Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Kenyamanan

2.1.1 Pengertian Kenyamanan

Kenyamanan adalah perasaan yang muncul akibat dari minimalnya atau

tidak adanya gangguan pada sensasi tubuh (Manuaba,1998). Menurut Kolcaba,

dalam Potter dan Penry (2005) mengungkapkan kenyamanan atau rasa nyaman

adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti 1)

Kebutuhan ketentraman yaitu suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan

sehari-hari, 2) Kelegaan yaitu telah terpenuhinya segala kebutuhan, dan 3)

Transenden yaitu keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri.

Sensasi ketidaknyamanan timbul bila keadaan/ suasana diluar kenormalan,

bisa meningkat mulai dari terasa mengganggu sampai menimbulkan rasa sakit

tergantung dari seberapa jauh keseimbangan terganggu. Sensasi kenyamanan

terjaga dengan meningkatkan metabolisme, merubah level aktivitas otot, atau

menggunakan pakaian, bisa juga dengan memodifikasi lingkungan dengan

bantuan alat/ teknologi. Ketidaknyamanan dapat menimbulkan perubahan

fungsional yang bisa mempengaruhi seluruh tubuh. Panas berlebih (overheating)

menyebabkan kelelahan meningkat, rasa kantuk, performance fisik menurun dan

meningkatkan kemungkinan kesalahan (error). Perbaikan kondisi kenyamanan di

dalam ruangan sangat penting untuk kesehatan dan performance secara maksimal

(Kroemer dan Grandjean,2000).


2.1.2 Jenis Kenyamanan

2.1.2.1 Pendekatan Kenyamanan Suhu

Menurut Hoppe dalam Sugini 2004, ada tiga makna kenyamanan suhu; 1)

Pendekatan thermophysiological adalah pendekatan kenyamanan lingkungan suhu

sebagai proses pada tinggi dan rendahnya signal dari reseptor suhu yang berada di

kulit menuju ke otak. 2) Pendekatan Heatbalance (keseimbangan panas),

kenyamanan suhu dicapai bila aliran panas dari dan menuju badan manusia

seimbang, temperatur kulit dan tingkat berkeringat badan ada dalam rentang

nyaman. 3) Pendekatan psikologis adalah kondisi pikiran yang mengekspresikan

tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan suhunya. Pendekatan psikologis

menjadi pemaknaan yang paling banyak digunakan karena bersifat subjektif.

Menurut ASHRAE (American Society of Heating Refrigating Air

Conditioning Engineer) 1992, kenyamanan suhu sebagai kondisi pikiran yang

mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan suhunya.

Kenyamanan suhu ini berhubungan dengan aspek fisik, fisiologis dan psikologis.

Variabel yang menentukan kenyamanan suhu dapat dibedakan menjadi : 1)

Personal yang meliputi, rerata metabolisme yang terwujud dalam aktivitas, rerata

insulasi pakaian yang diwujudkan dalam cara berpakaian. 2) Iklim yang meliputi,

suhu udara, kelembaban, pergerakan udara atau kecepatan angin.

Menurut Frick dkk (2007), kenyamanan dalam melakukan aktivitas di

dalam maupun di luar gedung dapat dilakukan dalam pendekatan iklim

lingkungan yang ada. Pendekatan iklim dalam gedung lebih banyak dipengaruhi
oleh iklim di luar gedung. Faktor yang mempengaruhi iklim dalam gedung seperti

ruangan, dinding, peralatan, ventilasi dan sebagainya.

Tubuh manusia dalam kondisi nyaman berada pada suhu 370C, suhu ini

dapat dipertahankan dengan mengikuti kondisi lingkungan dan pakaian yang

digunakannya. Tubuh merasa kepanasan bila tidak dapat melepaskan panas dalam

waktu yang tepat. Panas tubuh dikeluarkan melalui cara: 1) Radiasi panas ke

udara sekeliling yang lebih sejuk sebesar 40%- 60%. 2) Penyaluran panas secara

langsung (konduksi) melalui telapak kaki. 3) Perpindahan kalor 25% - 30% ke

udara secara konveksi. 4) Penguapan keringat dan pernafasan 25% - 30%.

2.1.2.2 Faktor Kenyamanan Fisikal

Kenyamanan tubuh dipengaruhi oleh Faktor internal maupun eksternal.

