Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat
dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila
ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah. Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel (mikro), sifatnya
dinamis, penyebarannya luas dan berdampak panjang atau lama. Sedangkan kualitas limbah
dipengaruhi oleh volume limbah, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 yaitu limbah
cair, limbah padat, limbah gas dan partikel serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Untuk mengatasi limbah diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya
pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi: pengolahan menurut tingkatan
perlakuanpengolahan menurut karakteristik limbah.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimanakah pengertian K3 dan B3?
2.      Bagaimana penerapan K3 dalam laboratorium?
3.      Bagaimanakah penggolongan B3 di laboratorium?
4.      Bagaimana cara pelolaan B3 dalam laboratorium?

C.    Tujuan Penulisan


1.      Untuk mengetahui pengertian K3 dan B3.
2.      Untuk mengetahui penerapan K3 di laboratorium.
3.      Untuk mengetahui penggolongan B3 di laboratorium.
4.      Untuk mengetahui cara pengelolaan B3 di laboratorium.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian K3 dan B3


Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di laboratorium.
Keselamatan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti menyiapkan
pedoman kerja, baik untuk tindakan pencegahan maupun penanggulangan kecelakaan,
menyediakan perlengkapan keselamatan secara lengkap, dan meningkatkan pengetahuan pekerja
(laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan
kerja di laboratorium (Gunawan dan Prasuad, 2004).
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral
dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-
undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya
yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air,
di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diartikan semua bahan atau senyawa baik
padat, cair, maupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta
lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah B3 umumnya mengandung
berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga
berbahaya bagi manusia menurut peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan bahwa
limbah laboratorium termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun.
Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan
B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan
atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 angka1).
Sedangkan sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko
dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’ (pasal 2).
Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2).
Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam
pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan.

B.     Penerapan K3 di Laboratorium


Pedoman kerja di laboratorium dapat berupa prosedur kerja dalam melakukan suatu
percobaan kimia, aturan kerja dan petunjuk pelaksanaan kerja di laboratorium. Pedoman kerja
berupa prosedur kerja mempunyai peranan penting dalam mewujudkan keselaman kerja di
laboratorium. Di dalam prosedur ini dapat diuraikan persiapan-persiapan yang harus dilakukan
sebelum bekerja di laboratorium, perlengkapan keselamatan kerja yang harus digunakan, serta
cara-cara bekerja di laboratorium yang aman.

Manajemen Laboratorium
Menurut G. Terry pelaksanaan manajemen dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
a. Perencanaan (Planning)
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
a. Perencanaan (Planning)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan
dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang
dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi
dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di laboratorium
harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium.

Organisasi (Organizing)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam beberapa
jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional.
Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat
diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat
pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), disamping memberlakukan Undang- Undang
Keselamatan Kerja.
Pelaksanaan (Actuating)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat
kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan
menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah
tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium
wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dalam laboratorium, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup
untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian
mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan
alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan
atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
Pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama dilaboratorium.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun
baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan
laboratorium yang tugasnya antara lain :
1.      memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium yang baik, benar dan
aman.
2.      memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam
laboratorium.
3.       melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4.      mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium.
5.      melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.

