Anda di halaman 1dari 8

ADAT REBU DI DESA RAYA KECAMATAN

BERASTAGI KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA

TRADITIONAL CULTURE IN RAYA VILLAGE,


KASTEMI DISTRICT, KARO DISTRICT, SUMATERA
UTARA
ANASTASYA CINDY SIHITE1, FRISKA ROSALINA SIMBOLON1 , INDAH SAKINAH1* , MELISA BR
KARO1 , NATALIA LUMBAN RAJA1 , ULFAYANTI SIREGAR1
1
Jurusan Biologi Non Kependidikan Universitas Negeri Medan
Jl. William Iskandar Ps. V
Email: Indahsakinah01@gmail.com

ABSTRAK

Rebu, adalah istilah tata kerama dalam adat suku Karo dimana antar kedua belah pihak dilarang
untuk berbicara secara langsung,  akan tetapi harus melalui perantara pihak ketiga apabila ada
hal-hal yang mau di utarakan atau disampaikan yaitu misalnya  antar mantu pria (kela) terhadap
ibu mertua(mami) dan sebaliknya untuk mantu wanita(permain) terhadap bapak
mertua(bengkila). Penelitia ini bertujuan untuk megetahui sejarah rebu, bagaimana memahami
bahasa karo, serta apakah adat rebu ini masih di terapkan hingga saat ini. Penelitian ini
menggunakan metode berupa wawancara dengan warga di desa raya kecamatan berastagi
kabupaten karo yang masih menggunakan adat rebu di keluarganya. Hasil penelitian
menunjukkana bahwasannya adat rebu ini sudah mulai tidak diterapkan lagi dikarenakan sudah
adanya peraturan dari Negara sehingga hukum adat mulai memudar. Kondisi ini menjelaskan
bahwa adat rebu sudah memudar dikarenakan perubahan zaman yang semakin berkembang pesat
menuju yang lebih baik.

KATA KUNCI : Rebu, Adat, Peraturan, Keluarga, Kela, Mami, Mengkila, Parmain

1
ABSTRACT

Rebu, is a term of kerama in the Karo tribal custom where both parties are prohibited from
speaking directly, but must go through a third party intermediary if there are things that want to
be stated or conveyed, for example between male-in-law (kela) towards mother-in-law. (mami)
and vice versa for daughter-in-law (permain) to father-in-law (bengkila). This research aims to
find out the history of rebu, how to understand the karo language, and whether the custom of
rebu is still applied today. This research uses a method of interviewing residents in the Raya
village of the Berastagi sub-district of Karo District who still uses the adat rebuild in their
families. The results of the study showed that the custom of rebu had begun to be no longer
applied due to the existence of regulations from the State so that customary law began to fade.
This condition explains that the custom rebu has faded due to changing times that are rapidly
developing towards better.

KEYWORDS: Rebu, Custom, Regulation, Family, Kela, Mami, Lila, Parmain

1. PENDAHULUAN perilaku seperti ini mengingatkan orang dan


sadar akan prinsip sosial dalam cara hidup
Rebu artinya pantangan, dilarang,
berkerabat, maka melalui rebu orang akan
tidak boleh, tidak dibenarkan melakukan
mampu mengkontrol perbuatannya sendiri.
sesuatu menurut adat Karo. Siapa yang
Rebu menimbulkan mehangke (enggan),
melanggar, dianggap tidak tahu adat, dan
dari enggan menimbulkan rasa hormat dan
dahulu dicemooh oleh masyarakat. Rebu ini
rasa hormat menimbulkan sopan santun.
terjadi apabila sebuah perkawinan telah
selesai dilaksanakan, sehingga ada Adat Rebu ini terbentuk karena pada
orangorang tertentu oleh adat dilarang zaman dahulu bentuk rumah Karo adalah
berkomunikasi secara langsung. Rebu pada “Rumah Si Waluh Jabu” dimana di dalam
masyarakat Karo terbagi atas tiga pihak rumah ini terdapat delapan kepala rumah
yaitu antara menantu perempuan dengan tangga yang bersama-sama tinggal
mertua laki-laki, menantu laki-laki dengan didalamnya, jadi untuk menghindari sesuatu
mertua perempuan dan sesama ipar yang hal yang tidak diinginkan (seperti khilaf
berjenis kelamin berbeda. Rebu ini sebagai sehingga terjadi hubungan seks antara
tanda adanya batas kebebasan diri, melalui mereka) maka dibuat adat rebu ini yang

2
gunanya untuk bisa menghormati orang- mertua akan mengatakan, “Kursi, katakan
orang yang seharusnya di hormati. terimakasihku pada menantuku.”

