Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK 7

PBAK

Disusun oleh :

Nama :

1. Dila Aulia Azarine

2. Dinda Zalfa Lubis

3. Fika Widia Khairani

4. Keyvin Osvaldo Rios

5. Kesi Sartika Siregar

Kelas : 2B-D3 KEPERAWATAN

Dosen : Dina Indarsita, SST, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

JURUSAN KEPERAWATAN

T/A 2019/2020
Mahasiswa mampu mengidentifikasi upaya-upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan korupsi
Masalah utama kasus korupsi beriringan dengan kemajuan, kemakmuran dan teknologi,
semakin maju pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan
mendorong seseorang untuk melakukan korupsi.

- Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang disebabkan oleh keinginan diri pelaku. Faktor
internal ini dapat dijabarkan dalam hal-hal berikut :
 Sifat kepribadian yang rakus
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan.
Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan,
tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur
penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri,
yaitu sifat tamak dan rakus biasanya dilatar belakangi keinginan untuk
mendapatkan lebih dari yang seharusnya ia dapatkan.
 Lemahnya akhlak dan moral
Setiap anak yang lahir di dunia pasti mendapatakan pelajaran tentang baik dan
buruk dalam perbuatan, baik dari keluarga atau orang tua maupun dari
lingkungan. Seseorang yang melakukan korupsi telah menyimpang dari ajaran
moral. Korupsi merupakan perbuatan yang tidak baik, bahkan dianggap
tercela. Oleh sebab itu. Orang yang melakukan korupsi dapat dikatakan
sebagai orang yang tidak berakhlak atau tidak bermoral.
 Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseorang
konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akanmembuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi
 Iman yang lemah
Orang yang imanya lemah sangat rentan terpengaruh hal-hal yang kurang
baik. Landasan agama tiang utama dalam membentengi perilaku seseorang.
Apabila iman seseorang kuat niscaya mereka akan terhindar dari praktik-
praktik korupsi.

Mengidentifikasi kasus tindak pidana korupsi pada tahun 2020


Indonesia CorruptionWatch (ICW) menyatakan tren hukuman terhadap terdakwa perkara
korupsi dalam periode semester I tahun 2020 masih ringan. Berdasarkan pemantauan yang
dilakukan ICW sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2020, pelaku korupsi rata-rata dihukum 3
tahun pidana penjara.
ICW mengategorikan hukuman ringan berkisar pada 0 tahun pidana penjara hingga 4 tahun
pidana penjara, hukuman sedang berkisar antara 4 tahun hingga 10 tahun dan hukuman berat
di atas 10 tahun penjara.
Dari pemantauan yang dilakukan ICW sepanjang semester I 2020, terdapat 1.008 perkara
korupsi dengan 1.043 terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Dari jumlah itu, pengadilan Tipikor atau
pengadilan tingkat pertama menyidangkan 838 perkara korupsi dengan rata-rata hukuman
yang dijatuhkan terhadap terdakwa korupsi 2 tahun 11 bulan. Sementara Pengadilan Tinggi
atau pengadilan tingkat banding mengadili 162 perkara dengan rata-rata hukuman 3 tahun 6
bulan, sedangkan Mahkamah Agung yang menangani kasasi dan Peninjauan Kembali
mengadili delapan perkara dengan rata-rata hukuman 4 tahun 8 bulan.
Kurnia mengakui rata-rata hukuman terdakwa korupsi pada semester I 2020 mengalami
peningkatan dibanding rata-rata hukuman koruptor pada 2019 berdasarkan pemantauan ICW
yakni 2 tahun 7 bulan. Namun, dengan rata-rata hukuman terdakwa korupsi pada semester I
2020 yang masih tergolong ringan tersebut, ICW pesimis dapat menimbulkan efek jera
terhadap pelaku korupsi.
ICW, kata Kurnia memahami tidak semua tindak pidana memiliki kesamaan hukuman.
Sebagai contoh, tindak pidana korupsi yang berkelindan dengan kerugian negara, yakni Pasal
2 dan Pasal 3 UU Tipikor dapat dikenakan hukuman maksimal sampai 20 tahun penjara atau
seumur hidup. Sedangkan tindak pidana korupsi berupa suap, seperti tercantum Pasal 5 dan
Pasal 11 dikenakan hukuman maksimal hanya 5 tahun penjara. Meski demikian, Kurnia
mengatakan dari 74 terdakwa korupsi yang dijerat dengan Pasal 5 atau Pasal 11 UU Tipikor
atau pasal suap rata-rata hukumannya hanya 1 tahun 7 bulan penjara.
Kurnia memaparkan, dari 1.043 terdakwa korupsi yang diadili sepanjang semester I 2020,
terdapat 766 terdakwa yang divonis ringan, 206 terdakwa divonis sedang dan 10 terdakwa
divonis berat. Di samping itu, ICW mencatat terdapat 55 terdakwa yang divonis bebas atau
lepas. Menurut analisa ICW, maraknya vonis ringan, lepas, dan bebas para terdakwa kasus
korupsi salah satunya disebabkan belum adanya satu kesepahaman diantara para Hakim yang
menyidangkan perkara korupsi bahwa kejahatan ini merupakan extraordinarycrime. Mestinya
dalam hal ini penegak hukum, tak terkecuali Hakim, memahami bahwa pemberian efek jera
terhadap pelaku kejahatan dapat dilakukan dengan menjatuhkan hukuman maksimal kepada
pelaku kejahatan.