Peraturan kerja di laboratorium


Berikut ini adalah beberapa peraturan kerja apabila kita bekerja di dalam laboratorium :
1.      Dilarang bekerja sendirian di laboratorium, minimal ada asisten yang mengawasi.
2.      Dilarang bermain-main dengan peralatan laboratorium dan bahan Kimia.
3.      Persiapkanlah hal yang perlu sebelum masuk laboratorium seperti buku kerja, jenis percobaan,
jenis bahan, jenis perlatan, dan cara membuang limbah sisa percobaan.
4.      Dilarang makan, minum dan merokok di laboratorium.
5.      Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktiukm basah segera keringkan dengan lap
basah.
6.      Jangan membuat keteledoran antar sesama teman.
7.      Pencatatan data dalam setiap percobaan selengkap-lengkapnya. Jawablah pertanyaan pada
penuntun praktikum untuk menilai kesiapan anda dalam memahami percobaan.
8.      Berdiskusi adalaha hal yang baik dilakukan untuk memahami lebih lanjut percobaan yang
dilakukan (Tim Supervisi Ditjen Dikti, 2002).
Dengan mengikuti prosedur kerja, para pekerja dapat melakukan percobaan tahap demi
tahap secara benar sehingga percobaan akan berlangsung aman dan hasil percobaan yang
diperoleh akan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Untuk menanggulangi (mencegah) risiko
terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium kimia, perlu dibuat aturan kerja dan petunjuk
pelakasaan kerja di laboratorium kimia. Potensi bahaya kebakaran memiliki kebolehjadian
terbesar di laboratorium kimia, maka pemantauan terhadap sarana pemadam kebakaran
mendapatkan prioritas utama.
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya kebakaran di laboratorium
kimia:
1.      Menyimpan cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah terbakar dalam
jumlah minimum.
2.      Menutup rapat wadah cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah terbakar,
ketika sedang tidak digunakan.
3.      Meminimalkan sumber api yaitu dengan tidak merokok di laboratorium.
Pelatihan dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium dan bagi
mahasiswa yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu diadakan agar dapat
bekerja dengan aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium. Materi
pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan laboratorium dan tempat kerja, potensi bahaya
yang ada di laboratorium, perlengkapan keselamatan kerja serta cara-cara bekerja yang aman
(Gunawan dan Prasuad 2004).

Penanggulangan Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menyebabkan luka
atau kerugian pada manusia atau benda. Walaupun prosedur
kerja telah dibuat dan peralatan kerja tersedia lengkap, namun kecelakaan kerja terkadang masih
bisa terjadi.Untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi perlu dibuat prosedur
penanggulangannya. Berikut ini adalah prosedur penanggulangan kecelakaan kerja
(Ridwan,2004):  prosedur penanggulangan kecelakaan terkena bahan kimia dan prosedur
penanggulangan kebakaran.
Prosedur penanggulangan kecelakaan terkena bahan kimia, antara lain jangan panik;
mintalah bantuan kepada orang yang berada di dekat anda; beritahu penanggungjawab
laboratorium jika terjadi kecelakaan; bersihkan bagian yang terkena bahan kimia dengan air yang
mengalir; jika cairan berbahaya tersedot (belum tertelan), segera muntahkan dan kumur-kumur
dengan air bersih dalam jumlah banyak. Selanjutnya minum larutan penetral racun seperti susu
dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat perawatan medis; Jika zat tertelan
berikan zat penawar sesuai dengan jenis racun/ larutan yang terminum, seperti:
1.      Asam: diencerkan dengan minum banyak air diikuti dengan air sadah atau susu.
2.      Kaustik alkalis: dilarutkan dengan minum banyak air diikuti dengan minum cuka, lemon atau jus
jeruk atau larutan asam laktat/ asam sitrat. Bisa juga dengan minum susu.
3.      Garam-garam dari logam berat : berikan susu atau putih telur.
4.      Senyawa arsenik atau merkuri : berikan segera obat pemuntah satu sendok teh garam atau
ZnSO4 dalam segelas air panas.
Penanganan kecelakaan akibat tumpahan zat kimia, antara lain:
1.      Apabila terkena mata : dicuci dengan air dalam jumlah besar selama 15 menit, selanjutnya
berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh perawatan medis.
2.      Apabila terkena kulit : dicuci dengan air yang banyak dan secepatnya.