Salah satu alasan diadakannya Sampai sejauh ini, Adat Rebu masih
penelitian ini, adalah untuk mengumpulkan di pegang teguh oleh masyarakat suku Karo
data-data yang dapat membantu generasi terutama yang tinggal di wilayah Dataran
muda dalam memahami adat istiadat suku Tinggi Karo. Namun, mengingat banyaknya
Karo (lebih spesifik, Adat Rebu-nya). masyarakat suku Karo yang telah
Secara ringkas, Adat Rebu adalah tradisi meninggalkan kampung halaman dan tinggal
yang membatasi cara berkomunikasi antara di berbagai wilayah kota besar, perlu
mertua dan menantu dalam keseharian diadakan suatu penelitian yang dapat
mereka dengan maksud untuk menghindari menjawab “Apakah adat Rebu masih
atau mengurangi konflik dan/atau dipertahankan di tempat perantauan?” Sebab
ketertarikan. Pada pengaplikasiannya, berbagai faktor seperti pendidikan,
perempuan suku Karo yang sudah menikah lingkungan dan agama, dan suku yang
dilarang berkomunikasi langsung kepada berbeda di tempat perantauan, sangat
bapak mertuanya. Hal itu berlaku juga pada memungkinkan untuk berpengaruh pada
pria suku Karo yang sudah menikah, namun pengaplikasian adat Rebu sehari-hari. Bisa
dilarang berbicara secara langsung kepada jadi, adat tersebut semakin mereka junjung
ibu mertuanya. Dengan begitu, agar tinggi ataupun sebaliknya, yaitu mereka
komunikasi berjalan lancar oleh para pelaku lupakan.
Adat Rebu, dicarilah jalan tengahnya yaitu
dengan pengunaan seorang/sebuah 2. METODE PENELITIAN
perantara - dimana orang ketiga atau
benda-benda yang ada di sekitar dapat Penelitian ini dilakukan di Desa
berperan sebagai mediator. Salah satu Raya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo,
contoh bentuk dari percakapan antar pelaku Sumatera Utara. Pengambilan data
Adat Rebu, “Kursi, tolong beri tahu ke dilakuakn pada siang hari dengan
bapak mertua saya bahwa sarapan sudah mewawancarai salahsatu warga yang masih
disiapkan di meja makan.” Sebagai jawaban melangsungkan adat rebu di keluarga dari
dari pernyataan tersebut, maka sang bapak generasi ke genarisi hingga saat ini.

3
Alat yang digunakan berupa lat alat penelitian adalah mendapatkan data. Bila
tulis yang berfungsi mencatat hal-hal dilihat dari segi cara atau teknik
pengting yang di sampaikan pada saat pengumpulan data, maka teknik
wawancara berlangsung, dan Hanphone pengumpulan data dapat dilakukan dengan
untuk melakukan dokumentasi dalam bentuk observasi, wawancara, angket dan
foto dan video. dokumentasi. Namun dalam penelitian ini
Orang kami wawancarai kami teknik pengumpulan data yang dilakukan
wawancar adalah Pak Andreas dan Bolang oleh peneliti adalah dengan melalui teknik
Sony, warga yang masih menggunakan adat wawancara. Dalam penelitian ini kami
rebu di kerluarganya menggunakan teknik observasi dan
dokumentasi.