Faktor internal terdiri dari Tinggi Badan, Berat Badan dan IMT (Indeks Masa

Tubuh). IMT bisa dihitung dengan persamaan 2.1, sementara hubungan IMT

dengan maknanya terlihat pada Tabel 2.1 :

IMT = Berat Badan (kg) …….……………………. (2.1)


Tinggi badan (m) X Tinggi badan (cm)

Tabel 2.1.
Daftar Nilai IMT
Nilai IMT Makna
18,4 ke bawah Berat badan kurang
18,5 – 24,9 Berat badan ideal
25 – 29,9 Berat badan lebih
30 – 39,9 Gemuk
40 ke atas Sangat gemuk
Faktor kenyamanan suhu yang dapat mempengaruhi tubuh dapat dibedakan

menjadi faktor dari alam dan faktor pilihan manusia. Salah satu faktor alam

adalah kelembaban udara yaitu kandungan uap air dalam udara. Kelembaban

udara yang tinggi mengakibatkan sulit terjadinya penguapan di permukaan kulit

sehingga mekanisme pelepasan panas bisa terganggu. Bila kelembaban rendah

(30%) orang merasakan efek keringanya udara, untuk mengatasinya diperlukan

tambahan uap air ke dalam udara. Sementara faktor yang lain :

a. Pakaian

Pakaian adalah faktor pilihan yang mudah diterapkan untuk mencapai

kenyamanan suhu tubuh. Manusia bisa memilih dan menentukan jenis dan model

pakaian yang dikenakan untuk mencapai kenyamanan suhu tubuhnya. Indeks

penguapan pakaian (clothing value = clo ) tiap jenis pakaian bisa digunakan untuk

menghitung tingkat kenyamanan pakaian yang hendak digunakan (Ogulata R,

2007). Berikut Tabel 2.2 clothing value :

Tabel 2.2
Clothing Value blus baju
Penahanan panas
Uraian Clo
m2.oC/W
Baju lengan pendek 0.06 0.009
Baju lengan panjang 0.12 0.019
Blus baju Blus ringan lengan pendek 0.09 0.029
Blus ringan lengan panjang 0.20 0.031
Blus biasa lengan panjang 0.25 0.039
Blus kerah tinggi lengan panjang 0.34 0.053
Baju hangat Baju hangat lengan panjang 0.28 0.043
Clo: Clothing value
b. Aktivitas

Aktivitas manusia menimbulkan energi atau panas tertentu dalam tubuh.

Semakin tinggi aktivitas seseorang, semakin cepat metabolisme dalam tubuhnya

sehingga semakin besar energi atau panas yang dihasilkan. Bila faktor alam tidak

bisa menyerap panas yang terjadi (dan harus dilepas demi kenyamanan) maka

tubuh merasa tidak nyaman. Jenis aktivitas dan kecepatan metabolisme dapat

dilihat dalam tabel berikut (Ogulata R.T,2007) :

Tabel 2.3
Aktivitas dan Kecepatan Metabolisme
Metabolisme Watt/m2
Aktivitas (Met)
Duduk tenang 1.0 58
Berdiri santai 1.2 70
Aktivitas biasa (kantor, sekolah, rumah sakit) 1.2 70

Berdiri aktivitas ringan (belanja, industri ringan) 1.6 93

Dosen, guru, mengajar di depan kelas 1.6 95


Olah raga lari (15km/jam) 9.5 550
Sumber : Ogulata R.T. 2007

Prediksi ketidaknyamanan seseorang di dalam ruang (predicted percentage

of dissatisfield= PPD) berhubungan erat dengan indeks clo atau pengatur

penguapan permukaan kulit melalui pakaian dan indeks kegiatan atau terjadinya

panas dari aktivitas kegiatan tubuh (Frick, 2007). Tolak ukur kenyamanan bagi

tubuh manusia adalah :


1. ISO 7734 tahun 1994

Sensasi termis yang dialami tubuh manusia berdasarkan ISO 7734 tahun

1994 terdiri atas faktor iklim dan faktor individu. Faktor iklim: suhu udara, suhu

radiasi, kelembaban udara dan kecepatan angin. Sementara faktor individu;

tingkat aktivitas yang berhubungan langsung dengan tingkat metabolisme tubuh

dan jenis pakaian yang dikenakan.

2. Teori Fanger

Kenyamanan suhu menurut Fanger terdiri dari faktor iklim yaitu suhu udara

(0C), suhu radiasi(0C) , kelembaban udara (%), dan kecepatan angin (m/dt). Faktor

individu yaitu kecepatan metabolisme menurut jenis aktivitas (met) dan jenis

pakaian (clo)

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi kenyamanan Radiografer

Rasa nyaman sangat berpengaruh terhadap motivasi dalam melakukan

aktivitas dari setiap radiografer. Kenyamanan dalam melakukan aktivitas kerja

dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar tubuh radiografer. Faktor

yang bersifat dari dalam diri radiografer di antaranya : umur, jenis kelamin, berat

badan, tinggi badan, pendidikan dan pengalaman bekerja. Sementara faktor yang

bersifat dari luar tubuh seperti: beban kerja, volume kerja, sikap kerja, lingkungan

dan pakaian dalam melaksanakan pemeriksaan radiologi.