Apabila tumpahan mengenai tubuh dalam jumlahbesar, segera bilas tubuh dengan air
pancuran dalam jumlah besar. Lepaskan pakaian yang terkena senyawa kimia pada saat
membilas tubuh. Jangan melepaskan melalui muka. Bila terdapat bagian tubuh yang terkena,
segera bilas dengan air dingin selama 15 menit. Bila rasa sakit muncul, cuci daerah tersebut
dengan sabun bayi atau air. Jangan menggunakan penetralisir, cream, atau lotion. Segera bawa
korban ke rumah sakit. Prosedur penanggulangan kebakaran: jangan panik; ambil alat pemadam
api dan padamkan api; beritahukan ke petugas laboratorium; amankan barang dan dokumen
penting; matikan semua peralatan; hubungi petugas pemadam kebakaran bila api membesar.
Ventilasi dan Lemari Asam
Ventilasi yang baik sangat penting untuk melindungi semua orang yang bekerja di
laboratorium terhadap kontak singkat dengan bahan-bahan berbahaya danberacun. Ventilasi juga
sama pentingnya untuk melindungi dari berbagai uap, aerosol, atau asap beracun bagi para
peneliti, pengelola dan pegawai laboratorium yang dalam waktu lama bekerja di laboratorium.
Salah satu perangkat ventilasi yang penting terdapat di dalam laboratorium kimia adalah lemari
asam.
Lemari asam adalah tempat dengan ventilasi yang cukup untuk melakukan berbagai
aktivitas yang berhubungan dengan bahan kimia, sehingga lingkungan
sekitarnya tidak ikut terkontaminasi oleh uap, asap dan aerosol berbahaya yang dihasilkan dalam
reaksi. Suatu lemari asam yang berfungsi baik harus memiliki
kecepatan penarikan udara 50-80 m/s. Agar lemari asam bekerja lebih efisien, sebaiknya lemari
asam ditempatkan lebih dari 7 m dari pintu atau jendela dan
jauh dari tempat lalu-lalang orang di laboratorium. Lemari asam tidak boleh digunakan sebagai
tempat penyimpanan bahan kimia atau barang lainnya, karena akan mengurangi efisiensi daya
ventilasi lemari asam, disamping menciptakan pula situasi tidak aman bagi orang yang bekerja
dalam lemari asam (Wahyuningrum, 2004).
Penataan fasilitas laboratorium menurut Gunawan dan Prasuad (2004) mempunyai peranan
penting dalam mewujudkan keselamatan dan kelancaran kerja di laboratorium. Laboratorium
umumnya memiliki bahan dan peralatan yang cukup beragam baik dari segi jenis maupun
potensi bahayanya. Bila pengolahan dan penataannya tidak dilakukan dengan baik, maka akan
dapat merugikan kesehatan pekerja maupun lingkungannya bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Untuk dapat mengelola bahan kimia dan peralatan dengan baik, maka setiap bahan dan
peralatan yang ada di laboratorium harus diinventarisasi, diketahui
klasifikasinya dan ditata dengan benar. Inventarisasi bahan kimia dapat meningkatkan keamanan
dan kelancaran kegiatan di laboratorium. Setiap bahan kimia yang ada di laboratorium harus
didata secara cermat. Pendataan dapat dilakukan dengan mencatat beberapa informasi penting
dari bahan kimia seperti nama bahan, rumus kimia, kemurnian, jenis, dan kuantitasnya.
Selain bahan kimia, peralatan yang digunakan di laboratorium juga mengandung potensi
bahaya. Peralatan gelas misalnya merupakan alat yang mudah pecah yang dapat melukai tubuh
bila tidak digunakan secara hati-hati. Peralatan listrik memiliki potensi bahaya sengatan arus
listrik. Berikut ini adalah tata cara penataan bahan kimia dan peralatan laboratorium (Gunawan
dan Prasuad 2004).
Penempatan bahan kimia yang tepat akan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Bahan
kimia dapat ditata di tempat penyimpanan berdasarkan potensi bahayanya, misalnya bahan
beracun, korosif, mudah meledak, mudah terbakar. Selain itu, dalam penataan bahan juga perlu
memperhatikan jenis bahayanya misalnya padat, cair atau gas. Sebagai contoh bahan perklorat
dan nitrat merupakan bahan oksidator yang mudah meledak. Bila bereaksi dengan bahan organik,
maka dapat menghasilkan ledakan, sehingga dalam penyimpanannya kedua jenis bahan kimia ini
tidak boleh berdekatan. Gas metana dan padatan fosfor merupakan bahan yang mudah terbakar
sehingga harus ditempatkan jauh dari sumber panas.
Penempatan peralatan dapat dilakukan berdasarkan jenisnya. Peralatan yang mudah pecah
seperti tabung reaksi, gelas ukur dan peralatan gelas lainnya sebaiknya ditempatkan dalam lemari
tersendiri. Beberapa jenis peralatan gelas yang tidak dapat berdiri dengan stabil perlu disimpan
dengan pelindung kayu. Peralatan listrik dan mekanik juga harus ditempatkan dalam tempat yang
terpisah. Apabila menempatkan barang di dalam rak, barang yang berat sebaiknya ditempatkan
paling bawah dan barang ringan di atas. Simpan barang dengan rapi dan cantumkan nama alat
dan jumlahnya.

