipitasi
awal 1769,3 0,353860 0
6 (akhir) 997,8230 0,189172 46,54
Ni 7 (akhir) 184,4266 0,035328 90,02
8 (akhir) 2,9639 0,000641 99,82
9 (akhir) 0,6672 0,000131 99,96
awal 10,0479 0,002010 0
6 (akhir) 5,1986 0,001102 45,16
Fe 7 (akhir) 1,9460 0,000499 75,19
8 (akhir) 0,7720 0,000184 90,84
9 (akhir) 0,5206 0,000147 92,67
awal 509,1857 0,101837 0
6 (akhir) 348,6224 0,065636 35,55
Mn 7 (akhir) 318,1224 0,061566 39,54
8 (akhir) 38,8577 0,007511 92,62
9 (akhir) 9,4660 0,003294 96,77
awal 59,3900 0,011878 0
6 (akhir) 8,2991 0,001601 86,52
Co 7 (akhir) 1,7279 0,000384 96,76
8 (akhir) 0,0589 0,000011 99,91
9 (akhir) 0,0169 0,000003 99,97

III.6.5 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Suhu


Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada berbagai variasi suhu dalam
percobaan presipitasi nikel hidroksida yang dilakukan pada pH 7, waktu
presipitasi 1 jam, kecepatan pengadukan 350 rpm disajikan pada Tabel III.11.

III.6.6 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Waktu


Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada berbagai variasi waktu
presipitasi dalam percobaan presipitasi nikel hidroksida yang dilakukan pada pH
7, suhu 50˚C, kecepatan pengadukan 350 rpm disajikan pada Tabel III.12.

50
Tabel III.11 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi suhu.
Konsentrasi
Unsur Suhu Berat (gram) % Presipitasi
(ppm)
awal 1769,3 0,353860 0
T ambient (akhir) 594,2327 0,115964 67,23
Ni 50 ˚C (akhir) 184,4266 0,035328 90,02
60 ˚C (akhir) 148,0772 0,028119 92,05
70 ˚C (akhir) 65,3512 0,011482 96,76
awal 10,0479 0,002010 0
T ambient (akhir) 2,8307 0,000697 65,30
Fe 50 ˚C (akhir) 1,9460 0,000499 75,19
60 ˚C (akhir) 0,8018 0,000224 88,84
70 ˚C (akhir) 0,9197 0,000194 90,35
awal 509,1857 0,101837 0
T ambient (akhir) 385,2976 0,075145 26,21
Mn 50 ˚C (akhir) 318,1224 0,061566 39,54
60 ˚C (akhir) 261,4025 0,049530 51,36
70 ˚C (akhir) 165,6719 0,028925 71,60
awal 59,3900 0,011878 0
T ambient (akhir) 17,8882 0,003494 70,59
Co 50 ˚C (akhir) 1,7279 0,000384 96,76
60 ˚C (akhir) 1,4976 0,000327 97,25
70 ˚C (akhir) 1,0097 0,000185 98,44

51
Tabel III.12 Persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co untuk variasi waktu presipitasi.
Konsentrasi
Unsur Waktu Berat (gram) % Presipitasi
(ppm)
awal 1769,3 0,353860 0
0,5 jam akhir 327,9333 0,060962 82,77
Ni 1 jam akhir 184,4266 0,035328 90,02
2 jam akhir 121,8626 0,023272 93,42
4 jam akhir 90,9086 0,016037 95,47
awal 10,0479 0,002010 0
0,5 jam akhir 2,4038 0,000602 70,03
Fe 1 jam akhir 1,9460 0,000499 75,19
2 jam akhir 1,2435 0,000342 82,96
4 jam akhir 1,0934 0,000286 85,77
awal 509,1857 0,101837 0
0,5 jam akhir 412,0007 0,077197 24,20
Mn 1 jam akhir 318,1224 0,061566 39,54
2 jam akhir 247,7015 0,047656 53,20
4 jam akhir 253,1908 0,045744 55,08
awal 59,3900 0,011878 0
0,5 jam akhir 4,4918 0,000951 92,00
Co 1 jam akhir 1,7279 0,000384 96,76
2 jam akhir 1,4510 0,000352 97,04
4 jam akhir 1,0981 0,000238 98,00

III.6.7 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi


Penambahan Seeding
Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada berbagai variasi
penambahan seeding dalam percobaan presipitasi nikel hidroksida yang dilakukan
pada pH 7, suhu 50˚C, kecepatan pengadukan 350 rpm selama 1 jam disajikan
pada Tabel III.13.

52
Tabel III.13 Persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt untuk variasi
penambahan seeding.
Unsur Dosis Seeding Konsentrasi (ppm) Berat (gram) % Presipitasi
awal 1769,3 0,353860 0
0 gram (akhir) 184,4266 0,035328 90,02
1 gram (akhir) 124,9250 0,023338 93,40
Ni
2 gram (akhir) 91,5562 0,017104 95,17
3 gram (akhir) 3,6190 0,000615 99,83
4 gram (akhir) 1,7123 0,000313 99,91
awal 10,0479 0,002010 0
0 gram (akhir) 1,9460 0,000499 75,19
1 gram (akhir) 1,9460 0,000493 75,49
Fe
2 gram (akhir) 1,3208 0,000455 77,34
3 gram (akhir) 1,2912 0,000429 78,64
4 gram (akhir) 1,1431 0,000374 81,39
awal 509,1857 0,101837 0
0 gram (akhir) 318,1224 0,061566 39,54
1 gram (akhir) 185,0827 0,035619 65,02
Mn
2 gram (akhir) 175,1756 0,033091 67,51
3 gram (akhir) 156,2373 0,028741 71,78
4 gram (akhir) 132,7177 0,024458 75,98
awal 59,3900 0,011878 0
0 gram (akhir) 1,7279 0,000384 96,76
1 gram (akhir) 0,9509 0,000351 97,05
Co
2 gram (akhir) 0,7900 0,000247 97,92
3 gram (akhir) 0,5860 0,000186 98,44
4 gram (akhir) 0,3920 0,000113 99,05

III.6.8 Hasil Percobaan Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida


Pada studi kinetika presipitasi nikel hidroksida ini digunakan model kinetika
reaksi kimia orde1, 2 dan orde 3 dengan metode integral untuk mempelajari
penurunan konsentrasi nikel dalam larutan pada suhu ruang, 50oC, 60oC dan 70oC
selama 0, 15, 30 dan 60 menit. Untuk mempelajari pengaruh reagen netralisasi
(reagen pengatur pH) terhadap laju penurunan konsentrasi nikel terlarut selama
proses presipitasi nikel hidroksida dibandingkan penggunaan 2 jenis reagen
netralisasi berbeda yaitu MgO dan NH3 serta MgO yang disertai penambahan seed
yang dilakukan pada suhu 50 ˚C. Hasil perhitungan penurunan konsentrasi nikel

53
terlarut pada suhu yang berbeda-beda disajikan pada Tabel III.14, sementara pada
Tabel III.15 disajikan hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut pada percobaan
presipitasi dengan dua jenis reagen presipitasi yang berbeda (MgO, NH3 dan
MgO+Seed).