Pakaian dapat bersifat isolasi/penghambat berkurangnya panas tubuh, jika

pekaian yang digunakan menyebabkan pemakainya tidak berkeringat di musim

panas dan kedinginan di musim dingin. Pekerja harus memakai pakaian yang
sesuai untuk kenyamanan termal mereka. Pakaian dapat membantu tubuh untuk

menjaga keseimbangan panas di bawah kondisi eksposur dengan mengenakan

pakaian yang cocok. Oleh karena itu, sifat isolasi pakaian sangat penting untuk

kenyamanan termal pemakainya.

2.1.4 Upaya Meningkatkan Kenyamanan Radiografer

Menurut Manuaba (1998), keserasian alat, cara dan lingkungan kerja terhadap

kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk memperoleh kondisi kerja dan

lingkungan yang sehat, aman, nyaman, juga efisien sehingga tercapai hasil kerja yang

setinggi - tingginya. Oleh karena itu pengendalian dan penanganan faktor-faktor

internal yang bersifat somatis dan psikis serta faktor eksternal yang berupa task,

organisasi dan lingkungan kerja fisik maupun psikis harus ditangani secara

berkesinambungan.

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), kenyamanan fisiologis pada suatu

ruang berada pada rentang suhu 200C - 240C. Rasa nyaman akan timbul saat

sistem regulasi vasomotor tubuh tidak terlalu tertekan, sirkulasi darah ke kulit

tidak melebihi fluktuasi normal, pada rentang suhu ini aliran darah ke seluruh

tubuh dalam kesetimbangan. Kenyamanan ini dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan fisik yaitu 1) suhu udara, 2) suhu lingkungan sekitar, 3) kelembaban

udara dan 4) kecepatan udara.

Kenyamanan radiografer dalam melaksakan tugasnya diupayakan dengan :

(1) Menjaga suhu ruangan berada dalam rentang 220C - 280C, (2) Suhu

lingkungan sekitar diatur sama dengan suhu ruangan yang ada atau berselisih
tidak lebih dari 20C – 30C, (3) Kelembaban relative di jaga pada kisaran 70%

sampai 80%, (4) Kecepatan angin dikontrol tidak melebihi dari 0.2m/s, dan (5)

PDH berlengan Panjang dilakukan intervensi menjadi PDH berlengan pendek.

2.2 Kinerja Radiografer

2.2.1 Pengertian Kinerja Radiografer

Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan RI, 2010 adalah

penampilan/kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan

tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta tata cara penyelenggaraannya sesuai

dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Standar adalah suatu

harapan mutu faktor input-proses-output yang diinginkan, di buat secara tertulis

atau yang disepakati sebagai bagian dari sistem pengawasan mutu (quality

monitoring). Standar diperlukan untuk kemudahan replikasi unit pelayanan,

sehingga dapat mewujudkan good governance, meningkatkan daya responsif

terhadap perubahan, pengendalian biaya dan mengurangi inefisiensi.

Mangkunegara (2005) menyebutkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja

atau hasil kerja (output) berupa kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber

daya manusia per satuan periode waktu, sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Rivai (2005) menjelaskan bahwa hakikat kinerja merupakan

prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan

sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
Sedarmayanti (2007) menyatakan instrumen yang dipakai untuk mengukur

kinerja meliputi:

a. Prestasi kerja, yaitu hasil kerja dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas

maupun kuantitas.

b. Keahlian yaitu tingkat kemampuan teknis yang dimiliki dalam menjalankan

tugas yang dibebankan. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi

dan inisitaif.

c. Perilaku yaitu sikap dan tingkah laku yang melekat pada dirinya dan dibawa

dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Prilaku berkaitan dengan kejujuran,

tanggung jawab, dan disiplin.

d. Kepemimpinan merupakan aspek kemampuan menejerial dan seni dalam

memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan,

pengambilan keputusan secara tepat dan cepat.

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Kinerja Radiografer

Penilaian kinerja merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus

pengembangan SDM yang dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel,

partisipasif dan transparan. Menurut UU No 5, 2014 penilaian kinerja PNS

bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada

sistem prestasi dan sistem karier dengan memperhatikan target, capaian, hasil dan

manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.

Penilaian kinerja radiografer didasarkan pada kriteria yang telah diatur

dalam Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang meliputi: 1) Berorientasi pelayanan;


seperti ramah, identifikasi pasien, pelaksanaan kualitas mutu, penyusunan,

perencanaan kegiatan, persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan radiologi dengan

dan tanpa kontras, cuci tangan, cepat tanggap, kepuasan pasien, pemberian

proteksi, jumlah reject film, 2) Integritas atau taat aturan rumah sakit, 3)

Komitmen yaitu berpedoman pada Standar Operasional Pelayanan (SPO), 4)

Clinical path way, 5) Pendokumentasian data pelayanan, laporan kejadian kasus,

6) Disiplin dalam kehadiran, 7) Kerjasama dan kepemimpinan.