C.    Penggolongan B3
B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun.
Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap
perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi
lingkungannya.
Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau
kontak melalui kulit. Bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan seperti dalam
Tabel 1.
Kekuatan racun (toksisitas) dari suatu bahan kimia dapat diketahui berdasarkan angka
LD50 (Lethal Dose 50) yaitu dosis (banyaknya zat racun yang diberikan kepada sekelompok
binatang percobaan sehingga menimbulkan kematian pada 50% dari binatang tersebut. LD50
biasanya dinyatakan dalam satuan bobot racun persatuan bobot binatang percobaan, yaitu mg/Kg
berat badan. Makin kecil angka LD50 makin toksik zat tersebut. Klasifikasi toksisitas zat kimia
berdasarkan LD50 dan contoh-contohnya ditunjukkan dalam Tabel 2.
Secara umum bahan tersebut dapat digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu :
1.      Bahan mudah terbakar (Flammable Substance): yaitu bahan yang mudah bereaksi dengan
oksigen dan menimbulkan kebakaran. Kebakaran dapat terjadi bila ada 3 unsur bertemu yaitu
bahan, oksigen, dan panas.

2.      Bahan mudah meledak (Explosives): yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran keduanya yang
karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar disertai
suhu tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan. Selain itu juga termasuk bahan yang karena
struktur kimianya tidak stabil dan reaktif sehingga mudah meledak.

3.      Bahan reaktif terhadap air/ asam: yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air
disertai pengeluaran panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai ledakan. Bahan yang
reaktif terhadap air juga reaktif terhadap asam, dimana reaksi yang terjadi adalah eksothermis
dan menghasilkan gas yang mudah terbakar, sehingga dapat menimbulkan ledakan.

4.      Bahan beracun: yaitu bahan kimia yang dalam konsentrasi tertentu akan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap manusia.

5.      Gas bertekanan: yaitu gas yang disimpan dalam tekanan tinggi baik gas yang ditekan , gas cair,
atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.

Penggolongan bahan berbahaya, jenis dan contohnya dapat dilihat seperti Tabel 3 .        
D.    Pengelolaan B3
Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang personil
pengelola, pemakai, dan pengawas. Dalam pengorganisasian perlu adanya koordinasi antar
berbagai pihak yang berkepentingan dengan B3 tersebut. Selain itu juga dilakukan penetapan
persyaratan penyimpanan B3 dimana setiap jenis bahan memiliki syarat penyimpanan tertentu.
Persyaratan tersebut dapat dilihat pada Tabel
Dalam penyimpanan B3 harus diketahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia berbahaya,
dan juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari bahan-bahan yang disimpan.
Interaksi dapat berupa tiga hal yaitu :
1.      Interaksi antara bahan dan lingkungannya.
Contoh: panas/percikan api yang dapat menimbulkan kebakaran dan ledakan terutama untuk zat yang
mudah terbakar dan mudah meledak seperti pelarut organik dan peroksida.
2.      Interaksi antara bahan dan wadah.
Contoh: Beberapa bahan kimia yang amat korosif, seperti asam sulfat, asam khlorida, natrium hidroksida,
dapat merusak wadahnya. Kerusakan ini menyebabkan interaksi antar bahan sehingga
menimbulkan reaksi-reaksi berbahaya seperti kebakaran, ledakan atau menimbulkan racun.
3.      Interaksi antar bahan.
Contoh: Interaksi antara zat oksidator dan reduktor dapat menimbulkan ledakan dan kebakaran, sedangkan
interaksi antara asam dan garam dapat menimbulkan gas beracun. Oleh karena itu beberapa
bahan yang mungkin bereaksi harus dipisahkan dalam penyimpanannya.

Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan setiap kegiatan mulai dari pengelolaan (penyimpanan), pemakaian dan
pengawasan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur harus digunakan
untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan B3 oleh semua personil, baik sebagai
pengelola, pemakai maupun pengawas. Prosedur yang telah ditetapkan harus telah teruji dan
mengacu pada informasi yang telah ada pada setiap bahan kimia. Informasi ini biasanya
tercantum pada label yang menjelaskan 4 hal terpenting, yaitu :
1.      Nama bahan dan formula
2.      Bentuk fisik yakni gas, cair, atau padat
3.      Sifat fisik, yakni titik didih, titik lebur, berat jenis, tekanan uap, dan lain-lain
4.      Sifat kimia dan bahaya yakni korosif, mudah terbakar, beracun dan lain-lain.
Untuk tujuan praktis, maka bahan bahan kimia berbahaya dibagi dalam tiga kelompok
besar yaitu :
1.      Bahan beracun dan korosif
2.      Bahan mudah terbakar
3.      Bahan kimia reaktif
Penanganan B3 ini berdasarkan jenis bahan dapat dilihat seperti dalam Tabel 5.

Selain itu dalam melakukan kegiatan penanganan B3 harus tercatat dalam suatu rekaman
sehingga mudah untuk mengetahui status dan keberadaannya serta mudah untuk dilakukan
penelusuran.
Ikuti panduan umum ini saat menyimpan bahan kimia dan peralatan bahan kimia:
1.      Sediakan tempat penyimpanan khusus untuk masing-masing bahan kimia dan kembalikan bahan
kimia ke tempat itu setelah digunakan.
2.      Simpan bahan dan peralatan di lemari dan rak khusus penyimpanan.
3.      Amankan rak dan unit penyimpanan lainnya. Pastikan rak memiliki bibir pembatas di bagian
depan agar wadah tidak jatuh. Idealnya, tempatkan wadah cairan pada baki logam atau plastik
yang bisa menampung cairan jika wadah rusak. Tindakan pencegahan ini utamanya penting di
kawasan yang rawan gempa bumi atau kondisi cuaca ekstrem lainnya.
4.      Hindari menyimpan bahan kimia di atas bangku, kecuali bahan kimia yang sedang digunakan.
Hindari juga menyimpan bahan dan peralatan di atas lemari. Jika terdapat sprinkler, jaga jarak
bebas minimal 18 inci dari kepala  sprinkler.
5.      Jangan menyimpan bahan pada rak yang tingginya lebih dari 5 kaki (~1,5 m).
6.      Hindari menyimpan bahan berat di bagian atas.
7.      Jaga agar pintu keluar, koridor, area di bawah meja atau bangku, serta area peralatan keadaan
darurat tidak dijadikan tempat penyimpanan peralatan dan bahan.
8.      Labeli semua wadah bahan kimia dengan tepat. Letakkan nama pengguna dan tanggal
penerimaan pada semua bahan yang dibeli untuk membantu kontrol inventaris.
9.      Hindari menyimpan bahan kimia pada tudung asap kimia, kecuali bahan kimia yang sedang
digunakan.
10.  Simpan racun asiri (mudah menguap) atau bahan kimia pewangi pada lemari berventilasi. Jika
bahan kimia tidak memerlukan lemari berventilasi, simpan di dalam lemari yang bisa ditutup
atau rak yang memiliki bibir pembatas di bagian depan.
11.   Simpan cairan yang mudah terbakar di lemari penyimpanan cairan yang mudah terbakar yang
disetujui.
12.  Jangan memaparkan bahan kimia yang disimpan ke panas atau sinar matahari langsung.
13.  Simpan bahan kimia dalam kelompok-kelompok bahan yang sesuai secara terpisah yang disortir
berdasarkan abjad.
14.  Ikuti semua tindakan pencegahan terkait penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai.
15.  Berikan tanggung jawab untuk fasilitas penyimpanan dan tanggung jawab lainnya di atas kepada
satu penanggung jawab utama dan satu orang cadangan. Kaji tanggung jawab ini minimal setiap
tahun.