INFORMAN PENELITIAN  Observasi

Sumber data pada tahap awal Metode observasi adalah


memasuki lapangan dipilih orang memiliki pengumpulan data yang dilakukan dengan
otoritas pada situasi yang ditelitu, sehingga sengaja, sistematis mengenai fenomena
mampu embuka pintu kemaja saja peneliti sosial dan gejala-gejala pisis untuk
melakukan pengumpulan data mereka kemudian dilakukan pencatatan. Dalam
tergolong gatekeepers (penjaga gawang) dan kaitannya dengan penelitian ini penulis
knowledgeable informant (informan yang langsung terjun ke lapangan menjadi
cerdas). Dalam penelitian ini adalah peneliti partisipan (observer partisipatif) untuk
yang memberikan informasi kepada menemukan dan mendapatkan data yang
informan. Yang menjadi informan kami berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu
ialah salah satu warga Desa Raya untuk mengetahui adat rebu di Desa Raya
Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo yang Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo
masih melakukan adat erbu di keluarganya. Obrservasi merupakan salah satu
teknik pengumpulan data yang tidak hanya
TEKNIK PENGUMPULAN DATA mengukur sikap dari informan (wawancara
Teknik pengumpulan data dan angket) namun juga dapat digunakan
merupakan langkah yang paling utama untuk merekam berbagai fenomena yang
dalam penelitian, karena tujuan utama dari terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini

4
digunakan bila penelitian ditujukan untuk TEKNIK ANALISI DATA
mempelajari perilaku manusia, proses kerja, Teknik analisis data penulis lakukan
gejala-gejala alam dan dilakukan pada dalam beberapa tahapan yaitu:
informan yang tidak terlalu besar.
1. Mengelompokkan data
 Wawancara Data yang penulis dapat dari hasil
observasi dan studi pustaka penulis
Wawancara yang dikakukan peneliti
kelompokkan dan data yang diambil
menggunakan bentuk informasi untuk
adalah data yang sesuai dengan judul
menghindari kesan kaku sehingga antara
penulis.
informan dan peneliti memiliki hubungan
2. Menginterpretasi data
bukan seperti antara informan dan peneliti
Langkah selanjutnya yang penulis
sehingga informan dapat menjelaskan
lakukan adalah dengan menafsirkan
sencara menyeluruh mengenai informasi
data yang sudah diperoleh dengan
yang ingin didapatkan, dan tercipta suasana
menyesuaikan dengan menyesuaikan
kekeluargaan dan terkesan lebih akrab.
dengan judul penulis.
 Dokumentasi
3. Menganalis Data
Dokumentasi adalah salah satu Setelah data di interpretasi maka
metode pengumpulan data kualitatif dengan penulis menganalisis data untuk
melihat atau menganalisis dokumen- menguraikan dan menjelaskannya.
dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri 4. Menarik Kesimpulan
atau oleh orang lain tentang subjek. Setelah data di analisis maka penulis
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan menarik kesimpulan dan kesimpulan
dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. inilah yang menjadi data temuan
Sebagian besar data yang tersedia adalah penulis yang menjelaskan mengenai
berbentuk surat-surat, catatan harian, adat di Desa Raya Kecamatan
cenderamata, laporan, artefak, foto, dan Berastagi, Kabupaten Karo
sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas
pada ruang dan waktu sehingga memberi
3. HASIL DAN PEMBAHSAN
peluang kepada peneliti untuk mengetahui
hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. 3.1 WAWANCARA

5
1) Darimana rebu berasal ? Jawab: Ada, misalnya di desa raya
Jawab : Rebu berasal sudah ada sejak pernah ada kejadian ada seokar laki laki
nenek moyang kita dulu, rebu itu dan perempuan melakukan hubungan
suatu peraturan yang telah dibuat terlarang, itu dikarenakan tidak adanya
dengan persetujuan dengan setempat. hubungan tali persaudaraan tetapi jika
Karena peraturan jaman dulu di tentukan dibuat rebu tersebut maka dapat
dari adat sudah berbeda dengan jaman menghindari kejadian yang tidak di
sekarang yang telah di tentukan dengan inginkian tersebut.
adanya hukum negara.
3.2 PEMBAHASAN
2) Bagaimana cara kita berbicara dengan
mertua kita ? Rebu artinya pantangan, dilarang,
Jawab: kita berbicara dengan mertua tidak boleh, tidak dibenarkan
kita harus melalui perantara dikarenakan melakukan sesuatu menurut adat Karo.
kita tidak boleh berbicara secara Siapa yang melanggar, dianggap tidak tahu
langsung. Misalkan harus dengan adat, dan dahulu dicemooh oleh
perantara barang ataupun yang ada di masyarakat. Rebu  pada masyarakat Karo,
sekeliling kita. terbagi atas tiga pihak:
3) Apa masih digunakan adat rebu tersebut
? 1. Antara mami  (mertua wanita)
Jawab: Sebagian tempat masih tetap dengan kela (menantu pria). Dalam
digunakan adat tersebut tetapi sudah pengertian sempit, mami  adalah ibu
tidak seperti dulu lagi karena dengan dari istri ego, dalam pengertian luas,
perkembangan jaman yang sekarang ini. adalah paraistri saudara laki-laki dari
4) Apakah ada hukuman bagi yang pihak ibu atau ibu ego dari istri ego).
melanggar ? Sedangkan kela dalam pengertian
Jawab:Jawabannya ada, bagi yang sempit adalah suami dari anak
melanggar harus memotong babi wanita ego, dalam pengertian luas
ataupun lembu satu ekor lalu di makan adalah anak laki-laki dari saudara
bersama sama dengan warga setempat. perempuan ayah ego. Sebelum
5) Apa ada kejadian yang lain kenapa rebu terjadi pernikahan, kela ini
di buat ? disebut bere-bere  atau kemanakan.

