Anda di halaman 1dari 5

MEMBANTAH FLAT EARTH (Bagian 3)

Kemajuan sains di bidang fisika, kimia, astronomi, biologi yang ditopang oleh
matematika, dan diaplikasikan dalam berbagai bidang teknologi telah berkembang
pesat saat ini.

Di bidang fisika dan astronomi, orang telah dapat menentukan posisi bulan,
matahari, planet-planet, bintang dan sebagainya dengan akurasi tinggi. Posisi bulan
dan matahari setiap saat dapat dihitung dengan akurasi sangat tinggi. Hal ini
sesungguhnya merupakan salah satu bukti Al Quran dalam surat Ar-Rahman ayat 5:

"Asy-syamsu wal qomaru bi husbaan" Matahari dan bulan (beredar) dengan perhitungan.

Algoritma untuk menentukan posisi matahari yang paling mutakhir adalah VSOP87 yang
disusun oleh saintis Perancis, Bretagnon dan Francou. Sedangkan untuk bulan adalah
ELP yang juga oleh saintis Perancis, Chapront dan Chapront. Mereka bekerja di
Bureau des Longitudes, semacam institusi astronomi di Paris. Adapula algoritma
DE200 yang disusun oleh NASA.

Posisi matahari yang dapat ditentukan dengan ketelitian tinggi ini ternyata
memiliki manfaat bagi umat Islam untuk menentukan waktu sholat. Selanjutnya, posisi
bulan yang juga dapat dihitung dengan ketelitian tinggi ternyata berguna untuk
menentukan awal bulan Islam, sholat gerhana dan sebagainya.

Bagi FE yang muslim, tentunya mereka memiliki kewajiban untuk sholat. Dan saya
yakin mereka melaksanakan sholat lima waktu. Apakah mereka tidak menyadari bahwa
waktu sholat yang digunakan selama ini dihitung berdasarkan geometri bumi yang
bulat serta pergerakan bumi mengitari matahari? Mari kita menelaah bagaimana waktu
sholat dihitung.

Misalnya kita akan menentukan waktu sholat di Jakarta pada hari Selasa, 13 Februari
2018. Apa saja parameter yang dibutuhkan?

1. Tanggal (Masehi) yang akan ditentukan.


2. Lokasi, yaitu bujur dan lintang geografis Jakarta, serta ketinggian kota Jakarta
dari permukaan laut.
3. Zona waktu lokal dari Jakarta dibandingkan dengan waktu lokal Greenwich
(Inggris)
4. Parameter khusus waktu sholat, seperti
- sudut kedalaman matahari saat shubuh dan isya' dari horizon.
- parameter untuk waktu sholat ashar.
- besar waktu ikhtiyath (kehati-hatian) untuk yakin bahwa waktu sholat telah masuk
untuk suatu kota yang memiliki luas yang cukup besar, seperti Jakarta.

***

Mari kita bahas satu-satu.

1. Tanggal (Masehi) tentunya sudah jelas. Untuk kota yang sama, waktu sholat untuk
tanggal 13 Februari 2018 tentunya berbeda dengan tanggal 13 Maret misalnya. Mengapa
waktu sholat shubuh tanggal 13 Februari di Jakarta berbeda dengan waktu shubuh
tanggal 13 Maret di Jakarta? Padahal sama-sama di Jakarta, sama-sama waktu shubuh,
sama-sama dipakai sudut kedalaman matahari yang sama, sama-sama dipakai ketentuan
ikhtiyath yang sama.

Karena pada kedua tanggal tersebut, posisi bumi terhadap matahari (menurut kerangka
acuan matahari) berbeda. Dengan demikian (menurut kerangka acuan bumi), posisi
matahari terhadap bumi juga berbeda.
Besaran apa yang berbeda? Awalnya adalah sudut bujur ekliptika bumi menurut
matahari. Jelas sekali, ini adalah sudut yang terjadi ketika bumi mengitari
matahari. Kemudian, karena kita ingin menentukan posisi matahari (menurut bumi),
maka sudut bujur ekliptika bumi (menurut matahari) diubah menjadi sudut bujur
ekliptika matahari (menurut bumi). Setelah dilakukan transformasi koordinat bola,
maka kemudian diperoleh sudut deklinasi matahari. Besar deklinasi matahari inilah
yang kemudian akan dimasukkan dalam rumus untuk menentukan waktu sholat.

Singkatnya, sudut deklinasi matahari antara tanggal 13 Februari dengan 13 Maret itu
berbeda. Akibatnya, waktu sholat juga berbeda.