Pengendalian (Controlling)
Pengendalian dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit maupun
pengujian mulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh
manajemen yang memiliki tugas pengawasan terhadap seluruh kegiatan organisasi maupun oleh
manajemen yang lebih tinggi terhadap manajemen di bawahnya sebagai pengawasan melekat,
sehingga segala sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan B3 berjalan sesuai dengan kebijakan dan
peraturan/prosedur yang telah ditetapkan.
Setelah selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
digunakan hendaknya dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung
dibuang ke pembuangan air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan.
Limbah zat organik harus dibuang secara terpisah pada tempat yang tersedia agar dapat didaur
ulang, limbah padat harus dibuang terpisah karena dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah
cair yang tidak berbahaya dapat langsung
dibuang tetapi harus diencerkan dengan air secukupnya.
1.      Buanglah limbah sisa bahan kimia setelah selesai pengamatan.
2.      Buanglah limbah sesuai dengan kategori berikut :
a.       Limbah cair yang tidak larut dalam air dan limbah beracun harus dikumpulkan dalam botol
penampung. Botol ini harus tertutup dan diberi label yang jelas.
b.      Limbah padat seperti kertas saring, lakmus, korek api, dan pecahan kaca dibuang pada tempat
sampah.
c.       Sabun, deterjen dan cairan tidak berbahaya dalam air dapat dibuang langusng melalui saluran air
kotor dan dibilas dengan air secukupnya.
3.      Gunakan zat kimia secukupnya.
Prinsip pembuangan dan pengelolaan limbah laboratorium, antara lain:
1.      Sebagian besar bahan kimia tidak diperbolehkan langsung dibuang ke dalam sistem pengairan
atau tempat pembuangan sampah.
2.      Bahan kimia tertentu (seperti asam dan basa) dapat dibuang ke dalam sistem pengairan, tetapi
sebelumnya harus dinetralisasi kemudian dialirkan dengan air yang cukup ke dalam sistem
pengairan.
3.      Limbah pelarut dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan cara menguapkan di dalam lemari
asam.
4.      Asam dan basa dapat dibuang ke sistem pengairan di bawah kondisi tertentu. Jika asam atau basa
tidak mengandung logam berat yang terlarut, asam dan basa dapat dinetralisasi dan kemudian
dialirkan ke dalam sistem pengairan dengan air secukupnya. Asam dapat dinetralkan dengan
natrium bikarbonat (baking soda) atau natrium karbonat (soda ash). Basa dapat dinetralkan
dengan asam asetat (cuka).
5.      Eter bersifat sangat mudah menyala. Tidak diperbolehkan merokok atau mendekatkan sumber
api di dekat eter. Eter dapat bereaksi dengan udara membentuk peroksida yang mudah meledak,
sehingga eter tidak boleh disimpan dalam botol gelas, tetapi disimpan dalam wadah logam untuk
mencegah terbentuknya peroksida. Untuk membuang eter dalam jumlah sedikit, dapat diuapkan
di lemari asam (Black dan Chris 1997).
6.      Pada pembuangan limbah padat, tidak boleh dicampur dengan limbah cair.
7.      Beberapa bahan kimia tidak boleh bercampur (disatukan) satu sama lainnya dalam satu wadah
pembuangan limbah. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi kimia di antara bahan kimia
tersebut, menghasilkan reaksi nyala segera setelah bahan kimia tersebut bercampur atau
mengemisikan gas beracun. Berikut ini adalah beberapa bahan kimia yang tidak boleh bercampur
satu sama lainnya dalam satu wadah (Black dan Chris 1997):
1)      Ammonia dengan halogen; Asam nitrat dengan asam asetat; Asam nitrat dengan asam sulfat.
2)      Etil asetat dengan basa kuat; Etilena glikol dengan asam sulfat; 1-butanol dengan asam kuat;
Kalium permanganat dengan asam sulfat, gliserol, etilena glikol, benzaldehid.
3)      Hidrogen peroksida dengan asam asetat, aseton, asam nitrat, asam sulfat, natrium.
8.      Beberapa bahan kimia dengan kategori yang kompatibel dapat disatukan dalam satu wadah
pembuangan limbah, di antaranya adalah (University Safety Services 2006): Pelarut organik
yang  dapat menyala (aseton, metanol, etanol, toluena, ksilena, asetonitril, benzena); Pelarut
halogen (halotan, metilen klorida, kloroform, karbon tetraklorida, trikloroetana, trikloroetilena);
Asamasam organik (asam format, asam asetat, asam propionat).
9.      Tidak semua bahan kimia aman (diperbolehkan) dibuang ke dalam sistem pengairan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di laboratorium.
Keselamatan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti menyiapkan
pedoman kerja, baik untuk tindakan pencegahan maupun penanggulangan kecelakaan,
menyediakan perlengkapan keselamatan secara lengkap, dan meningkatkan pengetahuan pekerja
(laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan
kerja di laboratorium (Gunawan dan Prasuad, 2004).
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diartikan semua bahan atau senyawa baik
padat, cair, maupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta
lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah B3 umumnya mengandung
berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga
berbahaya bagi manusia menurut peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan bahwa
limbah laboratorium termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun.
Pelatihan dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium dan bagi
mahasiswa yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu diadakan agar dapat
bekerja dengan aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium. Materi
pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan laboratorium dan tempat kerja, potensi bahaya
yang ada di laboratorium, perlengkapan keselamatan kerja serta cara-cara bekerja yang aman
(Gunawan dan Prasuad 2004).
Menurut G. Terry pelaksanaan manajemen dikelompokkan menjadi 4, yaitu :