Tabel III.14 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut terhadap waktu pada
berbagai suhu.
Suhu t CNi Orde 1 Orde 2 Orde 3
(˚C) (detik) (ppm) -Ln([CNi]/[CNi,o]) ([1/CNi]-[1/CNi,o]) 0,5([1/CNi2]-[1/CNi,o2])
0 1769 0 0 0
900 960,42 0,6108 0,0005 0,0000004
25
1800 153,89 2,4425 0,0059 0,0000210
3600 80,10 3,0949 0,0119 0,0000778
0 1769 0 0 0
900 55,27 3,4659 0,0175 0,0002
50
1800 31,22 4,0371 0,0315 0,00051
3600 19,08 4,5295 0,0518 0,0014
0 1769 0 0 0
900 11,85 5,0101 0,0842 0,0036
60
1800 4,28 6,0242 0,2331 0,0273
3600 1,71 6,9475 0,5877 0,1730
0 1769 0 0 0
900 6,37 5,6274 0,1565 0,0123
70
1800 1,23 7,2712 0,8124 0,3305
3600 0,62 7,9512 1,6043 1,2878

Tabel III.15 Hasil perhitungan konsentrasi nikel terlarut dalam larutan pada
percobaan presipitasi dengan dua jenis reagen penetralisasi yang
berbeda (MgO, NH3 dan MgO +Seed).
Suhu MgO NH3 MgO + Seed
t (detik)
(˚C) ([1/CNi]-[1/CNi,o]) ([1/CNi]-[1/CNi,o]) ([1/CNi]-[1/CNi,o])
0 0 0 0
900 0,0175 0,0003 0,0099
50
1800 0,0315 0,0006 0,2078
3600 0,0518 0,0023 0,4756

54
Bab IV Pembahasan

Pada bab ini, akan disajikan pembahasan dari hasil-hasil percobaan yang
meliputi:
1. Hasil percobaan pelindian bijih nikel limonit
2. Hasil percobaan presipitasi besi 2 tahap
3. Hasil percobaan presipitasi nikel hidroksida
4. Studi kinetika presipitasi nikel hidroksida
5. Karakteristik produk nikel hidroksida yang dihasilkan

IV.1 Hasil Percobaan Pelindian Bijih Nikel Limonit


Percobaan pelindian dilakukan untuk menentukan waktu pelindian terbaik proses
ekstraksi nikel dari bijih nikel limonit. Percobaan dilakukan pada konsentrasi
asam sulfat 4,5M, suhu 95°C, S/L 350/1000 (gr/ml), kecepatan pengadukan 400
rpm, dengan fraksi ukuran -65+100 mesh selama 24 jam. Profil persen ekstraksi
nikel dan besi sebagai fungsi waktu disajikan dalam Gambar IV.1. Terlihat bahwa
persen ekstraksi nikel dan besi meningkat dengan tajam hingga waktu pelindian 4
jam. Persen ektraksi nikel tertinggi diperoleh sebesar 90,01% pada waktu
pelindian 12 jam, pada mana persen ekstraksi besi juga cukup tinggi yaitu
mencapai 97,11 %.

Gambar IV.1 Profil persen ekstraksi nikel dan besi sebagai fungsi waktu pelindian

55
Berdasarkan profil persen ekstraksi nikel dan besi di atas, waktu pelindian terbaik
dengan persen ekstraksi nikel yang tinggi dan persen ekstraksi besi yang lebih
rendah yaitu pada pelindian 4 jam dengan masing-masing persen ekstraksi nikel
dan besi sebesar 89,86% dan 93,57%. Oleh karena itu, pelindian selanjutnya untuk
mempreparasi larutan umpan untuk presipitasi besi dan presipitasi MHP dilakukan
selama 4 jam dengan kondisi pelindian seperti disebutkan diatas. Dilakukan 15x
percobaan pelindian dan diperoleh PLS sebanyak 12 liter. Persen ekstraksi rata-
rata nikel dan besi dari 15x percobaan pelindian bijih nikel limonit untuk
memproduksi PLS masing masing 89,74% dan 94,63%. Adapun komposisi
logam-logam terlarut dalam 12 liter larutan PLS tersebut yaitu Ni 4.468 ppm, Fe
120.143 ppm, Co 116 ppm, Mg 555 ppm, Mn 716 ppm, Al 4787 ppm, Cr 2.228
ppm, Zn 65,55 dan Cu 22,60 ppm.

Rishea dkk., (2013) melaporkan bahwa untuk merekoveri logam nikel dari PLS,
konsentrasi nikel yang diperlukan berkisar antara 3-7 gr/L. Sementara, tipikal
komposisi larutan dari proses HPAL mengandung 3-6 g/L Ni; 0,1-0,6 g/L Co;
0,05-0,6 g/L Zn; 1-3 g/L Mn; 10-30 g/L Mg dan 0,2-0,5 g/L Ca. Pengotor lainnya
seperti Cr, Al, Fe berada pada konsentrasi yang sangat kecil (Torres dkk., 2008).
Data komposisi PLS diatas menunjukkan bahwa besi merupakan pengotor utama
yang memiliki konsentrasi yang paling tinggi yaitu 120 gr/L, sehingga harus
dilakukan presipitasi besi secara bertahap untuk meminimalkan nikel yang ko-
presipitasi. Logam Al, Cr, Mn, Mg konsentrasinya juga tinggi pada PLS dan harus
diperhatikan untuk proses pemisahan pengotor sebelum tahap presipitasi nikel.
Sementara itu, konsentrasi logam-logam Co, Cu dn Zn dalam PLS cukup rendah.
Menurut Zhu dkk., (2010) sebelum rekoveri nikel dan kobalt dilakukan dari
larutan hasil pelindian bijih nikel laterit, perlu dilakukan pemurnian PLS untuk
menghilangkan logam pengotor yang ikut terlarut seperti besi, kromium,
aluminium, arsenik, dan tembaga yang dapat dilakukan dengan netralisasi larutan.
Foto larutan PLS yang diperoleh dan digunakan pada percobaan presipitasi besi
ditunjukkan pada Gambar IV.2.

56
Gambar IV.2 Larutan hasil pelindian (PLS) bijih nikel limonit

IV.2 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 1


Pada penelitian ini, presipitasi besi dari larutan hasil pelindian bijih nikel limonit
asal Sorowako dilakukan dalam dua tahap. Hasil yang ingin dicapai yaitu persen
presipitasi besi setinggi mungkin dengan kehilangan nikel yang minimal. Proses
presipitasi besi yang dilakukan 2 tahap ini karena kandungan ion besi terlarut yang
sangat tinggi pada PLS yaitu 120 gr/L. Proses presipitasi besi tahap 1 dilakukan
pada suhu 90˚C, pH= 1,5 dengan kecepatan putaran pengaduk 600 rpm selama 2,5
jam. Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan nikel yang
diperoleh pada presipitasi besi tahap 1 disajikan pada Tabel IV.1.

Tabel IV.1 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 1.

Unsur Konsentrasi (ppm) Berat (gr) % Presipitasi


Fe Awal 120143 36,0430 0
Fe Akhir 46230 13,0369
55,86
Washing Fe 1437 2,8742
Ni Awal 4468 1,3404 0
Ni Akhir 3966 1,1184
4,77
Washing Ni 79,05 0,1581

Dari hasil percobaan yang disajikan pada Tabel IV.1 dapat dilihat bahwa
presipitasi besi tahap 1 memberikan persen presipitasi besi yang tinggi walaupun
disertai dengan sedikit persen presipitasi nikel. Pada presipitasi besi tahap 1

57
masing-masing persen presipitasi nikel dan besi yaitu 55,86% dan 4,77%. Adapun
komposisi logam-logam terlarut hasil prespitasi besi tahap 1 berturut-turut: Ni
3.966 ppm, Fe 46.230 ppm, Co 78,30 ppm, Mg 473 ppm, Mn 583 ppm, Al 2559
ppm, Cr 1264 ppm, Zn 53,50 dan Cu 14,19 ppm. Pada presipitasi besi tahap 1 ini
konsentrasi logam-logam dalam PLS belum menurun secara drastic. Residu hasil
presipitasi besi ditunjukkan pada Gambar IV.3.

Gambar IV.3 Presipitat (endapan) besi dari presipitasi besi tahap 1

Pada tahap netralisasi pertama, pH dikontrol sekitar 3 untuk mengendapkan besi


dan beberapa kromium dan aluminium untuk meminimalkan kehilangan nikel dan
kobalt. Pada tahap netralisasi kedua, pH ditingkatkan hingga 4-5 untuk
menghilangkan sebagian besar besi, aluminium, kromium, arsenik, tembaga dan
silikon. Meskipun demikian, dalam jumlah kecil kromium, aluminium, besi dan
tembaga masih terdapat pada larutan, tergantung pada pH netralisasi (Donegan,
2006). Proses presipitasi besi harus dikontrol dengan baik karena proses
netralisasi pada pH tinggi menyebabkan hilangnya nikel dan kobalt dalam jumlah
yang lebih besar pada endapan karena proses adsorpsi, sedangkan netralisasi pada
pH yang rendah menyebabkan konsentrasi logam pengotor yang lebih tinggi
dalam larutan, yang secara signifikan mempengaruhi proses pemurnian
berikutnya. Oleh karena itu, netralisasi pada pH yang tepat adalah sangat penting.