Menurut Subanegara (2014), indikator kinerja radiografer di instalasi

radiologi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya memiliki syarat sebagai

berikut :

a. SDM minimal berpendidikan DIII radiologi.

b. Memiliki ijin kerja yang sah yaitu STR (Surat Tanda Regestrasi) atau SIKR

(Surat Ijin Kerja Radiografer).

c. Pelayanan sesuai SOP.

d. Waktu tunggu yang tidak terlalu lama untuk hasil radiologi.

e. Lulus Akreditasi Nasional KARS dan internasional JCI

f. Penerapan program patient safety

g. Jumlah pasien yang dilayanai

h. Jumlah foto rontgen yang dibuat di masing – masing bagian

i. Kepuasan pasien terhadap pelayanan radiologi


2.2.3 Dampak Penurunan Kinerja Radiografer

Menurunnya kinerja radiografer di instalasi radiologi RSUP Sanglah

Denpasar dapat dinilai dari beberapa aspek seperti :

1. Adanya tambahan waktu yang digunakan untuk melipat PDH berlengan

panjang selama pelayanan berlangsung, sehingga menambah waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan radiologi.

2. Waktu pemeriksaan yang cukup lama, berpengaruh terhadap jumlah dan jenis

pemeriksaan radiologi yang dapat dilaksanakan. Selain itu mempengaruhi

waktu tunggu pemeriksaan konvensional maupun MSCT, menjadi lebih dari 3

hari sampai 4 hari dari waktu penjadwalan

3. Akumulasi waktu yang cukup lama, menurunkan tingkat kinerja radiografer

yang terukur dari pelaporan jumlah dan jenis pemeriksaan pasien dalam satuan

bulanan.

4. Menurunnya jumlah dan jenis pemeriksaan pasien radiologi, akan menurunkan

pendapatan secara umum rumah sakit.

5. Menurunnya jumlah dan jenis pemeriksaan radiologi, menurunkan nilai Indeks

Kinerja Individu (IKI) yang berarti menurunnya tunjangan kinerja dan

pendapatan radiografer.

2.1.4 Upaya Meningkatkan Kinerja Radiografer

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja, baik yang berhubungan dengan

SDM maupun yang berhubungan dengan lingkungan kerjanya. Pendekatan

ergonomi merupakan upaya yang paling lengkap dan manusiawi digunakan untuk
meningkatkan kinerja, ditinjau dari sisi tuntutan tugas, organisasi kerja maupun

aspek lingkungannya (Manuaba, 1999)

Menurut Manuaba (1999), Kroemer dan Grandjien (2000) upaya

peningkatan kinerja dipengaruhi oleh :

1. Tenaga Kerja : umur, jenis kelamin, gizi, kondisi fisik, ketrampilan/ keahlian

dan psikologi pekerja.

2. Peralatan kerja : peralatan yang dipakai, mesin dan sebagainya.

3. Lingkungan kerja : suhu, kelembaban, pencahayaan, dan kebisingan.

4. Cara kerja yaitu sikap dan posisi kerja.

5. Organisasi kerja yaitu administrasi kerja, shift kerja, waktu kerja dan waktu

istirahat juga reward dan punishment.

Pada penelitian ini kinerja radiografer diharapkan dapat meningkat melalui

penggunaan PDH berlengan pendek, agar mengurangi waktu yang diperlukan

untuk mencuci tangan karena tidak perlu lagi melipat lengan PDH yang berlengan

panjang. Selama pelayanan radiologi diterapkan cuci tangan pada 5 moment yaitu:

(1) Sebelum kontak dengan pasien, (2) Sebelum melakukan tindakan atau

prosedur, (3) Setelah kontak dengan pasien, (4) Setelah kontak dengan cairan

tubuh pasien, (5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien (Tim KP-RS,

2015).

Penggunaan PDH berlengan pendek, diharapkan efektif waktu yang

digunakan selama pelayanan radiologi. Waktu yang tidak efektif melipat lengan

PDH berlengan panjang, dimanfaatkan untuk melakukan pemeriksaan pasien


sehingga waktu tunggu pemeriksaan dan penjadwalan radiologi bisa berkurang

menjadi 1 sampai 2 hari. Peningkatan pelayanan di radiologi berarti juga

meningkatnya nilai IKI, sebagai dasar pemberian remunerasi sehingga akhirnya

berpengaruh terhadap kesejahteraan radiografer (SE/Dirut, 2016).