   a. Perencanaan (Planning)
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun.
Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap
perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi
lingkungannya.
Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau
kontak melalui kulit.
Pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dapat dilakukan dalam beberapa
tahapan, yaitu :
a.       Pengorganisasian (organizing)
b.      Pelaksanaan (Actuating)
c.       Pengendalian (Controlling)
Setelah selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
digunakan hendaknya dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung dibuang ke
pembuangan air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan. Limbah zat
organik harus dibuang secara terpisah pada tempat yang tersedia agar dapat didaur ulang, limbah
padat harus dibuang terpisah karena dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah cair yang tidak
berbahaya dapat langsung dibuang tetapi harus diencerkan dengan air secukupnya.

B.     Saran
Masih ada beberapa sumber yang mengambil dari internet. Diharapkan untuk ke depanya
mengambil sumber dari jurnal, buku, teks book atau e-book. Semoga pada penulisan makalah
selanjutnya dapat lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Adjaarm, Zulkarnain. 1991. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Bahan-bahan Berbahaya dan
Beracun. Batan : Lokakarya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Black, C & Chris, S. (1997). Hazardous waste disposal. Diambil pada 30 Januari 2006 dari
http://www.sierranevada.edu/ life/safety/arthaz.htm#solvents

Department of Chemistry, University of Maine. 2005. Standard operating guidelines. Diambil pada 30
Mei 2015 dari http://chemistry.umeche.maine.edu/safety/guide.html

Gunawan, W. & Prasuad.2004. Keselamatan kerja di laboratorium. Dalam: Workshop


Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta:
Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Harjanto, Nur Tri, dkk. 2008. Identifikasi Potensi Bahaya Non Radiasi di Instalasi
Radiometalurgi. Batan : Prosiding hasil-hasil penelitian EBN tahun 2008, ISSN 0854-5561,
PTBN-BATAN
Kartawira, J. 2004. Aspek Hukum dan Teknis Pengelolaan Pembuangan dan Pengolahan Limbah
Laboratorium. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia;
Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Moran, Lisa, Tina Masciangioli. 2010. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Kimia Panduan
Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. [e-book]. Washington, DC : The National Academies
Press

Ridwan, A. 2004. Manajemen pengelolaan laboratorium untuk riset dan pelayanan


akademik mahasiswa dan manajemen sumber daya manusia untuk pengelolaan laboratorium.
Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April
2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah

Tim Supervisi Ditjen Dikti. 2002. Bahan Ajar Pelatihan Manajemen


Laboratorium. Jakarta: Ditjen Dikti

Sugiwati, Sri. 2006. Studi Kelayakan Pengadaan dan Pengelolaan Fasilitas Laboratorium Kimia &
Biokimia di FIK-UI. [Penelitian]. Universitas Indonesia. Jakarta

Supardjoyo, Bambang. 1991. Keselamatan Pemakaian Bahan Peledak. Batan : Lokakarya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja

University Safety Services. 2006. Hazardous waste disposal. Diambil pada 30 Mei 2015 dari
htttp://www.ucalgary.ca/~ucsafety/ waste/wasteproc.htm #overview

Wahyuningrum, D. 2004. Pengenalan, penanganan dan pemeliharaan bahan dan peralatan


laboratorium kimia. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se- Indonesia;
Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Anda mungkin juga menyukai