58
IV.3 Hasil Percobaan Presipitasi Besi Tahap 2
Pada proses presipitasi besi tahap 2 diharapkan ion besi yang masih terlarut pada
PLS terpresipitasi seluruhnya dengan seminimal mungkin nikel yang juga ikut
mengendap. Presipitasi besi tahap 2 ini dilakukan dengan pH yang lebih tinggi
dan pada suhu yang lebih rendah dari tahap sebelumnya. Percobaan dilakukan
pada suhu 70˚C, pH= 3,5, kecepatan putaran 500 rpm selama 1 jam. Konsentrasi
besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan nikel yang diperoleh pada
presipitasi besi tahap 2 disajikan pada Tabel IV.2.

Tabel IV.2 Konsentrasi besi dan nikel terlarut serta persen presipitasi besi dan
nikel pada presipitasi besi tahap 2.

Unsur Konsentrasi (ppm) Berat (gr) % Presipitasi


Fe Awal 46230 9,2460 0
Fe Akhir 10,0479 0,0027
99,97
Washing Fe 0,1204 0,0001
Ni Awal 3966 0,7932 0
Ni Akhir 1769 0,4812
23,36
Washing Ni 126,66 0,1267

Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Tabel IV.2 dapat dilihat bahwa
presipitasi besi tahap 2 memberikan persen presipitasi besi yang lebih tinggi dari
tahap 1 dan disertai persen presipitasi nikel yang juga meningkat, masing-masing
untuk besi 99,97% dan nikel 23,36%. Tingginya persentase presipitasi nikel
karena konsentrasi dari ion besi yang sangat tinggi, sehingga pada presipitasi besi
dihasilkan endapan yang banyak menyebabkan nikel juga ikut ter-kopresipitasi
pada endapan tersebut. Penelitian Chang dkk., (2010) menunjukkan bahwa 4,1%
nikel hilang pada tahap prespitasi besi terjadi pada pH 2,5-3,0, sementara 15,9%
kehilangan nikel terjadi pada presipitasi besi dalam rentang pH 3,0 sampai 4,0.
Pada aplikasi pabrik pelindian nikel laterit, total kehilangan nikel dapat mencapai
5-20% selama proses presipitasi besi (Roche, 2009). Wang dkk., (2011)
melaporkan bahwa pada proses pengendapan besi dengan metode goethite pada
larutan sintetik yang mensimulasikan PLS dari atmhospheric leaching bijih laterit,

59
rasio Fe/Ni yang lebih tinggi pada larutan sintetis mengakibatkan meningkatnya
kehilangan nikel pada residu besi yang diendapkan dalam rentang pH 2,5-3,0.

Zhu dkk., (2010) meneliti presipitasi logam-logam pengotor dari larutan sintetik
hasil pelindian laterit pada rentang pH 4-7 dengan menggunakan MgO dan NaOH.
Di bawah pH 4,5 urutan dari presiptasi logam-logam pengotor adalah Cr (III)> Al
(III)> Cu (II)> Fe (III). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nikel dan kobalt
ditemukan pada endapan pada pH presipitasi yang rendah pH= 4, meskipun secara
termodinamika pH presipitasi logam tersebut baru terjadi pada pH 7. Hal ini
diasumsikan mekanisme adsorpsi Ni oleh presipitat besi yang terbentuk. Goethite
dan hematit dapat mengadsorpsi Ni2+ dalam larutan aqueous, dimana peningkatan
pH dari 3 hingga 8 meningkatkan jumlah nikel yang teradsorpsi. Hal ini terjadi
karena muatan positif kation nikel tertarik ke permukaan oksida (Wang dkk.,
2011). Proses ko-presipitasi meningkat dengan meningkatnya pH larutan dan
meningkatnya konsentrasi logam pengotor.

Hasil percobaan yang diperoleh ini cukup memuaskan jika dibandingkan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lieberto (2012) yang mana pada presipitasi
besi menggunakan NaOH dengan metode gradien suhu dalam satu tahap
presipitasi besi, persen presipitasi besi mencapai 99,96% dengan nikel yang ikut
mengendap 64,9%. Penelitian Muammar (2011) yang melakukan presipitasi besi
menggunakan metode suhu tetap, persen presipitasi besi mencapai 95%, dengan
persentase nikel yang ikut mengendap mencapai 26,95%. Perbedaan hasil yang
diperoleh dari kedua peneliti di atas kemungkinan juga karena jenis reagen
netralisasi yang berbeda. Presipitasi besi dengan penambahan CaCO3 cenderung
menghasilkan presipitat besi dengan ukuran partikel yang lebih besar dan lebih
mudah untuk difiltrasi.

Pada proses presipitasi besi tahap 2 ini dilakukan oksidasi ion besi dalam larutan
dengan menggunakan oksidator hidrogen peroksida (H2O2). Reaksi oksidasi ion
besi (II) menjadi ion besi (III) dengan hidrogen peroksida ditunjukkan oleh Reaksi
IV.1. Foto presipitat besi dari proses presipitasi besi tahap ke-2 ditunjukkan pada
Gambar IV.4.

60
2Fe2+ + H2O2 + 2H+  2Fe3+ + 2H2O (IV.1)

Gambar IV.4 Presipitat besi yang diperoleh dari presipitasi besi tahap ke-2.

Adapun reaksi-reaksi yang mungkin terjadi pada proses presipitasi besi adalah
sebagai berikut:
3CaCO3(s)+Fe2(SO4)3+ 2.5H2O  3CaSO4.0.5H2O(s) + 2FeOOH(s) + 3CO2(g)(IV.3)
3CaCO3(s)+ Fe2(SO4)3+1.5H2O 3CaSO4.0.5H2O(s)+ Fe2O3(s) + CO2(g) (IV.4)

Proses presipitasi besi (III) sulfat menjadi goethite (FeOOH) terjadi akibat reaksi
Fe(III) dengan kalsium karbonat yang ditambahkan pada saat pengaturan pH
larutan. Berdasarkan Reaksi IV.4, besi juga dapat terpresipitasi menjadi hematit
(Fe2O3) dan dihasilkan senyawa gipsum. Pembentukan senyawa goethite
(FeOOH) ini tidak teridentifikasi dari hasil analisis XRD pada residu hasil
presipitasi besi yang disajikan pada Gambar IV.5. Hasil analisis XRD terhadap
presipitat besi dari pelindian tahap kedua menunjukkan bahwa senyawa yang
dominan dalam presipitat besi adalah hematite, gypsum dan calcite. Senyawa
goethite tidak teridentifikasi pada analisis XRD kemungkinan karena pada saat
pengeringan (drying) senyawa goethite (FeOOH) teroksidasi menjadi hematit
(Fe2O3). Presipitat besi dapat terdiri dari goethite (α-FeOOH), akaganéite (β-
FeOOH), lepidocrocite (γ-FeOOH), hematit (α-Fe2O3), maghemite (γ-Fe2O3).

61
G

G
G

HM
G HM HM C
G G
C

G= Gipsum (CaSO4.2H2O) HM =Hematite (Fe2O3) C=Kalsit (CaCO3)


(CaCO
Gambar IV.5 Hasil analisis XRD 3(CaCO3
prespitat (endapan) besi.

IV.4 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida Variasi pH


Percobaan presipitasi nikel hidroksida dilakukan pada larutan yang sudah
dipisahkan besinya dengan menggunakan MgO 20% (w/v) sebagai reagen
penetralisasi untuk mengatur pH larutan. Percobaan dilakukan pada suhu 50oC,
waktu presipitasi 1 jam dan kecepatan pengadukan konstan 300 rpm dengan
variasi pH 6, 7, 8, dan 9. Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt
sebagai fungsi pH dapat dilihat pada Gambar IV.6.