2.3 Alat Ukur

Alat ukur dalam pendekatan ergonomi ada beberapa jenis seperti:

1. Time and Motion study

Penggunaan istilah Time And Motion Study adalah suatu cara yang

sistematik untuk menentukan metode kerja yang sesuai, menentukan waktu yang

dibutuhkan atas penggunaan mesin atau tenaga manusia untuk menyelesaikan

pekerjaan tertentu. Menurut Marvin & Dunner (1994), istilah Time And Motion

Study didasarkan pada dua aspek yaitu:

a. Motion Study

Aspek motion study terdiri dari deskripsi, analitis, sistematis dan

pengembangan metode kerja dalam menentukan bahan baku, desain output,

proses, alat, tempat kerja, dan perlengkapan untuk setiap langkah dalam suatu

proses, aktivitas manusia yang mengerjakan setiap aktivitas itu sendiri. Tujuan

metode motion study adalah untuk menentukan atau mendesain metode kerja

yang sesuai untuk menyelesaikan sebuah aktivitas.

b. Time Study

Aspek utama time study terdiri atas keragaman prosedur untuk

menentukan lama waktu yang dibutuhkan dengan standar pengukuran waktu


yang ditetapkan untuk setiap aktivitas yang melibatkan manusia, mesin atau

kombinasi aktivitas manusia dengan mesin.

Dalam penerapan metode time and motion study ini juga dilandasi

pemikiran bahwa nilai waktu dari sebuah pekerjaan dapat diukur dalam satuan

pengukuran yang bersifat konsisten. Pada penelitian ini pelayanan radiologi di

RSUP sanglah Denpasar yang dianalisis yaitu : 1) Bagian konvensional 2)

Bagian MSCT

2. Bourdenwisma

3. Denyut jantung

2.4 Aplikasi Ergonomi dalam Pelayanan Radiologi

2.4.1 Pengertian Ergonomi

Penggunaan mesin dalam aktivitas sehari – hari baik yang bersifat sederhana

maupun sudah menggunakan teknologi tinggi secara otomatis mengharuskan

setiap manusia untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaanya (Fit the man to the

job) atau menyesuaikan pekerjaan dengan manusianya (Fit the job to the man).

Penggunaan mekanisasi yang memerlukan tenaga manual masih tetap diperlukan

karena tidak semua teknologi otomatis bisa diterapkan. Pekerja yang menerapkan

mekanisme ini mengalami peningkatan keluhan fisik seperti sakit pinggang,

punggung, ketegangan leher, sakit pergelangan tangan, lengan, kaki, dan

sebagainya. Keluhan fisik dan psikis ini berdampak menurunnya performa kerja

sehingga kenyamanan dan kinerja atau outcome menjadi rendah (Kromer dan

Grandjean, 2000).
2.4.2 Pengaruh Ergonomi terhadap Kualitas Hidup Manusia

Ergonomi sebagai disiplin ilmu bersifat multi disiplin yang terintegrasi

dengan elemen fisiologis, psikologis, anatomi, higiene, teknologi dan prakteknya

(Manuaba, 1992). Sasaran ergonomi adalah manusia pada saat bekerja dan

lingkungan pekerjaannya, dengan memperhatikan kemampuan, kebolehan dan

keterbatasan yang dimiliki. Setiap aktivitas manusia, bila tidak dilakukan secara

ergonomi menyebabkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan, penyakit

akibat kerja meningkat, performa dan kinerja menjadi menurun (Kromer dan

Grandjean, 2000)

Menurut Manuaba (1998), tujuan penerapan ergonomi antara lain :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera

dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja, mengupayakan promosi

dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas sosial,

mengelola dan mengkordinir kerja secara tepat guna, dan meningkatkan

jaminan sosial selama waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional pada aspek teknis, ergonomi,

antropometri, dan budaya dari setiap sistem kerja sehingga tercipta kualitas

kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Ketiga aspek tujuan ergonomi diimplementasikan secara terintegrasi dengan

mempertimbangkan keserasian alat, cara dan lingkungan kerja terhadap


kemampuan, kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga dapat berkerja

secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya.

2.4.3 Aspek Ergonomi Mempengaruhi Pelayanan Radiologi di Rumah Sakit

Perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu cepat dan menjangkau

seluruh kehidupan manusia, semestinya disikapi dengan cerdas karena

perkembangan teknologi ini dapat berpengaruh positif juga negatif. SDM yang

cerdas, memahami, mengetahui dan mampu berprilaku ergonomi menjadi aspek

yang sangat penting dan menjadi fokus utama dalam perkembangan maupun

pemanfaatan teknologi.