Berapa jumlah koruptor yang dihukum karena tindak pidana korupsi?


Dari 1.043 terdakwa korupsi yang diadili sepanjang semester 1 2020, terdapat 766 terdakwa
yang divonis ringan, 206 terdakwa divonis sedang dan 19 terdakwa di vonis berat.

Karena kasus apa?


 Mantan Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dalam kasus suap pekerjaan
proyek infrastruktur.
 Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias ChoelMallarangang dalam asus suap proyek
Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang,
Bogor.
 Mantan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun dalam kasus suap mantan Ketua
MK Akil Mochtar dalam sengketa pilkada Kabupaten Buton.
 Pengusaha Billy Sindoro dalam kasus korupsi proyek properti Meikarta.
 Pengusaha Hadi Setiawan dalam kasus suap hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Medan Merry Purba dalam pengaturan perkara.
 Mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi dalam kasus suap pengurusan
perizinan pembangunan MallTransmart di Cilegon.
 Pengacara OC Kaligis terkait dengan kasus suap hakim PTUN Medan.
 Mantan Ketua DPD Irman Gusman terkait dengan kasus suap pembelian gula impor
di Perum Bulog.
 Mantan Panitera Pengganti PN Negeri Medan Helpandi dalam kasus menerima hadiah
atau janji terkait dengan putusan perkara di PN Medan.
 Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta M. Sanusi terkait dengan kasus korupsi
perizinan reklamasi Pantai Jakarta.
 Mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tarmizi dalam kasus
korupsi terkait dengan penanganan perkara perdata di PN Jaksel.
 Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar dalam kasus suap terkait
dengan impor daging.
 Mantan Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi terkait kasus suap
penanganan perkara di PN Medan.
 Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dalam kasus suap
revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo.
 Mantan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB Musa Zainuddin dalam kasus
suap infrastruktur.

Bagaimana menurut pengamatan saudara apakah hukuman yang dijatuhkan kepada


koruptor memberikan efek jera? Berikan contoh!
Hukuman yang diberikan terhadap koruptor di Indonesia belum memberikan efek jera.
Perampok uang rakyat rata-rata masih dihukum ringan oleh pengadilan dari dulu hingga
sekarang ini.
Contohnya : Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Indonesia CorruptionWatch (ICW),
sepanjang tahun 2019, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan terhadap koruptor
hanya 2 tahun 7 bulan pidana penjara. Bahkan, terdapat 54 terdakwa korupsi yang divonis
bebas dan lepas oleh pengadilan, termasuk mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad
Temenggung yang menjadi terdakwa perkara korupsi SKL BLBI dan Sofyan Basir mantan
Dirut PT PLN yang menjadi terdakwa terkait suap proyek PLTU Riau-1.

Apakah saudara akan berani melaporkan adanya tindak pidana korupsi di lingkungan
saudara? Berikan alasan!
Berani, karna Selain akan diberi perlindungan hukum, pelapor akan mendapat penghargaan
berupa premi dan piagam dari negara. Saat ini, masyarakat tampaknya masih takut untuk
melaporkan kasus korupsi ke KPK. wajar bila mereka takut, karena risikonya bisa jadi besar,
seperti mendapat ancaman, dan lain-lain. Namun bila diteliti lebih jauh, sebenarnya
masyarakat tidak perlu takut dan khawatir lagi. Sebab, masalah pelaporan kasus korupsi ini
sudah dilindungi dengan payung hukum yang jelas. Partisipasi masyarakat dalam pelaporan
kasus korupsi ini sudah diatur dalam pasal 42 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan
UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Pasal 42 itu berbunyi: (1)
Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa
membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi. (2)
Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Anda mungkin juga menyukai