Selain itu yang berbeda adalah besaran yang disebut equation of time (EoT). Besar
EoT akan berbeda antara dua tanggal yang berbeda. Besar EoT berkisar dari sekitar
minus 14 menit hingga 16 menit. Berarti selisih antara EoT terbesar dengan terkecil
adalah 30 menit.

EoT ini akan digunakan untuk menentukan waktu tengah hari (noon). Dari waktu tengah
hari tersebut, jika ditambahkan ikhtiyath sebesar 4 menit maka akan diperoleh waktu
sholat Zhuhur.

Jika kita melihat jadwal waktu sholat selama satu tahun, kita bisa melihat bahwa
waktu Zhuhur di suatu tempat akan tiba paling awal sekitar tanggal 3 November,
sementara paling akhir sekitar tanggal 11 Februari. Sebagai contoh di Jakarta
Zhuhur tanggal 3 Februari 2018 sekitar pukul 11:41 WIB sedangkan tanggal 11
Februari 2018 sekitar pukul 12:11 WIB. Nampak bahwa selisihnya mencapai 30 menit,
yang disebabkan oleh selisih EoT maksimum di atas.

Mengapa ada besaran EoT? Bukankah dikatakan, bumi berotasi pada sumbunya sekali
putaran dalam waktu 24 jam (rata-rata solar day), sehingga akibatnya matahari
ketika mencapai puncak tertinggi (saat tengah hari) hari ini dan esok hari
semestinya selisihnya juga tepat 24 jam. Bukankah berarti seharusnya waktu tengah
hari di suatu tempat akan selalu sama sepanjang tahun?

Ya, waktu tengah hari akan selalu sama sepanjang tahun jika bumi tidak miring
sebesar 23,5 derajat (atau dengan kata lain, bidang khatulistiwa bumi tepat sama
atau berimpit dengan bidang ekliptika atau bidang bumi mengitari matahari), dan
juga jika lintasan bumi mengitari matahari tepat berbentuk lingkaran sehingga bumi
mengitari matahari dengan kecepatan konstan.

Tetapi realitanya, bidang ekuator miring sebesar 23,5 derajat terhadap bidang
ekliptika. Kalau kita lihat globe, selalu bola bumi miring karena sumbu rotasi bumi
miring sebesar 23,5 derajat. Selain itu, bumi mengitari lingkaran dalam lintasan
yang lebih menyerupai elips, dimana kadang jarak bumi - matahari mencapai jarak
terjauh sekitar 152 juta km, kadang jaraknya terdekat sekitar 147 juta km.

Yang jelas, bukan 6000 km seperti klaim FE. Yang agak mendekati dengan angka di
atas adalah 135 juta, yaitu jumlah penduduk Indonesia menurut lagunya Rhoma Irama
beberapa puluh tahun lalu, hehehe...

Kembali fokus, akibat sebab di atas, maka durasi antara tengah hari pada hari ini
dengan tengah hari pada esok hari tidak lagi tepat 24 jam. Inilah yang melahirkan
EoT. Jadi untuk tanggal yang berbeda, EoT akan berbeda, selanjutnya waktu tengah
hari akan berbeda, sehingga waktu sholat juga akan berbeda.

***

2. Lokasi yaitu bujur dan lintang suatu tempat serta ketinggian tempat tersebut
dari permukaan laut. Sudah tentu, pada hari dan tanggal yang sama, untuk sholat
yang sama, ternyata waktu sholat akan berbeda di dua tempat yang berbeda. Sama-sama
pada hari Selasa, 13 Februari 2018, waktu masuknya sholat shubuh di Jakarta tentu
berbeda dengan di Yogyakarta.

Bagaimana menentukan bujur dan lintang suatu tempat? Bisa dengan GPS (Global
Positioning System) yaitu sistem navigasi berbasis satelit. Ada banyak divais GPS
yang akurat untuk menentukan posisi di permukaan bumi. Bisa juga dengan cara mudah
melalui aplikasi Google Maps. Tekan suatu posisi tertentu yang akan kita ketahui
koordinatnya di Google Maps sekitar 1-2 detik. Maka akan muncul koordinat di bagian
atas yang berupa angka desimal. Sebagai contoh, di suatu titik di Masjid Istiqlal,
Jakarta, jika saya tekan maka akan keluar angka koordinat yaitu -6.170072,
106.831100. Angka tersebut menunjukkan 6,17 derajat lintang selatan (karena lintang
selatan bernilai negatif) dan 106,8311 derajat bujur timur (bujur timur bernilai
negatif). Derajat desimal ini dapat dikonversi ke dalam derajat + menit busur +
detik busur.