Pendekatan ergonomi bertujuan merealisasikan konsep tentang efektivitas,

efisiensi, kenyamanan, keselamatan dan kesehatan serta produktivitas kerja.

Ergonomi dimaksudkan untuk memperhatikan manusia sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dalam sebuah sistem kerja secara lebih holistik dan integratif.

2.4.3.1 Ergonomi di Radiologi RSUP Sanglah Denpasar

Berdasarkan Permenkes RI No 340 tahun 2010, rumah sakit sebagai institusi

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit

merupakan suatu badan usaha yang padat karya, padat modal, padat teknologi

(Adisasmito, 2008).

RSUP Sanglah Denpasar merupakan salah satu rumah sakit milik

pemerintah pusat di bawah koordinasi Kemenkes RI yang berada di Kota

Denpasar, menjadi rumah sakit rujukan di Provinsi Bali dan wilayah Indonesia
bagian timur. Mottonya “Kepuasan Anda adalah Kebahagiaan Kami”. Sementara

Visinya menjadi rumah sakit rujukan nasional kelas dunia tahun 2019. Visi ini

dijabarkan ke dalam misi sebagai berikut: (1) Menyelenggarakan pelayanan

kesehatan interprofesi yang paripurna, bermutu untuk seluruh lapisan masyarakat;

(2) Menyelenggarakan pendidikan tenaga kesehatan yang profesional dan berdaya

saing serta menyelenggarakan penelitian dalam bidang kesehatan berbasis rumah

sakit; (3) Menyelenggarakan kemitraan dengan pemangku kesehatan terkait; dan

(4) Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Keyakinan dasar pegawai RSUP Sanglah Denpasar antara lain (1) Insan

Profesional; (2) Tat Twam Asi; (3) Bekerja dalam Team. Kualitas pelayanan yang

baik dan sudah terakreditasi internasional JCI menjadi salah satu tujuan dalam

pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan administrasi, medis, penunjang medis

(radiologi dan laboratorium), keperawatan, rekam medis dan lainnya.

Pelayanan radiologi adalah aktivitas kesehatan profesional dalam bidang

radiologi yang memanfaatkan radiasi pengion dan non pengion untuk diagnose

dan terapi. Pelayanan kesehatan radiologi ini dilakukan oleh tenaga ahli yang

memiliki kualifikasi profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang

dikenal dengan radiografer. Radiografer adalah seorang profesional yang diberi

tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk melakukan

kegiatan pelayanan radiologi pada sarana kesehatan (Permen PAN dan RB RI No.

29 tahun 2013)
Instalasi Radiologi diagnostik RSUP Sanglah Denpasar mempunyai tugas

antara lain (SPO, 2016) :

1. Menyelengarakan pelayanan radiologi yang paripurna, bermutu, tepat waktu,

serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

2. Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.

3. Mengembangkan jenis pemeriksaan sesuai dengan perkembangan ilmu dan

teknologi untuk menunjang pelayanan, pendidikan dan penelitian.

4. Menyelenggarakan pelayanan radiologi diagnostik tepat guna dengan

mengutamakan kepuasan pelanggan.

Pelayanan di Instalasi Radiologi RSUP Sanglah Denpasar dibagi menjadi 3

unit yaitu: Unit Radiologi Pusat, Radiologi Wing Amerta, dan Radiologi Rawat

Darurat. Pelayanan pemeriksaan di instalasi radiologi diagnostik meliputi

pemeriksaan konvensional, CT-scan Multi slice (MSCT) dan Magnetic Resonance

Imajing (MRI).

a. Task

Sarana dan prasarana serta modalitas yang digunakan oleh radiografer di

unit radiologi pusat antara lain; radiologi konvensional (X-ray unit) maupun

MSCT menuntut sikap kerja yang dinamis. Sikap kerja duduk, berdiri berjalan

atau kombinasi secara bergantian yang disesuaikan dengan kondisi pada saat

melakukan pelayanan radiologi.

Berdasarkan JCI Standart 2015, proses pelayanan di radiologi pusat RSUP

Sanglah Denpasar meliputi :


1) Bagian radiologi konvensional

Radiografer memberikan pelayanan mulai dari mengidentifikasi pasien,

memberi penjelasan tentang pemeriksaan radiologi yang akan dilakukan,

memberi inform concern, melakukan pemeriksaan radiografi tanpa dan

dengan media kontras, memproses dan mengevaluasi mutu imajing. Sikap

radiografer sangat dinamis antara berdiri, berjalan dengan beban kaset

secara bergantian pada ruang pemeriksaan radiologi dan ruang proses

imajing.