6
2. Antara bengkila (mertua pria) dilarang berbicara, dilarang duduk
dengan permain (menantu sebangku, misalnya dengan mertua yang
wanita). Bengkila dalam pengertian berbeda jenis kelamin dengan ego, dilarang
sempit adalah ayah dari suami berbicara dengan suami ipar atau isteri yang
seorang wanita, dalam pengertian berbeda jenis kelamin dengan ego.
luas suami dari saudara perempuan Rebu ini sebagai tanda adanya batas
ayah seorang kemerdekaan diri, adanya rasa diri
wanita. Sedangkan permain dalam berkebebasan, melalui perilaku seperti ini
pengertian sempit adalah istri dari orang mengingatkan dan sadar akan prinsip
anak laki-laki orang ego. Dalam sosial dalam cara hidup berkerabat, maka
pengertian luas adalah anak melalui rebu, orang akan mampu
perempuan (termasuk juga laki-laki) mengkontrol perbuatan dirinya sendiri.
dari saudara laki-laki istri ego. Rebu melahirkan mehangke (enggan
3. Antara turangku  dengan turangku. T ), dari enggan melahirkan rasa hormat.
urangku  mempunyai dua Hormat menimbulkan sopan santun. Ini
pengertian, pertama, bila ego seorang adalah unsur mendidik dari adat Karo yang
pria, maka turangkunya adalah dan bernuasa pengendalian sosial yang bersifat
berarti istri dari saudara laki-laki preventif. Namun pada perkembangan saat
istrinya (ipar), kedua bila ego ini, tradisi rebu cenderung diabaikan.
seorang wanita, turangku berarti Telah biasa terlihat antara seorang pria
suami dari saudara perempuan berbicara langsung dengan mertuanya.
suaminya (ipar).
4. KESIMPULAN
Yang direbukan, dipantangkan,
dilarang, tidak boleh, tidak Rebu, adalah istilah tata kerama
dibenarkan melakukan sesuatu menurut adat dalam adat suku Karo dimana antar kedua
Karo adalah (1) berbicara langsung, belah pihak dilarang untuk berbicara secara
(2) bersentuhan anggota badan, (3) duduk langsung,  akan tetapi harus melalui
berhadap-hadapan, (4) duduk pada perantara pihak ketiga apabila ada hal-hal
sehelai tikar/kursi. yang mau di utarakan atau disampaikan
Manifestasi rebu  (dilarang) ini yaitu misalnya  antar mantu pria (kela)
dalam adat istiadat Karo, adalah terhadap ibu mertua (mami) dan sebaliknya

7
untuk mantu wanita (permain) terhadap
bapak mertua (bengkila). Adapun cara kita
berbicara dengan mertua kita harus melalui
perantara orang lain ataupun benda yang ada
di dekitar kita, karena dalam adat karo tidak
di bolehkan berbicara dengan mertua secara
langsung itu dinamakan “Mehangke”.

DAFTAR PUSTAKA

Tania, dkk. 2015. Analisis Pengaplikasian


Adat Rebu Pada Masyarakat Karo
(Studi Komparatif Pada Mertua Dan
Menantu Masyarakat Karo Di
Wilayah Medan Dan Bandung).
Jurnal Liski. Vol. I(1). 1-13
Sartika, dkk. 2012. Gambaran Komunikasi
Internasional Menantu Dan Mertua
Yang Menggunakan Adat Rebu Di
Budaya Karo. Jurnal Prebicara. Vol.
I (2). 81-87.

Anda mungkin juga menyukai