DI RUANG NILAM 1
Oleh:
Muhammad Andreani
P07120118086
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : P07120118086
Mengetahui,
A. PENGERTIAN
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
1. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang
diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi,
normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum
meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih
pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada
kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.
Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau
ditukar dengan jenis asam amino lainnya.
C. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan
pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak
ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak
tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang
akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak
seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat
menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah
merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan
terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai
alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta
sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal)
setelah lahir Foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari
2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin
kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer.
Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai
normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi
eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif)
dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Studi hematologi: terdapat perubahan-perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang
immature, penurunan hemoglobin dan hematokrit.
2. Elektroforesis hemoglobin: peningkatan hemoglobin
3. Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama sel
eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia
sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medula, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
4. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (polymerase
chain reaction) marupakan pemeriksaan yang lebih maju.
G. PENGKAJIAN
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada
anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak
akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.
Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
5. Pola makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
a. Keadaan umum lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain
yang seusia.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya
anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang
menjalar.
- Ginjal : hematuria.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan atau absorpsi nutrisi yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan hemoglobin, leukopenia, atau penurunan granulosit)
I. INTERVENSI KEPERAWATAN