Gambar IV.6 Profil persen presipitasi Ni, Fe, Mn dan Co pada berbagai pH.
62
Pada hasil percobaan yang disajikan dalam Gambar IV.6 terlihat bahwa dengan
meningkatnya pH larutan, persen presipitasi masing-masing logam-logam juga
meningkat dan mencapai titik maksimum pada pH tertentu. Untuk logam nikel
persen presipitasi meningkat drastis dari pH 6 ke pH 7, dimana persen presipitasi
tertinggi dicapai pada pH 9 sebesar 99,96 %. Pada pH ini mangan yang
terpresipitasi sekitar 96,77%. Hasil penelitian Oustadakis dkk., (2006) yang
menggunakan larutan artifisial dengan komposisi 4,5 g/L Ni, 0,25 g/L Co dan 0,84
g/L Mn, presipitasi nikel dan kobalt mencapai masing-masing 99,9% dan 99%
pada pH 9 dan presipitasi mangan mencapai 80%, sementara presipitasi
magnesium tidak melebihi 20%. Komposisi presipitat hidroksida yang dihasilkan
pada kondisi tersebut yaitu 25% Ni, 1,5% Co, 3% Mn dan 26% Mg. Adanya
magnesium dalam endapan karena partikel MgO yang tidak bereaksi dan tetap
berada dalam larutan. Katsiapi dkk., (2010) juga mempelajari studi presipitasi
nikel dan kobalt dari larutan sulfat yang dihasilkan dari heap leaching bijih nikel
laterit berkadar rendah dengan penambahan slurry CaO 10%. Presipitasi nikel dan
kobalt mencapai 99,8% pada suhu 40oC pada pH 8,7 sementara presipitasi
mangan mencapai 68% dan presipitasi magnesium sekitar 9%.

Untuk kobalt, pada pH 8 persen presipitasi mencapai 99,90%, semntara pada pH 9


seluruhnya kobalt sudah terpresipitasi (100%). Jones (2013) melaporkan bahwa
presipitasi kobalt (II) berlangsung pada pH lebih rendah dari nikel (II) dan diikuti
oleh mangan (II). Penelitian yang dilakukan oleh Katsiapi dkk., (2010) dengan
menggunakan larutan sintetik, pada pH 8,7-8,9 kobalt dapat dipresipitasi
seluruhnya, sementara pada kondisi pH tersebut presipitasi mangan mencapai 12-
13%. Persen presipitasi mangan tertinggi diperoleh pada pH 9 yaitu sebesar
96,77% sementara persen presipitasi terendah pada pH 6 yaitu 35,55%.
Berdasarkan hasil percobaan dengan variasi pH yang diperoleh, proses presipitasi
nikel hidroksida untuk percobaan selanjutnya dilakukan pada pH 7 dengan waktu
presipitasi 1 jam.

Pada pH yang lebih tinggi dighasilkan persen presipitasi nikel yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh aktivitas ion OH- yang lebih tinggi pada pH yang lebih

63
tinggi sehingga supersaturasi/gaya dorong pengintian nikel hidroksida (Gr)
semakin meningkat berdasarkan reaksi:
Ni2+(aq) + OH-(aq) = Ni(OH)2(s) (IV.5)
dan

ΔGr = -RT ln = RT lnS (IV.6)

Berdasarkan Persamaan IV.6 dibuat dengan asumsi aktivitas padatan Ni(OH)2=1.


Semakin besar aktivitas OH-, maka semakin tinggi pula rasio supersaturasi
aktivitas Ni2+ dan aktivitas OH- terhadap aktivitas kedua ion tersebut pada
keadaan setimbang. Salah satu syarat terjadinya presipitasi adalah terjadinya
kondisi supersaturasi. Kondisi supersaturasi adalah kondisi dimana konsentrasi
larutan berada di atas harga kelarutan jenuhnya. Kondisi supersaturasi ini dapat
dicapai salah satunya dengan penambahan agen penetralisasi. Terdapat dua
fenomena penting pada proses presipitasi yaitu pembentukan inti kristal (nukleasi)
dan pertumbuhan kristal (crystal growth). Supersaturasi didefinisikan sebagai
perbedaan antara konsentrasi aktual dalam larutan dan konsentrasi dimana ion
dalam fasa cair secara termodinamik berkesetimbangan dengan senyawa
hidroksida fasa padat (kelarutan). Berdasarkan hal tersebut untuk mengontrol
supersaturasi logam-logam sebelum tahap presipitasi dapat dilihat berdasarkan
harga konstanta kelarutan jenuhnya (KSp) (Oustadakis dkk., 2006; Katsiapi dkk.,
2010). Adapun reaksi presipitasi nikel, mangan dan kobalt menjadi hidroksidanya
dengan penambahan MgO berlangsung seperti ditunjukkan oleh reaksi di bawah
ini:
NiSO4 + MgO + H2O  MgSO4(aq) + Ni(OH)2(s) (IV.6)
CoSO4 + MgO + H2O  MgSO4(aq) + Co(OH)2(s) (IV.7)
MnSO4 + MgO + H2O  MgSO4(aq) + Mn(OH)2(s) (IV.8)

IV.5 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Suhu


Secara umum, pengaruh suhu terhadap laju reaksi telah dikuantifikasi oleh
Arrhenius dimana berdasarkan persamaan Arrhenius semakin tinggi suhu maka
semakin tinggi pula konstanta laju reaksinya. Untuk mengevaluasi pengaruh suhu,
64
pecobaan presipitasi nikel hidroksida dilakukan dengan 4 variasi suhu yaitu suhu
ruang, 50°C, 60°C dan 70°C, pada pH 7 selama 1 jam dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm. Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi suhu ditunjukkan pada Gambar IV.7.

Gambar IV.7 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi suhu.

Profil persen presipitasi logam pada Gambar IV.7 di atas menunjukkan bahwa
persen presipitasi logam meningkat dengan meningkatnya suhu. Hal ini
disebabkan karena kinetika reaksi presipitasi nikel yang lebih cepat pada suhu
yang lebih tinggi sehingga diperoleh persen presipitasi yang lebih tinggi pada
durasi presipitasi yang sama. Persen presipitasi nikel tertinggi dicapai pada suhu
70oC yaitu sebesar 96,76% dengan persen presipitasi mangan 71,60%. Sementara,
persen presipitasi terendah diperoleh pada suhu ruang sebesar 67,23 % untuk nikel
dan 26,21% untuk mangan. Untuk besi, kobalt dan mangan persen presipitasi
tertinggi masing-masing 90,35% dan 98,44% dicapai pada suhu 70oC. Walaupun
hasil presipitasi nikel pada suhu 70˚C memberikan persen presipitasi nikel yang
lebih tinggi, suhu proses presipitasi nikel hidroksida terbaik untuk pengoptimalan
lebih lanjut adalah 50oC karena pada suhu tersebut persen presipitasi logam
mangan hanya mencapai 39,54%. Selain itu pada suhu yang lebih tinggi

65
kecenderungan dekomposisi Ni(OH)2 menjadi NiO juga lebih tinggi. Dekomposisi
NiO tidak diinginkan karena keberadaan NiO mengakibatkan MHP relatif lebih
sulit dilindi kembali. Harga ∆Go pembentukan senyawa NiO dari dekomposisi
pada berbagai suhu yang diperoleh dari software HSC ditunjukkan pada Tabel
IV.3.

Tabel IV.3 ∆Go dekomposisi Ni(OH)2 pada berbagai suhu


Reaksi : Ni(OH)2 = NiO + H2O
T (oC) deltaHo kJ deltaSo J/K deltaGo kJ K Log(K)
0 -2.68 -4.919 -1.336 1.80E+00 0.256
20 4 19.45 -1.701 2.01E+00 0.303
40 4.682 21.7 -2.113 2.25E+00 0.353
60 5.371 23.832 -2.569 2.53E+00 0.403
80 6.069 25.866 -3.066 2.84E+00 0.454
100 6.78 27.825 -3.603 3.19E+00 0.504

Harvey dkk., (2011) dan White, dkk (2006) melaporkan bahwa untuk merekoveri
nikel dan kobalt dalam satu tahap presipitasi dan persen presipitasi nikel dan
mencapai 80-100% dengan presipitasi mangan 5-15% dapat dilakukan pada suhu
suhu 30 sampai 90oC, dimana suhu optimalnya adalah 50oC.

