Anda di halaman 1dari 7

Pengetahuan Mengenai Gangguan Depresi dan Stigma Mengenai Orang Dengan

Gangguan Depresi pada Orang Muda Usia 15 sampai 25 Tahun di Indonesia

Anastasia Catur Okta Pratiwi


Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan dan Bahasa,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Email: anastasiapratiwi59@gmail.com

Ida Bagus Nyoman Adi Palguna


Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan dan Bahasa,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Email: ida.palguna@yahoo.com

Feronika Hulu
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan dan Bahasa,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Email: srsinclairfdnsc@gmail.com

Abstrak
Gangguan depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa paling umum di dunia,
terutama pada orang muda. Gangguan psikologis ini dapat memberikan dampak pada
kehidupan sosial dan akademik orang muda. Indonesia adalah salah satu negara yang
memiliki jumlah penduduk muda terbanyak di dunia. Gangguan depresi dapat memberikan
dampak besar pada populasi muda Indonesia. Namun, belum cukup upaya dilakukan semua
sektor dalam melakukan intervensi gangguan depresi pada orang muda Indonesia. Stigma dan
rendahnya pengetahuan mengenai gangguan depresi mempengaruhi persepsi masyarakat
mengenai orang dengan gangguan depresi. Artikel penelitian ini bertujuan untuk membahas
pengetahuan mengenai gangguan depresi dan stigma gangguan depresi pada orang muda
berusia 15 sampai 25 tahun. Penelitian pada artikel ini bersifat kuantitatif dan menggunakan
pendekatan deskriptif. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner dan data diambil dari 50
partisipan berusia 15 sampai 20 tahun di Indonesia. Data diperoleh kemudian dianalisis
menggunakan menggunakan teknik komparasi. Kesimpulan dan hipotesis awal dari penelitian
ini adalah orang muda dengan pengetahuan memadai mengenai gangguan depresi tidak
memiliki stigma mengenai gangguan depresi.
Pendahuluan
Depresi adalah salah satu gangguan psikologis yang paling umum ditemui. Menurut WHO
(World Health Organization) Depresi adalah suatu gangguan mental umum yang ditandai
dengan perasaan tertekan, kehilangan kesenangan, atau minat, perasaan bersalah atau harga
diri rendah, gangguan makan atau tidur, kurang energi dan konsentrasi rendah.
Gangguan depresi dapat mengganggu manusia pada segala kelompok usia, dan salah satunya
pada remaja. Gangguan ini akan mempengaruhi aktivitas sehari - hari. Individu, dalam hal ini
remaja, menjadi kurang atau bahkan tidak produktif. Padahal usia produktif mencapai
puncaknya pada usia remaja. Ketika individu atau remaja kehilangan minat akan sesuatu hal
atau aktivitas tertentu, pasti geraknya akan menjadi lambat dan tidak mencapai tujuan.
Remaja dengan gangguan depresi cenderung bersikap tertutup, menyepi, murung, dan
mencari kesenangan sementara yang negatif. Selain itu, orang dengan gangguan depresi akan
mengembangkan cara berpikir yang deskriptif, seperti pesimis terhadap masa depan,
mempunyai rasa bersalah yang berlebihan.
Masa remaja dianggap sebagai masa labil dimana individu berusaha mencari jati dirinya
dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran lebih
lanjut (Hurlock, 1980). Stigma yang diberikan masyarakat kepada penderita gangguan
depresi (mental), akibatnya kebanyakan penderita memilih tidak menceritakan masalah
kejiwaan mereka kepada keluarga terdekat. Remaja yang mengalami depresi tidak mampu
menyesuaikan diri di lingkungan di mana mereka berada dan mereka lebih memilih untuk
tertutup dan menekan pengalaman yang mereka hadapi.
Untuk dapat merasa puas terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, remaja dituntut untuk
dapat menyesuaikan diri dan memiliki kemampuan untuk bergaul secara benar dengan
lingkungannya.
Remaja yang menerima stigma dari masyarakat cenderung merasa malu, sedih dan merasa
tidak diterima serta diakui oleh lingkungannya. Suasana hati, perasaan dan emosi
merupakan bagian perasaan manusia berdasarkan modalitasnya. Emosi merupakan bagian
dari perasaan dalam arti luas. Emosi tampak karena rasa yang bergejolak sehingga yang
bersangkutan mengalami perubahan dalam situasi tertentu mengenai perasaan, namun
seluruh pribadi menanggapi situasi tersebut, maka dapat melihat kemampuan individu
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Remaja yang menerima stigma semakin
terpuruk dalam permasalahannya dan semakin bertambah tingkat depresi yang dialami.
Menurut Goleman pada prinsipnya emosi dasar manusia meliputi takut, marah, sedih
dan senang. Selain itu ada juga rasa bersalah, rasa malu, dan individu juga dapat merasa
cemas, perasaan-perasaan itulah emosi dasar, dan menjadi penting karena sangat berpengaruh
tidak hanya pada perilaku saat ini, melainkan juga di masa mendatang.
Remaja yang gagal dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan mengalami
kesulitan dan hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Kesehatan jiwa dan mental akan tercapai ketika individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Penyesuaian diri akan menjadi salah satu bekal penting dalam membantu
remaja terjun dalam masyarakat luas. Akibat yang terjadi adalah, remaja tidak dapat merasa
bahagia karena kegagalannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik itu
keluarga, sekolah, pekerjaan dan masyarakat.
Kegagalan menyesuaikan diri juga berakibat pada perilaku remaja yang muncul sebagai
remaja yang rendah diri, tertutup, banyak remaja yang kurang percaya diri, bahkan lebih suka
untuk menyendiri. Remaja merasa malu apabila berada pada situasi tertentu, ia akan merasa
tidak diterima dan asing, hal tersebut juga yang terjadi pada remaja yang depresi.

Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan menggunakan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan
secara komprehensif mengenai sikap orang muda mengenai gangguan depresi. Variabel
penelitian ini adalah pengetahuan mengenai gangguan depresi (independen) dan stigma
gangguan depresi (dependen). Populasi penelitian adalah orang muda berusia 15 tahun
sampai 25 tahun di Indonesia dan sampel diambil secara acak sesuai dengan lingkup
populasi. Instrumen digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang terdiri atas demografi
(4 pertanyaan), pengalaman dengan gangguan depresi (3 pernyataan), dan pernyataan
mengenai orang dengan gangguan depresi (25 pernyataan).

Hasil dan Pembahasan


Informasi diperoleh dari pengumpulan data menunjukkan sebanyak 17 orang (33%) laki-laki
dan 33 (66%) perempuan berusia 15 tahun sampai 25 tahun mengisi angket. Selanjutnya data
di angket menunjukkan jumlah partisipan memiliki pengetahuan memadai dan tidak memadai
mengenai gangguan depresi.
Tabel 1. Pengetahuan mengenai gangguan depresi

No. Pengetahuan Frekuensi Persentase %

1 Pengetahuan memadai 26 52 %

2 Pengetahuan tidak memadai 24 48 %

Total 50 100 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah partisipan menjawab bahwa
mereka memiliki pengetahuan memadai mengenai depresi. Lebih lanjut lagi, partisipan
diberikan pertanyaan mengenai pengalaman dengan gangguan depresi, baik pengalaman diri
sendiri mengalami dan didiagnosa dengan gangguan depresi maupun pengalaman orang
terdekat mengalami dan didiagnosa dengan gangguan depresi.

Tabel 2. Pengalaman dan diagnosa gangguan depresi diri sendiri

No. Pengalaman Frekuensi Persentase %

1 Mengalami dan didiagnosa 1 2%

2 Tidak mengalami dan 49 98 %


didiagnosa

Total 50 100 %

Tabel 3. Pengalaman dan diagnosa gangguan depresi orang terdekat

No. Pengalaman Frekuensi Persentase %

1 Mengalami dan didiagnosa 18 36 %

2 Tidak mengalami dan 32 64%


didiagnosa

Total 50 100 %

Berdasarkan data diperoleh, hanya 1 (2%) partisipan mengalami dan didiagnosa dengan
gangguan depresi. Selanjutnya, terdapat 18 (36%) partisipan memiliki orang terdekat
mengalami dan didiagnosa dengan gangguan depresi. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa kurang dari setengah jumlah partisipan memiliki pengalaman langsung dengan
gangguan depresi, baik mengalami dan didiagnosa gangguan depresi pada diri sendiri
maupun orang terdekat.
Lebih jauh lagi, partisipan diberikan pernyataan mengenai orang dengan gangguan depresi.
Sebanyak 23 dari 25 butir pernyataan diambil dari stigma mengenai gangguan depresi. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui apakah partisipan memiliki stigma terhadap orang dengan
gangguan depresi. Berdasarkan jawaban atas 23 butir pernyataan tersebut, didapatkan data
sesuai tabel di bawah.