2) Bagian MSCT

Radiografer yang bertugas di bagian MSCT ; mengidentifikasi pasien,

memberi penjelasan inform concern tentang pemeriksaan yang dilakukan,

mempersiapkan pasien, media kontras dan injektornya, melakukan tindakan

scaning tanpa dan dengan media kontras, merekonstruksi imajing,

memproses filming sebagai bahan untuk dievaluasi oleh dokter radiologi.

Sikap radiografer pada bagian MSCT sangat dinamis antara berdiri, berjalan,

mengangkat dan duduk secara bergantian.

b. Organisasi

Organisasi kerja menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, sistem kerja,

sistem pengupahan antara PNS dan non PNS. Sistem pengupahan dan remunerasi

yang diberikan dapat berpengaruh terhadap kinerja secara langsung maupun tidak

langsung. Disamping itu jam kerja berlebih, jam kerja lembur dengan kemampuan

berlebihan akan dapat mengakibatkan kelelahan, mengurangi kenyamanan dan

tingkat kinerja. Tubuh memerlukan keseimbangan fungsi ritmis antara asupan


energi dan pergantian energi maka diperlukan istirahat pendek dan kudapan

selama 15 menit setelah 2 jam kerja untuk mempertahankan performa dan

efisiensi kerja (Wignjosoebroto, 2000).

Radiografer memberikan pelayanan di radiologi pusat RSUP Sanglah

Denpasar 5 hari kerja yaitu Senin sampai dengan Jumat. Pelayanan pagi hari

mulai pukul 07.00Wita sampai 16.00Wita, dengan 2 kali waktu istirahat yaitu

pukul 09.30Wita sampai 09.45Wita istirahat untuk menikmati kudapan, sementara

pukul 12.00Wita sampai 13.00Wita istirahat makan. Pelayanan tidak dilaksanakan

pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional (SE Dirut, 2016).

c. Lingkungan

Kualitas lingkungan kerja yang baik dan ergonomis sangat mendukung

kinerja yang dihasilkan. Suara bising, suhu panas dan pencahayaan yang kurang di

tempat kerja merupakan salah satu sumber yang mengakibatkan tekanan kerja dan

penurunan kinerja. Lingkungan rumah sakit berdasarkan Keputusan menteri

kesehatan RI No 1204/ Menkes/SK/X/2004 menetapkan indeks angka kuman dan

mikroklimat untuk setiap ruang/unit di rumah sakit. Tabel 2.4.menunjukkan

indeks angka kuman dan mikroklimat berdasarkan Kepmenkes RI No 1204/

Menkes/SK/X/2004.
Tabel 2. 4
Indeks Angka Kuman dan Mikroklimat
Mikro-
Kebisingan
organisme Suhu Kelembaban Pencahayaan
max dalam
Ruang/ Unit per m2
8jam terpapar (°C ) (%) (lux)
udara
(dB)
CFU/m3
Operasi 10 45 19-24 45-60 300-20.000
Pemulihan/
200-500 40 – 45 22-24 45-60 50-200
perawatan
Iintensive Care
200 40-45 22-23 35-60 50-200
Unit (ICU)
Laboratorium 200 65 22-26 35-60 60<
Radiologi 200 40 22-26 45-60 60<

2.4.3.2 Pakaian Dinas

Pakaian pada awalanya berfungsi hanya sebagai pelindung tubuh dari panas

dan dingin, seiring kemajuan kualitas hidup manusia, pakaian berfungsi untuk

memberi kenyamanan sesuai dengan jenis atau kebutuhan seperti pakaian/seragam

pekerja, pakaian rumah, pakaian tidur dan sebagainya (Soewandi,1991). Menurut

RCN (2013) Prinsip seragam kerja secara umum harus smart/pintar, aman dan

praktis. Syarat seragam kerja secara khusus yaitu (1) Memberikan kenyamanan

dalam beraktivitas; (2) Kuat dan tahan terhadap efek pencucian; (3) Sebagai

identifikasi untuk tujuan keamanan; (4) Menunjukan profesionalitas untuk

mendorong kepercayaan dan keyakinan masyarakat; (5) Dirancang untuk

mencerminkan jenis pekerjaan yang dilakukan; dan (6) Mempertimbangkan

masalah keamanan petugas.


Menurut MENPAN RB (2015) PDH diperlukan untuk menunjang

pelaksanaan tugas secara profesional, menciptakan persatuan dan kesatuan, jiwa

korsa di antara sesama PNS dalam melaksanakan tugas, serta meningkatkan

kualitas pelayanan publik. PDH itu harus sederhana, nyaman dipakai, sopan, dan

humanis. Selain itu harus mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi,

memperhatikan jenis kelamin, mengutamakan produksi dalam negeri, serta

mendorong penguatan identitas nasional dan penguatan budaya bangsa.