IV.6 Hasil Percobaan Presipitasi Nikel Hidroksida dengan Variasi Waktu


Percobaan selanjutnya yaitu untuk mengetahui pengaruh waktu presipitasi
terhadap persentase presipitasi nikel hidroksida. Percobaan ini dilakukan pada
kondisi pH 7, suhu 50˚C dengan kecepatan pengadukan konstan 300 rpm dengan
waktu presipitasi yang divariasikan pada 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam. Profil
persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada berbagai waktu presipitasi
disajikan pada Gambar IV.8.

66
Gambar IV.8 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi waktu presipitasi.

Terlihat bahwa dengan semakin lamanya waktu presipitasi, persen presipitasi


msing-masing logam semakin meningkat. Persen presipitasi tertinggi untuk
masing-masing logam dicapai pada waktu presipitasi 4 jam, yaitu nikel 95,47%,
kobalt 97,99 %, besi 85,77 % dan mangan 55,08%. Dengan semakin
meningkatnya waktu presipitasi juga meningkatkan presipitasi logam mangan di
dalam larutan. Umumnya proses presipitasi MHP yang diterapkan di industri
dilakukan dengan waktu proses 1 smpai 5 jam. Pertimbangan di dalam penentuan
durasi presipitasi adalah persentase mangan yang ikut terlarut. Waktu presipitasi
dibatasi untuk meminimalkan Mn yang ikut terpresipitasi.

IV.7 Hasil Percobaan Presipitasi MHP dengan Variasi Penambahan Seed


Untuk mempelajari pengaruh seeding pada proses presipitasi nikel hidroksida
dilakukan variasi penambahan seed MHP yang diperoleh pada percobaan
sebelumnya. Percobaan ini dilakukan pada pH 7, suhu 50oC, kecepatan
pengadukan konstan 300 rpm selama 1 jam. Penambahan seed nikel hidroksida
divariasikan pada 1 gram, 2 gram, 3 gram dan 4 gram serta 0 gram (tidak ada
penambahan seed). Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai variasi penambahan seed disajikan pada Gambar IV.9.

67
Gambar IV.9 Profil persen presipitasi nikel, besi, mangan dan kobalt pada
berbagai penambahan seed.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan seed berpengaruh signifikan


terhadap persen presipitasi dari nikel hidroksida. Penambahan seed 1 gram persen
meningkatkan presipitasi nikel dari 90,01% (tanpa peambahan seed), menjadi
93,40%. Dengan semakin meningkatnya dosis seed yang ditambahkan menjadi 4
gram per 200 mL larutan, persen presipitasi nikel meningkat menjadi 99,91%.
Namun demikian, persen presipitasi untuk besi, mangan dan kobalt juga
mengalami kenaikan berturut-turut menjadi 81,39%, 75,98% dan 99,05% pada
penambahan seed 4 gram.

Harvey dkk., (2011) juga mengemukakan bahwa penambahan seed MHP pada
proses presipitasi MHP dalam larutan sulfat-klorida sintetik juga meningkatkan
presipitasi logam Mn. Oustadakis dkk., (2006) melaporkan bahwa penambahan
seed menyediakan substrat untuk pengendapan MHP, dimana seed tersebut
ditambahkan sebelum proses netralisasi. Mubarok dan Lieberto (2013)
menyatakan bahwa kehadiran seed memberikan efek katalis untuk nukleasi nikel
hidroksida melalui nukleasi heterogen. Hove dkk., (2009) menyebutkan bahwa
penambahan seed memberikan luas permukaan yang lebih besar yang dapat
menurunkan supersaturasi (kejenuhan) untuk presipitasi MHP, menekan nukleasi
homogen dan mendorong pertumbuhan partikel MHP. Luas permukaan yang
68
disediakan oleh seed tergantung pada massa seed yang ditambahkan dan ukuran
dari partikel seed. White dkk., (2006) menyebutkan bahwa MHP yang di recycle
sebagai seed juga dapat meningkatkan laju settling dari MHP dan memudahkan
proses dan filtrasi MHP.

IV.8 Studi Kinetika Presipitasi Nikel Hidroksida


Studi kinetika presipitasi nikel hidroksida dilakukan untuk mengetahui pengendali
laju proses, konstanta laju reaksi, energi aktivasi dan orde reaksi dengan
menggunakan model kinetika reaksi kimia orde 1, 2 dan 3. Penentuan orde reaksi
dilakukan dengan mengevaluasi kelinieran kurva regresi linier hasil-hasil
percobaan yang dimasukkan terhadap 3 model kinetika yang ditinjau. Tiga model
persamaan diferensial untuk reaksi Orde 1, Orde 2 dan Orde 3 dan solusinya
dengan metode integrasi disajikan pada lampiran A.

IV.8.1 Penentuan Orde Reaksi


Orde reaksi merupakan pangkat dari komponen-komponen pereaksi atau pangkat
dari keseluruhan komponen produk reaksi. Menurut Dogra dan Dogra (2009),
Orde reaksi dapat ditentukan dari percobaan dan dapat diprediksi jika suatu
mekanisme reaksi diketahui.. Penentuan orde reaksi presipitasi nikel hidroksida
pada penelitian ini dilakukan dengan mengevalusi kelinearan grafik antara
konsentrasi terhadap waktu. Profil pengaluran antara –ln([CNi]/[CNi,o]), (1/[CNi]-
1/[CNi,o]), 0,5(1/[CNi]2-1/[CNi,o]2) masing-masing terhadap waktu pada berbagai
suhu disajikan pada Gambar IV.10 - IV.12. Bila pengaluran antara harga-harga
-ln([CNi]/[CNi,o]) yang diperoleh dari data percobaan terhadap waktu (t) adalah
linier, maka kinetika reaksi presipitasi Ni(OH)2 mengikuti reaksi orde 1. Bila
pengaluran antara harga-harga (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu t adalah linier,
maka presipitasi Ni(OH)2 mengikuti kinetika reaksi orde 2, sementara bila
pengaluran data 0,5(1/[CNi]2-1/[CNi,o]2) terhadap waktu t adalah linier, maka
kinetika reaksi presipitasi mengikuti kinetika reaksi kimia orde 2.

69
Gambar IV.10 Grafik –ln([CNi]/[CNi,o]) vs t pada berbagai suhu (Orde 1).

Gambar IV.11 Grafik (1/[CNi]-1/[CNi,o]) vs t pada berbagai suhu (Orde 2).

70
Gambar IV.12 Grafik 0,5(1/[CNi]2-1/[CNi,o]2) vs t pada suhu (Orde 3).

Dari regresi linier yang dapat dilihat pada Gambar IV.10-IV.12, nilai kuadrat
koefisien korelasi (R2) paling mendekati 1 untuk berbagai suhu diperoleh pada
kurva hubungan antara (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu (t) yang merupakan
model kinetika reaksi orde 2. Dengan mengacu kepada nilai R2, maka dapat
disimpulkan bahwa kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida mengikuti model
kinetika reaksi orde reaksi dua. Persamaan liniear dan nilai R2 untuk setiap model
kinetika yang dievaluasi pada suhu 25, 50, 60 dan 70oC disajikan pada Tabel IV.4
dan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.

Tabel IV.4 Persamaan liniear dan nilai R2 untuk setiap model kinetika yang
dievaluasi pada suhu 25, 50, 60 dan 70oC
Suhu Reaksi Orde 1 Reaksi Orde 2 Reaksi Orde 3
(oC) y=kx R2 y=kx R2 y=kx R2
25 0,0009x 0,8915 3E-6x 0,9363 2E-8 0,8659
50 0,0016x 0,4505 2E-5x 0,9723 4E-7x 0,9562
60 0,0024x 0,5185 0,0002x 0,9703 4E-5x 0,8084
70 0,0027x 0,5107 0,0004x 0,9641 0,0003x 0,8619

Orde reaksi ini berbeda dengan hasil studi yang dilaporkan oleh Lieberto (2012)
yang mempelajari kinetika presipitasi nikel hidroksida dengan menggunakan
larutan artifisal yang mengikuti kinetika reaksi orde satu.