Sudah tentu, menentukan bujur lintang dan di atas, baik dengan GPS maupun Google
Maps berdasarkan konsep dasar bahwa bumi bulat yang dibagi-bagi ke dalam bujur dan
lintang.

Sementara itu ketinggian tempat akan berpengaruh untuk menentukan kapan waktu
terbit matahari (sunset) yaitu akhir waktu sholat shubuh serta matahari terbenam
(sunrise) yaitu awal sholat maghrib.

***

3. Zona waktu lokal diperlukan karena bumi bukanlah bidang datar tetapi bola yang
terbagi ke dalam 360 derajat bujur. Karena sekali berotasi membutuhkan 24 jam maka
konversinya adalah selisih waktu lokal 1 jam untuk selisih bujur 15 derajat. Dengan
adanya zona waktu lokal, seperti WIB, WITA, WIT, maka orang akan merasakan
kenyamanan ketika pada tengah hari, jam lokal menunjukkan waktu di sekitar angka
pukul 12 siang. Kalau tidak ada zona waktu lokal, tetapi hanya menggunakan satu
waktu universal di Greenwich maka akan terasa nyaman. Seperti, tengah hari di
Jakarta sekitar pukul 5 waktu universal.

***

4. Parameter waktu sholat sebagai ijtihad ulama diperlukan dalam memahami hadits
Nabi yang dijari oleh Jibril untuk melaksanakan sholat serta mengkonversi dari
fenomena kualitatif datangnya waktu sholat menjadi besaran kuantitatif numeris yang
dapat dihitung. Seperti awal waktu sholat shubuh yang ditandai dengan munculnya
fajar shadiq di horison timur, diterjemahkan sebagai sudut kedalaman matahari
adalah 20 derajat di bawah horison seperti yang berlaku di Indonesia dan ditetapkan
oleh Departemen Agama. Kemudian, awal waktu sholat isya' yang ditandai dengan
hilangnya syafaq merah di horison barat, diterjemahkan sebagai sudut kedalaman
matahari sebesar 18 derajat di bawah horison. Untuk sudut shubuh dan isya ini
terdapat beberapa pendapat yang berbeda.

Demikian pula parameter untuk sholat ashar. Pendapat jumhur seluruh madzhab kecuali
Hanafi, awal sholat ashar ditandai ketika panjang bayangan benda = tinggi benda +
panjang bayangan benda saat transit atau zhuhur. Sementara madzhab Hanafi, awal
sholat ashar ditandai ketika panjang bayangan benda = dua kali tinggi benda +
panjang bayangan benda saat tengah hari atau zhuhur. Sebagai contoh, jika kita
punya tongkat 1 meter yang dipasang tegaklurus permukaan tanah, maka kemudian pada
saat tengah hari diukur panjangnya. Misalnya 25 cm. Maka awal sholat ashar menurut
jumhur (seperti yang digunakan di Indonesia, Arab Saudi dan sebagainya) adalah
ketika panjang bayangan = 125 cm. Sementara menurut Hanafi ketika panjang bayangan
= 225 cm. Sehingga, awal waktu sholat ashar menurut Hanafi akan lebih mundur
daripada menurut jumhur.
Besarnya ikhtiyath juga diperlukan untuk menjamin seluruh wilayah pada suatu kota
sudah masuk waktu. Mengingat koordinat tempat biasanya mengambil posisi di suatu
titik sedangkan waktu sholat akan digunakan di suatu kota yang memiliki luas
tertentu.

***

Untuk menentukan waktu sholat, biasanya dimulai dengan menentukan waktu tengah hari
(noon) melalui rumus

Waktu tengah hari = pukul 12 + zona waktu lokal - (bujur/15) - EoT/60

Disini bujur dalam satuan derajat untuk dikonversi ke jam dengan dibagi 15,
sedangkan EOT dalam satuan menit untuk dikonversi ke jam dengan dibagi 60. Nampak
disini, parameter bujur lokasi serta EoT dimasukkan disini.