PDH dibedakan untuk pakaian kerja umum dan kerja khusus. Pakaian kerja
umum antara lain:

1. Pakaian kerja nasional

Pakaian kerja nasional terdiri dari kemeja/blus warna putih lengan pendek atau

panjang dengan celana panjang/rok warna gelap.

2. Pakaian kerja instansi

Pakaian yang terdiri dari kemeja dengan celana panjang/rok, menggunakan


model dan warna yang ditetapkan masing-masing instansi pemerintah.

3. Pakaian kerja tradisional

Pakaian kerja tradisional mencirikan corak dan budaya masing-masing daerah,

seperti batik, tenun atau endek.

PDH yang digunakan di kantor kementrian kesehatan dan rumah sakit di

lingkungan Kementerian Kesehatan wajib mengenakan PDH setiap hari Senin dan

Kamis (PMK No 12, 2015). PDH ini terdiri dari:


Gambar. 2.1. PDH hari Kamis untuk Pria (PMK, 2015)

Gambar. 2.2. PDH hari Kamis untuk Wanita (PMK, 2015)

Model baju dan rok/celana PDH dibedakan antara PNS perempuan dan PNS

laki-laki. Spesifikasi model serta warna baju dan rok/celana PDH tercantum dalam

Peraturan Menteri Kesehatan. Pimpinan rumah sakit atas nama Menteri Kesehatan
wajib menyediakan dan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

penggunaan PDH untuk pegawai di lingkungan rumah sakit yang dipimpinnya

(PMK No 12, 2015).

2.5 Kajian PDH berlengan pendek radiografer di RSUP Sanglah Denpasar

Berdasarkan peraturan Direktur RS Sanglah No.15/VII/2015 PDH yang

digunakan oleh perawat di rumah sakit, diijinkan PDH berlengan pendek dengan

pertimbangan kenyamanan, keamanan dan keefektipan dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan. Sementara untuk tenaga non medis diwajibkan

menggunakan PDH berlengan panjang sesuai PMK 2015. Radiografer adalah

tenaga non medis yang melaksanakan tugasnya berhubungan langsung dengan

pelayanan terhadap pasien. Intervensi terhadap PDH yang digunakan radiografer

disesuaikan dengan PDH tenaga medis, sehingga kenyamanan, keamanan dan

keefektifan dalam bekerja dapat tercipta.

Kenyamanan ini dapat terukur dengan menggunakan faktor subjektif yaitu

dengan memberikan kuesioner terhadap radiografer yang menggunakan PDH

berlengan panjang dan PDH berlengan pendek. Penilaian subjektif ini meliputi;

berat pakaian, kecepatan menyerap keringat, keamanan dari kontaminasi

nosokomial dan keefektifan waktu yang diperlukan dalam pelayanan radiologi

dinilai dari time motion mencuci tangan dari satu pasien ke pasien lainya sebelum

dan setelah pemeriksaan. Durasi waktu yang diperlukan berpengaruh terhadap

jumlah pasien yang bisa dilayani selama shift kerja.


Berikut ini keluhan yang sering dirasakan oleh radiografer pada waktu

melaksanakan pelayanan radiologi dengan menggunakan PDH berlengan panjang

di hari Kamis yaitu :

1. PDH dirasakan agak berat.

2. Keluhan yang dirasakan, sempit di daerah pergelangan tangan, kaku di daerah

siku, bahu dan punggung.

3. Time motion untuk mencuci tangan menjadi lebih lama. Setiap momen cuci

tangan yang menggunakan sabun cair dan air mengalir membutuhkan waktu 40

detik sampai 60 detik, sementara yang mengunakan handscrub membutuhkan

waktu 20 detik sampai 30 detik (PPI,2016). Radiografer setiap melipat lengan

PDH pada penelitian ini diperoleh data 80 detik sampai 90 detik.

4. Akumulasi waktu yang diperlukan untuk melipat lengan baju dan mencuci

tangan bila dikonversikan ke pelayanan pasien sangat berpengaruh terhadap

jumlah pasien yang bisa dilayani dalam satu periode shift jaga radiografer.

5. Kemungkinan terinfeksi nosokomial menjadi lebih besar saat menggunakan

PDH berlengan panjang. Memindahkan pasien dari bed perawatan ke meja

pemeriksaan atau sebaliknya, sering PDH berlengan panjang terpapar cairan

tubuh pasien. Mencuci bersih dilakukan setelah radiografer sampai di rumah

sehingga kemungkinan penularannya menjadi lebih tinggi. Sementara PDH

berlengan pendek, kemungkinan terpaparnya jauh lebih kecil.


Gamabar 2.3 Sikap Kerja Radiografer di ruang radiologi konvensional

Gambar 2.4 Sikap Kerja Radiografer di ruang MSCT

Anda mungkin juga menyukai