71
IV.8.2 Penentuan Konstanta Laju Reaksi dan Energi Aktivasi
Umumnya konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu. Menurut
Arrhenius hubungan kuantitatif antara k dan suhu adalah sebagai berikut:

k = A eksp (Ea/RT) (IV.9)


atau
ln k = ln A - (IV.10)

dimana A adalah faktor pra-eksponensial atau faktor frekuensi, Ea energi aktivasi,


k konstanta laju reaksi, R konstanta gas ideal dan T suhu (K). Energi aktivasi
dapat diperoleh dari pengaluran antara data-data ln k terhadap 1/T dimana harga (-
Ea/R) merupakan kemiringan dari kurva ln k terhadap 1/T tersebut. Harga-harga k,
ln k, T, serta 1/T untuk menentukan energi pengaktifan proses presipitasi nikel
hidroksida disajikan pada Tabel IV.5. Selanjutnya pengaluran antara ln k terhadap
1/T disajikan pada Gambar IV.13.

Tabel IV.5 Data k, ln k, T, serta 1/T untuk presipitasi nikel hidroksida pada suhu
25, 50, 60 dan 70oC
k ln k T (oC) T (K) 1/T
3,00E-06 -12,7169 25 298 0,0034
2,00E-05 -10,81978 50 323 0,0031
0,0002 -8,517193 60 333 0,0030
0,0004 -7,824046 70 343 0,0029

Gambar IV.13 Pengaluran ln k terhadap 1/T untuk 4 suhu presipitasi Ni(OH)2


72
Dari kurva pengaluran ln k terhadap (1/T) pada Gambar IV.13, diperoleh gradien
garis = - = -11376. Oleh karena itu, energi aktivasi (Ea) = -R x (-11376) =

8,314 x 11.376 = 94580,064 J/mol = 94,580 kJ/mol.

Menurut Habashi (1980), proses yang terkendali laju difusi memiliki energi
aktivasi 4-12 kJ/mol, sementara proses yang terkendali oleh reaksi kimia memiliki
energi aktivasi di atas 42 kJ/mol. Berdasarkan hasil perhitungan nilai energi
aktivasi proses presipitasi nikel hidroksida yang diperoleh adalah 94,580 kJ/mol,
sehingga semakin memperkuat kesimpulan bahwa presipitasi nikel hidroksida
terkendali oleh reaksi kimia.

Pada penelitian ini dievaluasi juga pengaruh jenis reagen penetralisasi terhadap
laju presipitasi nikel hidroksida. Reagen penetralisasi yang dibandingkan adalah
MgO, NH3 dan MgO yang disertai penambahan seed nikel hidroksida. Grafik
hubungan antara (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu (t) untuk percobaan presipitasi
dengan 3 jenis reagen penetralisasi yang berbeda disajikan pada Gambar IV.14.

Gambar IV.14 Grafik hubungan antara (1/[CNi]-1/[CNi,o]) terhadap waktu untuk


data percobaan presipitasi dengan 3 jenis reagen penetralisasi.

Laju reaksi presipitasi dibandingkan secara kuantitatif dari harga konstanta laju
reaksinya (harga k) yang diperoleh dari persamaan regresi linier (1/[CNi]-1/[CNi,o])
73
terhadap waktu (model kinetika reaksi orde-2). Semakin besar nilai konstanta laju
reaksi maka akan semakin cepat reaksi pembentukan Ni(OH)2 berlangsung. Dari
grafik yang telah disajikan pada Gambar IV.14, terlihat bahwa reagen
penetralisasi MgO memiliki konstanta laju yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan NH3 (dengan MgO k = 0,00002 L mg-1 s-1, sementara dengan NH3 k =
0,0000007 L mg-1 s-1). Hal ini karena MgO memberikan efek seeding yang tidak
dapat diberikan oleh NH3. Presipitasi dengan MgO yang disertai penambahan
seed memiliki konstanta laju reaksi yang paling tinggi (k = 0,0001 L mg-1 s-1)
yang menunjukkan bahwa laju reaksi presipitasi dengan MgO berlangsung
semakin cepat dengan adanya penambahan seed. Sebagaimana telah
dikemukakan, penambahan seed dapat memberikan efek katalis dan menurukan
supersaturasi melalui nukleasi heterogen (Mubarok dan Lieberto, 2013).

Hasil penelitian ini berkesesuaian dengan hasil penelitian Mubarok dan Lieberto
(2013) yang membandingkan penggunaan MgO, NaOH dan NH3 sebagai agen
netralisasi pada presipitasi MHP dari larutan artifisial dimana kinetika reaksi
presipitasi paling cepat ditunjukkan oleh penambahan MgO. Presipitasi dengan
magnesia (MgO) menghasilkan konsentrasi nikel yang lebih rendah yang tersisa
dalam larutan pada pH tertentu. Penambahan MgO meningkatkan level
supersturasi Ni(OH)2 dan meningkatkan kristalinitas presipitat yang terbentuk
(Harvey dkk., 2011).

IV.9 Karakterisasi Produk Nikel Hidroksida (Ni(OH)2)


Dilakukan beberapa analisis untuk menentukan karakteristik dari produk
presipitasi nikel hidroksida yang dihasilkan dari kondisi terbaik. Analisis yang
dilakukan meliputi analisis komposisi kimia dengan AAS, analisis senyawa yang
dominan dalam presipitat dengan XRD, analisis morfologi presipitat dengan SEM
dan analisis ukuran partikel dengan PSA. Presipitat nikel hidroksida yang
diperoleh berwarna hijau muda dengan ukuran yang halus seperti ditunjukkan
pada Gambar IV.15.

74
Gambar IV.15 Produk presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan dari kondisi
presipitasi terbaik

IV.9.1 Analisis XRD


Hasil analisis XRD yang diperlihatkan pada Gambar IV.16 menunjukkan bahwa
senyawa yang dominan pada presipitat nikel hidroksida yaitu Mg(OH)2 (brucite)
dan Ni(OH)2 (theophrastite). Senyawa Mn(OH)2 dan Co(OH)2 tidak terdeteksi
karena berada jumlahnya yang minor dalam presipitat.

2
1 1. Theophrastite – Ni(OH)2
2. Brucite – Mg(OH)2
1
2 1
1

2 2
1

Gambar IV.16 Pola difraksi XRD presipitat nikel hidroksida.

Pola diffraksi XRD menunjukkan puncak utamanya untuk senyawa Mg(OH)2,


sementara Ni(OH)2 puncaknya mempunyai intensitasnya yang lebih rendah.

75
Perbedaan tersebut karena perbedaan derajat kristalinitas keduanya, dimana
Mg(OH)2 mengkristal lebih baik dari Ni(OH)2.

IV.9.2 Analisis PSA (Particle Size Analyzer)


Ukuran partikel dari produk MHP merupakan salah satu faktor yang penting untuk
proses pemurnian MHP selanjutnya. Uuran partikel yang halus akan memudahkan
proses pelarutan produk nikel hirdoksida pada tahap releaching dari MHP.
Berdasarkan data hasil pengukuran dengan PSA, produk nikel hidroksida yang
dihasilkan mempunyai diameter partikel rata-rata sebesar 6,11 μm (6111,4 nm).
Grafik hasil PSA presipitat nikel hidroksida yang dilarutkan dalam akuades dapat
dilihat pada Gambar IV.17.

Gambar IV.17 Grafik hasil analisis PSA presipitat nikel hidroksida yang
dihasilkan dari kondisi presipitasi terbaik

Oustadakis dkk., (2006) melaporkan bahwa distribusi ukuran partikel dari produk
nikel hidroksida yang dihasilkan dengan menggunakan larutan artifisial, sekitar
50% dari presipitasi nikel hidroksida berada pada ukuran di bawah 14 μm dan
100% di bawah 95 μm. Diameter rata-rata dari presipitat yang dihasilkan yaitu
11,8 μm. Jones dan Welham (2010) melaporkan bahwa pabrik di Ravensthorpe,
Australia memproduksi MHP dengan ukuran P80 berkisar antara 23 μm dan 30
μm. Sementara White dkk., (2006) dan Harvey dk., (2011) yang melalukan

76
percobaan dengan larutan artifisial melaporkan harga D50 dan D80 pada MHP
yang diperoleh masing-masing 13,7 μm dan 22,9 μm.