Tabel 4. Pendapat mengenai stigma orang dengan gangguan depresi

No. Pendapat Persentase %

1 Setuju 33,09%

2 Tidak Setuju 66,91%

Total 100 %

Berdasarkan data diperoleh, dapat dilihat bahwa lebih dari 1/3 (33,09%) peserta menyetujui
23 pernyataan mengenai stigma orang dengan gangguan depresi pada kuesioner. Dengan
demikian, dugaan sementara dari perolehan data adalah sebanyak 1/3 (33,09%) partisipan
memiliki stigma terhadap orang dengan gangguan depresi. Selanjutnya, bila data pada tabel 4
dibandingkan dengan data pada tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah partisipan memiliki
pengetahuan mengenai gangguan depresi dan jumlah partisipan tidak memiliki stigma
mengenai orang dengan gangguan depresi tidak jauh berbeda. Dengan demikian, dapat dibuat
dugaan sementara bahwa orang dengan memiliki pengetahuan memadai mengenai gangguan
depresi tidak memiliki stigma mengenai gangguan depresi.

Kesimpulan dan Saran


Kesehatan mental merupakan hal sangat penting bagi manusia sama halnya seperti kesehatan
fisik atau tubuh pada umumnya. Kesehatan mental atau jiwa seseorang sangat mempengaruhi
aspek kehidupan yang lain dalam dirinya. Di lingkungan masyarakat kita penderita gangguan
kesehatan mental masih dipandang sebagai hal yang memalukan atau sebuah aib bagi
keluarga atau kerabat yang salah satu anggota keluarga mengalami gangguan kesehatan
mental atau kejiwaan. Masyarakat beranggapan bahwa penderita gangguan kesehatan mental
atau kejiwaan tidak dapat disembuhkan sehingga penderita layak dikucilkan.
Pada penelitian ini terdapat bahwa tingkat pengetahuan mengenai gangguan depresi dan
stigma mengenai orang dengan gangguan depresi pada remaja usia 15 sampai 25 tahun di
Indonesia yang dialami sangat bervariasi hasilnya. Mulai partisipan memiliki pengetahuan
memadai dan tidak memadai mengenai gangguan depresi, Pengalaman diri sendiri
mengalami dan didiagnosa dengan gangguan depresi maupun pengalaman orang terdekat
mengalami dan didiagnosa dengan gangguan depresi, dan partisipan memiliki stigma
terhadap orang dengan gangguan depresi.
Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwa jumlah partisipan memiliki pengetahuan
mengenai gangguan depresi dan jumlah partisipan tidak memiliki stigma mengenai orang
dengan gangguan depresi tidak jauh berbeda. Dengan demikian, bahwa orang dengan
pengetahuan memadai mengenai gangguan depresi tidak memiliki stigma mengenai
gangguan depresi.
Stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita gangguan kesehatan mental
menjadikan penderita semakin terpuruk dalam penderitaannya tidak mendapatkan perawatan
yang sesuai. Penderita gangguan mental sering dianggap sebagai sebuah aib, sehingga
keluarga penderita gangguan kesehatan mental lebih memilih mengurung anggota keluarga
yang terkena gangguan mental di rumah daripada memberi pendampingan dan perawatan
khusus. Dengan stigma negatif akan sulit untuk membantu mereka yang membutuhkan
perawatan. Minimnya pengetahuan tentang kesehatan mental, maupun gangguan kesehatan
mental menjadikan masyarakat lebih memilih untuk diam, dan melakukan hal yang sangat
sederhana sebagai bentuk pengobatan. Kurangnya keterbukaan dan penerimaan masyarakat
terhadap penderita gangguan kesehatan mental menjadikan masyarakat terjebak di perspektif
masing-masing. Oleh sebab itu pengetahuan memadai mengenai gangguan depresi sangat
dibutuhkan agar dapat menurunkan stigma mengenai gangguan depresi.

Daftar pustaka
Aditomo, A., & Retnowati, S. (2004). Perfeksionisme, Harga Diri, dan Kecenderungan
Depresi pada Remaja Akhir. Journal Psikologi, 1(1), 1–14.
https://doi.org/10.22146/JPSI.7033

Baqi, S. A. (2015). Ekspresi Emosi Marah. Buletin Psikologi Universitas Gadjah Mada,
23(1), 22–30. https://doi.org/10.22146/bpsi.10574
Darmayanti, N. (2008). Meta-Analisis : Gender dan Depresi pada Remaja. Jurnal Psikologi,
35(2), 164–180. https://doi.org/10.22146/JPSI.7950

Kumalasari, F., & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Penyesuaian Diri Remaja Di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur, 1(1), 21–31.
https://doi.org/10.1210/jc.2007-2576

Anda mungkin juga menyukai