***

Waktu Zhuhur = Waktu tengah hari + Ikhtiyath Zhuhur (biasanya 4 menit)

***

Untuk awal waktu sholat yang lain yaitu Shubuh, Ashar, Maghrib dan Isya', serta
terbit matahari sebagaai akhir waktu shubuh, maka digunakan rumus dasar yang sama
yaitu

cos(HA) = [sin(h) - sin(deklinasi)*sin(lintang)]/[cos(deklinasi)*cos(lintang)]

Nampak disini sudut deklinasi serta lintang lokasi berperan disini. cos = cosinus
dan sin = sinus. Sudut h adalah sudut ketinggian matahari yang berbeda-beda untuk
waktu sholat yang berbeda.

Untuk waktu sholat shubuh, h = -20 derajat.

Untuk Isya' = -18 derajat.

Untuk terbit maupun terbenam matahari, h = -0,833 derajat dan masih dikurangi
dengan faktor ketinggian lokasi.

Untuk ashar madzhab jumhur berlaku rumus

cot(h) = 1 + tan(abs(deklinasi - lintang))

sedangkan untuk Hanafi berlaku rumus

cot(h) = 2 + tan(abs(deklinasi - lintang))

Disini, cot = cotangen, tan = tangen, dan abs = nilai mutlak.

***

Setelah diperoleh nilai cos(HA), maka sudut HA (Hour Angle) dapat diperoleh dengan
mengambil arccos dari cos(HA). Sudut HA dalam satuan derajat ini kemudian
dikonversi ke jam dengan dibagi 15. Akhirnya diperoleh hasil sebagai berikut.

Awal Shubuh = Waktu tengah hari - HA(Subuh)/15

Akhir Shubuh = Terbit matahari = Waktu tengah hari - HA(Terbit matahari)/15


Awal Ashar = Waktu tengah hari + HA(Ashar)/15

Awal Maghrib = Terbenam matahari = Waktu tengah hari + HA(Terbenam matahari)/15

Awal Isya = Waktu tengah hari + HA(Isya)/15

Jangan lupa, masih ditambahkan faktor ikhtiyath sekitar 2 menit pada awal waktu
sholat di atas, kecuali untuk akhir shubuh dikurangi 1-2 menit.

***

Begitulah gambaran singkat tentang proses menghitung waktu sholat yang kita
tunaikan setiap hari. Rumus di atas kemudian digunakan pada berbagai software dan
apliasi yang tinggal kita gunakan. Untuk PC-based software, saya merekomendasikan
Accurate Times karya Moh Odeh, sedangkan untuk apliasi android saya
merekomendasikan Muslim Pro. Saya sendiri sudah membuat file Excel untuk menghitung
waktu sholat yang dapat diunduh di

https://simpan.ugm.ac.id/s/PtBDcgBdooBJTwW

Rumus waktu sholat di atas bukanlah milik seorang Rinto. Rumus di atas digunakan
secara universal. Sebagai contoh, Arab Saudi menggunakan metode yang sama yang
disebut sebagai kriteria Ummul Qura. Rumus waktu sholatnya sama semuanya, yang
sedikit berbeda hanyalah parameter sudut shubuh sebesar -18,5 derajat, serta awal
waktu sholat isya yang selalu tetap 90 menit setelah awal waktu sholat maghrib.

Untuk bisa menghitungnya, membutuhkan konsep dasar berupa bujur dan lintang lokasi
pada bumi bulat, pengetahuan gerak bumi mengitari matahari yang benar, rotasi bumi,
sudut kemiringan rotasi bumi terhadap bidang ekliptika dan sebagainya. Hal ini
tentu tidak bisa bayangkan akan berlaku pada teori bumi datar, gerak matahari yang
aneh di atas bumi datar serta bumi datar yang tidak berotasi.

Saya tantang FE untuk menentukan waktu sholat dengan teorinya, yang berlaku di
semua lokasi dan di semua waktu sepanjang tahun. Kalau FE masih menggunakan waktu
sholat yang dapat ditentukan dari uraian saya di atas, tentu sangat naif jika
mereka menolak sains yang saya sampaikan di atas, dan menjadi pengetahuan umum
bersama seluruh dunia.

Saya tidak akan mengatakan, bagi FE yang muslim, jangan anda sholat sampai anda
bisa menentukan waktu sholat menurut teori anda sendiri. Silakan anda sholat dengan
hasil dari formula waktu sholat di atas. Saya hanya mengatakan, anda boleh punya
teori apapun. Tapi kalau teori anda tidak mampu untuk memprediksi fenomena
kehidupan sehari-hari secara numerik / kuantitatif, seperti pada pukul berapa hari
ini matahari terbit dan terbenam di Jakarta, maka saya punya nasihat sederhana.

Buanglah Sampah Pada Tempatnya.

(Bersambung)

Anda mungkin juga menyukai