IV.9.3 Analisis SEM


Hasil analisis SEM pada permukaan produk presipitat nikel hidroksida hasil
proses presipitasi pada kondisi terbaik ditunjukkan pada Gambar IV.18.
Berdasarkan hasil foto SEM, presipitat memiliki bentuk agregat dengan struktur
yang tidak beraturan dengan ukuran sekitar 10 μm. Kemungkinan hal ini terjadi
karena bentuk kristalnya yang amorf dan adanya partikel MgO yang tidak
bereaksi menutupi permukaan presipitat nikel hidroksida. Hasil analisis SEM juga
menunjukkan bahwa pembentukan partikel nikel hidroksida terjadi melalui
agregasi partikel-partikel yang berukuran kecil.

Gambar IV.18 Foto SEM presipitat nikel hidroksida yang dihasilkan pada kondisi
terbaik.

Katsiapi dkk., (2010) melaporkan dua mekanisme yang terjadi pada presipitasi
logam hidroksida dengan MgO. Pertama adalah pelarutan MgO dan nukleasi dari
logam hidroksida; yang kedua adalah presipitasi logam hidroksida pada partikel
MgO. Oustadakis dkk., (2006) melaporkan bahwa presipitat nikel hidroksida
terdeteksi dengan bentuk agregat kristal halus, sementara magnesium hidroksida
mempunya ukuran kristal yang lebih besar. Presipitat nikel hidroksida merupakan

77
agregat yang memiliki bentuk yang tidak teratur dengan ukuran homogen sekitar 5
μm. Sebaliknya magnesium hidroksida terdiri dari kristal besar dengan ukuran
dari 50 sampai 90 μm. Agregat nikel hidroksida juga terbentuk pada permukaan
kristal magnesium hidroksida pada presipitat, hal ini karena adanya partikel MgO
yang tidak bereaksi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Jones (2013) pada
partikel MHP yang diperoleh dari pabrik pengolahan nikel laterit di Ravensthorpe
yang menunjukkan bahwa beberapa partikel MgO melapisi Ni(OH)2. White dkk.,
(2006) melaporkan bahwa MHP dapat tumbuh di sekitar partikel magnesium
hidroksida.

IV.9.4 Analisis Komposisi Kimia


Untuk mengetahui kemurnian dari produk nikel hidroksida yang dihasilkan
dilakukan analisis logam-logam yang terdapat pada produk dengan AAS. Sampel
presipitat yang dianalisis adalah presipitat yang dihasilkan pada kondisi terbaik
(pH 7, suhu= 50oC dan waktu presipitasi 1 jam). Presipitat sebanyak 1,5 gram
dilarutkan dalam larutan asam sulfat dan asam nitrat kemudian diencerkan dengan
akuades sampai volumenya 1 liter. Hasil analisis komposisi kimia menggunakan
AAS pada produk nikel hidroksida yang dihasilkan pada kondisi terbaik
ditunjukkan pada Tabel IV.6

Tabel IV.6 Hasil analisis komposisi kimia nikel hidroksida


Konsentrasi Berat Persen dalam
Unsur
(ppm) (gram) Produk (%)
Ni 490,98 0,49098 32,732
Fe 1,5562 0,0015562 0,104
Co 14,828 0,014828 0,989
Mn 54,67 0,05467 3,645
Mg 40,25 0,04025 2,683
Al 1,6225 0,0016225 0,108
Cr 0,2222 0,0002222 0,015
Cu 0,2072 0,0002072 0,014
Zn 2,2050 0,002205 0,147
Ca 3,1439 0,0031439 0,210

78
Bab V Kesimpulan dan Saran

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil percobaan yang diperoleh, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Presipitasi besi 2 tahap memberikan hasil yang optimal dengan persen
presipitasi besi sebesar 99,97% dan persen nikel yang ikut mengendap sebesar
23,37%.
2. Kondisi terbaik presipitasi nikel hidroksida diperoleh pada pH 7, suhu 50˚C
dan waktu presipitasi 1 jam, dengan persen presipitasi nikel 90,02%, mangan
39,54%, kobalt 96,76% dan besi 75,19%.
3. Penambahan seed nikel hidroksida meningkatkan persen presipitasi nikel.
4. Presipitat nikel hidroksida yang diperoleh pada kondisi terbaik (pH 7, suhu
50˚C dan waktu presipitasi 1 jam) mempunyai senyawa utama Ni(OH)2 dan
Mg(OH)2, dengam ukuran partikel rata-rata 6,11 μm.
5. Komposisi presipitat yang diperoleh pada kondisi terbaik (pH 7, suhu 50˚C
dan waktu presipitasi 1 jam) adalah Ni 32,73%, Fe 0,1%, Co 0,99 %, Mn
3,65%, Mg 2,68%, Al 0,11%, Cr 0,015%, Cu 0,01%, Zn 0,15% dan Ca 0,21%.
6. Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa presipitasi nikel hidroksida
mengikuti model kinetika reaksi kimia orde 2 dengan energi aktivasi sebesar
94,58 kJ/mol.
7. Jenis reagen pengatur pH berpengaruh terhadap laju presipitasi nikel
hidroksida, dimana MgO memberikan konstanta laju yang lebih besar
dibandingkan dengan NH3, sementara MgO yang disertai penambahan seed
memiliki konstanta laju yang paling besar dari kedua reagen netralisasi
tersebut.

79
V.2 Saran
Berdasarkan serangkaian percobaan dan data-data yang telah diperoleh, masih
terdapat beberapa hal yang perlu diteliti lebih lanjut. Berikut ini beberapa saran-
saran untuk penelitian lebih lanjut:
1. Dilakukan proses optimasi pemisahan besi dari larutan dengan seminimal
mungkin nikel yang ikut mengendap
2. Proses pengolahan lanjutan presipitat nikel hidroksida dengan re-leaching
menggunakan larutan asam sulfat atau amoniak pada tekanan atmosfir dan
dipelajari perilaku pelarutan MHP dengan komposisi mangan dan magnesium
yang bervariasi.

80
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Y., Zhai, X., Li, B. and Fu, Y., (2010). Removal of Iron From Acidic
Leach Liquor of Lateritic Nickel Ore by Goethite Precipitate. Hydrometallurgy,
101, 84-87.

Chong, S., Hawker, W., dan James, V. (2013). Selective Reductive Leaching of
Oxidised Cobalt Containing Residue. Minerals Engineering, 54, 82–87.

Dalvi, A. D., Bacon, W. G., & Osborne, R. C. (2004). Past and Future of Nickel
Laterite. Proceedings of PDAC 2004, Trade Show & Investor Exchange, March 7-
10 2004.

Dogra, S.K., & Dogra S. (2009). Kimia Fisik dan Soal-Soal. UI-Press, Jakarta.

Donegan, S. (2006). Direct Solvent Extraction of Nickel at Bulong Operations.


Minerals Engineering, 19, 1234–1245.

Gordon, D. J. (1999). Precipitation and Crystallization Process. Los Alamos


National Laboratory.

Habashi, F. (1980). Principles of Extractive Metallurgy, 1. New York:Gordon &


Breach.

Harvey, R., Hannah, R., & Vaughan, J. (2011). Selective Precipitation of Mixed
Nickel-Cobalt Hydroxide. Hydrometallurgy, 105, 222-228.

Hove, M., Van Hille, R. P., & Lewis, A. E. (2009). The Effect of Different Types
of Seeds on The Oxidation and Precipitation of Iron. Hydrometallurgy, 97, 180-
184.

Indriani (2016). Sintesis Magnesium Hidroksida Untuk Material Pencegah


Kebakaran Melalui Proses Pelindian Bijih Dolomit Dalam Asam Klorida Dan
Presipitasi Kimia Dengan Sodium Hidroksida. Tugas Akhir Program Studi Teknik
Metalurgi, Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan, Institut Teknologi
Bandung.

Ismael, M. R. C., & Carvalho, J. M. R. (2003). Iron Recovery from Sulphate


Leach Liquors in Zinc Hydrometallurgy. Minerals Engineering, 16, 31–39.

Jones, A. (2013). Enhanced Metal Recovery from a Modified Caron Leach of


Mixed Nickel-Cobalt Hydroxide. Thesis of Applied Chemistry and Mineral
Science, The degree of Doctor of Philosophy of Murdoch University.

Jones, A. N., & Welham, N. J. (2010). Properties of Aged Mixed Nickel-Cobalt


Hydroxide Intermediates Produced from Acid Leach Solutions and Subsequent
Metal Recovery. Hydrometallurgy, 103, 173-179.
81
Katsiapi, A., Tsakiridis, P. E., Oustadakis, P., & Agatzini-Leonardou, S. (2010).
Cobalt recovery from mixed Co-Mn hydroxide precipitates by ammonia–
ammonium carbonate leaching. Minerals Engineering, 23, 643-651.

Kose, C. H., & Topkaya, Y. A. (2011). Hydrometallurgical Processing of


Nontronite Type Lateritic Nickel Ores by MHP Process. Minerals Engineering,
24, 396-415.

Kose, C. H. (2010). Hydrometallurgical processing of Lateritic Nickel Ores.


Thesis of Metallurgical and Material Engineering, Graduate School of Natural and
Applied Science, Middle East Technical University.

Kyle, J. (2010). Nickel laterite processing technologies – where to next?. ALTA


2010 Nickel/Cobalt/Copper Conference, 24 - 27 May.

Leonardou, L. A., Tsakiridis, P. E., Oustadakis, P., Karidakis, T., & Katsiapi, A.
(2009). Hydrometallurgical Process for The Separation and Recovery of Nickel
from Sulphate Heap Leach Liquor of Nickeliferrous Laterite Ores. Minerals
Engineering, 22, 1181-1192.

Lieberto, Y. (2012). Studi Pengendapan Nikel Hidroksida dari Larutan Hasil


Pelindian Bijih Nikel Laterit Pulau Gag. Tugas Akhir Program Studi Teknik
Metalurgi, Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan, Institut Teknologi
Bandung.

Liu, H., Gillaspe, J., Lewis, C.,Neudorf, D., Barnett, S. (2004). Atmospheric
Leaching of Laterites With Iron Precipitation as Goethite. Internationa Laterite
Nickel Symposium. TMS (The Minerals, Metals & Materials Society).

MacKenzie, M., Virnig, M., & Feather, A. (2006). The Recovery of Nickel from
High-Pressure Acid Leach Solution using Mixed Hydroxide Product – LIX84-INS
Technology. Miner. Eng, 19, 1220–1233.

Mersmann, A. (2002). Crystallization Technology Handbook. 2nd Ed. Mersmann,


Marcel Dekker, New York.

Muammar (2011). Pemisahan Besi dari Larutan Hasil Pelindian Bijih Nikel
Laterit Halmahera dan Pengendapan Nikel Hidroksida. Tugas Akhir Program
Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan, Institut
Teknologi Bandung.

Mubarok, M. Z., & Lieberto, J. (2013). Precipitation of Nickel Hydroxide from


Simulated and Atmospheric-Leach Solution of Nickel Laterite Ore. International
Symposium on Earth Science and Technology CINEST 2012. Procedia Earth and
Planetary Science 6, 457-464.

82
Oustadakis, P., Agatzini-Leonardou, S., & Tsakiridis, P. E. (2006). Nickel and
Cobalt Precipitation from Sulphate Leach Liquor using Mgo Pulp as Neutralizing
Agent. Minerals Engineering, 19, 1204-1211.

Rishea, M. M., Mihaylov, I. O., Buarzaiga, M., & Mendes, F. D. (2012).


Producing Nickel Hydroxide Suitable for Pelletization with Iron-Containing Ore
and for Stainless Steel Manufacture. US Patent 8,147,782.

Roche, E . G. (2009). Iron Precipitation. World Patent 2009/155651 A1.

Setiawan, F. E (2015). Kinetika Presipitasi Silika Dari Fluida Panas Bumi


Dengan Penambahan Inti Presipitasi. Tesis Program Studi Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Solihin & Firdiyano, (2014). Perilaku Pelarutan Logam Nikel dan Besi dari Bijih
Nikel Kadar Rendah Sulawesi Tenggara. Majalah Metalurgi, 29, 139-144.

Taylor, A. & Jansen, M. L. (2004). Future Trends in PAL Plant Design for Ni/Co
Laterites. International Project Development Services, www.altamet.com.au.

Torres, V. M., Costa, M. A. C. L., Carmo, O. A., & Evelin, S. S. (2008). A


Process for The Instantaneous Control of Precipitation of Nickel and Cobalt
Present in The Leach Liquor, by Adjusting the pH of The Solution. PCT
Publication Number: WO08003152.

US Geological Survey. (2015). Nickel. Mineral Commodity Summaries.

Vaughan, J., Hawker, W., Keating, T., & Cox, J. (2013). Engineering Aspects of
The Selective Acid Leaching Process for Refining Mixed Nickel-Cobalt
Hydroxide. Metallurgy Program, The University of Queensland.

Vaughan, J., Hawker, W., & White, D. (2011). Chemical Aspects of Mixed Nickel-
Cobalt Hydroxide Precipitation and Refining. ALTA 2011 Nickel-Cobalt-Copper
Conference. Alan Taylor, ALTA Metallurgical Services.

Wang, K. (2012). Impurity Rejection in The Nickel Laterite Leach System. Ph.D.
Curtin University, Western Australian School of Mines.

Wang, K., Li, J., McDonald, R. G., & Browner, R. E. (2013). Caracterisation of
iron-rich precipitates from synthetic atmospheric nickel laterite leach solutions.
Minerals Engineering, 40, 1-11.

Wang, K., Li, J., MCDonald, R. G., & Browner, R. E. (2011). The Effect of Iron
Precipitation Upon Nickel Losses from Synthetic Atmospheric Nickel Laterite
Leach Solutions: Statistical Analysis and Modelling. Hydrometallurgy, 109, 140-
152.

83
Williams, C., Hawker, W., & Vaughan, J. W. (2013). Selective Leaching of
Nickel from Mixed Nickel Cobalt Hydroxide Precipitate. Hydrometallurgy, 138,
84-92.

White, D. T., Miller, M. J., & Napier, A. C. (2006). Impurity Disposition and
Control in The Ravensthorpe Acid Leaching Process. Iron Control in
Hydrometallurgy, Proceedings 3rd International Symposium, C.I.M. Montreal.

Xinfang, J. (2008). Ferro-nikel/NPI Production from Laterite Nickel Ore in China.


Tsing Shan Company Beijing.

Yunita, F. E. (2014). Ekstraksi Pelarut Nikel dan Kobalt Dalam Larutan


Ammonia-Ammonium Karbonat Dengan Ekstraktan LIX 84-ICNS. Tesis Program
Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan,
Institut Teknologi Bandung.

Zhu, Z., Pranolo, Y., Zhang, W., Wang, W., Dan Cheng, C. Y. (2010).
Precipitation of Impurities from Synthetic Laterite Leach Solutions.
Hydrometallurgy, 104, 81-85.

84
LAMPIRAN A
PENURUNAN PERSAMAAN KINETIKA REAKSI KIMIA ORDE 1, 2
DAN 3

1. Reaksi Orde 1

A R

Persaaman laju reaksi Orde-1 :

2. Reaksi Orde 2
2A R

Persaaman laju reaksi Orde-2 :

3. Reaksi Orde 3
3A R
Persaaman laju reaksi Orde-3 :

85
LAMPIRAN B
PROFIL KINETIKA REAKSI PRESIPITASI NIKEL HIDROKSIDA
UNTUK ORDE 1 2 & 3 PADA BERBAGAI SUHU

1. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 25oC untuk orde 1 2 &3

86
2. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 50oC untuk orde 1 2 &3

87
3. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 60oC untuk orde 1 2 &3

88
4. Profil kinetika reaksi presipitasi nikel hidroksida suhu 70oC untuk orde 1 2 &3

89
90

Anda mungkin juga menyukai